Keju adalah makanan kuno yang sudah diproduksi sejak zaman prasejarah, walaupun tidak ada bukti pasti kapan pembuatan keju pertama kali dilakukan. Masyarakat prasejarah mulai meninggalkan gaya hidup nomaden dan beralih menjadi beternak kambing, domba maupun sapi. Dengan beternak masyarakat mulai mengenal susu dan kegunaannya. Persediaan susu pun jadi meningkat sehingga orang-orang mulai menyimpannya dalam bejana tanah liat ataupun kayu.
Berikut adalah sejarah keju. Ada cerita yang mengatakan bahwa keju ditemukan pertama kali di timur tengah oleh seorang pengembara dari Arab. Pengembara tersebut melakukan perjalanan di padang burun dengan kudanya. Ia membawa susu di pelanannya untuk menghilangkan dahaganya. Setelah beberapa lama, ia pun berhenti untuk meminum susu yang dibawanya.
Ternyata, susu tersebut telah berubah menjadi air yang pucat dan gumpalan-gumpalan putih. Hal ini disebabkan pelana yang digunakan untuk menyimpan susu terbuat dari perut binatang, sapi, kambing ataupun domba, yang mengandung renet. Kombinasi dari renet, cuaca yang panas dan guncangan-guncangan ketika mengendarai kuda telah mengubah susu pengembara tersebut menjadi keju. Setelah itulah, orang-orang mulai menggunakan enzim dari perut binatang untuk membuat keju.
Mitologi Yunani kuno menyebutkan Aristaew sebagai penemu keju. Odisei Tulisan Bertahun 800 sebelum Masewi mengatakan bahwa Cyclops membuat keju dengan menggunakan dan mengumpan susu domba dan kambing. Keju dari susu kambing merupakan komoditas yang penting di Yunani.
Orang-orang Yunani mempercayai bahwa keju dapat membuat perwira lebih kuat dan juga merupakan perangsang nafsu dirahi. Hipokrates pun menggunakan keju untuk mengatasi peradangan. Keju bahkan digunakan sebagai persembahan bagi dewa-dewa.
Kebudayaan Romawilah yang pada mulanya mengembangkan berbagai jenis keju yang kita ketahui sekarang. Bangsa Romawi dikenal sebagai bangsa pertama yang melakukan proses pematangan dan penyimpanan keju. Mereka mengerti dampak teknik pematangan yang berbeda terhadap rasa dan karakter keju tertentu. Bangsa Romawi membawa keju dan seni pembuatannya ketika mereka menaklukkan gaul, yang kita ketahui sekarang sebagai Perancis dan Inggris, yang disambut dengan sangat baik.
Rumah-rumah besar pada zaman Romawi memiliki dapur keju yang terpisah yang disebut kaseale dan suatu area khusus di mana keju bisa dimatangkan. Pada Eropa zaman pertengahan Kekaisaran Romawi menyebarkan teknik pembuatan keju yang seragam di Eropa, serta memperkenalkan pembuatan keju ke daerah yang belum mengetahuinya. Kejatuhan Kekaisaran Romawi menjadikan variasi pembuatan keju di Eropa semakin banyak, dengan daerah-daerah tertentu mengembangkan teknik pembuatan keju yang berbeda-beda.
Namun, kemajuan seni pembuatan keju mulai menurun beberapa abad setelah kejatuhan Roma. Banyak keju yang dikenal pada masa kini pertama kali didokumentasikan pada zaman pertengahan atau setelahnya. Misalnya keju tedar pada 1500 Masehi, keju parmesan pada 1597, keju gouda pada 1697, dan keju camembert pada 1791. Pada masa pemerintahan Charles Agung, biara-biara diberikan kepercayaan untuk mengolah tanah dan mengembangkan produksi agrikultur. Para biarawan dan biarawati inilah yang memegang peranan penting dalam produksi keju dan variasinya. Banyak resep yang ditulis oleh para biarawan walaupun tidak dapat dipastikan, apakah resep tersebut ditulis sendiri atau disalin dari penduduk lokal.
Karena pekerjaan para biarawan dan biarawati, maka orang-orang tidak perlu kelaparan di musim dingin ketika susu sulit didapat. Pada abad ke-19, Ferdinand Kohn menjadi orang pertama yang menemukan bahwa proses pematangan keju diarahkan oleh mikroorganisme. Setelah itu, semakin banyak pula riset yang dilakukan berhubungan dengan keju dan proses pembuatannya. Dengan berkembangnya pengetahuan tentang keju baik dari segi biologis maupun kimiawi, proses pembuatan keju pun menjadi umum di masyarakat.