Hai Sobat Masa, apa yang Anda ingat saat pemilu berlangsung kampanye, bertebarannya bendera partai politik, atau debat calon anggota legislatif, maupun debat calon presiden? Kenyataan demikian menunjukkan Indonesia adalah negara yang menganut demokrasi dengan sistem multipartai. Taukah Anda sejak kapan Indonesia mengenal sistem kepartaian?
Sistem kepartaian telah berkembang di Indonesia sejak masa pergerakan nasional. Akan tetapi, Indonesia baru menerapkan sistem multipartai dalam pemilu setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada masa demokrasi liberal. Lantas, bagaimana perkembangan politik dan perkembangan ekonomi pada masa demokrasi liberal? Untuk mengetahuinya, ambil cemilanmu dulu, lalu nikmati video ini sampai selesai. Demokrasi liberal dapat didefinisikan sebagai sistem politik dengan banyak partai dan kekuasaan politik berada di tangan politisi sipil yang berpusat di parlemen.
Dalam demokrasi liberal, pemerintah memberi kebebasan seluas-luasnya kepada warganya. Pada 17 Agustus 1950, Republik Indonesia Serikat atau RIS, yang merupakan bentuk negara hasil kesepakatan konferensi media bundar, resmi digubarkan. RIS kemudian diganti dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI. Seiring dengan itu, sistem pemerintahannya pun berubah menjadi demokrasi liberal dengan sistem pemerintahan parlementer yang berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara atau UUDS 1950. Ada pun ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer sebagai berikut.
Sistem kepartaian yang berlaku di Indonesia pada masa demokrasi liberal adalah sistem multipartai. Dasar hukum dari sistem kepartaian adalah maklumat pemerintah 3 November 1945. Berlakunya sistem multipartai berdampak pada meningkatnya jumlah partai politik di Indonesia. Masyarakat membentuk partai politik dengan ideologi dan pandangan kenegaraan yang bermacam-macam.
Jumlah partai politik pada masa demokrasi liberal tercatat lebih dari 28 partai. Dari banyaknya partai di Indonesia pada masa itu, terdapat 4 partai besar yang mendapatkan perhatian besar dari kalangan masyarakat, yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI. PNI mewakili kaum nasionalis, Masyumi mewakili Islam modernis, NU mewakili Islam tradisionalis, dan PKI mewakili kaum komunis.
Partai-partai tersebut juga memiliki perbedaan kepentingan yang tidak pernah dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, dalam sistem demokrasi liberal sering terjadi pergantian kabinet. Ada pun kabinet-kabinet pada masa demokrasi liberal sebagai berikut. Setelah bentuk negara Republik Indonesia Serikat dibubarkan, kabinet pertama yang memerintah negara kesatuan Republik Indonesia adalah Kabinet Nasir. Kabinet Nasir merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh Masyumi, sementara PNI lebih memilih kedudukannya sebagai oposisi.
Program pokok dari Kabinet Nasir adalah Kabinet Nasir mulai goyah akibat kegagalan dalam perundingan dengan Belanda mengenai Irian Barat. Selain itu, kabinet ini jatuh setelah PNI mengajukan nosi tidak percaya menyangkut peraturan pemerintah nomor 39 tahun. 1950 tentang pemilihan DPRD yang dianggap tidak demokratis dan hanya menguntungkan Masuni.
Mosi yang digagas oleh Hadi Kusumo ini mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Pada 21 Maret 1950, 1951, Kabinet Nasir berakhir, dan Perdana Menteri Nasir mengembalikan mandatnya kepada Presiden. Setelah Kabinet Nasir berakhir, Presiden Soekarno menunjuk Sukiman dari Partai Masumi, dan Suirjo dari Partai PNI. sebagai formatur kabinet baru.
Kabinet koalisi itu dipimpin oleh Sukiman dan kemudian lebih dikenal dengan sebutan Kabinet Sukiman. Kabinet Sukiman memiliki program tujuh pasal dan diantaranya mirip dengan program dari Kabinet Nasir, hanya beberapa hal mengalami perubahan dan skala prioritas. Belum satu tahun menjalankan pemerintahan, kabinet ini jatuh.
Penandatanganan Perjanjian Mutual Security Act antara Menteri Luar Negeri Indonesia, Ahmad Subarjo, dan Duta Besar Amerika Serikat, Merlele Konkran, menjadi penyebab jatuhnya kabinet ini. Tindakan Ahmad Subarjo ini dianggap sebagai kebijakan politik luar negeri yang mendukung Blok Barat pada masa Perang Dingin, sehingga menyimpang dari prinsip politik luar negeri bebas aktif. Perisiwa tersebut mendorong Sunario dari PNI mengeluarkan mosi agar Kabinet Sukiman mengembalikan mandatnya kepada Presiden. Pada 27 Februari 1952, Kabinet Sukiman menyerahkan mandat kepada Presiden Soekarno.
Berbagai permasalahan dalam Kabinet Wilopo sebagai berikut. Tanggal 17 Oktober 1952, sekelompok perwira yang tidak puas dengan keadaan politik pada waktu itu, menggerakkan demonstrasi menuntut pembubaran parlemen. Meriam diarahkan ke Istana Presiden. Demonstrasi juga digelar di halaman bedung parlemen lapangan Banteng, Jakarta.
Setelah bertemu dengan pimpinan angkatan perang dan Menteri Pertahanan, Soekarno dengan tegas menolak tuntutan para demonstran karena ia tidak mau menjadi diktator. Pada hal angkatan perang, kita boleh ikut-ikut-ikut. Kedudukan Kabinet Wilopo semakin tidak stabil saat terjadi perisiwa Tanjung Norawah.
Dalam perisiwa tersebut, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri menyetujui perusahaan Deli Plantos Vereniging mengelola kembali tanahnya di Tanjung Norawah. akan tetapi atas hasutan PKI banyak petani lokal menduduki tanah-tanah tersebut. Aksi pendudukan tanah secara ilegal menyebabkan pemerintah mengambil tindakan tegas dengan memerintahkan tanah. mengusir petani-petani tersebut. Peristiwa ini menyebabkan 5 petani tewas dan beberapa petani lainnya ditangkap.
Akibat peristiwa ini, Siddiq Kertapati yang menjabat sebagai ketua Sarikat Tani Indonesia mengirim mosi tidak percaya kepada parlement melalui fraksi PNI. Mosi tersebut menyebabkan Kabinet Wilopo akhirnya mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno pada 2 Juni 1953. Setelah Kabinet Yulopo mengembalikan mandat, Presiden Soekarno menunjuk Alisastro Amidoyo dari PNI dan Wongso Ndegoro dari Partai Indonesia Raya sebagai Perdana Menteri dan Wakil Perdana Menteri. Kabinet Alisastro Amidoyo I berhasil mengukir sejumlah prestasi dan menunjukkan perang aktif Indonesia dalam kancah internasional.
Salah satu keberhasilan kabinet ini adalah diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika pada 19 Januari. 1955. Selain mengadakan konferensi Asia Afrika, Kabinet Ali I berhasil membentuk panitia pemilihan umum yang diketuai oleh Hadi Kusumo. Dalam mengatasi masalah perekonomian, Kabinet Ali berusaha meninjau utang-utang pemerintah dan cadangan devisa negara.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Kabinet Ali Sastro Amidoyo I akhirnya membatalkan hasil konferensi media bundar yang berkaitan dengan dengan utang Indonesia terhadap Belanda. Faktor utama yang menyebabkan jatuhnya kabinet ini adalah masalah pergantian pimpinan TNI Angkatan Darat yang dikenal sebagai perisiwa 27 Juni 1955. Menghadapi persoalan dalam tubuh TNI Angkatan Darat, Parlemen mengajukan mosi tidak percaya terhadap Menteri Pertahanan. Selanjutnya, pada 24 Juli 1955, Kabinet Ali mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
dan Suparno. Kabinet Al-Ishafstral Milyoyo I digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahab. Prestasi Kabinet Burhanuddin Harahab adalah berhasil menyelesaikan permasalahan dalam tubuh TNI Angkatan Darat. Keberhasilan lainnya adalah menyelenggarakan pemilu pertama pada 1955. Pemilu dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama, dilaksanakan pada 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR atau Parlemen.
Tahap kedua dilaksanakan pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante. Untuk hasil urutan perolehan suara terbanyak pada pemilu 1955, Anda dapat memperhatikan tabel berikut. Pemilihan umum tahun 1955 yang dianggap sebagai pemilu paling bersih dalam masa 50 tahun menghasilkan 4 parti besar yang mendominasi parlemen yaitu Parti Nasional Indonesia atau PNI, Parti Islam, Nasratul Ulama Syumi, Nasratul Ulama dan PKI. Kesuksesan penyelenggaran pemilu yang jujur dan adil, terlebih saat negara Indonesia baru merdeka, dianggap sebagai pencapaian besar bangsa Indonesia dalam melaksanakan demokrasi. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu menandai berakhirnya masa tugas Kabinet Burhanuddin Harahab.
Pada 3 Waras 1956, Kabinet Burhanuddin Harahab mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno. Setelah pemilu 1955, formatur kabinet dipilih berdasarkan partai pemenang pemilu. Sebagai partai pemenang pemilu, PNI mengajukan Ali Sastro Amijoyo dan Wilopo sebagai calon formatur kabinet.
Selanjutnya, kabinet ini disebut kabinet Ali Sastro Amijoyo II yang terdiri atas koalisi PNI, Masyumi, dan NU. PKI tidak dilibatkan dalam kabinet karena ditolak oleh beberapa tokoh Islam. Pada masa pemerintahan kabinet ini, muncul pergolakan di beberapa daerah yang mengarah pada gerakan separatisme.
Kurangnya tindakan tegas dari kabinet terhadap pergolakan yang muncul membuat Partai IKI, NU, dan Masyumi menarik para menterinya dari kabinet. Mundurnya sejumlah menteri menyebabkan kabinet Alisastro Amidjoe II harus menyerahkan mandatnya. pada Presiden Soekarno pada 14 Maret 1957. Sebelum terbentuknya Kabinet Juanda, pada 21 Februari 1957, Presiden Soekarno mengundang para tokoh militer serta tokoh partai dari tingkat daerah hingga pusat ke istana negara.
Di istana negara, para tokoh diminta mendengarkan konsepsi Presiden. Dalam konsepsi presiden dinyatakan bahwa demokrasi liberal yang dijalankan di Indonesia tidak sesuai atau tidak cocok dengan jiwa bangsa Indonesia. Presiden Soekarno ingin menggantinya dengan demokrasi terpimpin. Konsepsi ini menuai perdebatan di parlemen maupun di luar parlemen. Usaha Presiden Soekarno untuk memengaruhi partai-partai agar bersedia membentuk kabinet.
yang diinginkannya pun gagal. Menghadapi kondisi tersebut, Presiden Soekarno akhirnya menunjuk dirinya sendiri untuk membentuk Kabinet Ekstra Parlementer. Kabinet inilah yang kemudian disebut dengan Kabinet Juanda. Kabinet Juanda dipimpin oleh Insinyur Juanda sebagai Perdana Menteri. Ia merupakan tokoh yang tidak berpartai.
Kabinet Juanda dalam menyelesaikan tugasnya menyusun program kerja yang terdiri atas 5 pasal yang dikenal dengan pancakarya. 5 Pasal Pancakarya sebagai berikut. Salah satu prestasi Kabinet Juanda adalah menentukan garis kontinental batas wilayah laut Indonesia melalui Deklarasi Juanda. Dengan Deklarasi Juanda, wilayah lautan dan daratan Indonesia menjadi satu kesatuan bulat dan utuh. Badan konstituante dipilih lewat pemilihan umum pada tahun 1955. Badan ini bertugas merumuskan undang-undang dasar yang baru.
Akan tetapi, konstituante belum berhasil menyelesaikan tugas utamanya, yaitu menetapkan dasar negara. Kegagalan konstituante tersebut disebabkan faktor-faktor berikut. Kondisi ini mendorong Jenderal Abdul Haris Nasution, pelaku Kepala Staf Angkatan Darat dan Penguasa Perang Pusat atau PERPU, dengan persetujuan Perdana Menteri Juanda, melarang sementara semua kegiatan politik dan menunda semua sidang konstituante.
Pada akhirnya, konstituante dibubarkan melalui Dekret Presiden 5 Juli 1959. Kondisi perekonomian Indonesia pada masa demokrasi liberal masih terseok-seok. Ini dikarenakan politik dan perekonomian masih belum tertata dan belum stabil. Keterpurukan ekonomi pada masa itu membuat pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan.
Kebijakan yang dimaksud diantaranya adalah Gunting Syafruddin adalah kebijakan pemotongan nilai mata uang atau sanaring yang diambil Menteri Keuangan Syafruddin Prawiran Negara. Pada 20 Maret 1950, semua uang yang bernilai Rp250 ke atas dipotong nilainya hingga setengahnya. Tujuannya menanggulangi defisit anggaran sebesar Rp5,1 miliar. Dengan kebijakan ini, jumlah uang yang beredar bisa berkurang.
Gerakan benteng adalah sistem ekonomi yang bertujuan mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Sistem ini dirancang oleh Menteri Perdagangan Sumitro Joya Hadikusumo, ayah dari Prabowo. Gerakan benteng diwujudkan dengan menumbuhkan pengusaha Indonesia lewat kucuran dana kredit.
Sayangnya, program ini gagal karena pengusaha kita tak mampu bersaing. Pada 1951, pemerintah menasionalisasi The Java Seabank menjadi Bank Indonesia. Bank milik Belanda itu dijadikan sepenuhnya Bank milik Indonesia untuk menaikkan pendapatan, menurunkan biaya ekspor, dan menghemat secara drastis.
Sistem ekonomi Alibaba diprakarsai oleh Menteri Perekonomian pada Kabinet Ali pertama, yakni Ishak Cokro Hadisuryo. Program ini diberi nama Alibaba karena melibatkan pengusaha perigumi, atau yang disebut Alibaba. dan pengusaha keturunan Tionghoa atau diistilahkan dengan BABA. Lewat program ini, pengusaha keturunan Tionghoa diwajibkan melatih tenaga pribumi.
Sebagai imbalan, para pengusaha keturunan Tionghoa akan mendapat bantuan kredit dan lisensi dari pemerintah. Sayangnya, program ini tak berjalan sesuai harapan.