Pentingnya Kontekstualisasi dalam Ilmu

Aug 11, 2024

Kuliah dari K. Malik Madani

Pengantar

  • K. Malik Madani sering memberi kritik kepada santri-santri yang terlalu tekstual dalam memahami kitab.
  • Ulama Nusantara dulu memiliki dua keistimewaan:
    • Kafaah dalam penguasaan turas (teks klasik).
    • Kemampuan mengkontekstualisasi teks-teks Qur'an, hadis, dan kitab-kitab klasik.

Tradisi Intelektual Ulama Zaman Dulu

  • Ulama zaman dulu tidak kuliah, tapi memiliki cara berpikir yang hebat.
  • Contoh: Imam Syafi'i, penulis Arrisalah, dianggap seperti Aristoteles dalam filsafat.
  • Ulama dulu terkenal dengan kemampuan mengkontekstualisasi teks.

Kritik Terhadap Santri Masa Kini

  • Santri dan kiai pesantren yang hanya mengandalkan pendidikan pesantren, tanpa bersentuhan dengan dunia akademik, sering kali kurang dalam analisa sosial dan metodologi.
  • Contoh pribadi: K. Malik Madani yang tidak pernah kuliah tapi beruntung bisa belajar di PBNU.
  • K. Malik Madani sering mengkritik santri yang tekstualis dengan mengatakan bahwa mereka tidak mengikuti perkembangan zaman.

Pentingnya Kontekstualisasi Teks

  • Mengutip pandangan Imam al-Qarafi dalam al-Furuq: Ulama tidak boleh hanya tekstualis.
  • Ulama seperti Syekh Nawawi albantani mampu mengkontekstualisasikan teks klasik.
  • Contoh kasus zakat dari Syekh Nawawi albantani:
    • Mengikuti gurunya Imam Bajuri yang mengatakan cukup tiga asnaf (kelompok penerima zakat) dalam kondisi modern.
    • Dulu, Imam Syafi'i mewajibkan delapan asnaf, tapi kondisi zaman berubah.
    • Kalimat terkenal dari Syekh Nawawi: "Lau Syafi'i yuhayyan" (Jika Imam Syafi'i hidup lagi, dia akan sependapat dengan saya).

Kesimpulan

  • Ulama Nusantara dulu memiliki kemampuan luar biasa baik dalam penguasaan turas maupun dalam mengkontekstualisasi teks.
  • Santri masa kini diharapkan mampu mengikuti jejak ulama terdahulu dengan tidak hanya tekstualis, tetapi juga mampu mengkontekstualisasikan teks sesuai dengan kondisi zaman.