Halo semuanya, makasih sudah hadir di sesi kali ini. Di sesi kali ini kita akan membahas mengenai cara mengukur efektivitas strategi media sosial. Di beberapa survei yang kami lakukan belakangan ini, media sosial itu ternyata masih menjadi salah satu saluran digital.
yang paling pertama digunakan oleh pebisnis ketika mereka mau masuk ke dalam digital marketing. Rasanya kita semua sepakat bahwa ini mungkin terjadi karena media sosial itu sangat mudah digunakan. Familiaritas orang terhadap channel ini juga cenderung lebih tinggi. Kayak kalau misalnya kita ngomongin soal setup website atau email, biasanya kan butuh pemahaman teknis yang jauh lebih dalam. Nah di pertemuan kali ini kita gak akan banyak membahas mengenai kenapa sih sebuah bisnis harus menggunakan media sosial Atau media sosial apa yang kira-kira cocok untuk bisnis kita Tapi kita akan lebih membahas mengenai gimana sih caranya mengukur inisiatif strategi media sosial tersebut Secara lebih spesifik nanti pembahasan kita akan mengarah ke bagaimana tujuan-tujuan media sosial yang berlainan Itu mempengaruhi bagaimana cara kita mengukur efektivitas media sosial kita dan juga kita akan belajar bareng-bareng mengenai cara menentukan target untuk media sosial kita.
Nah, di akhir sesi nanti juga akan ada sesi tanya jawab, kira-kira 15-20 menit. Jadi untuk rekan-rekan yang punya pertanyaan, silahkan langsung mengirimkan pertanyaannya di kolom yang tersedia. Nggak perlu nungguin webinarnya selesai, langsung aja ketik, nanti akan dijawab di akhir sesi.
Nah, sebelum mulai, saya ingin memperkenalkan diri dulu. Nama saya Marsha. Saya sekarang bertanggung jawab sebagai Digital Branch Strategy Manager di Skytree Digital. Skytree Digital sendiri ini adalah konsultan digital marketing yang didirikan untuk membantu beragam organisasi dari berbagai industri untuk memulai inisiatif pemasaran digitalnya. Sehari-harinya saya langsung terlibat dalam perancangan strategi digital terintegrasi untuk berbagai klien ini.
Nah sebelum kita masuk ke pembahasan yang langsung menjurus ke media sosialnya, saya mau membahas dulu kenapa sih kita harus mengukur inisiatif media sosial kita. Nah ini berpulang lagi ke perbedaan antara pengukuran. pengukuran di media konvensional dan pengukuran di media digital.
Kalau kita ngomongin soal media digital, salah satu yang menjadi keunggulan absolutnya dari media konvensional adalah bahwa semua hal di media digital adalah keunggulan. media digital itu bisa diukur. Artinya kita bisa tahu efektivitas dari masing-masing inisiatif yang kita lakukan di digital.
Ini berbeda sekali dengan di media konvensional gitu, secara ilustrasi singkat aja nih. Misalnya kalau di media konvensional nih, kita menggunakan beberapa inisiatif ini. Iklan TV, kita bagi-bagiin brosur misalnya di mall, kita bayar untuk ada waktu di radio. Kemudian kita juga misalnya bagi-bagi sampel Yang bisa kita lakukan setelah kita mengeluarkan inisiatif ini adalah melihat penjualan di bulan ketika inisiatif itu dijalankan meningkat atau enggak sih Tapi kita nggak akan bisa tahu berapa persen sebenarnya orang yang akhirnya sampai ke penjualan dari orang yang nonton iklan TV Berapa yang akhirnya pergi ke toko kita setelah melihat brosur orang yang baru tertarik nih dengan produk kita setelah mereka mendengar iklan kita di radio. Karena sama sekali tidak ada jalur untuk mengukur hal tersebut, jadi biasanya di media konvensional yang bisa dilakukan hanya menerka-nerka.
Makanya banyak yang bilang investasi di media konvensional itu biasanya setengahnya hilang, nggak tahu untuk apa. Nah, ini berbeda sekali ketika kita ngomongin soal pengukuran di media digital. Misalnya kita punya sebuah website untuk penjualan semua produk atau jasa kita.
Nah, kita juga menjalankan inisiatif digital marketing melalui saluran media sosial, iklan online, dan email. Nah, kalau di media digital, kita sebenarnya asal kita memasang sebuah tool untuk melakukan tracking, kita bisa tahu nih, dari 100% kunjungan kita di website, berapa persennya sih yang datang dari media sosial kita? Berapa persennya sih yang datang dari iklan online kita?
Berapa persen yang datang dari email kita Selebih jauhnya lagi Kita juga bisa mengukur Berapa sebenarnya dari jumlah kunjungan Website tersebut yang akhirnya Terkonversi menjadi penjualan Jadi Secara nyata lewat data Kita bisa melihat Perjalanan konsumen Dari mulai media sosial Mereka pergi ke website ngapain Dan apa yang menyebabkan dia melakukan pembelian Jadi kita bisa melihat Mana sih inisiatif-inisiatif kita yang jauh lebih efektif untuk melakukan fungsi-fungsi yang sangat spesifik? Dibandingkan dengan kalau tadi di media konvensional kita nggak tahu apa-apa nih. Nah, pada kenyataannya ini mungkin agak simplifikasi ya. Kita nggak bisa sebenarnya mengukur semua inisiatif digital kita. Ke arah penjualan Yang harus kita lihat Adalah bagaimana Masing-masing saluran digital Itu membantu kita Memindahkan audiens kita Dari berbagai tahapan Pembelian Kalau di digital marketing Kita sering mendengar yang namanya digital funnel Mungkin rekan-rekan banyak yang familiar Dengan konsep-konsep seperti AIDA Itu sebenarnya mirip Artinya Ehm AIDA maupun Digital Funnel ini sebenarnya menggambarkan bagaimana konsumen kita melewati berbagai tahap sebelum dia akhirnya melakukan pembelian.
Di sini ada beberapa tahap, yang pertama adalah awareness. Awareness ini adalah tahapan di mana orang itu baru tahu bahwa brand atau produk kita itu ada. Kemudian kalau misalnya ada orang yang sudah tahu, kita harus bisa memindahkan dia ke tahapan interest. Artinya...
Oke nih, udah tau produknya, kira-kira butuh nggak ya? Tertarik nggak ya? Kira-kira produk ini lebih bagus nggak ya dibandingkan dengan produk-produk kompetitor? Disinilah biasanya orang-orang harus perlu tahu nih, produk kita tuh apa sih bedanya dengan kompetitor? Bagaimana sih dia bisa menyelesaikan masalah kita dan sebagainya?
Nah, kemudian setelah misalnya orang-orang itu udah tertarik, kita harus juga bisa memindahkan... Ketertarikan tersebut ke yang namanya pembelian. Ada banyak orang yang perlu promo misalnya untuk sampai akhirnya membeli. Atau yang lain, kalau misalnya deket-deket ulang tahun nih, mau menghadiahi diri sendiri. Begitu didorong sedikit sama message yang tepat, kemudian akhirnya beli dan sebagainya.
Jadi apa yang kita lakukan di digital marketing adalah sebenarnya memindahkan orang supaya bisa berpindah dari yang tadinya nggak tahu jadi tahu, dari yang tahu jadi tertarik, dari yang tertarik. Jadi akhirnya melakukan pembelian Dalam prosesnya kita akan menggunakan banyak channel Banyak komunikasi, banyak kampanye Nah inilah yang harus kita perhatikan Jadi kalau kita ngomongin media sosial Di semua tahapan ini media sosial kita itu membantu di tahapan yang mana? Nah jadi sebelum kita melakukan pengukuran, kita harus dengan jelas memahami dulu media sosial kita ini sebenarnya tujuannya buat apa. Seringkali kita ketemu dengan situasi seperti ini nih, ini juga sering sekali terjadi kalau saya ketemu dengan klien yang baru pertama kali mau masuk ke digital marketing nih. Mereka merasa dengan mengeluarkan media sosial asal fitnya bagus, Asal kontennya flashy dan sebagainya Ada sebuah keajaiban yang bisa terjadi Artinya media sosial ini dianggap bisa menyelesaikan semua masalah Dengan ajaib ketika kita mengeluarkan strategi media sosial Tiba-tiba banyak sekali orang yang tahu produk kita Tiba-tiba semua orang tertarik dengan produk kita Tiba-tiba semua orang ngomongin soal produk kita Tiba-tiba penjualan kita naik 300% 600% Kenyataannya gak seperti itu Sama dengan saluran digital lainnya Dan inisiatif pemasaran lainnya Media sosial pun harus disusun agar bisa mencapai tujuan yang kita inginkan, secara sangat spesifik.
Kemarin di survei yang kami lakukan sebelum sesi ini, ada pertanyaan mengenai apa sih fungsi utama media sosial rekan-rekan sekalian untuk bisnis. Kalau dilihat dari sini, yang paling tinggi adalah media sosial itu sebagai saluran untuk membangun brand awareness atau melakukan ekspansi audience. Tapi fungsi-fungsi yang lainnya pun masih banyak sekali dipilih. Kalau misalnya dijumlahkan, ini jumlahnya ada 340%. Artinya satu responden itu bisa memilih antara 3-4 fungsi untuk satu saluran media sosial Bayangkan betapa besarnya tugas yang diemban oleh media sosial Untuk melakukan semua hal yang sebenarnya biasanya dipecah-pecah ke channel-channel lainnya Sebenarnya kan di digital marketing ada konsep-konsep yang namanya multi atau omni channel Dimana semua saluran yang kita lakukan kita gunakan itu memiliki fungsi yang berbeda-beda supaya masing-masing itu bisa lebih fokus untuk memindahkan konsumen dari satu tahapan ke tahapan yang lainnya Nah kemarin juga ada pertanyaan mengenai apa indikator yang digunakan ini masih nyambung dengan pertanyaan yang tadi ya gitu Nah kalau dilihat disini sebenarnya yang menarik adalah ada sedikit pergeseran gitu dibandingkan dengan beberapa tahun lalu Beberapa tahun yang lalu media sosial itu dilihat hanya berdasarkan jumlah followers gitu Makanya banyak sekali orang-orang yang menawarkan follower bayaran dan sebagainya Kalau dilihat disini Engagement, reach and impression Yang sebenarnya memang merupakan Salah satu powernya Salah satu kelebihan utama Dari media sosial Itu banyak dipilih Jadi rasanya disini kita bisa lihat Maturitas tertentu dari orang-orang yang menggunakan media sosial Karena kita dari tadi sudah banyak bahas nih, mengenai bagaimana tujuan media sosial itu akan sangat mempengaruhi bagaimana cara kita mengukur media sosial.
Kita akan bahas 5 tujuan yang umumnya digunakan dalam strategi media sosial, contoh-contohnya beserta bagaimana cara mengukur masing-masing tujuan media sosial. Nah, yang pertama, ini ada brand atau product awareness. Biasanya ini sering sekali digunakan oleh rekan-rekan yang baru pertama kali, misalnya menggunakan media sosial untuk mensosialisasikan produknya.
Ini biasanya media sosialnya didominasi oleh konten-konten yang membahas mengenai fitur-fitur produk, keunggulan kompetitif, atau diferensiasi merek. Mungkin teman-teman sering lihat ya, Instagram- Facebook, Twitter yang sering membahas mengenai fitur produk. Ini juga sebenarnya sering sekali digunakan oleh bahkan brand-brand yang memang sudah established. Seperti misalnya di sini contohnya si Tesla. Tesla Motors itu masih menggunakan Instagram untuk mensosialisasikan mengenai produk-produk baru mereka.
Mengenai bagaimana mereka melakukan simulasi kecelakaan. Bagaimana teknologi-teknologi dibalik fitur-fitur. mobil mereka yang gak ada di mobil lainnya, di merek mobil lainnya gitu, teman-teman juga mungkin sering lihat ini kalau misalnya nih produk smartphone ya, gitu produk smartphone kayak Oppo, Samsung Apple gitu, kalau misalnya mereka baru ngeluarin produk baru nih gitu, biasanya media sosialnya itu dibanjiri oleh konten-konten yang isinya untuk mengkomunikasikan apa sih fitur yang berbeda, apa fitur baru yang ada di produk mereka yang paling baru Jadi biasanya media sosial itu lumayan fluid nih Kalau misalnya lagi baru launching produk Biasanya digunakan mayoritas untuk Mensosialisasi produk baru tersebut Atau kayak misalnya ini nih Yang dilakukan oleh Unilever Unilever itu kan sebenarnya dalam Mengelola semua produk-produknya mereka Dia menggunakan produk brand ya Artinya kalau kita beli produknya Unilever, kadang-kadang kita juga gak sadar kalau itu punya Unilever, gitu, sehingga disini Instagram Unilever itu tidak membahas produk-produknya mereka, gitu, tapi membahas bagaimana Unilever sebagai sebuah payung dari banyak sekali brand konsumen yang kita konsumsi, itu beroperasi, gitu, bagaimana value yang, apa value yang mereka pegang Kayak di Instagram ini contohnya, mereka banyak sekali membahas bagaimana mereka berusaha mengurangi carbon footprint, bagaimana mereka memiliki beberapa program yang sifatnya sosial, dan sebagainya.
Jadi tujuan dari si Instagram ini bukan untuk meningkatkan awareness orang terhadap produk-produknya dia. Karena sebenarnya awarenessnya sudah terbangun, bukan juga untuk mempromosikan brand-brand mereka yang baru, tapi hanya untuk memuatkan brand Unilever sebagai payung dari banyak sekali consumer goods. Untuk rekan-rekan yang menggunakan brand dan produk awareness ini sebagai tujuan dari media sosialnya, efektivitas utama yang bisa diukur itu adalah jumlah reach dan tentunya jumlah impresi. Ini menggambarkan berapa orang yang terpapar oleh konten-konten kita yang ada di media sosial.
Kenapa ini penting untuk brand dan produk awareness? Karena namanya juga awareness, kita mau membangun supaya sebanyak-banyaknya orang tahu brand kita atau tahu produk kita. Sehingga orang melihat konten kita itu jadi indikator yang lebih penting dibandingkan dengan misalnya engagement.
Kalau misalnya rekan-rekan mau juga followers itu mungkin bisa ditambahkan di sini. Karena followers itu sebenarnya menggambarkan bagaimana audience yang sudah tahu itu berhasil kita akuisisi ke dalam channel yang kita miliki. Nah kadang-kadang rekan-rekan juga agak kurang yakin nih gitu hanya dengan mengukur.
reach atau impression ya, gitu, kadang-kadang bingung, iya sih impressionnya 5 ribu, iya sih impressionnya 10 ribu, terus gimana gitu, kadang-kadang saya juga suka menggabungkan reach dan impression ini dengan beberapa indikator lainnya, gitu, misalnya ada gak sih peningkatan pencarian branded keywords gitu, ini mungkin bisa dilakukan kalau misalnya rekan-rekan hanya menggunakan media sosial untuk awareness ya, gitu, sehingga dia gak kecampur dengan data yang lainnya... Atau misalnya kita mencari korelasi antara impresi media sosial dengan kunjungan di situs. Kan bisa aja tuh misalnya orang lihatnya di media sosial sih, tapi habis itu dia ketik lagi di Google search.
Atau misalnya dia langsung mengetik nama brandnya di URL bar. Kalau itu yang terjadi, kita bisa melihat apakah misalnya ada peningkatan-peningkatan tertentu dari direct traffic atau dari organic search traffic ke website kita yang mirip. puncaknya, dengan puncak impresi dari media sosial kita nah, yang selanjutnya adalah community engagement community engagement ini artinya media sosial itu digunakan lebih banyak untuk berinteraksi dengan konsumen audience atau komunitas yang relevan, ini contohnya salah satu media sosial yang sekarang belakangan lagi sering saya ikutin itu adalah Instagram Netflix, konten-konten Mereka di Instagram itu mirip dengan konten-konten di Twitter dan di Facebook kalau nggak salah. Di Netflix, mereka udah nggak banyak lagi nih bahas mengenai Netflix itu apa sih.
Apa keunggulan Netflix dibandingkan dengan streaming service yang lainnya gitu. Atau berapa biaya Netflix per bulan, udah nggak ada sama sekali. Yang ada di media sosialnya Netflix adalah hal-hal yang bisa dinikmati.
Atau mendatangkan interaksi dengan audiens mereka Siapa audiensnya? Kalau dilihat di sini sih sepertinya orang-orang yang memang punya ketertarikan khusus ke film ya Jadi mereka banyak sekali mempost konten-konten mengenai rekomendasi film Dan yang paling menarik buat saya sih bukan hanya rekomendasi film ya Mereka juga mengeluarkan konten-konten yang isinya kuis Kuis-kuis yang agak aneh-aneh gitu kan Kayak yang ini nih gitu mereka bikin kolase bermacam-macam film, kemudian nanya ke audiensnya, ingat gak sih kalian mereka tuh ngomong apa di scene-scene ini juga ada yang bentuknya meme ini menarik karena menurut saya mereka sangat memahami bentuk entertainment yang dinikmati oleh orang Indonesia, mereka meleburkan antara apa yang mereka berikan di layanan Netflix itu sendiri, ke apa yang kira-kira dinikmati oleh audiensnya di media sosial tentunya yang bisa dilihat adalah Berapa engagementnya? Berapa engagement ratenya? Kalau dilihat di Netflix ini misalnya, mereka dengan sekitar kira-kira 300 ribu followers, rata-rata engagement per postnya itu adalah sekitar 12 ribu.
Ini angkanya sekitar 3 persen ya. Ini sebenarnya tinggi sekali kalau misalnya kita bandingkan dengan misalnya media sosial lain yang tidak menggunakan konten-konten community engagement ini. Misalnya kalau saya bandingkan dengan di industri online marketplace, ini biasanya engagement ratenya hanya 0,3 persen. Kayak Shopee misalnya followersnya sekarang udah 4 juta Tapi engagement rate per postnya itu hanya 7 ribu Masih lebih rendah dibandingkan dengan Netflix yang tadi cuma 300 ribu followers Jadi ini sangat jelas gitu bahwa tujuan Instagram mereka adalah untuk engagement Bukan lagi soal promosi Netflix itu apa dan sebagainya Nah, fungsi yang ketiga itu adalah content distribution.
Mungkin rekan-rekan juga sangat familiar dengan ini. Biasanya kan yang dilakukan oleh vlogger gitu ya, mau itu beauty vlogger, travel vlogger, dan sebagainya. Mereka kan sebenarnya biasanya mengidentifikasi diri mereka sebagai content creator.
Yang mereka lakukan adalah memproduksi konten-konten yang menarik untuk dinikmati, untuk dikonsumsi oleh orang lain, oleh masyarakat luas. Nah sama dengan itu, media sosial yang bertujuan untuk content distribution itu tujuannya hanya untuk menyebar luaskan informasi, pengetahuan, atau inspirasi. Mungkin bentuk yang paling murninya itu bisa kita temukan di media sosial-media sosial media.
Jadi seperti kompas, titik, atau disini bocok.co, atau teman-teman tahu Tirto ID. Yang jadi fokus dari media sosial ini adalah hanya mempublikasikan konten, titik. Di kompas.com misalnya, mereka sama sekali nggak membahas mengenai ayo berlangganan. Yang mereka lakukan adalah sebagaimana perusahaan media itu beroperasi, mendistribusikan informasi. Nah, tapi fungsi content distribution ini juga bisa kita temukan di berbagai organisasi dengan model lainnya.
Misalnya ini nih, Bukalapak. Ini mereka punya satu Instagram khusus. Audiensnya itu adalah orang-orang yang sudah membuka lapak di Bukalapak.
Isi media sosialnya apa? Sederhana, mereka bikin tips Bagaimana caranya meningkatkan transaksi Dengan memilih produk Bagaimana cara mempercantik Lapak Dan sebagainya Atau kayak ini nih Ini salah satu organisasi non-profit Yang tujuan utamanya untuk Mengajak lebih banyak orang untuk hidup zero waste Mereka juga menggunakan Media sosialnya sebagai sarana Sosialisasi Isi kontennya itu Beragamnya dari mulai quotes Quotes-quotes sederhana gitu kan Mengenai apa sih yang dimaksud dengan sustainability Supaya memberikan inspirasi untuk orang-orang Mungkin untuk mulai Hidup lebih sustainable Ada juga soal fakta-fakta Bagaimana sih sampah mempengaruhi kehidupan kita Dan lingkungan hidup kita Ada juga tips soal Apa sih manfaat berkebun dan sebagainya Intinya yang mereka berusaha lakukan Bukan untuk bikin orang beli Karena sebenarnya si zero waste ini punya Mereka punya media sosial satu lagi yang isinya katalog produk Tapi untuk Instagram yang ini Mereka khususkan hanya untuk Sosialisasi Mengenai gaya hidup zero waste Untuk rekan-rekan yang menggunakan Tujuan ini Sebagai tujuan utama media sosial rekan-rekan Bisa mengukur media sosialnya Dengan jumlah reach Jumlah impression atau jumlah followers Jumlah followers ini lebih ke bonus ya Sama dengan yang brand awareness tadi, karena tujuannya adalah untuk membuat lebih banyak orang terpapar dengan informasi yang kita sediakan. Jadi, berapa jumlah orang yang melihat konten di sini menjadi sangat penting untuk diukur. Lagi-lagi, kita tidak bisa membebankan penjualan di sini, penjualan atau misalnya kunjungan ke website, karena media sosialnya tidak ditujukan untuk itu. Tujuan yang lainnya itu adalah lead atau sales generation.
Ini juga sering sekali kita temukan. Media sosialnya itu memang di-craft untuk mendorong orang melakukan pembelian. Biasanya didominasi oleh pasaran promosi. Ini contohnya mungkin agak klise ya, Shopee. Shopee itu menggunakan media sosialnya lebih banyak untuk melakukan pesan promosi.
Ada banyak konten-konten lainnya, sebenarnya kayak yang ini ada mitos atau fakta gitu dan sebagainya, tapi sebenarnya mayoritas itu merupakan pesan promosi. Tujuannya apa? Tujuannya untuk mendorong orang melakukan pembelian Sekarang juga Nah sebenarnya sale lead atau sale generation ini mungkin bisa kita pecah ya Kalau kita mengharapkan ada pembelian langsung di media sosial kita Kita bisa mengukur dia dari berapa jumlah penjualan Jadi sales yang di generate Tapi ada juga bisnis-bisnis lain yang sebenarnya konversi akhirnya itu tidak berada di media sosial. Artinya dia harus memindahkan audience dari media sosial ke saluran konversi utamanya.
Seperti website atau online marketplace gitu. Atau ada juga yang sebenarnya di media sosial itu mengumpulkan kontak gitu. Misalnya melalui WhatsApp gitu.
Karena misalnya jasa atau produknya tipe-tipe yang... nggak bisa langsung dibeli online, tapi harus misalnya dikonsultasikan terlebih dahulu. Nah, kalau misalnya media sosial kita merupakan saluran konversi akhir, mungkin kita bisa menilai efektivitas utamanya dari berapa jumlah direct message, atau misalnya komen yang bilang bahwa mereka mau membeli produk tersebut. Kalau misalnya media sosial kita bukan merupakan tempat konversi utama, Berarti kita harus mengukur berdasarkan berapa jumlah kunjungan ke saluran konversi utama kita dari media sosial. Kita bisa lihat dari berapa jumlah website visit yang dari media sosial, berapa jumlah marketplace visit.
Mungkin kalau rekan-rekan sekarang di sini sering pakai link tree ya. Banyak media sosial yang menggunakan link tree Untuk membagi-bagi link Supaya ketika orang Mau melakukan pembelian Mereka bisa milih dulu nih Mereka mau konversi di mana Di website kah, lewat whatsapp kah Lewat tokopedia kah, lewat shopee kah Lewat bukalapakah dan lain-lain sebagainya Nah Selain lewat direct message Tadi kan ada media sosial yang memang Menjadi saluran konversi akhir ya Facebook itu baru mengeluarkan Satu fitur yang namanya facebook shops Ternyata Facebook Shops ini merupakan fitur yang memfasilitasi orang untuk melakukan pembelian langsung di Facebook atau Instagram. Jadi nggak perlu lewat website, atau nggak perlu lewat Tokopedia, atau bahkan nggak perlu lewat direct message, tapi bisa langsung melakukan pembelian di situ.
Kalau misalnya nanti teman-teman udah mencoba fitur ini, berarti teman-teman bisa langsung mengukur bagaimana media sosial itu memberikan kontribusi langsung ke penjualan. Fungsi yang terakhir ini mungkin biasanya kalau teman-teman menggunakan fungsi ini sebagai fungsi sekunder. Fungsi customer support.
Di sini media sosial itu digunakan untuk memberikan layanan bantuan kepada konsumen. Ini bisa yang sudah jadi konsumen atau juga kadang-kadang ada orang yang nanya-nanya. Ini biasanya gunanya admin media sosial selain untuk membalas secara kasual.
Tapi juga untuk memberikan layanan bantuan pada konsumen. Nah disini contohnya itu adalah PLN Intinya media sosial mereka, mereka punya satu nama media sosial khusus Baik itu di Twitter maupun Instagram Yang tujuannya hanya untuk menjawab berbagai keluhan dari konsumen Mereka sebenarnya punya satu Instagram lagi, satu Twitter lagi Yang bukan dikhususkan untuk customer service Di Instagram-Instagram ini biasanya ditulis nih Untuk kelainan pelanggan dan pengaduan, tolong hubungi kontak center di PLN 123 Terima kasih Jadi mereka memisahkan. Kalau misalnya rekan-rekan coba komplain di PLN underscore ID ini, nggak akan ada admin yang menjawab. Tapi kalau rekan-rekan konsultasinya, ngeluhnya di PLN 123, sudah bisa dipastikan ada admin yang bisa menjawab.
Kayak di Twitter ini, kalau misalnya kita lihat tweets and replies-nya, itu kebanyakan admin yang lagi berusaha menyelesaikan masalah. Kalau misalnya rekan-rekan menggunakan fungsi ini, yang bisa diukur adalah pengukuran-pengukuran yang sifatnya ke customer relationship management. Jadi berapa jumlah masalah yang berhasil diselesaikan dan bagaimana sentimen audiens mungkin.
Sentimen audiens kita tidak akan banyak bahas, tapi sentimen audiens itu kira-kira menggambarkan bagaimana orang-orang itu ngomongin kita di media sosial. Apakah sentimennya positif, negatif, atau netral. Harapannya dengan adanya layanan konsumen yang lebih terkonsentrasi, sentimen publik terhadap brand kita itu bisa jauh lebih positif.
Karena kita juga nggak mau semua orang yang komplain itu karena nggak ada yang nangkepin akhirnya ngomongin hal-hal negatif soal kita di media sosial. Nah biasanya kalau udah tau nih apa aja tujuan-tujuan media sosial, orang terus nanya nih, apakah satu media sosial itu bisa punya lebih dari satu fungsi sih? Singkat katanya sih bisa, kita sering lihat. Ada produk atau jasa yang menggunakan media sosialnya untuk banyak sekali fungsi.
Ada konten produknya, ada konten promosinya, ada konten engagementnya, ada konten... Pokoknya semuanya ada deh. Nah, tapi kita juga harus lihat nih, sebenarnya kalau dari pengalaman saya sih, setiap industri dan setiap maturitas bisnis itu punya kecenderungan media sosial yang berbeda-beda. Ada industri-industri tertentu yang cocok... menggunakan media sosial dengan banyak fungsi ada industri-industri lain yang biasanya menggunakan media sosial untuk satu fungsi spesifik aja, gimana caranya kita bisa tahu kalau saya biasanya pertama melakukan sebuah benchmark, jadi kita komparasi dengan kompetitor-kompetitor di industri yang sama.
Bagaimana caranya mereka menggunakan media sosial? Apakah mereka menggunakan media sosial untuk beberapa fungsi atau hanya satu fungsi? Tapi itu juga harus direalize secara kontekstual. Mungkin industri kompetitor sama, tapi... tapi maturitas bisnisnya sudah berbeda.
Biasanya untuk maturitas bisnis yang baru awal, misalnya kita baru punya produk, akan lebih baik kita memilih antara satu atau dua fungsi, yang tujuannya misalnya untuk membangun awareness kalau memang media sosial kita ditujukan untuk ekspansi audiens. Jadi bikinlah sekitar 80% misalnya konten, itu digunakan untuk membangun audiens yang memang kita butuhkan untuk bisnis kita. Nah jadi apakah media sosial kita mau digunakan satu fungsi atau antara dua sampai tiga fungsi Itu kembali lagi ke tujuan kita menggunakan media sosial tersebut Coba petakan dulu apa saja saluran digital yang kita miliki dan coba lihat dari mana orang bisa menemukan media sosial kita. Dari media sosial kita, kita berharap orang melakukan apa dan sebagainya. Sehingga kita bisa menentukan fungsi apa yang paling cocok.
Mungkin rekan-rekan juga bisa lihat bahan lain mengenai misalnya omni channel atau multi channel untuk memahami ini lebih dalam. Nah, mungkin ini akan lebih jelas kalau kita juga sambil bahas tentang perencanaan konten ya. Tujuan dan strategi konten itu kan biasanya diturunkan ke sebuah perencanaan konten.
Jadi, kalau misalnya kita sudah memilih tujuan nih, itu antara lima tadi, kita biasanya kemudian bikin perencanaan. perencanaan konten akan ada konten-konten yang lebih condong untuk tujuan tertentu kayak misalnya gini nih konten distribution itu pasti isinya konten-konten informasi atau konten inspirasi kalau community engagement kayak tadi kita bisa masukin konten hiburan kuis atau meme customer support mungkin akan lebih banyak tentang tutorial atau FAQ itu atau informasi kontak dan sebagainya Kalau kita sudah menentukan nih media sosial kita apa sih tujuan utamanya, apa tujuan sekundernya, atau bahkan apa tujuan tersiernya, kita bisa bikin semacam persentase. Berapa persen media sosial kita mau digunakan untuk konten-konten informasi? Berapa persen yang ada konten FAQ?
Berapa persen misalnya konten diskon? Meta-source itu sebenarnya bisa sangat fleksibel mengikuti apa yang sedang terjadi di... perusahaan kita.
Misalnya tadi ketika kita baru rilis produk baru, bisa jadi media sosial kita 80%-nya adalah berisi informasi-informasi mengenai produk baru kita, baik fungsi produknya, spesifikasinya, keunggulan kompetitif, dan sebagainya. Dan misalnya hanya 20% yang isinya mungkin informasi, atau mungkin konten inspirasi, dan sebagainya. Tapi misalnya ketika kita merasa kita sudah dapat audiens di media sosial kita, sudah banyak orang yang tahu tentang produk kita, followers-followers kita itu sebenarnya sudah tertarik, tapi tinggal dikasih dorongan sedikit lagi, bisa saja di titik itu kita ubah. Misalnya 50% dari konten kita sekarang isinya konten promo.
20%-nya itu FAQ, misalnya. 30%-nya lagi konten yang lain, gitu. Nah, jadi di sini fungsi apa yang dijalankan media sosial itu bisa berubah-ubah.
Tergantung dari maturitas bisnis kita, maturitas audiens kita, dan apa yang... lagi mau kita fokusin di bisnis kita nah, sampai sini semoga sudah ada sedikit gambaran tentang bagaimana cara mengukur kalau misalnya ada yang mau ditanya silahkan ya langsung ketik di kolom Q&A Kalau dari tadi kita banyak membahas soal bagaimana kita mengukur media sosial dari apa yang terlihat di media sosial kita, sekarang saya mau bahas sedikit soal karakteristik unik dari media sosial yang nggak ada di saluran lainnya. Berbeda dengan saluran yang lain. Media sosial itu sebenarnya tidak hanya bisa diukur dari apa yang terjadi di media sosial kita Ini salah satu contohnya agak lama sebenarnya contohnya Mungkin sekitar tahun 2017 atau 2018 gitu Waktu itu ada sebuah gelombang antara beberapa produk fast food Untuk mengeluarkan produk-produk yang unik Supaya Banyak yang ngomongin di media sosial.
Nah, ini salah satunya. MACD waktu itu ngeluarin nasi uduk ala MACD. Yang mereka post di media sosial mereka, itu sebenarnya sederhana.
Ada konten, product knowledge, ada promotion. Dan di masing-masing ini kita bisa ukur sih sebenarnya ada engagement-nya. Ada reach dan impression-nya bisa dilihat. Tapi sebenarnya di luar itu ada banyak hal yang terjadi.
Kayak misalnya ini nih, di Instagram waktu baru keluar, itu banyak sekali orang yang posting bahwa mereka sedang makan nasi uduk Magdy. Ada yang nulis review, ada yang bagus, ada yang jelek. Di Twitter juga banyak yang ngomongin.
Ada yang ngasih review juga, ada yang cuma ngasih info bahwa di Magdy itu lagi penuh. Ada yang, ini reviewnya ada yang negatif juga. Gitu.
Ada yang ngeluarin meme, gak nyamung-nyamung banget sih sebenernya sama produknya Tapi dia ngomongin nasi uduk Magdy Ada yang sama kayak di Instagram tadi, akhirnya dia nyoba nih Di Youtube itu juga banyak sekali orang yang bikin video reaction Gimana mereka akhirnya makan nasi uduk Magdy Nah ini adalah salah satu fungsi media sosial yang disebut sebagai earned media Dari antara orang-orang ini yang posting, gak ada satupun sebenernya yang dibayar oleh Magdy untuk memention brand mereka. Tapi saking uniknya produk mereka, jadinya banyak orang yang secara sukarela ngomongin soal produk mereka di media sosial. Nah, ini sebenarnya yang berusaha direplikasi dengan strategi-strategi media sosial seperti influencer, buzzer, gitu.
Atau misalnya giveaway yang ngajak orang lain untuk nge-post tentang produk kita di tempat lain. Tujuannya apa sih? Tujuannya supaya ada orang lain yang ngomongin tentang kita di media sosial, kecuali... kita.
Ini penting sekali karena bagaimanapun media sosial itu digunakan untuk berinteraksi. Jadi kalau cuma kita yang ngomongin tentang diri kita sendiri komunikasinya satu arah. Testimoni itu selalu lebih efektif kalau yang ngomongin adalah orang lain. Kalau misalnya kita ngomongin tadi ya influencer buzzer giveaway itu masuknya ke paid media karena akhirnya kita membayar untuk sebuah testimoni. Untuk rekan-rekan yang menggunakan fungsi-fungsi ini, yang bisa diukur itu adalah potensi.
Berapa potensi orang melihat konten-konten yang dibuat oleh orang lain tentang kita sih? Berapa kali brand kita dimention di media sosial dalam jangka waktu tertentu? Nah, bedanya dengan yang tadi adalah kita biasanya tidak bisa melakukan ini di Facebook atau Instagram Insight yang kita punya ya. Kita nggak bisa lihat langsung di dashboard media sosial kita. Jadi harus ada tool tambahan.
Nah disini kita kenal dengan yang namanya social media monitoring tools Ini biasanya adalah alat-alat yang digunakan untuk mendengarkan Apa yang orang lain bicarakan di media sosial tentang brand kita Nah ada beberapa tools, mungkin yang salah satunya yang paling terkenal itu adalah Hootsuite Ini ada yang berbayar, ada yang gratis Yang social mention itu sebenarnya masih gratis Keyhole itu bisa digunakan secara gratis Tapi secara... terbatas ya, gitu. Brand24 juga kalau nggak salah masih bisa digunakan secara gratis, tapi harus login. Kalau HubSpot dan Hootsuite itu harus berbayar untuk social media monitoring tools-nya.
Yang bisa kita lihat dengan menggunakan tools-tools ini adalah misalnya, berapa banyak orang yang mention brand kita dalam kurun waktu yang spesifik. Berapa kali orang menggunakan hashtag. Misalnya hashtag yang kita jadikan identitas kampanye kita.
Berapa banyak orang yang nge-share konten yang isinya memention tentang brand kita. Jadi dari sini kita bisa melihat berapa besarnya potensi atau berapa banyaknya orang ngomongin soal kita. Mungkin ini sangat penting nih kalau misalnya memang yang rekan-rekan lihat di media sosial adalah seberapa banyak orang ngomongin soal brand rekan-rekan sekalian. Oke, sampai sini mungkin kita review sedikit dulu ya, karena perjalanannya sudah cukup panjang.
Jadi tadi yang kita bahas adalah sebelum kita melakukan pengukuran, kita harus mengidentifikasi dulu apa sih tujuan utama dari media sosial kita. Kemudian yang kedua, kalau kita sudah tahu tujuannya, kita baru bisa menentukan indikator pengukurannya. Kalau misalnya tujuannya adalah untuk awareness, kita bisa mengukur berdasarkan reach. Kalau misalnya tujuannya adalah untuk customer service, kita bisa mengukur berdasarkan berapa jumlah. masalah, gitu.
Jadi kita nggak bisa menentukan semata-matanya indikator misalnya penjualan tanpa mengidentifikasi tujuan utama media sosial kita. Yang lebih ngaco lagi kalau misalnya kita berharap ada penjualan yang datang dari media sosial yang isi kontennya hanya untuk awareness. Itu sama sekali nggak masuk akal.
Setelah kita menentukan indikator, Biasanya pertanyaan selanjutnya adalah, oke jadi misalnya kita sudah punya nih 5.000 followers, kita misalnya mengukur keberhasilan media sosial kita berdasarkan jumlah followers. Itu bagus atau enggak sih? Nah disinilah pentingnya kita menentukan sebuah target performa Kita baru bisa tahu apakah performa kita baik atau buruk Kalau kita punya target 5.000 followers itu bisa bagus Kalau target kita 2.000 Tapi 5.000 followers bisa jelek banget Kalau target kita 100.000 followers Nah jadi selanjutnya itu yang akan kita bahas Teman-teman kalau sampai sini sudah ada pertanyaan tambahan, silakan langsung di ketik ya di kolom yang tersedia. Oke, kita masuk ke bagian terakhir dari sesi ini, yaitu menentukan target. Menentukan target performa itu intinya menanyakan berapa.
Berapa sih followers yang kita butuhkan? Berapa like yang mau kita capai? Berapa share yang bagus?
Berapa impression yang menurut kita ideal? Ada beberapa cara menentukan target. Yang pertama adalah kita menentukan jumlah yang kita anggap ideal.
Jadi kita tentukan aja tuh. Misalnya menurut kita 10.000 followers udah bagus deh. Ya sudah, 10 ribu itu bisa kita jadikan target Atau kita bilang kita pengen menggapai sekian juta orang di Jakarta Ya sudah, mungkin itu bisa dijadikan target Atau misalnya berapa persentase dari misalnya jumlah cewek yang ada di Jakarta Atau jumlah cowok yang ada di Bandung dan sebagainya Nah, kekurangannya dari menggunakan target ini adalah Biasanya kita juga tidak punya ide nih Jumlah yang ideal itu sebenarnya berapa sih?
Biasanya kalau misalnya itu yang terjadi Kita coba ukur berdasarkan rata-rata industri. Rata-rata industri di sini biasanya kita melihat nih sebenarnya kompetitor kita di industri yang sama itu punya berapa followers misalnya, berapa engagement rate-nya, dan sebagainya. Dengan melihat rata-rata industri, kita bisa mendapatkan satu angka yang kontekstual, artinya kita bukan cuma bilang bahwa kita mau punya 10.000 followers, tapi kita tahu dari riset bahwa kompetitor kita punya 10.000 nih misalnya, kita harus kejar juga setidaknya misalnya sampai 11.000 deh gitu. Atau kalau misalnya kompetitor kita 10 ribu itu masih agak kejauhan, coba kita lihat kompetitor yang lebih kecilnya, misalnya 5 ribu. Oke, kita coba kejar dulu sampai 5 ribu misalnya.
Nah, kalau misalnya kita sudah jalan beberapa lama, misalnya dengan rata-rata industri, kita merasa kita sudah melampaui kompetitor-kompetitor kita, kita juga bisa menentukan target berdasarkan performa saat ini. Misalnya kalau kita sudah punya follower 10 ribu, kita merasa kita ingin ada peningkatan 10% deh. Yaudah kalau gitu kita tetapkan untuk bulan depan misalnya kita mencapai follower 11 ribu. Itu juga bisa dilakukan. Nah kalau misalnya rekan-rekan baru pertama kali bikin media sosial, belum tahu sebenarnya jumlah yang kita anggap ideal itu berapa sih dan sebagainya, saya sangat menyarankan menggunakan rata-rata industri.
Selain sangat kontekstual, ini juga membantu kita untuk memahami berapa target ideal yang bisa kita capai. Kadang-kadang kita bilang bahwa kita mau followers 1 juta tanpa memahami apakah kita butuh sebanyak itu. Misalnya ini nih contohnya. Saya ngumpulin para pemain-pemain besar dari industri marketplace.
Ada e-commerce juga ya. Yang paling pertama kali kelihatan itu pasti adalah jumlah followers. Nah jumlah followers disini kita bisa bandingkan kalau kita adalah marketplace baru nih Coba kita lihat gitu Oh ternyata pemainnya yang paling besar Shopee itu punya 4 juta followers di Instagram Apakah kita bisa sampai 4 juta?
Mungkin sebelum sampai itu kita bisa benchmark dulu dengan kompetitor yang masih lebih kecil nih Misalnya disini yang belanja.com Belanja.com di sini punya 100 ribu followers. Yaudah, gimana kalau misalnya kita targetin setengahnya dulu deh? 50 ribu followers misalnya dalam waktu setahun. Misalnya seperti itu. Jadi kita bisa mendapatkan angka yang konteksual.
Sejauh atau sedekat apakah kita dari target atau dari kompetitor kita yang paling dekat. Atau kalau misalnya kita nggak mau mengukur berdasarkan followers. Ini salah satu pengukuran eksternal yang sering digunakan. Pakai social blade.
Itu sememangnya. masih banyak ya tools yang lain mungkin nanti rekan-rekan bisa cari sendiri kalau misalnya kita mau mengukur bukan berdasarkan followers tapi berdasarkan yang lain kita bisa lihat di social blade ini selain followers juga bisa lihat media uploads disini kita juga bisa lihat strategi yang berbeda-beda antara masing-masing kompetitor kayak disini Shopee itu media uploadsnya sudah sampai 8 ribu Tokopedia itu cuma sampai sekitar 600 Ini menunjukkan strategi yang agak lain nih Terus engagement rate rata-ratanya Itu ternyata serupa nih Sekitar 0,3% Jadi kalau kita bikin marketplace baru Kita nggak bisa mengharapkan engagement 10% Kadang-kadang sering tuh Kalau lagi diskusi sama klien pertama kali Mereka nanya Engagementnya kayaknya masih jelek deh Nggak ada yang komen, nggak ada yang share dan sebagainya Tapi ketika dibandingkan dengan kompetitor Mereka masih jauh lebih tinggi Nah disini kan kita jadinya bisa mendapatkan konteks tersebut Disini juga masih ada banyak yang lainnya yang bisa dijadikan benchmark Intinya sih dari sini kita bisa menentukan Yang tadi ya berapa banyak followers yang idealnya bisa kita capai Berapa engagement rate yang masuk akal untuk kita jadikan target Berapa konten yang harus kita publikasikan di media sosial kita dan sebagainya Nah, kalau misalnya kita ada punya target, kita bisa melakukan pengukuran dengan jauh lebih terarah. Artinya, misalnya setelah 3 bulan kita jalanin, kita bisa tahu sedekat atau sejauh apa kita dari hasil terbaik yang kita harapkan untuk media sosial kita.
Nah, saya mau tutup sesi ini dengan beberapa kesimpulan. Yang pertama, sebelum menentukan cara mengukur kebaras cilai media sosial, kita perlu mengidentifikasi apa yang menjadi tujuan strategi media sosial, dan siapa yang menjadi audiens media sosial kita. Yang tadi ya, jadi ada beberapa tujuan yang bisa kita pilih, dan kita juga harus melihat dari digital funnel yang tadi, sebenarnya media sosial kita perannya di mana.
Dan siapa sebenarnya yang akan mengkonsumsi media sosial kita? Apakah orang-orang yang belum tahu sama sekali soal brand kita? Apakah orang-orang yang sebenarnya sudah jadi konsumen, tapi ingin diingatkan kembali soal informasi-informasi brand kita, dan lain sebagainya? Kemudian yang kedua adalah masing-masing tujuan media sosial itu punya indikator performa utama yang berbeda-beda. Tadi kita udah bahas bahwa kalau misalnya tujuannya adalah brand awareness, nggak masuk akal tuh.
Kalau kita mengukur dengan menggunakan penjualan, harus dengan reach atau impression. Kalau kita adalah community engagement, ya ukur dengan engagement, dan seterusnya. Jadi pastikan kita memiliki alat ukur yang tepat untuk tujuan yang tepat. Kalau kita memilih indikator pengukuran yang salah, bisa-bisa kita tidak bisa memahami itu, sebenarnya kita dekat jauh atau sama sekali tidak berkontribusi terhadap pencapaian bisnis kita secara keseluruhan. Nah kemudian yang ketiga adalah pengukuran eksternal itu juga perlu dilakukan.
Ini tadi hubungannya dengan earned media ya, media sosial sebagai alat untuk meminta orang lain selain kita untuk ngomongin tentang brand kita. Jadi dengan menggunakan pengukuran eksternal, tadi ada beberapa tools social media monitoring, kita bisa tahu, kita bisa mengukur seberapa banyak orang yang ngomongin soal... Brand kita di media sosial Di banyak social media monitoring tool ini Juga kita bisa melihat sentimen ya Jadi orang ngomongin kita itu sentimennya positif, negatif, atau netral Nah kemudian yang terakhir Kita harus menentukan target performa Kita bisa menggunakan beberapa cara Yang pertama adalah menetapkan jumlah yang ideal Misalnya tadi dengan persentase kita mau mencapai 50% Dari cewek di Jakarta misalnya Menentukan komparasi dengan kompetitor Yang tadi kita bisa juga menggunakan tool-tool eksternal untuk melihat kompetitor kita itu sebenarnya menggunakan media sosialnya bagaimana dan pencapaian matrix-matrix penting untuk kompetitor kita. Kemudian yang terakhir adalah membandingkan dengan performa kita yang lama. Oke, nah pembahasan kita kali ini hanya sampai situ aja.
Jadi sekarang kita akan masuk ke sesi Q&A.