Problematik Perbedaan Tafsir MA dan MK

Sep 27, 2024

Catatan Webinar: Problematik Perbedaan Tafsir oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi dalam Judicial Review

Pembukaan

  • Host: Freddy, moderator webinar.
  • Peserta diingatkan untuk melakukan registrasi melalui QR Code.
  • Topik: Problematik perbedaan tafsir oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam judicial review.
  • Narasumber: Prof. Galang Asmara, guru besar di Fakultas Hukum Universitas Mataram.

Pengenalan Topik

  • Sejak amendemen UUD 1945, terjadi bifurkasi kekuasaan kehakiman di Indonesia.
  • Mahkamah Konstitusi (MK) menguji undang-undang terhadap UUD, sedangkan Mahkamah Agung (MA) menguji peraturan di bawah undang-undang.
  • Permasalahan: Perbedaan tafsir antara MA dan MK dalam judicial review tetap menjadi isu hingga saat ini.

Profil Narasumber

  • Prof. Galang Asmara, S.H., M.U.M.
    • Pengalaman mengajar sejak 1991.
    • Pengurus di berbagai lembaga hukum dan organisasi.
    • Penulis buku tentang kedudukan ombudsman dalam hukum tata negara.

Struktur Kekuasaan Kehakiman

  • UU 1945: Pasal 24 ayat 2 menyatakan kekuasaan kehakiman terdiri dari MA dan MK.
  • MA memiliki kewenangan mengadili pada tingkat kasasi, sedangkan MK mengadili pada tingkat pertama dan terakhir.

Perbedaan Kewenangan

  • Mahkamah Agung: Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (misal: peraturan pemerintah, perda).
  • Mahkamah Konstitusi: Menguji undang-undang terhadap UUD dan memutus sengketa kewenangan lembaga negara.
  • Permasalahan muncul ketika kedua lembaga mengeluarkan putusan yang saling bertentangan.

Konflik Norma

  • Contoh kasus:
    • Putusan MK No. 30/2018 vs MA No. 65/2018: Pengurus parpol sebagai anggota DPD.
    • Putusan tentang usia minimal calon kepala daerah: Perbedaan antara MK dan MA.
    • Pengajuan Peninjauan Kembali: Permasalahan antara MA dan MK tentang pejabat tata usaha negara.

Penyebab Perbedaan Tafsir

  1. Alat Uji Berbeda: MK menggunakan UUD, sedangkan MA menggunakan undang-undang.
  2. Kurangnya Koordinasi: Tidak ada komunikasi efektif antara kedua lembaga.
  3. Sikap dan Keyakinan Hakim: Perbedaan dalam penilaian obyek yang diuji.

Implikasi Perbedaan Tafsir

  • Terjadi konflik norma dan keraguan dari masyarakat terhadap lembaga peradilan.
  • Kelemahan dalam pembagian kewenangan antara MA dan MK.

Diskusi

  • Masukan dari peserta webinar tentang pentingnya:
    • Koordinasi antara MA dan MK.
    • Peningkatan kualitas hakim.
    • Kemungkinan satu lembaga pengujian peraturan perundang-undangan.

Penutup

  • Prof. Galang menyimpulkan pentingnya rekonstruksi sistem pengujian perundang-undangan untuk menghindari konflik norma.
  • Moderator menutup acara dengan ucapan terima kasih dan ajakan untuk terus berdiskusi di masa mendatang.