Transcript for:
Proses Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang semuanya. Pada siang hari ini kita akan lanjutkan mata kuliah kita tentang hukum acara peradilan mahkamah konstitusi.

Dalam hal ini, pada hari ini kita akan mendiskusikan secara khusus bagaimana tata beracara untuk perselisian hasil pemilu khususnya adalah pemilu DPR. Jadi salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah memutus perselisian hasil pemilihan umum. Dalam hal ini saya akan menyebutnya biar lebih singkat, PHPU.

Sementara kita tahu bahwa PHPU itu kan, atau pemilihan umum itu kan, ada beberapa pemilu di Indonesia ini. Yang pertama adalah Pilpres, pemilu presiden dan wakil presiden. Yang kedua adalah Pilek. Pemilihan umum legislatif dimana dalamnya adalah ada pemilu DPR, DPR RI ya, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan kemudian pemilu DPD, Dewan Perwakilan Daerah. Selain itu juga masuk dalam rezim pemilu pilkada, pemilihan kepala daerah, baik itu provinsi maupun kabupaten kota.

Nah, hari ini kita akan mendiskusikan bagaimana tata beracara. PHPU, pemilu DPR dan DPRD dalam hal ini diatur di dalam peraturan Mahkamah Konstitusi yang terbaru, yaitu PMK nomor 2 tahun 2023. PMK ini diperbarui dan disiapkan untuk menghadapi perselisian hasil pemilu Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. pada pemilu tahun 2024 ini.

Jadi nanti tentu berangkat dari beberapa pengalaman pemilu, PHPU itu, perselisian nasil pemilu itu tidak bisa dihindari. Dan tentu Mahkamah Konstitusi yang memiliki kewenangan itu harus menyiapkan segalanya, baik dari regulasi tata beracaranya maupun perangkat-perangkat yang lainnya. Karena itu Mahkamah Konstitusi sejak saat ini sudah disibukkan untuk mempersiapkan hal itu. Terakhir, kemarin saya ikut rapat dengan Mahkamah Konstitusi karena harus mempersiapkan bagaimana teknis persidangan jarak jauh nanti.

Karena memang UNESCO menjadi salah satu perguruan tinggi yang memiliki smart boat mini courtroom atau video conference-nya Mahkamah Konstitusi. yang ada di peradilan semu kita itu, untuk nanti digunakan sebagai perangkat persidangan jarak jauh ketika ada perkara-perkara PHPU yang perlu diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi, baik itu pihak pemohon, pihak dari termohon KPU, maupun pihak dari bawah selu atau saksi-saksi yang sekiranya nanti akan dilaksanakan pemeriksaan secara... daring atau jarak jauh nanti akan menggunakan perangkat smart mode mini courtroom yang ada di UNISKA ini. Nah, lebih jauh kita akan melihat bagaimana sih tata beracara mekanisme perkara perselisihan hasil pemilihan umum untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPR RI dan DPRD.

Dimana dalam hal ini diatur di Peraturan Mahkamah Konstitusi nomor 2 tahun 2023. Yang pertama, yang harus kita tahu adalah terkait tentang para pihak. Siapa saja para pihak yang terlibat dalam perkara PHPU, DPR, DPRD. Pihak yang pertama di sini ada pihak pemohon. Yang kedua ada pihak termohon.

Yang ketika ada pihak terkait. Selain tiga pihak itu, Mahkamah Konstitusi juga nanti akan mendengar keterangan dari Bawaslu dan juga pihak lain yang diperlukan oleh Mahkamah Konstitusi untuk melihat perkara itu menjadi lebih terang-benerang untuk membuat putusan yang lebih adil dan berkepastian hukum. Yang pertama, siapa itu pihak pemohon?

Pihak pemohon dalam perkara PHPU-DPR Dan DPRD ini pihak pemohonnya yang pertama adalah partai politik. Mengingat partai politik ini merupakan peserta pemilu untuk DPR dan DPRD. Jadi peserta pemilu DPR-DPRD sebagaimana diamanakan dalam konstitusi Undang-Undang Dasar 45 dan juga pada turunannya di Undang-Undang Pemilu Undang-Undang 7 tahun 2017 bahwa peserta pemilu DPR-DPRD itu adalah partai politik.

Berbeda dengan peserta pemilu anggota DPD, itu peserta pemilunya adalah perseorangan. Berbeda lagi dengan peserta pemilu pilpres, pemilihan presiden dan wakil presiden. Peserta pemilunya itu adalah paslon atau pasangan calon yang diusung oleh partai politik dan atau gabungan partai politik.

Oleh karena itu dalam PHPU... perselisian hasil pemilihan umum DPR, DPRD, yang bertindak sebagai pihak pemohon itu adalah, yang pertama adalah partai politik. Selain partai politik yang bisa menjadi pemohon, mengingat sistem pemilu kita dalam sistem pemilu DPR, DPRD kita ini saat ini, sudah menggunakan sistem pemilu proporsional. terbuka murni atau open list dimana partai politik sebagai peserta pemilu mengajukan calon-calon anggota DPR-nya kepada KPU yang dimana calon anggota DPR itu nanti sudah bisa kita lihat di dalam surat suara yang nanti akan bisa kita pilih. Jadi pemilih atau masyarakat dalam pemilu itu Tidak lagi hanya memilih gambar partai saja, namun sudah bisa lebih dari itu di mana pemilih bisa memilih calon anggota DPR yang dikehendaki.

Sehingga dalam surat suara pemilu DPR itu selain ada gambar partai politik, juga ada nama-nama calon anggota DPR yang diusung oleh partai tersebut beserta nomor urutnya. Sehingga pemilih bisa menentukan. Siapa yang dikehendaki untuk bisa menjadi wakil mereka yang akan duduk di kursi DPR maupun DPRD.

Sistem pemilu proporsional terbuka ini berbeda dengan sistem pemilu tertutup yang berlaku sebelum-sebelumnya. Kalau sebelum-sebelumnya khususnya di era order baru, kemudian pada pemilu tahun 1999 karena... itu masih proses peralian ya proses pemilu tahun 99 itu juga masih menggunakan sistem proporsional tertutup dimana kita hanya memilih gambar partai politiknya saja tapi sekarang kita sudah menggunakan sistem proporsional terbuka murni dimana pemilih bisa menentukan pilihannya jadi rakyat sebagai pemegang kedaulatan punya kewenangan ya Tidak lagi diserahkan kepada partai politik atau tidak lagi kita memilih kucing dalam karung.

Karena sebelumnya kan kita hanya milih gambar partai. Untuk siapa yang duduk di partai ya tergantung partai politiknya nanti. Kalau partai politiknya setelah dihitung mendapatkan 4 kursi misalkan didapil tertentu. Maka 4 kursi itu akan diisi orang-orang partai politik yang itu semua diserahkan kepada partai politik.

Tapi setelah perkembangan sistem milu DPR. Setelah tertutup ada mekanisme pemilihan sistem proporsional dengan daftar nomor urut pada saat itu ya. Pada pemilu tahun 2004. Yaitu sudah menggunakan nomor urut. Jadi nama-namanya sudah ada. Tapi kemudian proses keterpilihannya siapa yang berhak duduk di kursi DPR itu didasarkan nomor urut.

Misalkan partai A mendapatkan... perolehan suara yang setelah dikonversi mendapatkan dua kursi di dapil tertentu, maka dua kursi ini akan ditempati berdasarkan nomor urut. Jadi nomor urut satu dan nomor urut dua yang nanti akan duduk di kursi DPR.

Tapi sistem proporsional dengan daftar nomor urut tadi, itu oleh Mahkamah Konstitusi dianulir dan dinyatakan bahwa sistem... Pemilu dengan proporsional dengan daftar nomor urut penentuan keterpilihannya itu bertentangan dengan konstitusi, dengan konsep gagasan kedaulatan rakyat. Kenapa? Karena mestinya kalau masyarakat atau pemilih itu sudah disajikan daftar nomor, daftar calon yang diusung oleh partai politik, mestinya penentuan keterpilihannya itu adalah dengan suara terbanyak. Siapa yang mendapatkan suara terbanyak bisa jadi ebis.

Seharusnya dialah yang akan duduk di kursi DPE. Tapi kalau dengan sistem nomor urut, belum tentu orang yang dapat. suara terbanyak, karena dia nomor buncit, nomor bawah, pada akhirnya dia tidak terpilih menjadi anggota DPR karena sistemnya menggunakan sistem nomor urut keterpilihannya. Nah ini dianggap sistem keterpilihan nomor urut ini unconstitutional, bertentangan dengan konstitusi, oleh karena itu saat ini penentuan keterpilihannya sudah menggunakan suara terbanyak.

Jadi proses konversi suara, jadi... Proses konversi suara menjadi kursi itu Perolehan suara partai politik dan perolehan suara calon anggota DPR Itu dihitung menjadi suara partai politik semua Setelah itu dikonversi saat ini menggunakan metode penghitungan sunlight Dibagi dengan bilangan ganjil 1, 3, 5, dan seterusnya Nanti akan terlihat partai A ini mendapatkan berapa kursi 4 kursi misalkan Kalau mendapatkan 4 kursi di DAPIL itu Maka calon anggota DPR yang akan duduk di empat kursi milik partai politik itu ya, calon anggota DPR yang mendapatkan suara terbanyak pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Seperti itu.

Oleh karena itu, ketika terjadi dispute atau perselisihan ya, perselisihan antar calon anggota DPR dengan sistem proporsional terbuka seperti ini, ini, Potensi kompetisi itu tidak lagi hanya antar partai politik. Kompetisinya tidak lagi antar partai politik. Tapi kompetisinya bisa juga terjadi antar calon dalam satu partai. Jadi dalam satu partai. Partai A misalkan di DAPIL 1 DPR RI misalkan.

Atau DAPIL 6 DPR RI yang meliputi Kediri, Tulungagung, Ditar. Itu partai A misalkan. Dan dalam... Pemilu 2024 ini dia mengusung ada 10 calon anggota DPR.

Bisa jadi calon anggota DPR 10 ini berkompetisi sendiri-sendiri untuk mendapatkan suara terbanyak agar dia nanti duduk jadi anggota DPR dari partai A itu. Sehingga kompetisi ini tidak lagi hanya antar partai politik seperti saat sistem proporsional tertutup, tapi kompetisi ini sudah... antar partai dan juga antar calon.

Antar calon, antar partai, juga antar calon dalam satu partai. Oleh karena itu, terbuka potensi terjadi perselisihan atau sengketa hasil pemilu tidak hanya antar partai, tapi juga antar calon dalam satu partai. Bisa jadi calon dalam partai A ini berkompetisi, berselisih dengan calon anggota DPR sama-sama dari Partai A. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi, dalam peraturan Mahkamah Konstitusinya Tata Beracara Persidangan ini, pihak pemohon tidak hanya dari partai politik, tapi juga pemohonnya adalah dibuka dari perseorangan calon anggota DPR dan DPRD dalam satu partai politik yang sama, yang telah memperoleh persetujuan secara tertulis dari Ketua Umum Partai. Hanya saja memang di sini masih harus mendapatkan persetujuan tertulis dari pimpinan partai ketika kita mau menjadi pemohon sengketa atau pihak terkait dalam sengketa.

Ini juga problematis juga ya. Tetapi kembali karena memang peserta pemilu ini pada dasarnya bukan calon anggota DPR. Peserta pemilu DPR ini adalah partai politik.

Lagi-lagi kemudian di sini. perseorangan dibuka peluang untuk menjadi pemohon PHPU, perselisian, atau menjadi pihak terkait. Namun oleh MK masih diberikan syarat, harus mendapatkan izin tertulis. Kalau nggak mendapatkan izin tertulis, gimana dari partai?

Artinya nanti kalau dia nekat mengajukan permohonan ke MK, permohonannya tidak lagi memenuhi syarat formil. Sehingga permohonannya sangat besar kemungkinannya akan... di NO atau tidak diterima oleh MK.

Sehingga... materi pokok permohonannya tidak dipertimbangkan sama sekali. Nah ini yang kemudian juga perlu ada diskusi lebih lanjut ya dengan sistem proporsional terbuka murni ini apakah fair, apakah adil bagi calon anggota DPR yang sudah kampanye, sudah mengeluarkan biaya.

Kemudian dia dipilih langsung oleh rakyat, mendapatkan mandat suara langsung dari rakyat pada saat pemilu, tapi ketika suara dia merasa dicurangi oleh teman satu partai, misalkan diduga suara salah satu calon itu pindah suaranya, hilang, kemudian berganti ke calon kawannya sendiri dalam satu partai, nah mestinya ini harus ada mekanisme untuk bagaimana calon anggota DPR ini memperoleh keadilan untuk memulihkan haknya yang diduga dirugikan oleh salah satu calon dalam satu partai itu. Sebenarnya ini upaya Mahkamah Konstitusi untuk menjembatani itu. Tapi masih ada kelemahan, yaitu harus mendapatkan izin tertulis dari partai.

Nah ini kan subjektif sekali ya, kalau pimpinan partainya ternyata nggak suka terhadap saya misalkan, calon anggota DPR dari partai A yang merasa suara saya hilang, pindah ke calon kawan saya nomor dua misalkan, saya nomor satu. Suara saya kok pindah ke situ hasil dari... Penghitungan saya mulai dari TPS, saya rekap kok suara saya pindah ke paslon kawan saya dalam satu partai. Nah ini ketika pimpinan partai politiknya nggak suka pada saya, dan dia lebih cenderung memilih teman saya itu, maka saya nggak bisa mendapatkan izin tertulis. Sehingga saya nggak bisa memperjuangkan hak saya ini di MK.

Bagaimana? Nasib suara rakyat yang memilih saya ini kan nggak bisa kita perjuangkan. Ini kondisi ini yang saya ulas dalam penelitian desertasi saya, bahwa persyaratan tertulis dari pimpinan partai ini justru membatasi calon anggota DPR untuk memperoleh keadilan atau akses to justice.

Kan menjadi buntu kan, gimana nasib suara yang saya peroleh, bagaimana mandat rakyat yang saya terima, dan seterusnya. Ketika saya tidak bisa... memperjuangkan itu.

Jadi, pemohon yang kedua ada perseorangan calon anggota DPR dalam satu partai yang sama, namun harus memperoleh syarat atau surat izin tertulis dari pimpinan partai. Yang ketiga, nanti ya tanya-tanya. Yang ketiga adalah partai politik dari partai politik lokal peserta pemilu untuk pengisian keanggotaan DPR Aceh. Itu kan... ada partai lokal, itu bisa menjadi pemohon juga.

Atau perseorangan partai lokal yang juga harus mempersyaratkan surat atau izin tertulis atau persetujuan secara tertulis dari tetua umum partai lokal tersebut. Nah itu pihak pemohon ya. Pihak pemohon ada satu partai politik, peserta pemilu, yang kedua perseorangan calon anggota DPR, namun harus mendapatkan persetujuan tertulis dari pimpinan partai sebagai syarat formil untuk mengajukan permohonan.

Yang kedua, pihak termohon. Siapa pihak termohon dari PHPU DPRD ini? Pihak termohonnya, kembali lagi, adalah KPU sebagai lembaga yang menetapkan perolehan hasil suara. Karena memang, yang disengketakan di MK ini berkaitan dengan hasil pemilu.

Berbicara soal angka-angka memang ya. Sehingga ada anekdot yang menyebutkan MK ini sebagai mahkamah kalkulator. Karena memang yang dipersoalkan di mahkamah konstitusi ini soal angka, bukan soal kecurangannya. Jadi kecurangannya ini bagian dari untuk membuktikan bahwa yang benar angkanya sekian.

Ada perpindahan angka, misalkan ada kesalahan hitung, misalkan. Jadi yang dipersoalkan di MK itu adalah soal hitungan angka perolehan suara yang mempengaruhi perolehan kursi. Nah kalau perhitungannya yang nggak mempengaruhi perolehan kursi yang nggak bisa diajukan, misalkan contoh saya berdasarkan hitung-hitungan, saya itu nggak.

enggak memenuhi syarat perolehan suara untuk duduk di kursi, karena suara saya kecil. Tapi saya merasa dicubangi. Suara saya pindah ke orang lain, yang sama-sama orang itu...

Nggak bisa duduk juga di kursi, karena suaranya juga kurang untuk duduk di kursi, kan? Tidak masuk hitungan melalui metode sunlight tadi. Dia bukan tidak mendapatkan perolehan suara terbanyak.

Nah, itu nggak bisa juga diajukan ke MK, karena ya untuk apa saya ajukan ke MK? Karena kan nggak akan mempengaruhi perolehan kursi juga, kan? Itu juga... Penting harus kita pahami bahwa yang diajukan ke MK itu perselisian ini berkaitan dengan perolehan hasil suara yang mempengaruhi perolehan kursi. Pihak termohonnya adalah KPU karena KPU ini yang menetapkan perolehan hasil suara sebagai penyelenggara pemilu.

Yang ketiga pihaknya adalah selanjutnya adalah pihak terkait. Siapa pihak terkait? dalam PHPU DPR ini pihak terkait itu ya partai politik yang berkepentingan dengan sengketa ini atau perseorangan calon anggota DPR yang berkepentingan misalkan partai A mengajukan permohonan PHPU sementara ada kaitannya dengan partai B yang bisa saja kalau permohonan dari partai A ini dikabulkan oleh MK bisa saja akan mempengaruhi perolehan kursi suara dari partai B. Maka partai B ini menjadi pihak terkait yang nanti juga bisa mengajukan permohonan ke MK sebagai pihak terkait untuk mempertahankan perolehan suaranya.

Agar nanti untuk... mempertahankan bahwa apa yang ditetapkan oleh KPU itu sudah benar gitu, agar perolehan kursinya tetap aman, nggak pindah ke partai A yang tadi menjadi pemohon. Nah ini partai politik dan perseorangan calon anggota DPR yang punya kepentingan terhadap permohonan EKUO, permohonan tadi, maka itu disebut sebagai pihak terkait. Selain pihak terkaitnya, perlu kita pahami bahwa MK juga menjadikan Bawaslu sebagai pemberi keterangan.

Meskipun Bawaslu ini tidak masuk pihak-pihak tadi ya, pihak pemohon, termohon, dan pihak terkait. Tapi Bawaslu ini sebagai pihak yang memberi keterangan. Kenapa? Karena Bawaslu kan mulai jajarannya, mulai level nasional, provinsi, daerah, kabupaten, kota, sampai pengawas kecamatan, sampai pengawas desa, sampai pengawas TPS.

Itu kan yang mengetahui ya, yang mengawasi setiap proses rekapitulasi suara yang terjadi dari mulai tingkat TPS sampai tingkat nasional, itu mereka Bawaslu ikut mengawasi di situ. Dan dia menerima salinan rekapitulasi dari salinan Form C di tingkat TPS, dia mendapatkan. Sehingga Bawaslu ini...

Penting sekali keterangannya untuk didengar di MK. Bagaimana sebenarnya yang terjadi? Apakah betul yang didalilkan oleh pemohon ini?

Kalau betul, berarti apa yang didalilkan pemohon harus satu suara dengan keterangan bawah selu. Oh, ternyata betul apa yang didalilkan oleh pemohon, bahwa ada pergeseran suara. Di perhitungan suaranya versi bawah selu, dari hasil pengawasannya, itu mestinya pemohon mendapatkan suara 50 ribu misalkan.

Ternyata... oleh KPU ditetapkan pemohon ini hanya mendapatkan suara 40 ribu berarti keterangan bawah seluruh ini penting sekali untuk kemudian dijadikan bukti petunjuk oleh, karena pihak terkait, keterangan pihak terkait keterangan bawah seluruh ini nanti akan dijadikan bukti petunjuk ya, karena apa namanya bukti, alat bukti dari Perkara PHPU, DPR, DPRD ini yang pertama adalah bukti surat, kemudian bukti keterangan para pihak, berarti ada pihak terkait, pihak pemohon, pihak termohon, dan pihak terkait. Kemudian keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan pihak lain. Pihak lain itu adalah pihak yang memang oleh Mahkamah Konstitusi dinilai ada kaitannya dengan permasalahan ini dan perlu untuk didengar.

Ada juga alat bukti lain. Alat bukti lain di sini dimasukkan adalah alat bukti elektronik. Biasa rekaman atau foto atau video dan bukti petunjuk.

Jadi Bawaslu juga dimintai keterangan, memberikan keterangan dalam persidangan PHPU untuk PHPU DPR dan DPRD. Selain itu juga ada pihak lain, pihak lain disini adalah yang dimaksud sebagai pihak lain disini. adalah pihak-pihak yang memang dinilai oleh Mahkamah Konstitusi diperlukan untuk memberikan keterangan. Selanjutnya adalah, kalau tadi adalah para pihak, selanjutnya kita akan mendiskusikan terkait tentang objek permohonan.

Objek permohonannya sama, PHPU Pilpres, PHPU DPR, PHPU DPD, PHPU Pilkada, itu objek sengketanya adalah keputusan. KPU atau keputusan termohon tentang penetapan perolehan suara hasil pemilu dalam hal ini adalah pemilu DPR dan DPRD. Jadi yang disengketakan itu keputusan KPU tentang penetapan perolehan suara.

Oleh karena itu nanti dalam permohonannya di posita kita harus menyandingkan hitungan versi KPU, versi termohon dan hitungan versi kita yang menurut kita benar. Nanti kita harus membuat persandingan-persandingan perbandingan begitu dalam posita permohonannya. Sehingga majelis hakim lebih mudah untuk menilai, oh yang benar seperti ini, dan akan di-cross-check melalui alat bukti-alat bukti yang nanti dihadirkan dalam persidangan. Yang penting dalam permohonan PHPU DPR-DPRD ini, selain hal-hal tadi mengenai para pihak objek, yang ketiga adalah berkaitan dengan jangka waktu permohonan. Jadi ada jangka waktu yang harus kita tahu Kalau melebihi jangka waktu ini nanti permohonan kita akan dianggap melebihi batas waktu atau expired atau dah luarsa Jangka waktunya adalah Kalau untuk PHPU DPR jangka waktunya adalah paling lama 3x24 jam sejak diumumkan penetapan perulangan suara hasil pemilu DPR-DPRD oleh KPU Jadi 3x24 jam Kalau KPU mengumumkan hari ini pukul 11, maka 3x24 jam nanti berakhir hari Jumat jam 11 juga.

Kalau untuk PHPU Pilpres itu bukan 3x24 jam, melainkan batasnya 3 hari. Kalau KPU mengumumkan hari ini, hari Selasa, maka batas waktu daluarsanya hari Jumat jam... 24 atau kosong-kosong itu terakhir karena 3 hari. Bedakan 3 hari dengan 3 kali 24 jam.

Itu beda konsekuensi hukumnya. Kalau pilpres itu 3 hari maksimal sejak putusan penetapan perluan suara dibacakan oleh termohon atau KPU. Kalau PHPU DPR, DPRD itu 3 kali 24 jam.

Sampai di sini, itu hal-hal yang penting ya, yang kemudian harus diketahui oleh para pemohon dalam PHPU, DPR, dan DPRD. Nah, proses persidangan Mahkamah Konstitusi sejak didaftarkan dan teregister dalam buku register perkara Mahkamah Konstitusi, itu maksimal 30 hari. harus sudah diputuskan, harus ada putusan.

Maksimal 30 hari sejak perkara terregister dalam buku register perkara MK, harus sudah diputuskan. Kalau PHPU Pilpres itu 14 hari. 14 hari sejak perkara itu terregister di buku register perkara Mahkamah Konstitusi, harus sudah diputuskan.

Maka kita akan lihat bagaimana pengalaman pemilu tahun 2019 PHPU-nya. Persidangannya sampai larut malam, bahkan sampai pagi. Karena memang ada keterbatasan waktu.

Mengingat memang penyelenggaraan pemilu itu waktunya itu saklek. Waktu mulai dari tahapan-tahapan pemilu itu sudah diatur dan sudah ditentukan mekanismenya dalam peraturan perundang-undangan. Jadi tahapan kampanye sudah diatur di PKPU. Misalkan tahapan... Pencalonan, pendaftaran calon, verifikasi calon, penetapan calon, kampanye proses masa tenang, proses pemungutan suara, penghitungan suara, rekapitulasi itu sudah ada waktunya, rondonya sampai pada mekanisme PHPU juga sudah ditentukan waktunya.

Jadi memang karena ini berkaitan dengan kepentingan negara, kepentingan yang sangat luar biasa. Apalagi pilpres, jadi nggak boleh. Ada satu detik pun terjadi kekosongan kekuasaan negara.

Jadi presiden berakhir kapan? Di situ pula sudah ada presiden yang definitif terpilih untuk kemudian menggantikannya. Jadi tidak boleh ada kekosongan kekuasaan satu detik pun. Itu yang kemudian menjadi dasar kenapa pemilu itu waktunya sangat saklek sekali.

Sudah tersusun rapi rondonnya. Itu ya. Silahkan kalau mungkin ada pertanyaan yang mungkin bisa kita diskusikan.