Pangeran Biawa Dahulu kalah di suatu pedalaman, berdirilah sebuah kerajaan yang terletak di tepi sungai. Di kerajaan itu, hiduplah seorang raja dengan ketujuh orang putrinya yang cantik jelita. Mereka hidup sejahtera.
dan bahagia. Namun Sang Raja tampak murung karena ketujuh putrinya sudah cukup umur tetapi tidak ada satupun dari mereka yang sudah memiliki calon suami. Pada akhirnya, Sang Raja pun turun tangan untuk mencarikan calon suami bagi ketujuh orang putrinya.
Hmm, sepertinya aku harus segera mencarikan calon suami untuk ketujuh putri-putriku. Sang Raja menggelar sayembara untuk mencari pemuda impian bagi ketujuh putrinya. Pengawal kerajaan segera mengumumkan sayembara itu kepada seluruh rakyat.
Pengumuman! Dengar hai dengar! Sang Raja mengadakan sayembara untuk seluruh rakyat! Barang siapa yang bisa membangun istana kerajaan dan jembatan di seberang sungai untuk para putri raja, maka dia akan dijadikan suami untuk putri-putri raja. Sang Raja memerintahkan siapapun diperbolehkan untuk mengikuti sayembara tersebut.
Tak lama setelah sayembara itu diumumkan, datanglah enam pemuda yang gagah dan tampan. Mereka hendak mengikuti sayembara tersebut. Yang mulia Baginda Raja, kami berniat mengikuti sayembara yang Baginda Raja adakan.
Hmm, baiklah. Silakan kalian buatkan istana dan jembatan untuk putri-putriku. Baik, Yang Mulia.
Dalam waktu singkat, ke-6 pemuda itu berhasil membangun 6 buah istana untuk para putri. Namun sayembara belum berakhir. Semua yang hadir masih menunggu satu orang pemuda lagi untuk menyelesaikan tantangan membangun istana dan jembatan.
Mereka menunggu dengan cemas, khawatir jika tidak ada pemuda terakhir yang datang. Tertang untuk menyelesaikan tantangan. Akhirnya datanglah seorang wanita tua bersama seekor biawak menghadap sang raja.
Para putri, sang raja, dan semua yang hadir terheran-heran. Siapakah gerangan wanita tua? Paduka Raja, hamba datang kemari untuk mengikuti sayembara yang paduka adakan. Baiklah, apakah ibu punya seorang anak lelaki? Tanya sang Raja kepada wanita tua itu.
Paduka Raja yang mulia, hamba paduka adakan. Ibu tua itu tersenyum senang mendengar kata-kata sang raja yang begitu bijaksana. Anakku, kamu sudah dengar sendiri kan? Apa kata paduka raja?
Kamu boleh mengikuti sayembara ini. Tidak hanya Sang Raja, semua orang yang hadir menyaksikan Sayembara juga terkejut. Bagaimana mungkin seorang manusia bisa memiliki anak biawak? Hah?
Apa benar biawak itu anakmu yang akan mengikuti Sayembara? Bagaimana mungkin? Melihat Sang Raja dan semua orang yang hadir terkejut, ibu tua itu menjadi khawatir. Jika anaknya tidak bisa menikmati sayembara, tidak diizinkan mengikuti sayembara. Bukankah paduka sudah mengatakan siapapun boleh mengikuti sayembara ini dan tidak akan ada yang mempersalahkannya?
Apakah paduka ingin menang? Menarik ucapan paduka sendiri, Sang Raja tampak bingung. Ia terdiam sejenak. Lalu berkata, Benar, pantang bagiku untuk menarik ucapanku.
Kau boleh mengikuti saimbara ini, Biawak. Biawak pun langsung bekerja membangun istana dan jembatan untuk Putri Raja. Sungguh ajaib.
Keesokan harinya, istana dan jembatan yang dibuat oleh Biawak sudah berdiri kokoh. Itu artinya, salah satu Putri Raja akan dinikahkan dengan seekor Biawak. Raja berdiskusi dengan ketujuh putrinya. Dia bertanya pada ketujuh putrinya.
Wahai putri-putriku yang cantik, Ayah mau bertanya, siapa di antara kalian yang bersedia menjadi istri biawak yang telah mengikuti sayembara? Aku tidak mau, ayah. Aku juga. Ih, menakutkan.
Tidak, ayah. Aku tidak mau. Iya, ayah.
Kami tidak mau menjadi istri biawak. Iya, kami tidak mau, ayah. Iya, kami juga tidak mau menjadi istri biawak.
Keenam putri raja menolaknya, kecuali si putri bungsu. Dia bersedia menjadi istri biawak. menjadi istri biawak demi menjaga kehormatan dan nama baik ayahnya.
Aku bersedia, ayah. Aku bersedia menjadi istri biawak yang mengikuti salim bara itu demi menjaga kehormatan ayah. Aku sangat menyayangi ayah. Oh, Putri Bungsuku, terima kasih, sayang.
Pesta pernikahan pun digelar keesokan harinya. Keenam Putri Raja tampak bergembira dan bahagia. Sang Raja melihat ke arah Putri Bungsunya dan terlihat sedih, duduk bersanding dengan seekor biawa. Maafkan ayah anakku, terima kasih telah menjaga kehormatan ayah sebagai Raja.
Malam pun tiba, semua Putri dan suaminya pergi ke kamar masing-masing. Begitu pula si Bungsu, dia pun segera masuk ke kamarnya. dan meletakkan biawak suaminya di sudut kamar.
Keesokan harinya, Putri Bungsu terkejut melihat seorang pria tampan yang tidur di sisinya. Dia menjerit ketakutan. Hah? Siapa kau? Kenapa ada di kamarku?
Pengawas! Tolong! Ssst, jangan teriak putri, ini aku suamimu. Tidak mungkin, pengawal ada yang masuk ke kamarku.
Para pengawal raja yang mendengar teriakan sang putri, segera masuk ke kamarnya. Tidak ada pria tampan di kamarnya Putri Bungsu terus menunjuk biawak yang ada di dekatnya Itu, itu dia Ternyata pria tampan itu telah menjadi biawak Tapi tadi dia ada di situ Kok sekarang menghilang? Kemana perginya?
Tidak seorang pengawal pun percaya pada cerita sang putri. Mereka mengira putri Bungsu sedang bermimpi buruk setelah menikahi Biawa. Hal ini terjadi selama beberapa malam. Tetapi kini Putri Bungsu tidak takut lagi dengan kehadiran pria tampan tersebut.
Kakanda, kenapa Kakanda bisa berubah menjadi seekor biawak? Begini Adinda, Kakanda terkena kutukan. Pada siang hari Kakanda berubah menjadi biawak.
Sedangkan jika malam hari tiba, Kakanda kembali menjadi manusia biasa. Suatu hari, Putri Bungsu menghampiri sudut kamarnya. Dia menemukan kulit biawak yang dikenakan suaminya ketika hari menjelang pagi.
Hah? Ini kan kulit biawak suamiku. Sang putri pun tiba-tiba mendapat akal untuk membakar kulit biawak tersebut.
Sebaiknya aku bakar saja kulit biawak ini. Siapa tahu suamiku tidak akan berubah kembali menjadi biawak. Sungguh ajaib. Suami putri bungsu tidak berubah menjadi biawak lagi.
Putri bungsu dan suaminya merasa senang karena kutukan itu akhirnya hilang. Mereka pun hidup bahagia. Ayo kejar aku, Kangda Iya, istriku Kangda Coba kalau dulu aku mau menikahi biewak itu, pasti pangeran taman itu jadi milikku. Iya, sayang sekali. Pangeran taman itu milik si Bungsu.
Wah, tampahannya. Andai saja dulu aku memilihnya. Beruntungnya putri Bungsu mendapatkannya.
Aku menyesal tidak memilihnya. Iya, itu balasan bagi putri yang berbakti kepada orang tua. Andai saja itu aku.
Oh ya, coba saja. Itulah imbalan bagi anak yang baik hati dan berbakti kepada orang tua seperti Putri Bungsu. Ia justru mendapatkan suami yang paling tampan di antara keenam kakaknya. Keenam kakaknya menyesal mengapa dulu mereka tidak mau menikah dengan pangeran biawa yang berbawah itu.
Terima kasih.