Intro Sahabat Kompas.com Pada 12 Mei 1998 atau bertepatan dengan 24 tahun yang lalu demonstrasi besar-besaran menentang pemerintahan order baru terjadi Kejadian tersebut dikenal dengan tragedi Trisakti karena terdapat 4 mahasiswa dari Universitas Trisakti yang gugur dalam peristiwa tersebut Keempat mahasiswa tersebut tewas tertembak di dalam kampus saat mengikuti demonstrasi yang menuntut turunnya Suharto dari jabatan presiden. Kegejaman aparan dengan alibi untuk meredakan demonstrasi pada mahasiswa saat itu masih mendapat sorotan hingga saat ini. Akibat kejadian tersebut, perlawanan mahasiswa dalam menuntut reformasi semakin besar. Puncaknya terjadi pada 21 Mei 1998 saat Presiden Suharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya serta menandai akhir dari rezim Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun. Lantas, bagaimana kronologi kejadian tragedi Trisakti dan siapa saja korbannya?
Pada awal tahun 1998, perekonomian Indonesia mengalami gonjangan akibat adanya krisis finansial Asia sepanjang 1997 sampai 1999. Tepat 24 tahun lalu, pada 12 Mei 1998, para mahasiswa termasuk mahasiswa Trisakti melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung Nusantara. Aksi yang dinamai dengan Aksi Damai tersebut dilakukan mahasiswa Trisakti pada pukul setengah satu siang. Namun aksi tersebut dihalangi oleh pihak kepolisian yang disusul oleh kedatangan militer.
Beberapa perwakilan mahasiswa pun berusaha untuk melakukan negosiasi dengan para aparat. Namun hal tersebut tidak membuahkan hasil. Pada pukul 5 sore, para mahasiswa bergerak mundur diikuti majunya pergerakan aparat keamanan. Aparat keamanan memukul mundur mahasiswa dengan menembakkan peluru ke arah para mahasiswa.
Akibatnya, mahasiswa mulai berhamburan karena panik. Sebagian besar melarikan diri dan berlindung di Universitas Trisakti. Namun karena aparat tidak segera berhenti melakukan tembakan, satu persatu korban mulai berjatuhan dan dilarikan ke rumah sakit sumber waras. Tembakan dari aparat berasal dari berbagai penjuru, salah satunya adalah flyover gonggol dan jembatan penyeberangan. Selain itu, aparat tidak hanya menembaki mereka dengan peluru karet, tetapi juga dengan peluru tajam.
Insiden tersebut menewaskan enam orang korban, dan dipastikan empat diantaranya adalah mahasiswa Trisakti. Demonstrasi yang dilakukan oleh gabungan mahasiswa adalah serangkaian aksi yang menuntut reformasi sejak awal 1998. Aksi tersebut semakin terbuka, menyusul pengangkatan Soeharto menjadi presiden untuk ketujuh kalinya, lewat sidang umum MPR pada 10 Maret 1998. Para aktivis menilai jika pemerintahan Orde Baru telah banyak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme hingga menyeret negara ke dalam krisis moneter. Sehari setelah tragedi Trisakti, pada 13 Mei 1998, Rektor Universitas Trisakti saat itu, Prof. Dr. Mudanton Murtejo, mengumumkan bahwa ada 4 mahasiswa Trisakti yang gugur saat mengikuti demonstrasi.
Selain itu, terdapat juga 2 korban tewas dari universitas lain, sehingga jumlah korban tewas pada tragedi Trisakti berjumlah 6 orang. Terima kasih telah menonton! Setelah jatuhnya korban tewas dan banyaknya korban luka-luka, pihak berwenang mulai melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Pada salah satu korban yang bernama Heri Hertanto, ditemukan serpihan peluru kaliber 5,56 mm di tubuhnya. Namun Jenderal Polisi Dip Yowi Dodo, Kapolri yang menjabat saat itu, membantah jika anak buahnya menggunakan peluru tajam. Kapolda Metro Jaya, Hamaminata, juga menyatakan bahwa polisi hanya menggunakan tongkat pemukul, peluru kosong, peluru karet, dan gas air mata.
Sampai saat ini, misteri penembakan tersebut masih terus menyelimuti sejarah kelam dalam tragedi 12 Mei 1998. Akan tetapi, 4 mahasiswa yang tewas dalam tragedi 12 Mei 1998 ini, akan dikenang sebagai pahlawan reformasi oleh pihak kampus dan namanya diabadikan menjadi nama jalan di kampus Usakti, Nagrak, dan Bogor.