Transcript for:
Keberhasilan Desa Mandiri Energi

Desa Karangtengah adalah desa mandiri energi di Jawa Tengah. Dulu warga biasa hidup tanpa listrik dan hanya menggunakan lampu teplok di malam hari. Tapi semuanya berubah ketika Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro atau PLTMH dibangun. Sekilas, Desa Karangtengah terlihat seperti desa di Indonesia pada umumnya, tapi sumber energi di desa ini yang membuatnya spesial. PLN adalah pemasok listrik utama di banyak wilayah Indonesia, di mana batu bara masih digunakan untuk pembangkit listrik. Tapi, Desa Karangtengah lain daripada yang lain. Berkat PLTMH yang ditenagai arus sungai, desa yang terletak di lereng Gunung Slamet ini punya pasokan energi sendiri dan tidak bergantung dengan PLN. Pembangkit listrik dibangun pada tahun 2012 dengan bantuan TNI. Dan pada tahun 2015, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral mengambil alih operasional pembangkit listik. Kini, setidaknya 75 keluarga yang tinggal di Desa Karangtengah mendapatkan pasokan listrik merata dan stabil setiap harinya. Sebelum pembangkit listrik dibangun, warga menggunakan kincir air di setiap rumah untuk menghasilkan listrik. Tapi itu tidak pernah optimal. Ketika banjir datang, kincir air rusak. Apa yang bisa kita pelajari dari kesuksesan desa mandiri energi ini? Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi warga Desa Karangtengah adalah kepemilikan lahan. Kepala Desa Karangtengah mengakui bahwa mereka masih perlu membayar sewa beberapa jalan yang terkoneksi dengan turbin sekitar Rp2 juta per tahun. Beberapa warga khawatir pemilik lahan akan memberhentikan sewa nantinya. Jika itu terjadi, ini berarti warga akan membutuhkan lebih banyak dana untuk memindahkan pembangkit listrik. Dan perlu waktu lebih lama untuk membangun pembangkit listrik di tempat lain. Cuaca juga menjadi tantangan yang harus dihadapi warga Karangtengah. Ketika sungai meluap karena hujan deras, beberapa material seperti sampah, pasir, batu dan dedaunan akan mengganggu alur air sungai yang melewati PLTMH. Tapi untuk itu, warga punya solusinya! Mereka membersihkan dan melakukan pemeliharaan pada seluruh PLTMH setiap dua minggu sekali. Angin kencang juga menjadi ancaman bagi tiang listrik yang saat ini terbuat dari besi. Namun Kepala Desa telah menganggarkan dana desa senilai Rp25 juta untuk mengganti tiang listrik ke yang lebih kuat, yang terbuat dari beton. Biaya listrik beragam. Untuk listrik rumah tangga, warga membayar sekitar 25% lebih murah daripada penggunaan listik untuk kegiatan bisnis. Satu rumah tangga biasanya membayar sekitar Rp15-50 ribu tiap bulannya, tergantung pemakaian. Biaya ini setengah dari tarif PLN tiap bulan. Sedangkan rata-rata pendapatan warga adalah Rp1,5 juta per bulan. PLTMH tidak hanya menghasilkan listrik, tapi juga membangun ikatan sosial warga. Ketika warga setuju menolak kehadiran PLN di desa mereka, mereka spontan memulai pemeliharaan rutin turbin dan generator. Jika ada satu keluarga yang listriknya padam, warga langsung bergotong royong membantu untuk menyelesaikan masalah. PLTMH juga menghidupkan bisnis warga setempat. Dengan adanya pasokan listrik yang merata dan stabil, warga bisa membuka warung dan mengakses internet. Warga Desa Karangtengah juga melihat adanya potensi pariwisata di desa mereka dan berharap bisa menawarkan wisata pendidikan tentang masa depan energi bersih. Mungkinkah PLTMH ini juga bisa hadir di wilayah lainnya di Indonesia?