Ini adalah sebuah peluang yang sepanjang sejarah hanya hadir baru tiga kali. Sahabat Akela, video ini adalah video lanjutan dari video sebelumnya berjudul Samrush. tanda bahaya ekonomi Amerika mulai resesi, Anda bisa menyimaknya pada link yang ini. Video itu menjelaskan tentang apa yang terjadi pada hari Jumat 2 Agustus 2024. Dan sesudah hari itu, pada hari Seninnya, tepatnya tanggal 5 Agustus 2024, ketika Amerika masih tertidur pulas, tepatnya pukul 7 WIB pagi hari, indeks saham Jepang nikah.
Nikkei 225 yang berisikan 225 saham unggulan Jepang mengalami koreksi tajam. Hari itu Nikkei ditutup melemah sebesar 12,64 persen, crash yang terbesar sejak tahun 1987. Ini terjadi sesudah indeks tersebut berhasil menembus level tertingginya pada bulan Juli 2024 lalu. Pertanyaannya, lah kok bisa? Well, secara singkat, kejadian ini dikenal dengan sebutan Japanese Yen Carry Trade Unwinding. Seperti apa penjelasan detailnya?
Simak video ini sampai selesai, karena di akhir video ini, sahabat Akela akan menemukan peluang yang menarik. Sebelum mulai, khusus bagi Anda yang ingin bertanya atau konsultasi seputar dunia investasi maupun trading meliputi Bursa Efek Indonesia, Bursa Sama Amerika, Forex, Gold, Crude Oil, Bitcoin, hingga aset-aset kripto lainnya, silakan join. pada acara Akela Live Streaming di channel ini setiap hari Kamis pukul 20 WIB.
Oke, guna memahami Japanese Yen Carry Trade, saya akan mulai dari latar belakangnya dulu. Semuanya ini bermula dari kondisi demografi Jepang. Coba perhatikan data ini.
Sudah sejak dahulu kala, pertumbuhan populasi penduduk Jepang berada dalam penurunan dan ini berlangsung terus setiap hari. secara jangka panjang dan berkesinambungan. Perhatikan lagi ini, ini adalah grafik piramida penduduk Jepang. Berdasarkan data ini, rata-rata usia penduduk Jepang saat ini adalah 48,4 tahun. Hal ini berakibat melemahnya belanja konsumen, akibat penurunan belanja rumah tangga ini, maka ekonomi Jepang itu seringkali terpuruk dalam periode deflasi berkepanjangan.
Guna mengatasi hal ini, Bank of Japan, bank sentralnya Jepang, berupaya memangkas suku bunga hingga melakukan quantitative easing alias lebih populer dengan sebutan cetak uang yang bahkan lebih ekstrim ketimbang defat. Saat ini, Bank of Japan itu memegang 40% total surat utang pemerintah Jepang. Silahkan Anda bandingkan dengan The Fed yang hanya memegang 20-25% dari total utang pemerintah Amerika. Anda mau tahu yang lebih dasyat lagi? Pasca krisis Supreme Mortgage di Amerika tahun 2008, di mana kita tahu saat itu The Fed mengucurkan quantitative easing dengan cara membeli surat utang pemerintah Amerika atau US Treasuries guna memulihkan ekonomi Amerika dari resesi.
Yang dilakukan Bank of Japan. Jepang sejak bulan Desember 2010, mereka memutuskan untuk mengucurkan QQE. Jadi bukan hanya QE, melainkan QQE alias Q-nya ada dua.
Dan itu berarti Qualitative and Quantitative Easing. Dimana QQE ini memiliki perbedaan yang signifikan, yakni dengan mengintipkan. Intervensi bursa sahamnya secara langsung melalui pembelian ETF atau Exchange Traded Fund. ETF pada dasarnya adalah semacam reksadana saham yang diperdagangkan di bursa saham sebagaimana layaknya saham emiten pada umumnya.
Ketika BOJ memborong Nikkei 225 ETF, itu artinya BOJ, Bank of Japan, membeli 225 saham unggulan Jepang. yang termasuk dalam indeks Nikkei 225. Tidak berhenti di situ saja, Bank of Japan juga membeli Topix ETF yang berisikan 2.000 saham perusahaan yang listing di Tokyo Stock Exchange. Bahkan juga sektor spesifik ETF seperti JPX Nikkei 400 Index ETF hingga ESG dan Tematic ETF.
Jadi bukan hanya print money melalui pembelian obligasi pemerintah, namun bank sentralnya ikutan intervensi bursa saham secara langsung dengan cara ngeborong saham. Jadi sahabat Akela lihat, kalau The Fed masih hanya ada kebijakan moneter maksimal itu sampai QE, kalau Bank of Japan itu sudah QQE, Qualitative and Quantitative Easing. Dan di atas itu masih...
ada satu lagi namanya YCC alias Yield Curve Control. YCC ini diluncurkan sejak tahun 2016 di mana yield obligasi pemerintah Jepang tenor 10 tahun itu dijaga di kisaran 0% yang bertujuan untuk menjaga supaya suku bunga tetap rendah terus guna menunjang aktivitas ekonomi. Namun, Kendati pun sudah melakukan kebijakan moneter yang sangat agresif kayak gitu.
Ternyata Jepang ini masih sering berada dalam kondisi tetap harus berjuang keras melawan deflasi. Target inflasi 2% itu sangat sulit dicapai. Sejak tahun 2010 rata-rata pertumbuhan GDP Jepang itu hanya berkisar antara 0,5 sampai 1,5% saja. Kebijakan moneter BOJ yang sangat agresif berupa QQE dan YCC itu hanya sanggup mempertahankan pertumbuhan ekonomi Jepang pada kisaran 0,5 hingga 1,5 persen.
Akan tetapi akibat QQE dan YCC terjadi hal lain yang menarik. Yakni sejak tahun 2010 indeks Nikkei 225 mengalami uptrend, bullish uptrend dengan average annual gain. Itu sebesar 9-10% dan mata uang Jepanesian melemah dengan rata-rata pelemahan sebesar 4,93% per tahunnya. Nah dari sini muncul fenomena yang menarik. Kaum pria di Jepang ini terkenal sebagai pekerja keras, penuh disiplin, dan seringkali bekerja lembur hingga larut malam.
Penghasilan gajinya itu diserahkan semuanya ke istri, dan istri adalah sang menteri keuangan dalam rumah tangga tersebut. Melihat suaminya bekerja keras demi nafkah keluarga, istri merasa harus turut berjuang bersama suaminya, sehingga dia berusaha mengelola uang tabungan suaminya. Lahirlah sosok yang dikenal dengan sebutan Mrs. Watanabe. Mrs. Watanabe dengan demikian adalah sebutan yang mewakili retail traders dan retail investor di Jepang yang banyak teri dari ibu-ibu rumah tangga. Saya garis bawahi kata retail.
Dan dari situ lahirlah misi suatan AB, misi suatan AB yang jadi sangat jago di forex. Salah satu tokoh yang terkenal sekali itu adalah Yukiko Ikebe ini. Nah ada banyak lagi yang lainnya.
Kendatipun misi suatan AB ini berinvestasi dan trading pada berbagai aset kelas dan instrumen derivatif dengan berbagai macam strategi, namun mereka semua punya satu kesamaan, yaitu highly leverage. Hal ini terjadi akibat kebijakan moneter QQE dan YCC yang saya jelaskan di atas. Akibatnya seorang misi suatanabi misalnya bisa meminjam uang dari salah satu bank di Jepang. Dalam contoh ini, contohnya 10 juta yen, pinjam duit bunganya 0,4% per tahun. Kemudian uang 10 juta yen ini ditukarkan ke dalam mata uang US dollar dengan kurs misalnya anggap 120 Japanese yen per US dollar sehingga memperoleh 83.333 US dollar.
Dari situ dia kemudian menginvestasikan uangnya misalnya ke dalam US dan memperoleh return 5% per tahunnya. Sesudah satu tahun dia memperoleh 87.500 US dollar dan kemudian uang sebanyak 87.500 ini ditukarkan kembali dalam yen... Dengan asumsi kursus mata uang yang sama 120 yen per dolarnya, dia kini memperoleh 10,5 juta yen. Total uang yang harus dia kembalikan itu adalah pokoknya tadi pinjamnya 10 juta yen, tambah bunga 0,4% itu adalah 40 ribu yen. Dia kini memperoleh uang gratis sebesar 460 ribu yen.
Di mana ini belum lagi ditambah jika di tahun itu ada... pelemahan mata uang yen, dia masih memperoleh tambahan keuntungan berupa exchange gain. Semua ini dikenal dengan sebutan Japanese Yen Carry Trade, dan berlangsung selama puluhan tahun hingga pada tanggal 19 Maret 2024 lalu, Katsuo Ueda Gubernur Bank of Japan memberikan sinyal untuk mulai meninggalkan suku bunga negatif. Hal ini didasarkan atas data bahwa sejak tahun 2022, inflasi Jepang itu sudah bertumbuh positif dan kini berada di level 2,8% year over year. Jepang sudah nggak deflasi lagi.
Pada tanggal 31 Juli 2024, Ueda kembali menegaskan bahwa mereka akan menaikkan suku bunga negatif. suku bunga menjadi 0,25% sejak 17 tahun lalu dan membuka peluang untuk kembali menaikkan suku bunga lagi bila mana diperlukan. Hari itu, Jepanesian langsung bergerak menguat.
USD-Jepanesian kembali ditutup melemah 1,8%. Pengumuman ini diumumkan pada pukul 15.30 JST waktu Jepang, di mana top... Kyosho Exchange itu sudah tutup 30 menit sebelumnya. Jadi diumumkannya itu adalah sesudah market hour, sudah market tutup.
Namun keesokan harinya, pada hari Kamis 1 Agustus 2024, indeks Nikkei 225 kembali melanjutkan pelemahannya yang sudah dimulai sejak profit taking pullback sesudah Nikkei berhasil menembus level 42 ribu pada pertengahan Juli lalu. Pada hari itu, Nikkei ditutup melemah minus 2,49 persen. Namun ini tidak ada artinya apa.
Apa dibandingkan dengan keesokan harinya? Pada hari Jumat 2 Agustus 2024, Nikkei melanjutkan penurunannya dan ditutup melemah minus 5,81 persen. Malam harinya, ketika Jepang tengah menikmati akhir pekannya, Bureau of Labor Statistics di Amerika mengumumkan angka pengangguran Amerika pada bulan Juli dan angka pengangguran itu naik ke level 4,3 persen. Kendatipun angka ini masih berada di level Nairu The Fed, Nah itu adalah non-accelerated inflationary rate of unemployment. Namun kenaikan angka pengangguran ke level 4,3% ini men-trigger indikator resesi Samrules yang kini menjadi 0,53.
Samrules Indicator kini berada di atas 0,5. Dan selama ini itu artinya resesi ekonomi di Amerika itu sudah dimulai. Dan dengan demikian harapan akan soft landing itu sudah pupus. The Fed... terlambat memangkas suku bunga acuan Fed Fund Rate, jadinya hard landing.
Klarifikasi mengenai hal ini sudah saya jelaskan komplit dalam video sebelumnya berjudul Some Rules Tanda Bahaya Ekonomi Amerika Sudah Mulai Resesi. Jika Anda ketinggalan videonya, itu tandanya Anda belum subscribe di channel ini. Biar tidak ketinggalan lagi, pastikan Anda sudah subscribe, aktifkan alertnya, dan jika video ini bermanfaat bagi Anda, mohon klik tombol like-nya juga. Oke lanjut.
Semuanya ini memicu terjadinya panik di kalangan investor retail. Saya sering menganalogikan investor retail itu ibaratnya kita-kita ini yang nonton film horror dan nontonnya di bioskop gelap-gelap. Akibatnya semua teknik special effect semuanya tidak nampak. Kita hanya lihat dari satu sisi dengan framing yang memang dibuat sedemikian rupa sehingga terlihat mencekam dan menakutkan.
Sementara itu, di pihak lain ada institutional investor. Terima kasih. Mereka ini adalah orang yang ikut terlibat dalam pembuatan film horror tersebut. Mereka nontonnya di studio tempat film itu dibuat. Semua special effect di belakang layar nampak jelas semua.
Nggak ada serem-seremnya sama sekali. Banyak investor retail kan memang taunya itu sengah-sengah. Belajarnya dari influencer-influencer di YouTube. Yang bukan menyajikan makroekonomi.
Melainkan teori konspirasi yang memang semakin heboh, semakin mencekam. Itu semakin viral. Oh iya, saya juga ingin meluruskan satu hal. Japanese carry trade ini berawal dari Mrs. Watanabe alias retail investor yang saya jelaskan tadi di atas.
Dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan Warren Buffett dan Berkshire Hathaway. Warren Buffett itu sangat terkenal anti leverage. Jadi ketika saya dengar ada yang mengkaitkan Warren Buffett dengan Japanese carry trade, apalagi sampai dibilang bahwa Warren Buffett utang.
di Bank Jepang dalam jumlah yang sangat masih sangat besar alam bawah sadar saya langsung bilang bahwa ini perlu di dibank kita perhatikan datanya makanya kita selalu kembali ke data bicara dengan data sebelum mengurangi posisinya di saham AAPL di awal tahun 2024 posisi cash Berkshaya Hathaway itu adalah 163,3 miliar USD dimana total asetnya adalah 975 miliar USD lho Pada quarter 2, kuartal ke-2 tahun 2024, Berkshire melakukan profit taking pada saham AAPL atau Apple. Sehingga pada akhir kuartal kedua tersebut, posisi cash-nya naik dari posisi 163,3 miliar menjadi 272 miliar USD. Sehingga prosentase cash-nya menjadi 27,9% dari total keseluruhan aset Berkshire sebesar 975 miliar USD.
Penjualan saham APL sebesar 108,7 miliar USD tersebut berarti hanya 11,15% dari total keseluruhan aset Berkshire. dari total aset Berkshire. Silahkan Anda nilai sendiri, apakah ini berarti Warren Buffett jualan saham besar-besaran sebagaimana yang dihebohkan? Apalagi sampai ada yang cocokmologi alias menghubung-hubungkan dengan Japanese Yen Carry Trade Segala bilang bahwa Warren Buffett utang ratusan miliar dolar dari Bank of Japan karena bunganya nol. Hingga saat ini, Berkshire masih memiliki saham AAPL sebanyak sekitar 500 juta lembar saham.
Atau jika dihitung dengan nilai saham AAPL saat ini, itu nilainya sekitar 216 USD per share. Maka kalikan itu, Warren Buffett berarti masih memiliki saham AAPL kurang lebih sama sekitar 108,7 miliar USD. Berarti saham yang dijual itu memang betul, 50% dari total kepemilikannya atas saham AAPL.
Pertanyaannya adalah... Kenapa media memilih judul Warren Buffett jual 50% saham Apple, tumpukan uang cash menggunung? Kenapa kok bukan Warren Buffett profit taking saham Apple sebanyak 11,15% dari total asetnya? Silahkan baca sendiri quotes dari Mark Twain yang sangat terkenal ini.
If you don't read the newspaper, you are uninformed. If you read the newspaper, you are misinformed. Ini yang ngomong Mark Twain. Waktuin loh ya, bukan saya.
Saya cuma ngutip aja. Oke, kembali ke Japanese Yen Carry Trade. Dengan tertriggernya Sam Rules Indicator, ini membuat Japanese Yen Carry Trade Unwinding ini menjadi semakin bertambah parah.
Pada hari Senin 5 Agustus 2024, Nikkei langsung dibuka melemah dan sepanjang sesi perdagangan, Nikkei terus tertekan hingga menjelang sesi akhir. Nikkei bahkan terus turun, menembus level minus 10% dari penutupan sebelumnya hingga perdagangan... dihentikan selama 10 menit ya, sirkuit breaker.
Kalau dia turun di bawah 10%, dari perdagangan sebelumnya, maka sirkuit breaker level 1 kena itu. Sesudah perdagangan dibuka kembali, indeks Nikkei masih terus tertekan, namun hingga penutupan indeks, Nikkei ditutup melemas sebesar minus 12,4%. Dan dengan demikian, safe by the bell. Nggak kena sirkuit breaker level 2, minus 15% itu kena sirkuit breaker level 2. Tapi sebelum kena itu sudah jam tutup ya, safe by the bell.
Berdasarkan data dari Bloomberg, total Japan's net international investment itu mencapai 487 triliun yen atau sekitar 3,3 triliun USD di tahun 2024 ini. Dengan demikian, jika kita asumsikan hanya 10% saja dari angka itu berasal dari leverage Japanese yen carry trade, maka Japanese Yen Carry Trade ini sekitar 330 miliar USD. Japanese Yen Carry Trade ini, ini benar-benar sangat masif, sangat besar. Dengan masifnya Japanese Yen Carry Trade ini, maka nampak korelasi positif antara pergerakan dollar-yen dengan indeks Nasdaq di bursa saham Amerika.
Dan sekarang perhatikan apa yang terjadi di bursa saham Amerika. Pada hari Senin 5 Agustus 2024, Ketika New York masih menikmati hari Minggu malamnya, masih tidurnya, indeks Nikkei crash bahkan hingga menembus sirkuit breaker level 1. Saat itu satu-satunya pasar yang aktif di Amerika adalah Globex CME, Chicago McIntosh Exchange. Dan ini berakibat future S&P 500 index yang diperdagangkan di Globex CME ikut tertekan akibat Japanese Yen Carry Trade Unwinding ini.
Namun coba perhatikan detailnya. Nikkei crash parah, minus 12,4%. Memang benar, ini membuat sentimen negatif turut mewarnai futures S&P 500. Dan hari itu, futures S&P 500 ditutup melemas sebesar 2,95%. Akan tetapi, level paniknya investor retail hari itu, bahkan mencapai level panik yang setara dengan apa yang terjadi pada great financial crisis akibat subprime mortgage di tahun 2008 dan juga apa yang terjadi pada crash akibat pandemi COVID-19 pada bulan Februari-Maret 2020 lalu. Hal ini nampak Pada volatility index atau VIX yang melonjak hingga melampaui level 60%.
Saya bisa maklum akan apa yang terjadi pada saat great financial recession, subprime mortgage di tahun 2008. Dimana S&P 500 itu turun dari level 1400-an menjadi level 680-an. Wah ini bear market yang luar biasa benar-benar ganas. Saya juga bisa maklum.
apabila terjadi tingkat kepanikan pasar yang sama kurang lebih di bulan Februari-Maret 2020 karena siapa yang tidak takut itu? Suasana begitu mencekam, semua di lockdown, tiap hari ada berapa korban nyawa. S&P 500 dalam hanya sebulan saja itu turun, terjun bebas dari level 3.300an ke level 2.200an.
Namun pertanyaannya, kalau sekarang ini tanggal 5 Agustus, hari Senin, terjadi level panik yang sama seperti kedua event itu, pertanyaannya adalah, hari ini, kali ini, ada resesi nggak? Nggak ada resesi, sudah saya jelaskan dalam video sebelumnya mengenai some rules indicator. Kemudian, apa ada pandemi seperti COVID-19?
Nggak ada juga. Nah, terus kemudian, apakah S&P 500 turun parah seperti tahun 2008 atau tahun 2020? Well... Dari puncanya di bulan Juli 2024 hingga hari itu, S&P 500 itu memang terkoreksi dari level 5.700an turun ke level 5.200an.
Kurang lebih 10 persen, 15 persennya nggak sampai. Perhatikan baik-baik cat sini. Sepanjang sejarah, dari zaman dahulu kalah sampai sekarang, itu hanya ada 3 kali fix. menembus level 60%.
Dan itu adalah yang pertama pada saat Great Financial Crisis Supreme Mortgage di tahun 2008. Kemudian COVID-19 di tahun 2020. Februari, Maret 2020. Dan tanggal 5 Agustus barusan ini. Di awal video ini, saya ada bilang bahwa ada peluang yang akan saya ungkap di bagian akhir video ini. Peluangnya adalah coba buat cat. seperti ini menggunakan trading view dan misalkan Anda investasi sekarang di S&P 500 ETF contohnya SPY atau bisa juga VOO atau IVV saya sudah sering menjelaskan mengenai ETF-ETF ini di YouTube channel ini.
Setiap kali terjadi lonjakan VIX misalkan VIX naik menembus level 20 setiap kali lewat 20 atau lebihnya Anda beli SPY ETF. Atau bagaimana kalau misalnya Anda buy ETF-nya itu adalah setiap kali dia menembus level 40? Atau apa yang terjadi jika Anda buy SPY-nya itu setiap kali VIX menembus level 60? Baru Anda beli itu besar-besar, banyak-banyak. Ini adalah sebuah peluang yang sepanjang sejarah hanya hadir baru 3 kali.
Pertanyaan selanjutnya, jika VIX menembus level 60 di tahun 2008 itu gara-gara Supreme Mortgage? Kemudian di tahun 2020 itu gara-gara COVID, lantas kali ini apa yang mengakibatkan VIX menembus level 60? Tingkat kepanikan pasar yang setara dengan krisis subprime mortgage dan COVID-19.
Pastikan diri Anda sudah subscribe di channel ini dan nyalakan tombol alertnya, karena penjelasan lengkapnya akan saya berikan di video berikutnya, berjudul Membongkar Trik Manipulasi Pasar ala Broker Wall Street.