selamat siang bapak ibu teman-teman dimanapun berada di platform Zoom, Youtube yang sedang menyaksikan. Saya Dery dari perwakilan dari UNICEF, kali ini akan melanjutkan materi dari yang sudah dipaparkan sebelumnya ya, mengenai perundungan atau bullying, namun khusus mengenai program ROOTS, bagaimana kita bisa mencegah kekerasan sebaya dengan kekuatan teman-teman sebaya juga. Mari kita lanjutkan slide-nya.
Ya ada banyak pertanyaan tentang mitos atau fakta tentang bullying atau perundungan dari materi yang tadi mungkin saya sifatnya akan memperkuat ya atau mengulang-ulang. Banyak pertanyaan kalau ini sesinya interaktif langsung tanya jawab ya akan saya tanya satu persatu. Tapi mitos berikut ini bisa kita pikirkan sama-sama.
Membully akan mempererat hubungan pertemanan? Sebagian mungkin akan menjawab iya benar dengan dibully saya semakin akrab. Tapi sebenarnya tidak.
Hubungan pertemanan yang erat itu dijalin karena sifat positif. saling percaya satu sama lain. Mungkin kalau kita saling membuli, hubungan pertemanan yang dijalin justru pertemanan yang tidak sehat ya, karena setiap berjumpa akan saling mengejek gitu membuli.
Next. Membuli dapat menguatkan mental seseorang. Mungkin ada yang bilang, benar tuh dulu gara-gara senior saya, gara-gara teman-teman saya membuli, sekarang mental saya menjadi kuat. Padahal tidak.
Yang menguatkan mental seseorang justru karena cara dia coping gitu ya, cara jalan keluar dia. terhadap bullying itu. Beruntung bagi kita-kita yang memiliki supporting system ya, sistem pendukung yang kuat sehingga kita bisa keluar dari jaring bullying tersebut ya. Next. Kemudian ada lagi, anak yang dibully biasanya tidak akan melapor.
Betul atau tidak? Ini cenderung betul. Karena anak yang dibully kenapa tidak melapor ada berbagai alasan. Salah satunya adalah ketika dia melapor orang dewasa tidak menganggap itu adalah masalah serius.
Misal, bu saya dikatakan gendut gitu ya, ya memang badan kamu gendut gitu, itu tidak direspon secara serius. Atau yang kedua justru karena dia melapor anak atau korban merasa lebih terancam. Terlebih ketika si pelaku bilang awas. Awas kamu kalau melapor, nanti akan saya temui setelah pulang sekolah.
Lanjut. Bullying paling banyak terjadi secara fisik. Iya kalau terlihat, tapi sebenarnya dibalik bullying-bullying yang terlaporkan atau secara fisik, justru banyak juga bullying yang terjadi secara daring, terutama dalam situasi seperti sekarang juga yang melibatkan psikologis atau mental.
Lanjut. Bullying merupakan masalah di sekolah saja? Tentu saja tidak, justru bisa terjadi di rumah, bahkan sekarang ranah daring.
terlebih ketika anak-anak sudah punya banyak akses ya ke gadget dan berbagai platform media sosial. Lanjut, hanya anak laki-laki yang melakukan bullying. Menariknya ada temuan yang berbeda antara tren bullying yang dilakukan anak laki-laki dan perempuan.
Anak laki-laki dengan kecenderungan maskulinitasnya itu banyak terlibat dalam bullying fisik. Sedangkan anak perempuan banyak terlibat ke dalam bullying yang sifatnya verbal maupun emosional. Gosip-gosipan.
dan juga saling mengucilkan satu sama lain. Lanjut, anak yang melakukan bully biasanya lebih besar. Ini salah, karena anak yang melakukan bully biasanya mereka yang mampu mengumpulkan kekuatan, memiliki power yang lebih dibandingkan yang lain.
Nanti kita lihat ciri-ciri bullying. Lanjut, siswa yang melakukan bully biasanya memiliki banyak teman. Betul, karena dia mampu mengontrol teman-temannya atau orang-orang yang menjadi calon korban, maupun korban.
sehingga dia memiliki kuasa di sekolah. Lanjut, sebelumnya kenali dulu, sebelum nanti kita sama-sama melihat program seperti apa sih yang bisa mengatasi atau mencegah perundungan di sekolah. Bullying itu perlu kita pahami, tadi mungkin sudah dijelaskan secara definisi, ini juga definisi dan karakter yang membedakan bullying dan juga jenis kekerasan lainnya.
Menurut WHO ada tiga nih, bullying itu harus dilakukan secara sengaja, berulang. dan terdapat perbedaan kekuatan. Sekali lagi nih ada tiga, bullying itu dilakukan secara sengaja, berulang, terdapat perbedaan kekuatan.
Dan tujuannya pasti untuk menyakiti ya, namanya sengaja gitu. Jadi kalau ada pertanyaan, kalau perkelahian misalkan, si A dan si B di tengah lapangan gitu kan, saling pukul, saling tendang, apakah itu bullying? Jawabannya tidak. Karena dia tidak ada terdapat perbedaan kekuatan gitu ya, saling berkelahi A dan B, jadi terdapat power yang...
yang sama, tapi bukan berarti tidak harus diatasi, itu namanya perkelahian salah satu kasus yang agresif yang harus ditangani, tapi kalau bullying ini harus sengaja berulang terdapat perbedaan kekuatan Jadi kalau tadi gambarannya anak yang berkelahi di tengah lapangan, kalau bullying ada satu anak gitu kan, kemudian dikroyok anak yang lain, atau satu anak melawan satu anak yang lain, tapi satu anak yang menjadi korban ini tidak berdaya, tidak mampu melawan dan sengaja diejek, sengaja disakiti secara fisik, berulang-ulang. Setiap ketemu dia mulu gitu yang menjadi korban, selalu dia berulang-ulang. Lanjut, bentuknya tadi sudah banyak ya, next saja sampai 4, jadi ada fisik, verbal, relasional, dan cyberbullying.
Lanjut lagi, data, data ini bisa jadi catatan kita bersama, menurut survei nasional pengalaman hidup anak dan remaja. tahun 2018, 2 dari 3 anak perempuan remaja ya, berarti ini masih usia SMP, 13 sampai 17 tahun, mengalami setidaknya satu jenis kekerasan. Kemudian dari studi PISA, masih di tahun yang sama, 41 persen.
Siswa usia 15 tahun mengalami perundungan beberapa kali dalam satu bulan. Jadi siswa ibu dan bapak kalau ditanya bisa jadi 41% berarti 2 dari 5 mengalami bullying. Kemudian menurut jajak pendapat Ureport itu adalah salah satu platform yang dimiliki UNICEF Indonesia untuk orang muda. 45% dari responden usia 14 sampai 24 melaporkan bahwa telah mengalami seberbullying. Dari tiga data ini saja sudah menunjukkan ternyata gawat ya.
yang mengaku dan melaporkan, banyak juga yang tidak tercatat atau tidak terlaporkan. Mari kita lanjutkan slide-nya. Mengapa penting model-model pencegahan bullying?
Bisa next juga, karena ada komitmen sebenarnya di tingkat nasional untuk mewujudkan yang namanya Satuan Tugas Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Sekolah kalau kita melihat Permendikbud 82 tahun 2015. Itu dari sisi regulasi. Dari sisi kita nih yang ada di sekolah sebagai siswa. maupun sebagai guru ya, sebagai pengajar tenaga kependidikan.
Belum banyak sebenarnya program komprehensif untuk program berbasis siswa di sekolah. Maksudnya apa? Banyak sekali program-program anti perundungan, anti bullying yang sifatnya adalah mengajak seribu siswa, dua ribu siswa langsung duduk di satu ruangan gitu ya atau platform Zoom.
Berikan sosialisasi, berikan apa itu bullying, dampaknya, cara mencegahnya kemudian selesai hanya dalam dua jam acara. Tapi komprehensif untuk yang melibatkan siswa dalam satu semester. Pertemuan yang rutin dilatih oleh guru itu masih jarang. Sehingga perlu nih ada gerakan-gerakan program-program yang memang menyesalnya ke siswa. Seperti apa nanti kita lihat.
Selanjutnya, kita harus pahami siapa saja yang terlibat dalam bullying. Ada yang melakukan bully, tentunya pelaku ya, dan ada yang dibully, korban. Dua ini saja sudah menandai bahwa ada perilaku atau aktivitas bullying. Namun sebenarnya tidak hanya dua ini, ada juga penonton aktif.
Penonton pasif dan pembela. Pembela ini yang paling sulit dicari dalam satu iklim sekolah. Jadi sebagai ilustrasi, tadi di lapangan lagi ada yang melakukan bully.
Jadi biasanya si A, kemudian ada yang dibully, yang lewat. Tiba-tiba biasanya anak yang cenderung menjadi korbani selalu saja. Hei kamu jelek, hei kamu, dengan karakteristiknya. Ketika dia dibully, oleh yang melakukan bully, ada penonton aktif. Biasanya penonton aktif ini bukan yang memulai bully, tapi mereka juga ikut manas.
manas-manasin, iya tuh memang dia jelek, iya tuh memang bapaknya ibunya seperti itu. Jadi mereka penonton aktif yang ikut memberikan bahan bakar ke yang melakukan bully. Ada penonton pasif, mereka yang tidak mau melapor tapi kasian, mau melapor tapi takut.
Jadi fungsinya hanya sebagai penonton pasif, tidak melakukan apa-apa. Dan empat ini yang sering kita lihat namun pembela yang sangat jarang kita lihat. Pembela ini adalah mereka yang melaporkan, baik secara langsung ya, karena mereka... mereka merasa bisa gitu ya membela secara langsung di berhadapan langsung dengan pelaku, tapi ada yang langsung melaporkan ke guru atau orang dewasa.
Nah siswa seperti ini yang masih jarang karena memang belum memiliki keberanian atau memang tidak melihat kesempatan untuk melapor dan takut. Lanjut, ini tadi ilustrasinya ya, ada banyak sebenarnya kalau kita bicara tentang teori dalam perilaku bullying, namun secara singkat tadi mudah-mudahan kita bisa memahami, ada banyak ternyata yang terlibat dalam perilaku bullying. Dan justru dari semua yang terlibat yang kita ingin perbanyak adalah pembela dan bagaimana sebenarnya siswa yang dibully juga bisa membela dirinya gitu. Selain kita harus mengurangi para pelaku bully yang ada di sekolah.
Lanjut. Nah dari semua tadi ya dari definisi ada tipe-tipe kemudian ternyata ada loh orang-orang yang terlibat dalam perilaku bullying sebenarnya bisa dicegah. Pencegahan ya fokus pada kali ini.
Bisa dicegah dengan membentuk yang namanya. namanya kelompok sebaya. Di UNICEF Indonesia bersama pemerintah kita membentuk yang namanya program ROOTS.
Ya program roots, roots ya akar R-O-O-T-S gitu, masih yang tadi? Nah ini filosofinya adalah menggunakan yang namanya jejaring sosial, jadi teori jejaring sosial. Dimana siswa sebenarnya bahkan setiap individu yang ada di... di sekolah gitu ya, dalam hal ini siswa, itu pasti punya teman. Teman yang banyak, teman yang sedang, teman yang sedikit, tapi tiap siswa pasti punya teman.
Dalam program ini kita ingin menyasar siswa-siswa yang memiliki banyak teman dan punya pengaruh di sekolah. Bahkan... si pelaku bullying itu sendiri harus diajak menjadi yang namanya agen perubahan.
Tidak cukup oleh anak-anak yang selama ini biasanya ditunjuk oleh guru gitu ya. Lanjut, nah apa yang sudah dilakukan? Di beberapa tempat, jadi di Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Papua Barat kita sudah lakukan. Next.
Jadi dengan program ini ternyata memiliki kemajuan dalam meningkatkan perilaku positif siswa, termasuk para agen perubahan yang ditunjuk, kita bisa lihat dari disini. Di situ angka statistik, jadi tindakan perundungan dalam satu semester itu bisa menurun sampai 29 persen. Sedangkan kejadian pada korban menurun 20 persen. Karena kita membentuk agen perubahan yang ada di sekolah dan juga berdasarkan tadi, di jaring sosial, siswa-siswa yang memiliki banyak relasi di sekolah.
Secara teknis akan dijelaskan selanjutnya. Jadi sekilas nih tentang program pencegahan bullying roots di Indonesia. Saya mohon mungkin klik satu-satu ya, satu dulu klik. Ya, pertanyaan.
Pertama yang dilakukan dalam program ROOTS ini adalah kita yang namanya melakukan survei awal. Jadi dalam satu sekolah bisa tuh sebarkan questionnaire kepada siswa maupun guru sesimpel menanyakan pernahkah kamu dibully, pernahkah kamu membuli gitu ya. Jenisnya seperti apa, di mana, jadi tanyakan namun secara anonim. Jangan sampai setiap siswa disuruh tulis namanya jadi ketahuan ya. Dengan seperti ini kita jadi tahu nih dalam satu sekolah, disini konteksnya SMP ya, kelas 1, 2, 3, 7, 8, 9. Dan kita jadi tahu angkatan mana yang suka dibully, suka membully gitu ya.
Trendnya seperti apa dan perilaku bullying seperti apa yang terjadi di sekolah hingga di mana saja. Setelah survei awal, lanjut. Jadi kita melakukan yang namanya pemilihan agen perubahan.
Yang tadi saya ceritakan. Dalam satu sekolah bisa jadi 40 ya, 40 agen perubahan dipilih. Cara memilihnya bagaimana? Nah ini yang unik, inovasinya di sini. Jadi kita menggunakan teori jejaring sosial.
Siswa setiap angkatan diminta... memilih sampai 10 nama teman terdekatnya. Jadi teman dia pulang bareng gitu ya, teman dia curhat, teman gengnya gitu, teman main ke kantin, teman belajar kelompok, teman yang disukai dan lain sebagainya.
Sampai 10. Jadi kelas 7, 8, 9 masing-masing menuliskan 10 nama teman terdekatnya. Kenapa ini penting? Sekali lagi dalam jejaring sosial kita ingin memetakan dalam satu sekolah siswa mana saja sih yang paling didengar dan paling berpengaruh di sekolah.
Karena ada banyak juga hasil penelitian yang menyatakan bahwa bahwa kalau siswa yang ditunjuk adalah siswa yang biasanya disukai guru atau favorit guru, mendengar apa yang guru katakan, itu program pasti akan berjalan lancar. Jadi mereka kalau ikut program-program kapasiti billing, sosialisasi, pelatihan, bimbingan teknis, mereka akan lancar. Namun ketika siswa ini disuruh menyebarkan pesan, menjadi agen perubahan di sekolah, justru siswa-siswa ini dalam tanda kutip siswa pintar atau siswa yang sudah dipercaya oleh guru akan sulit mempengaruhi siswa-siswa yang sulit.
bahasanya ya, siswa sulit atau siswa pelaku yang ada di sekolah tersebut. Sehingga yang dipilih sebenarnya pilihan siswa itu sendiri, bukan guru yang memilih. Jadi bisa tergambarkan disini 40 agen perubahan tersebut beragam.
Mungkin ada yang jadi ketuosis, mungkin ada yang memang dia salah satu pusat pelaku yang ada di sekolah itu ya, dimana ketika dia ke kantin, orang-orang ikut ke kantin gitu ya. Ketika dia nongkrong, orang-orang ikut nongkrong dan lain sebagainya. Ketika dia berperilaku negatif, bolos dan lain sebagainya, anak-anak yang lain ikut bolos juga. Itu ada ada siswa seperti itu, siswa-siswa seperti ini yang memiliki pengaruh di sekolah juga diajak.
Jadi selain siswa-siswa yang selalu diajak oleh guru. Jadi dalam proses ini kita tahu checklist, list, daftar nama anak-anak agen perubahan yang dipilih oleh siswa, kemudian lanjut, siswa tersebut sebanyak kira-kira 40 agen perubahan, jumlahnya bisa menyesuaikan jumlah siswa yang ada di sekolah, kan ada sekolah yang ratusan bahkan ribuan. Kemudian mereka mendapatkan sesi pelatihan.
Selama kalau di modul kita itu ada 15 kali pertemuan. Jadi ada peran fasilitator ini jadi kunci. Fasilitator bisa berasal dari guru yang ada di sekolah, guru muda ya atau guru yang memang dipercaya oleh siswa, yang pembina ekskul dan lain sebagainya mereka bisa jadi 2 sampai 3 fasilitator nih per agen perubahan, per 40 orang tersebut. Menyampaikan sesi-sesi tentang bagaimana mengatasi masalah di sekolah mereka. Nanti kita lihat sesi seperti apa.
Lalu lanjut. Setelah mereka mendapatkan sekitar 15 kali sesi, jadi sesinya dilaksanakan setiap seminggu sekali sebenarnya kalau 15 kali berarti kira-kira satu semester. untuk membicarakan terus mengenai bullying, untuk mencegah bullying di sekolah. Jadi dalam pertemuan puncak, karena ini program yang dilakukan sebelum pandemi untuk diceritakan, mereka bisa menyampaikan kampanye untuk seluruh sekolah.
Jadi ada namanya Roots Day atau Unjuk Informasi dan Kreasi, atau mungkin di sekolah ada namanya Pensi. Pensi kan pentas seni, namun kalau di sini satu hari yang khusus didedikasikan untuk berkomitmen untuk mencegah bullying. Mereka bisa buat poster, hashtag, banner.
presentasi atau misalkan performance antar kelas atau antar angkatan. Sehingga didiskusikan dalam satu hari itu tentang bullying yang ada di sekolah. Lanjut, kemudian ya itu semua buat deklarasi gitu ya, deklarasi kemudian semua dilibatkan seluruh angkatan, tidak hanya agen perubahan tersebut karena akan jadi eksklusif kalau hanya mereka, seluruh siswa dalam tiga angkatan tersebut dilibatkan bahkan guru dan tenaga kependidikan juga. Di sini kita bisa lihat 40...
yang dipilih tadi justru menjadi gambaran perwakilan dari siswa yang ada di sekolah, mereka bisa jadi panitianya, kemudian saat hari puncak untuk mengkabanyakan bullying, semua anak dilibatkan. Dan ini tergantung kreativitas agen perubahan tersebut, mau menyampaikan deklarasi atau komitmen penjagaan bullying seperti apa. Di banyak sekolah mereka buat peraturan yang disepakati seluruh siswa dan guru, atau buat misalkan pertunjukan tiap kelas misalkan untuk mengkabanyakan bullying.
Lanjut. Nah kita bisa lihat kemudian dari hasil sekolah-sekolah model yang tadi sebelumnya di berbagai lokasi. Setelah beberapa kali sesi terjadi ternyata penurunan dari sekolah intervensi, sekolah yang melakukan ruts dibandingkan yang tidak.
Kenapa bisa terjadi seperti ini? Sekali lagi karena rutin dibicarakan. Bullying tersebut kalau yang awalnya di baseline kita bisa lihat 64% siswa dibully setelah melakukan sesi ruts 15 kali pertemuan kemudian ada kampanye gitu satu hari.
Ternyata turun sampai 30% perilaku bullying yang ada di sekolah tersebut. Karena memang dibicarakan, orang jadi aware, orang jadi peduli, guru juga jadi oh gak boleh bullying ya di sekolah ini gitu. Anak-anak juga yang tadinya mungkin tidak peduli atau selalu melakukan jadi oh ternyata gak boleh bullying gitu ya. Jadi selalu dibuat aware dan selalu dibicarakan di sekolah.
Lanjut, ini kira-kira gambaran singkat bahwa harus ada materi tentang pencegahan kekerasan sebaya, intoleransi untuk mereka diperkaya mengenai pengetahuan tersebut. Kita semua sama, kita semua berbeda namun memiliki kesamaan, harus menghormati. mati dan lain sebagainya.
Secara singkat 15 kali pertemuan tersebut bisa kami definisikan sebagai berikut. Pertemuan pertama yang lima itu mengenal diri sendiri, mengenal teman gitu kan, mengenal sekolahnya. Karena kalau tiga angkatan dicampur jadi satu grup gitu ya, perempuan, laki-laki dengan berbagai latar belakang pasti gak kenal nih, ini sangat pendekatan yang berbeda gitu. Jadi mereka lima pertemuan pertama bahkan berkenalan dulu dan bebas keluar masuk.
Ini bukan program yang dipaksakan harus ikut gitu. enjoy, mereka harus menyenangkan menjadi sebuah kelompok agen perubahan di sekolah. Lima pertemuan tengahnya, jadi pertemuan enam sampai sepuluh itu sudah mulai membahas apa sih masalah yang ada di sekolah kita, kita bisa apa sih?
Bullying kenapa terjadi sih? Kenapa angkatan satu ke angkatan yang lain bisa ada masalah sih? Sampai lima pertemuan terakhir baru membuat aksi di sekolah.
Yang tadi, tiap sekolah mungkin akan berbeda pendekatannya, namun intinya sama. Bagaimana mengkampanyekan bagaimana berisik tapi tetap asik di sekolah itu ya untuk menyuarakan bullying. Lanjut.
Bagaimana SMP melakukannya? Pengalaman mitra di lapangan. Bisa di klik aja. Tadi sebenarnya alurnya ya sudah dijelaskan namun yang sudah dilakukan misalkan ada kebijakan surat edaran dari tingkat dinas pendidikan. Ada fasilitator yang dibentuk untuk provinsi misalkan dari SMA kalau kabupaten kota itu dinas pendidikan kabupaten kota.
Jadi guru yang ada di sekolah tersebut dilatih latih menjadi fasilitator atau sekolah tersebut bisa melatih dirinya sendiri nih kalau sudah ada modulnya ya modul roots bisa diakses juga di Unisub Indonesia kemudian memilih agen perubahan di sekolah tadi 40 orang mereka sudah dipilih mereka dilatih melaksanakan kegiatan agen perubahan sebanyak 15 kali dalam satu semester mungkin kalau waktu terbatas menyesuaikan yang penting tadi prinsipnya adalah harus ada program yang reguler terus-menerus tidak cukup satu kali dua kali sosialisasi kepada siswa Jadi harus ada reguler terus-menerus menyuarakan bullying. Kemudian melakukan kampanye di tingkat sekolah, apakah namanya Roots Day, hari deklarasi, hari anti-bullying dan lain sebagainya, baru dievaluasi. Ada atau tidak sih dampaknya ketika anak-anak ini sudah kumpul-kumpul menyuarakan bullying gitu kan, belajar tentang bullying, ada gak sih?
Dan tidak cuma bullying ya, mereka juga belajar tentang kepemimpinan, bagaimana berkomunikasi efektif. menghadapi konflik dan lain sebagainya. Jadi juga diajarkan yang namanya life skill, kecakapan hidup sebagai kelompok agen perubahan di sekolah.
Lanjut. Kemudian ada pertanyaan tadi. Oke kita evaluasi, bagaimana melihat dampak atau keberhasilannya? Lanjut.
Makanya penting ketika kita sudah memilih agen perubahan tadi di awal harus dilakukan survei awal dulu ya. Sekolah bisa sekreatif mungkin ada pertanyaan-pertanyaan yang intinya anonim ya bisa sampel bisa disebarkan ke seluruh siswa menanyakan. kan pernah dibully atau tidak, bagaimana bentuk bullyingnya, berapa kali dibully, dimana dibully gitu, pernah membuli atau tidak, bagaimana bentuk bullyingnya, dan lain sebagainya.
Jadi kita punya data nih dan ini penting, tidak hanya untuk tingkat sekolah, bahkan dinas pendidikan, kabupaten, kota, provinsi jadi punya, sampai nasional, jadi bahkan kita punya data perundungan di tiap sekolah. Yang kali ini kita masih kurang ya, jadi dari baseline sudah diintervensi, di endline nanti atau survei akhir bisa terlihat tuh dampaknya. Dan ini penting. Kalau hasil dari survei akhir ternyata menunjukkan penurunan itu berarti positif Bagaimana siswa berhasil menyuarakan bahwa bullying itu tidak boleh Kalaupun terjadi peningkatan setelah survei awal dan akhir Ini juga penting untuk dilihat kembali bisa jadi positif Kenapa? Pada akhirnya berarti warga sekolah menjadi makin peduli Makin banyak yang melapor, makin banyak yang mengaku kasus bullying Sehingga grafiknya justru meningkat bukan menurun ketika sudah diintervensi nih para agen perubahannya Kira-kira begitu Lanjut, belum ada pola baku paling memungkinkan memang kegiatan ruts atau kegiatan agen perubahan itu dilakukan setelah jam sekolah.
Tentu saja tidak mengganggu jam pelajaran sekolah gitu ya. Atau di akhir pekan kalau memang ada kebijakan tersebut. Contoh praktik baik jika ada Bapak Ibu perwakilan yang ada di sini, jadi sudah diinstitusionalisasikan pencegahan perundungan ini di beberapa sekolah.
Misalkan di SMP 33 Semarang di Jawa Tengah dan SMP 3 Sungguh Minasa di Gopro. Goa, Sulawesi Selatan. Pada waktu itu sudah melaksanakan pilot program pencegahan perundungan roots dan penerapan disiplin positif bersama para guru bersama UNICEF Indonesia dan juga mitra pemerintah daerah di sana. Lalu berinisiatif menjadikan roots sebagai kegiatan ex-school sendiri. Faktor kuncinya memang ada dukungan dari otoritas yang relevan.
Bagaimana Dinas Pendidikan, Dinas Pembadanan Perempuan dan Pelindungan Anak, Kepala Sekolah menganggap ini juga penting. Oke, kita jadikan sekolah ini adalah sekolah anti perundungan. Di samping prioritas lain ya, anti narkoba, kesehatan, dan lain sebagainya.
Jadi bisa menggunakan berbagai platform, termasuk UKS juga bisa digunakan, atau membentuk agen perubahan tadi ya, jika memang dirasa perlu dibentuk satu agen yang baru, kelompok baru. Nah sumber daya sekolah harus terberdayakan, bagaimana guru-guru, tidak harus guru muda, tapi guru berjiwa muda, atau guru yang memang punya passion melakukan kegiatan bersama siswa, bisa menjadi fasilitator. Yang penting mempelajari sesi-sesi pencegahan perundungan antarut study. Jadi terjadilah satu praktik baik di sekolah, di mana setiap semester selalu ada agen perubahan, selalu ada kegiatan-kegiatan yang memang menyuarakan anti perundungan.
Dan ini penting, kalau disuarakannya hanya satu tahun sekali gitu ya, atau hanya ketika ada kasus, atau hanya ketika korban terlihat lukanya gitu ya, bahkan sampai kehilangan nyawa baru kita ribut gitu kan, baru media ribut, makanya ini hal yang tidak baik gitu. Jadi jangan sampai kalau kita mendengar materian tadi, mencegah lebih baik daripada... mengobati gitu ya. Nah tantangannya memang harus ada anggaran spesifik namun jangan khawatir ini murah gitu ya.
Yang penting ada apa namanya poin atau komponen anggaran dimana ada pertemuan rutin mendukung fasilitator agar terus dilatih dan agen perubahan perlu terus dibentuk setiap semesternya. Dan bagaimana memastikan keberlanjutan kegiatan dalam situasi pandemi walaupun nanti sekolah dibuka kembali mungkin ketika membentuk agen-agen atau kelompok agen perubahan seperti ini untuk sementara bisa dilakukan secara daring atau hybrid, campuran gitu ya. Dalam beberapa forum kita diskusinya melalui platform online, namun ketika sudah melakukan kampanye atau memberikan pesan-pesan ke siswa lain bisa online maupun offline.
Lanjut, dalam mencegah perundungan untuk terus didiskusikan bagaimana meningkatkan keperluan guru dan manajemen. Jadi bicara perundungan tidak hanya bicara tentang ini masalahnya siswa gitu ya, tapi bagaimana meningkatkan peran guru dan manajemen tadi. Bisa jadi fasilitator, bisa jadi jadi mediator, bisa jadi kalau ada kasus dirujuk tadi ke P2, TP2 atau yang lain. Dan juga bagaimana meningkatkan keberlanjutan, memberdayakan siswa sebagai agen perubahan supaya berkelanjutan. Saya rasa ada satu video sebagai penutup, lanjut.
Bisa kita lihat videonya bagaimana menunjukkan proses, klik aja lanjut. Di akhir kayaknya Lanjut lanjut Ya, disini ada satu video yang menunjukkan proses... Apa kabar siarani? Alhamdulillah, semangat biasa!
Yes, yes, yes, iya! Pasti kau dan aku sama, sama-sama punya takut, takut untuk mencoba dan gagal. Tapi hey kawan, pasti kau dan aku sama.
Sama-sama punya mimpi Mimpi untuk menjadi berarti Karena seharusnya kita tak luka Bersama melawan rintangan Untuk jadikan dunia ini lebih indah Tak perlu tunggu hebat Untuk berani memulai Apa yang kau mimpi hanya aku memulai Untuk berani memulai Siapapun merupakan salah satu solusi untuk mengatasi bullying. Saya, Nabila, agen perubahan SMP Negeri 37 Magasan, saya dengan tegas mengatakan tidak pada bullying. Video barusan sebenarnya dibuat juga oleh agen perubahan ya, Ruts yang ada di SMP 37 Makassar. Jadi pesan intinya adalah siswa itu harus diajak, harus ditanya, harus bertanya gitu ya, harus berisik tapi tetap asik gitu ya, mencegah perundungan. Selain itu, guru pendamping juga harus terlibat bagaimana mendampingi para siswa tersebut sebagai agen perubahan agar di sekolah bisa terus menyuarakan tadi.
Nah jika Bapak Ibu yang ada di sini juga merasa oh sepertinya ini bisa jadi materi atau... program yang menarik diterapkan dalam sekolah kami, silakan bisa menghubungi UNICEF Indonesia juga atau email saya dulum.org. Dan juga karena program ROOTS ini juga merupakan salah satu prioritas yang pada tahun ini tengah kita kembangkan bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Jadi UNICEF rencananya akan melakukan program ROOTS ini di berbagai tingkatan SMP, SMA maupun SMK. Jadi mudah-mudahan kita bisa...
menelurkan banyak inisiatif untuk mencegah dan menangani kekerasan sebaya perundungan di sekolah-sekolah di Indonesia Terima kasih Assalamualaikum Wr. Wb Selamat siang Terima kasih telah menonton!