Transcript for:
Pentingnya Moderasi Beragama di Indonesia

Cara-cara dakwahnya ini harus dirubah loh. Betul, betul. Islam itu harus responsif. Islam itu modern, Islam itu maju, Islam itu progresif. Ya, sangat liberal menggunakan akal, bahkan hal yang sudah dianggap established atau mapan selama ini pun juga diabaikan bagi dia. Jadi kalau orang yang nggak moderat nggak soleh gitu. Kita tidak bisa menyalahkan yang tidak moderat itu salah, sesat, dan sebagainya. Jangan dulu, tunggu dulu, lihat dulu dong. Mungkin dia punya argumen, mungkin dia punya dasar, dan sebagainya. Nah bagaimana kalau seolah-olah kampanye moderasi beragama ini sama dengan diartikan bahwa negara atau pemerintah ini mengatur tata cara orang beragama Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh kembali lagi bersama Wadkes Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Republik Indonesia Bersama saya Bu Editya dan rekan saya Rili Rahmawati Kali ini kita akan membahas tentang moderasi beragama langsung Bersama dengan Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI Prof. Tamarudin Amin Assalamualaikum Pak Waalaikumsalam Wr. Wb Kabarnya sehat ya Pak ya? Alhamdulillah Selalu sehat karena banyak tugas di belakang yang nanti Amin, amin, amin Kita mungkin akan Sobat Maska dulu silahkan ya oke teman Bimas dan Mas Boy Aditya berbicara tentang Indonesia ini kan sangat unik ya karena berbagai macam apa namanya, keberagaman itu ada disini agamanya, tradisinya, budaya semuanya. Salah satu hal yang saat ini selalu dikampanyekan oleh Kementerian Agama itu adalah tentang moderasi beragama. Ini Pak Dirjen, ini kan satu poin, ngomong-ngomong kita ditutupi poin ya, openingnya pakai satu poin, bahwa moderasi beragama ini sudah sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu ya. Pak Dirjen, digaungkan oleh Kementerian Agama dan sampai kepada kita para penyuluh juga selalu mengkampanyekan masalah moderasi agama. Dan sampai sekarang ini masih terus berlanjut. Nah kenapa sih kok kayaknya terus itu harus sampai kapan itu digaungkan moderasi beragama? Apakah nggak ada semacam satu kritikan juga dari masyarakat? Nggak bosen apa ngomongin moderasi agama? Silahkan Pak Dirjen. Ya, Mbak Lili, Mas Boy yang saya hormati. Jadi... Indonesia sebagai mega diversity country, negara yang paling diverse, paling beragam, paling plural, paling majemuk. Tantangan paling mendasar, tantangan paling fundamental yang sedang dihadapi bangsa ini adalah bagaimana memanage diversity ini. How to manage diversity. Ya karena kita seperti yang tadi disampaikan bahwa kita adalah negara bangsa yang multicultural, yang memiliki tingkat keragaman yang sangat luar biasa. Saya menyebutnya sebagai mega diversity country. Nah, oleh karena itu membutuhkan sebuah instrumen untuk bisa memanage diversity ini. Nah, salah satu instrumen yang kira-kira paling powerful, strategis, dan diasumsikan atau dianggap bisa mengatasi diversity ini adalah moderasi beragama. Moderasi beragama ini adalah sebuah instrumen yang secara global sesungguhnya, bukan hanya di Indonesia. Tapi Uwak Satiyatul Islam ini sesungguhnya adalah sebuah gerakan global menurut saya ya karena kita lihat di Cairo, di Mesir juga begitu gencarnya Al-Azhar misalnya mempromosikan itu. Kemudian di Jordan ya The Aman Message itu juga dideklarasikan oleh Raja Jordan beberapa tahun yang lalu. Juga sangat luar biasa gaungnya bahkan di Eropa Amerika moderasi beragama ini juga memang. menjadi isu global yang menurut saya perlu dibunuhkan, perlu diimplementasikan dan apalagi dalam konteks Indonesia sebagai the most diverse country ini sebuah keharusan, sebuah kenisjayaan, kemestian untuk kita promosikan. Saya ingin mengutip sebuah statement dari seorang teolog liberal Kristen bahkan yang bernama Albert Hans Kung pernah mengatakan begini No peace among nation without peace among religion. And no peace among religion without dialogue between religion. And no dialogue between religion without investigation of the foundation of religion. Tidak ada kedamaian di dalam sebuah bangsa, antar sebuah bangsa tanpa kedamaian antar agama. Dan tidak ada kedamaian antar agama tanpa dialog antar agama. Tidak ada dialog antar agama tanpa the investigation of the foundation of religion. Tanpa investigasi mendalam terhadap fondasi-fondasi agama. Jadi setiap kita, apapun agamanya, harus melakukan investigasi fundamental terhadap fondasi agama kita. Islam harus faham agamanya dengan benar, Kristen juga demikian, semua agama harus memahami itu. Nah moderasi beragama ini adalah salah satu bentuk. Investigation of the foundation of religion. Karena sesungguhnya sekali lagi di negara konteks Indonesia yang sangat diverse ini, moderasi beragama menjadi sangat fundamental, menjadi sangat penting. Saya sering mengatakan begini, isu yang paling fundamental di negeri kita, dalam konteks Indonesia ya, di negeri kita Indonesia yang sangat diverse ini adalah isu tentang kerukunan, isu tentang management of diversity. Dan moderasi beragama adalah instrumen yang kira-kira sangat tepat, relevan untuk bisa mengatasi persoalan atau tantangan yang sangat luar biasa ini. Ya ini Pak Dirjen, ini kan juga mungkin masyarakat masih awam atau masih belum memahami. Sebenarnya seperti apa sih pemahaman agama yang dianggap moderat itu, Prof? Ya begini, kira-kira saya berikan saja ilustrasi supaya mudah difahami ya. Saya umat Islam. Saya Islam. I'm devout Muslim. Anda Kristen. Anda Hindu atau Buddha atau apa saja. Saya sebagai orang Islam, sebagai muslim beragama, saya pasti meyakini bahwa agama saya adalah agama yang paling benar. Itu tidak ada isu dan diskusi di situ. Agama saya adalah paling benar. Itu saya yakini sebagai seorang muslim. Tapi saya juga tahu, saya harus menyadari bahwa di samping saya ada orang lain. Ada Mbak Lili, ada Mouseboy. Yang juga memahami, meyakini secara jenuin, otentik, agamanya adalah agama yang paling benar juga. Kita sama-sama meyakini agama kita. Oleh karena itu, yaudah kita hidup bersama, kita jalan bersama sebagai umat beragama, kita sama-sama menjalankan agama kita. Saya tidak perlu mengajak Anda untuk ke masjid saya. Saya tidak perlu ke gereja Anda. Saya tidak perlu dalam hal teologis, kita lakum dinukum waliyadin kalau bahasa Islam. Tetapi dalam konteks berbangsa, bernegara, kita punya konstitusi yang sama. Kita punya bangsa yang sama, negara yang sama. Tidak ada diskriminasi di situ. Saya harus menghargai Anda sebagai seorang warga negara dan kita di depan hukum secara sosiologis dalam konteks berbangsa, bernegara. Kita sama-sama, kita harus saling menghargai. Bahwa kita berbeda, oke, berbeda agama. Tapi dalam kehidupan sosial kita, dalam kehidupan di depan hukum, dalam berinteraksi, di dalam... kehidupan politik dan lain-lain kita sama dihadapan bangsa dan negara. Sebagai seorang warga negara kita punya hak yang sama. Jadi saya sebagai orang beragama harus menghormati Anda. Atas keyakinan agama saya saya menghargai agama Anda. Saya menghargai Anda sebagai orang yang percaya kepada agamanya dan kita hidup bersama dalam negara bangsa yang bernama Indonesia karena negara kita dibangun atas kesepakatan kita bersama. Jadi kira-kira itu salah satu refleksi eksternalnya ya ketika kita dengan orang lain yang berbeda agama. Tapi dalam konteks agama yang sama, kita sama-sama muslim nih. Saya NU misalnya, Anda Muhammadiyah, itu sih gak ada masalah ya. Tuh gak ada bedanya sih NU Muhammadiyah ya. Yang penting al-sunnah ya. Al-sunnah ya. Saya sunni, Anda syia misalnya. Itu pun saya harus menghargai gitu. Kita harus menghargai. Ya sunni syia mungkin punya perbedaan fundamental secara epistemologis ya. Al-Quran kita sama, tidak ada bedanya Al-Quran kita. Tapi hadis kita beda kan. Saya punya Kutubu Sita, ada Kutubu Tis'a, saya punya sembilan, enam, bahkan lebih kitab yang saya kini itu berasal dari Nabi saya Muhammad SAW dengan proses kodifikasi sejarah yang sudah kita ketahui bersama. Tapi Anda juga punya kan, Anda punya Kutubul Arba'a sebagai orang Syia misalnya punya empat kitab juga. Ada Al-Kafi, karya Al-Kulaini. ada malayadur ul faqih misalnya, ada tahzib ul akam, dll. Itu juga Anda percaya dan Anda yakin bahwa itu dari Nabi juga kan. Kita punya tradisi yang berbeda dalam konteks sumber otoritas Islam kita dalam sunnah itu berbeda. Tapi Al-Quran kita sama. Saya harus menghargai Anda. Dalam kehidupan keagamaan, oke saya meyakini seperti ini, Anda meyakini itu. Kita menghargai itu. Jadi sebenarnya moderasi beragama itu adalah bagaimana kita bisa menghargai orang lain. Jadi toleransi. Jadi kalau biasa kira-kira bisa dikatakan bahwa salah satu karakter atau ciri khas moderasi beragama itu adalah toleran. Toleran dalam artian menghargai perbedaan, menghargai orang lain, memahami orang lain. Tetapi dalam konteks tertentu. Dalam konteks teologis, misalnya tentu tidak ada toleransi. Artinya akhidah itu tidak bisa toleransi. Kira-kira begitulah. Jadi sekali lagi kita menghargai perbedaan. Dan itu sangat penting dalam konteks negara bangsa yang sangat berbeda tadi. Istilahnya Pak Dirjan keren banget ya. Mega diversity. Karena memang Indonesia sangat terdiri dari beberapa suku. betul ada agama dan juga bahasa ya Iya banyak sekali ya sangat kaya saya dari Jawa Barat dari Sunda dari Makassar ya dari Makassar ya kita sudah menjalankan moderasi kehidupan apa sih sebabnya Kenapa kok kayaknya penting banget itu moderasi apakah memang situasi bangsa Indonesia saat ini sedang sangat apa ya istilahnya sangat genting gitu terkait dengan adanya banyak berbagai macam perbedaan apakah sehingga itu digaungkan terus moderasi itu jadi pertama tadi dalam konteks keberbagaian dalam konteks keragaman kita harus moderat karena Orang lain punya pendapat masing-masing, punya dasarnya masing-masing. Kita harus menghargai itu. Itu satu. Yang kedua kalau dalam konteks Indonesia sekarang ini, memang banyak sekali aliran pemahaman ya. Fikiran, aliran pemikiran dalam Islam ya. Biasa kita kenal ada kelompok kiri, ada kelompok kanan, ada konservatif, ada liberal, ada islamis, ada radikal, ekstremis, dan ada juga moderat. Nah, mengapa? pemerintah, kementerian agama, mengapa kita memilih moderat ini? Ya tentu banyak sekali, kajiannya luas, dalam panjang, mengapa kita memilih yang moderat? Mengapa kita tidak memilih yang konservatif? Yang ultra konservatif? Apa itu konservatisme? Konservatisme itu adalah aliran pemikiran dalam Islam yang ingin mencontoh kehidupan pada abad pertama kedua hijriah. Ingin mengkopi-paste, menduplikasi. tanpa melakukan konteksualisasi. Jadi ingin memahami ajaran atau teks-teks keagamaan itu secara harfiah, secara literal tanpa melakukan konteksualisasi. Sehingga isu-isu tentang isu-isu modernitas seperti misalnya demokrasi, gender equality, ham, dan lain-lain itu bagi mereka tidak tertarik. Karena ingin menerapkan persis pada masa nabi abad ke-7. Tradisi awal-awal. Begitu juga budaya bagi mereka tidak begitu penting karena ingin menerapkan budaya Arab. pada abad ke-7 itu. Nah kita gak milih itu karena tidak produktif, tidak relevan. Islam itu harus responsif. Islam itu modern, Islam itu maju, Islam itu progresif. Islam itu harus kontributif, harus merespon isu-isu kebangsaan, isu-isu global, harus menjadi inspirasi, memberikan inspirasi dalam seluruh langkah dan aktivitas kita dalam proses berbangsa, bernegara, beragama gitu. Mengapa kita tidak liberal? Ya liberal juga. tentu bukan yang kita pilih ya karena tentu dalam apa namanya, dalam hal tertentu ya namanya juga liberal ya jadi misalnya bebas dan tidak merujuk kepada teks-teks keagamaan dia sangat liberal menggunakan akal bahkan hal yang sudah dianggap established atau mapan selama ini pun juga diabaikan bagi dia bisa dibilang over inovasi gak? Ya bisa saja seperti itu. Nah kita milih moderat. Moderat ini antara kiri dan kanan gitu. Jalan tengah seperti itu. Jalan tengah. Jadi kita dalam perfikir itu, dalam tradisi berfikir kita, kita menggunakan teks. Itu penting sekali. Tapi kita juga menggunakan logika. Kita menggunakan konteks. Kita menghargai budaya. Supaya Islam itu bisa berkontribusi. Bisa merespon isu-isu aktual. Bisa memberi inspirasi. Kalau kita milih yang konservatif, kita tidak bisa mengikuti tren modern. Kalau kita liberal, bisa kebablasan juga. Jadi kita memilih yang moderat. Itu dalam berpikir. Jadi dalam segala hal kita moderat. Jadi banyak sekali contohnya ya. Dalam akidah, dalam syariah, dalam akhlak. Juga ada yang moderat, ada yang ekstrim kiri, ada yang kanan. Contoh sederhana saja ya, kalau saya boleh beri. Contoh ya, misalnya beribadah ya. Dulu di zaman Nabi ada seorang sahabat yang datang kepada Nabi mengekspresikan religiositasnya, keberagamannya dengan bangga di depan Nabi. Ya Rasulullah saya ini tidak menikah, saya tidak kawin. Karena saya ingin fokus beribadah kepada Tuhan. Nabi bilang loh saya ini Nabi dan saya menikah. Beristri, saya punya anak. Ada juga sahabat yang berpuasa sepanjang hari, sepanjang malam. Nabi bilang, saya ini Nabi. Saya makan, saya minum, saya berpuasa, dan seterusnya. Jadi tidak perlu terlalu berlebihan. Tidak berlebihan ya. Jadi moderat saja. Ya kira-kira kalau kosa katanya itu, contoh yang sederhana ya. Dermawan misalnya. Dermawan itu kan... tidak boros, tapi juga tidak kikir kan, dia dermawan tidak pelit gitu tapi tidak boros juga, itu dermawan atau berani berani itu moderat karena yang ekstrimnya nekat dan penakut ya kan, nah kita milih yang moderat jadi yang tengah-tengah lah, yang moderat lah jadi dalam berpikir dalam bersikap, dalam perilaku keagamaan kita, itu kita harus moderat karena nah Apalagi dalam konteks Indonesia tadi ya, dan bukan hanya dalam konteks Indonesia, sebenarnya dalam konteks global ya. Jadi kalau moderasi beragama ini sebenarnya dalam istilah global itu, ya wassatiyatul islam itu isu yang sudah cukup lama sebenarnya, saya kira sejak atau pasca WTC ya, September 2011 ya, itu ada respon umat islam untuk memperkenalkan, mempromosikan bahwa islam itu tidak berguna. Islam itu damai, mempromosikan apa namanya kedamaian, ketenangan, kebaikan kebijakan dan lain-lain bukan yang ekstrim bahkan di dalam Al-Quran juga disebutkan bahwa betul, jadi menjadi rahmat bagi semesta kita sebagai orang Islam harus menjadi rahmat untuk orang Islam untuk non-Islam, semuanya bahkan untuk Untuk makhluk lah ya, untuk alam, untuk gini. Jadi konsep Islam itu sangat komprehensif sekali. Artinya isu moderasi beragama ini bukan satu hal yang baru dalam almuran ya Prof ya? Betul. Karena tadi ayat yang disampaikan, sebetulnya sudah sebagai, apa namanya? Sebagai satu petunjuk bagi umat Islam sendiri untuk menjaga rahmat bagi semesta alam tadi. Iya. Nah kalau selanjutnya. Moderasi beragama ini seperti apa yang sudah dijalankan oleh Kementerian Agama ini? Saya sudah ikut di klubnya loh. Oh sudah ikut di klubnya. Karena itu penting. Saya semuanya penyuluh ya, Pak Dirjen. Jadi memang ketika harus berhadapan dengan masyarakat, karena penyuluh itu kan bukan kerjaannya juga, pengabdiannya memang harus terjadi ke masyarakat. Nah modal pengetahuan tentang moderasi beragama ini untuk disampaikan kepada masyarakat secara umum ini, harus hati-hati juga. Karena di hadapan kita, masyarakat ini beragam pemikirannya. Jadi supaya nggak ada perdebatan yang sampai membuat gaduh, bahkan di WA, grup, dan lain sebagainya, ya kita seharusnya jadi kipas angin. Jadi begini, moderasi beragama ini harus dipromosikan, diamalkan bersama-sama secara kolektif. Mulai dari masyarakat. bangsa dan negara ada ekosistemnya lah kira-kira kalau boleh menyebutnya begitu ya mulai dari negara yang membuat regulasinya masyarakat yang mengamalkannya para pencerama, ASN TNI Pol, semua kita jadi tidak bisa yang moderate itu hanya 1-2 kelompok saja, 2 entitas saja, seluruh kita semua harus moderate oleh karena itu kita tidak pernah boleh berhenti mempromosikan moderasi ini, karena moderasi tadi itu yang kita jelaskan, jadi eee Menghargai perbedaan, kemudian jalan tengah, menghindari kekerasan itu pasti. Dan yang paling penting dalam konteks Indonesia yang harus kita ingat bersama adalah nasionalisme, kebangsaan. Menghargai konsensus nasional. Dan ini presidennya secara empiris dalam sejarah peradaban Islam juga sangat kuat sekali. Kita sama-sama ketahui. Ketika Nabi berada di Madinah, beliau membangun sebuah entitas politik yang sangat monumental kita tahu dengan tiaga Madinah itu. Di situ ada orang Muhajirin, kaum Muhajirin, kaum Ansar. Ada kaum Yahudi, Bani Quraishah, Kainuqa, Bani Nadir, dan lain-lain. Nabi kemudian membangun sebuah entitas politik bersama. Saya kira ini sebuah contoh empirik yang sangat monumental, yang luar biasa. Dalam Al-Quran dikatakan, misalnya yang menurut saya sangat relevan sekali kita kutip ya. Jadi Allah SWT tidak melarang kamu Atau bahkan menganjurkan atau memerintahkan kamu Untuk berbuat adil Berlaku adil Kepada siapapun Kepada mereka yang tidak memerangi kamu dalam agama Dan tidak mengusirmu keluar dari kampung Artinya siapapun kita harus berlaku adil Itu salah satu ciri moderat Moderat itu itidal, adil Walai jirimanakum shana'anu qawmin Ala'ala ta'dilu ya'dilu salah satu ciri moderat itu adalah adil tegak lurus menjalankan keadilan siapapun orangnya jadi penegakan hukum lah kepada siapapun itu sama di depan hukum, itu salah satu ciri khas moderasi beragama dan ciri khas moderat kita dalam berbangsa, bernegara saya ingat sekali ada sebuah hadis yang sangat berkesan sekali bagi saya Rasulullah pernah mengatakan begini Ini dalam konteks Madinah ya, ketika Nabi sudah membuat sebuah perjanjian piagam Madinah itu ditandatangani bersama oleh seluruh elemen masyarakat yang ada di situ. Kemudian Nabi mengatakan, Man kotala nafsa mu'ahada mingwairi hilliha, faharwamun alaihi jannah ayyashumarihaha. Orang siapa yang membunuh seseorang yang sudah terikat dengan perjanjian ini, apakah itu Muslim, apakah itu Kristen, Yahudi, atau siapapun. Padahal mereka sudah terikat perjanjian, barang siapa yang membunuh, akan haram baginya bau syurga, kata Rasulullah. Rasulullah marah sekali kalau ada orang yang mengingkari perjanjian, kesepakatan itu. Nah ini kalau kita tarik dalam konteks Indonesia, Indonesia ini kan negara perjanjian sebenarnya. Ya kalau Fikusiasinya Muhammadiyah kira-kira Darul Ahdi wa Syahada. Jadi ada kesepakatan. Pendiri bangsa kita, the founding fathers kita, mendirikan bangsa ini, kemudian kita punya konstitusi, Pancasila, undang-undang dasar. Nah ini adalah mu'ahadah sebenarnya. Jadi kita tidak boleh mengingkari itu, kita tidak boleh mengkhianati itu. Sebagai warga negara, sebagai warga bangsa, wajib hukumnya bagi kita, ini menurut agama ya, dari perspektif agama, perspektif moderasi beragama nih, wajib hukumnya bagi kita untuk taat pada konstitusi. Karena itu adalah hasil perjanjian dari the founding fathers kita. sebagaimana Rasulullah ketika mendirikan negara Madinah. Jadi sekali lagi bahwa moderasi beragama itu mengharuskan, mewajibkan warga bangsa untuk taat kepada agamanya dan juga kepada negaranya. Jadi religisitas dan nasionalisme itu sesuatu yang wajib hukumnya bagi warga negara. Prospektif moderasi beragama. Lalu kalau ini ada informasi ataupun rumor yang beredar bahwa kampanye moderasi beragama ini menyasar pada kelompok-kelompok tertentu, bagaimana menjawabnya? Oh iya, karena memang di luar sana banyak sih yang nanya. Apa publik beranggapan seperti itu? Ya tadi itu yang saya jelaskan bahwa kita lihatlah indikator-indikatornya tadi moderasi beragama itu kan. Pertama indikasi moderasi beragama itu dia taat menghargai. konsensus nasional. Nasionalisme tadi itu. Itu wajib hukumnya itu. Jadi siapapun di negeri ini, warga negara bangsa, di negeri ini wajib hukumnya untuk taat pada konstitusi. Salah satu perspektif moderasi beragama. Siapa yang disasar kalau begitu? Ya kan? Intinya adalah kita ingin supaya nasionalisme ini kita jaga bersama. Ini sangat penting karena diverse tadi itu. Jadi diversity itu berpotensi konflik luar biasa sebenarnya. Kalau kita tidak mengelolanya dengan baik. Jadi tidak ada yang bisa. Yang kedua, menghindari kekerasan. Kita tidak boleh menggunakan kekerasan dalam hal apapun, dalam konteks apapun. Kekerasan itu bukan metodologi yang dipilih oleh moderasi beragama. Kemudian menghargai budaya. Budaya itu penting sekali. Karena agama ini kan sesuatu yang berasal dari... sesuatu yang transcendent. Untuk memahaminya butuh wadah. Wadah itu budaya sebenarnya. Budaya ini adalah wadah. Untuk menerapkan, mengimplementasikan ajaran agama itu. Siapa yang disasar? Gak ada yang disasar. Kenapa kita memilih moderat? Seperti yang saya sampaikan tadi di awal. Bahwa kita tidak ultra konservatif. Karena faktanya kita hidup di abad modern. Kita tidak ingin, bukan kita mengabaikan semua yang datang pada abad ke-7. Tidak, tapi kita harus konteksualisasi. Kita hidup di negara... bangsa yang modern maka kita harus modern Islam harus modern kita tidak liberal karena liberal mengabaikan teks-teks keagamaan yang juga sangat penting sekali jadi saya kira tidak betul kalau moderasi beragama itu menyasar kelompok jadi semuanya itu begini kita memang sedang berkontestasi sebenarnya ya kita sedang dalam era globalisasi dalam era kemajuan teknologi informasi sekarang ini kita sedang berkontestasi untuk mempromosikan sesuatu yang kita anggap terbaik. Kita memilih jalan moderat ini. Kita mempromosikan moderasi berat. Orang moderat itu tentu tidak boleh dengan mudah menyalahkan orang juga. Kita tidak bisa menyalahkan yang tidak moderat itu salah, sesat, dan sebagainya. Jangan dulu. Tunggu dulu. Lihat dulu. Mungkin dia punya argumen. Mungkin dia punya dasar, dan sebagainya. Jadi saya kira kita harus konsisten juga dalam mempromosikan moderasi ini. Nah ini the pointnya, jadi sekalipun mungkin kita punya pemikiran moderat beda dengan yang lain, ya jangan menyalahkan dulu, jangan menjudge ya. Karena kan terkait dengan bagaimana secara orang mengamalkan agamanya itu kan hak asasi. Nah bagaimana kalau seolah-olah kampanye moderasi beragama ini sama dengan diartikan bahwa negara atau pemerintah ini mengatur tata cara orang beragama. Gimana Pak? Gini, jadi ketika agama berada di ruang pribadi, berada di kamar, di ruang sunyi, di ruang privat, tidak ada yang bisa mengurusi itu, itu urusan pribadi masing-masing. Tapi ketika agama berada di ruang publik, ya negara harus hadir dong di situ. Negara harus hadir untuk memberi fasilitas, memfasilitasi. memberikan ruang untuk bisa beraktualisasi kepada siapapun yang beragama. Jadi negara ini memberikan ruang, ini jamin oleh undang-undang, memberi ruang kepada seluruh warga bahasa untuk beragama sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya masing-masing. Jadi negara tidak menghalangi itu. Nah inilah uniknya Indonesia ini. Indonesia adalah bukan negara teokrasi, bukan theocratic country. Bukan negara teokrasi seperti Iran, seperti Saudi, Sudan, atau Fatikan. yang menjadikan salah satu agama sebagai konstitusinya. Indonesia bukan anti-okrati country. Tapi Indonesia adalah negara yang beragama. Bukan negara agama, tapi beragama. Kita bisa lihat, saya kira ada contohnya yang sangat konkret sekali. Kita punya undang-undang perkawinan. Kita punya undang-undang peradilan agama. Kita punya undang-undang zakat. Punya undang-undang wakaf. Kita punya... undang-undang haji ya undang-undang pesantren itu betapa negara ini mengakomodir agama meskipun bukan negara agama tapi sangat akomodatif dan diinspirasi oleh agama itu jadi hukum positif kita itu sangat terinspirasi oleh ajaran agama jadi betul sekali kata Pak Menteri sebenarnya Pak Menteri itu kan di awal diangkatnya beliau menjadi Menteri mengatakan bahwa agama sebagai inspirasi. Dan saya kira ini sudah terimplementasi secara empiris, secara sangat bagus dalam proses perbangsa bernegara kita. Tadi Pak Dirian sempat mengutip pernyataan Pak Menteri Pak Yakut Holi Komes yang menyatakan agama adalah inspirasi. Saya juga mau mengutip kata-kata sebelumnya ketika dia dilintik adalah saya ingin kementerian agama menjadi kementerian bagi semua agama. Apakah ini merupakan bahwa Pak Menteri mencoba menghilangkan stereotip bahwa Kementerian Agama adalah Kementerian Agama khusus bagi umat Islam. Saya kira apa yang disampaikan beliau sangat betul sekali dan itu sudah secara faktual kita rasakan, kita alami. Dan dari sisi struktur Kementerian Agama saja kan ada Direktur Jeneral Kristen Hindu Buddha, bahkan ada Kong Hucu juga gitu. Sehingga... Ya kementerian agama adalah kementerian semua agama. Artinya bukti betapa negara ini hadir untuk memfasilitasi. hadir untuk memberikan ruang kepada seluruh warga bangsa untuk menjalankan agamanya sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan masing-masing. Di konteks saat ini, Pak Dirjeni, kayaknya di kampus, itu banyak orang yang semakin hari gampang menjudge si A radikal, si B radikal. Jadi seolah-olah sesuatu yang sangat bikin gaduh. Nah melihat kondisi kayak begini, bagaimana pemerintah untuk bisa mendekati memang kelompok-kelompok yang dianggap radikal? Karena ini penting supaya moderasi beragama itu betul-betul berjalan dengan santai, dengan nyaman gitu kan. Ya, jadi orang yang dengan mudah dan gegabah memberikan judgement kepada seseorang itu bukan orang moderat. Ya, itu dia. Jadi orang moderat itu ya tunggu dulu dong, lihat argumentasinya, lihat dasarnya apa. Jadi kita tidak mudah memberikan judgement kepada siapapun. Nah apa yang dilakukan Kementerian Agama dalam mempromosikan moderasi beragama ini? Sungguh sangat banyak sesungguhnya program-program Kementerian Agama. Ya termasuk tadi Mbak Lili sendiri menyampaikan para penyuluh-penyuluh agama kita yang merupakan garda terdeban Kementerian Agama untuk mensosialisasikan, menyampaikan ke masyarakat secara langsung, itu juga dilakukan peningkatan kapasitas. peningkatan kompetensi dan pemahaman tentang moderasi beragama. Karena mereka inilah yang akan menyampaikannya ke masyarakat. Agen yang sangat strategis untuk menyampaikan pesan-pesan moderasi itu. Jadi moderasi beragama sekali lagi harus dilaksanakan, dijalankan oleh seluruh agama bangsa. Baik cara berpikir, cara bersikap, dan praktek-praktek keagamaan kita, itu harus kita laksanakan secara bersama-sama. Mungkin kata kuncinya orang yang moderat itu Toleran. Oh iya betul. Jadi kalau ada yang tidak toleran. Berarti dia bukan. Salah satu itu. Salah satu kata kuncinya. Indikatornya moderat itu toleran. Tesamuh ya. Jadi di samping tawasud. Ada juga ya tidal. Tenggak lurus tadi itu. Kemudian ada tesamuh juga. Tesamuh itu toleran. Jadi toleran terhadap perbedaan. Toleran terhadap orang yang berbeda kelompok. Berbeda agama. Berbeda. pandangan dan seterusnya. Karena bukan pengkota-kotakan ya, ada yang mengatakan bahwa ini kelompok radikal, ini kelompok moderat, ini kelompok liberal. Tapi sesungguhnya yang radikal itu nggak mau dibilang radikal. Yang liberal juga nggak mau dibilang liberal. Jadi bagaimana? Tapi ada semacam satu label, ini kelompok radikal, ini kelompok moderat. Jadi bikin bingung lagi. Betul. Ya, mhm. Jadi memang terminologi radikal ini bisa debatable ya. Mungkin lebih tepatnya kelompok ekstrim saya kira ya. Jadi radikal itu kan dari kata-kata radix sesungguhnya. Jadi percaya sesuatu sampai ke akar-akarnya. Kalau ingin melakukan perubahan radikal artinya secara fundamental ingin dilakukan perubahan. Nah kalau ingin apa namanya menyampaikan pesan-pesannya secara ekstrim mungkin ya itu yang barangkali perlu dikategorikan. Ya dikategorisasi bukan radikal. Radikal memang sesuatu yang ya agak debatable. Pendefinisianya ya bisa berbeda-beda, bisa kontroversi juga. Nah zaman sekarang ya, Mas Boyo, Mas Adit, kan kalau YouTube, media sosial itu kan memang sudah bebas ya. Artinya semua orang secara individu maupun kelompok bisa mengekspresikan pemikirannya, bisa mengekspresikan gaya hidupnya, gaya beragama dan lain sebagainya. Nah ini kan untuk kaum milenial, Pak Dirjen yang kita khawatirkan. Ketika mereka menyaksikan tayangan-tayangan di media sosial ini kan tanpa saringan. tanpa saringan. Mereka rela mengorbankan uangnya untuk beli pulsa dsb. Tetapi kesiapan mereka dalam menerima pemikiran-pemikiran yang belum pernah mereka dapatkan selama ini tapi didapatkan di media sosial, ini juga harus difilter. Upaya apa yang harus dilakukan, Pak Dijen? Karena orang tua juga susah untuk meng-cover-nya. Ya inilah tantangan bagi Comrade. Komodrat ya, tantangan bagi kita semua, tantangan bagi pemerintah, tantangan bagi masyarakat, bagi civil society, bagi orang-orang Islam. Karena dalam era digital, setiap orang punya kesempatan yang sama untuk berekspresi, untuk menyampaikan pesan-pesannya. Nah makanya saya menyebutnya tadi bahwa sekarang ini adalah era kontestasi. Kita sedang berkontestasi. Nah nanti pemenangnya belum tentu siapa yang memiliki paham keagamaan yang luas dalam. Belum tentu. Tapi mungkin mereka yang intensitas kehadirannya di ruang publik itu lebih banyak. Mengisi ruang-ruang spiritual umat. Ruang-ruang spiritualitas masyarakat. Jadi kira-kira tantangannya adalah bagaimana kita bisa hadir lebih intensif. Ke ruang-ruang publik Bukan hanya di ruang Apa namanya di ruang Nyata ya tapi di ruang maya Di ruang digital itu tantangan kita Dan ternyata ini ada survei Yang dilakukan oleh teman-teman di PPIM Di UIN Jakarta Menurut saya ini Tantangan betul bagi kita semua Bahwa kaum moderat ini Harus lebih aktif lagi Misalnya begini temuannya itu adalah ternyata wacana keagamaan di ruang publik, di ruang digital itu didominasi oleh kelompok, kalau boleh untuk memudahkan pemahaman itu didominasi oleh kelompok konservatif dan itu dikonsumsi oleh anak muda milenial jadi kelompok-kelompok konservatif yang lebih aktif dalam kegiatan dunia maya. Artinya akses anak muda kita, anak-anak milenial kita itu lebih banyak mengakses konten-konten konservatif. Justru konservatif ya, bukan radikal yang seperti dianggap. Jadi kalau kira-kira boleh saya sedikit menjelaskan apa itu konservatif seperti yang saya jelaskan tadi. Ya tadi itu jadi isu-isu tentang modernitas. Itu itu tidak begitu menarik bagi mereka isu-isu tentang bagaimana Islam misalnya berinteraksi atau merespon realitas modernitas realitas globalisasi isu-isu gender, isu-isu tentang hak asasi manusia, tentang demokrasi atau kehidupan beragama di zaman modern itu bagi mereka bukan itu ininya, mereka lebih tertarik untuk mengangkat, mempromosikan cara beragama pada abad pertama kedua hijriah dulu di jaman nabi sahabat tanpa melakukan konteksualisasi memahaminya secara harfiah, jadi kira-kira metodologi berpikir mereka pemahaman mereka terhadap literatur keagamaan itu sangat literal sangat harfiah, nah itu yang banyak itu yang banyak mendominasi sosial media sekarang ini, dan itu diakses oleh kelompok milenial Ini tantangan bagi kita nih. Tantangan bagi saya tentunya ya terutama. Tantangan bagi penyuluh nih. Jadi penyuluh sekarang, penyuluh kita harus bertransformasi. Tidak lagi memadai berdakwah secara konvensional. Menjangkau kelompok-kelompok apa namanya, pedesaan saja. Harus menjangkau kaum urban. Menengah atas kaum urban, milenial, dan menggunakan medium yang paling efektif. media digital. Jadi harus bertransformasi. Kalau tidak, kita akan tergilas, kita akan tertinggal, dikalahkan oleh kelompok-kelompok tadi ini yang lebih kreatif, lebih inovatif, lebih agresif, dan lebih intensif. Ini tantangan kita. Dan tantangannya sangat luar biasa, Mas Adit, karena memang format-format ataupun tayangan-tayangan yang ditampilkan oleh kelompok-kelompok kita, para penyuluh ini. Insya Allah mudah-mudahan menderat ya, Prof. Amin. Harus menderat. Harus menderat. Itu tidak semudah yang entertain banget gitu ya. Betul. Karena kita kan isinya itu pasti edukasi. Kemudian informasi tentang hal-hal dari pemerintah apa yang harus dikampanyekan. Kemudian juga tentang agama. Jadi peminatnya ya begitu dah. Jadi harus sabar gitu. Da'wahnya luar biasa. Betul. Memang itu tadi seperti dikatakan bahwa itulah adalah tantangan. Karena memang kita kalau... bisa melihat ada semacam pergeseran kebudayaan ya dengan kaum muda sekarang yang lebih banyak menggunakan gadget lebih banyak menghabiskan waktu di media sosial. Dan lebih banyak menikmati yang fun-funnya aja gitu. Betul, betul. Cara-cara dakwahnya ini harus dirubah loh. Betul, betul. Jadi misalnya begini saya mengikuti kemarin hasil penelitian yang dilakukan teman-teman itu. Jadi cara berdakwah yang lebih inovatif kreatif itu yang milenial banget gitu. Iya. Jadi misalnya meluncurkan mengundang anak-anak muda milenial untuk Sepeda bareng, go-wes bareng, kemudian camping, gitu. Dikemas dengan gaya-gaya milenial. Sehingga anak-anak muda ini dengan mudah, dengan terlarik, mengikuti pesan-pesan disampaikan tadi itu. Kalau metodenya hanya melulu dakwah, itu tidak terlalu menarik bagi kelompok milenial. Jadi ini tantangan betul nih, Mbak. Tantangan kita bersama ini. Gede-gede cerah anak gue. Atau ngantuk mungkin ya. Jadi ya, jadi kemasannya harus dirubah, metodenya harus dirubah, kontennya harus dirubah juga. Ya, ada dakwah temen gitu ya. Betul, dakwah temen. Saya kira itu. Dan kita punya penyuluh kan cukup banyak ya Indonesia. Ya, kalau dilihat angka absolutenya sih besar, tapi sebenarnya masih sangat kecil. Kita punya 50 ribu, ya masih sangat kecil sih untuk konteks Indonesia. Iya, karena luas sekali dari Sabang sampai Merauke. Dengan variasi kapasitasnya juga ya. variasi kompetensinya, tantangan mereka sangat luar biasa. Jadi ini salah satu tantangan dan program prioritas di Bimas Islam adalah meningkatkan kompetensi dan kapasitas teman-teman penyuluh. Ini program Kementerian Agama. Tanggung jawab penyuluh juga, sekalipun mungkin nggak diperintah sama Pak Dirjen, yaitu perintah.. Siap, mantap. Apa panggilan hati, pengabdian. Pak Dirjen, sampai saat ini, setelah.. Sekian lama, kayak judul lagu, sekian lama mengkampanyekan nggak cuma Pak Dirjen, artinya Pak Dirjen sebagai termasuk kontrol test tertinggi di Kementerian Agama, ini progresnya itu sudah seperti apa? Karena mungkin sebelum-sebelumnya banyak terjadi keributan, beda pendapat, padahal pendapat itu katanya rahmat ya, tapi suka ribut sama-sama lain. Bahkan bukan cuma di dunia nyata, di dunia maya saja, di WA sampai musuhan. Padahal kenal, enggak. Cuma karena beda pendapat, jadi ribut. Nah progresnya setelah dikampanyekan dengan sebelum dikampanyekan, itu berapa persen? Wah ini pertanyaan yang sulit banget. Kayak peneliti gitu. Jadi gini, kalau kita melihat secara makro, tentu ada indikator makro lah. Kira-kira bisa kita ukur ya. Saya kira ada progres yang cukup signifikan. Misalnya hasil penelitian litbang tentang... Indeks kesolehan umat beragama itu ada peningkatan. Indeks kerukunan juga naik. Tapi saya mau sampaikan begini. Ini adalah kerja bersama sinergi yang luar biasa antara pemerintah dengan ormas-ormas Islam. Ormas Islam ini saya sering menyebutnya sebagai social infrastructure. Infrastruktur sosial yang telah menjadi perekat bangsa ini. Diversitas kita yang luar biasa tadi itu bisa direkatkan karena kita punya ormas-ormas Islam. Kita punya islamic based civil society. Kita punya pondok-pondok pesantren. Kita punya ormas-ormas Islam. Kita punya NU Muhammadiyah. NU Muhammadiyah ini yang kebetulan moderat ya. Kalau NU gak moderat, Indonesia ini dikenal sebagai negara yang tidak moderat. Kalau Muhammadiyah tidak moderat, maka dunia mengenal Indonesia sebagai negara muslim terbesar dunia yang tidak moderat. Tapi karena NU Muhammadiyah Moderat, maka dunia mengenal Indonesia sebagai negara muslim terbesar dan juga sebagai pusat moderasi agama di dunia. Itu yang harus kita syukur, kita banggakan. Nah, oleh karena itu dalam mengkampanyekan, mempromosikan moderasi beragama ini, kemitraan dengan Ormas ini menjadi sangat fundamental. Dan ini telah berjalan selama ini. Ini juga salah satu kelebihan dan keunikannya Indonesia. Karena antara pemerintah dengan ormas, civil society, itu hubungannya sangat sinergis. Sangat produktif. Saling membantu, saling kerjasama. Dan sama-sama bekerja untuk meningkatkan kesolehan umat lah kira-kira. Jadi NU Muhammadiyah, Al-Wasliyah, Matlawul Anwar, Al-Irshad, Nahdlatul Wotan, dan lain-lain. Sejumlah begitu banyak ormas kita. Secara umum, 99. 0,9 persen, 0,9 lagi, itu moderat. Ini yang harus kita banggakan dan harus kita rawat, harus kita jaga. Karena kita tidak boleh mengatakan everything is fine aja kok Indonesia itu. Or mas kita semua moderat kok. Gak bisa begitu, kenapa? Karena ya tadi itu di dalam era globalisasi, dalam kemajuan teknologi informasi, itu penetrasi masuknya faham-faham yang tidak moderat itu dengan sangat mudah. Mempenetrasi anak-anak muda kita. Sehingga kita tidak boleh santai, kita tetap harus antisipatif Kita harus merawat Keragaman ini, merawat peran kita bersama Merawat keindonesian kita Merawat moderasi kita Ini Kalau kita berbicara Ini mungkin cukup panjang nanti Jadi program Kampanye moderasi ini adalah Program yang abadi Karena ini juga Istilahnya kita mengimplementasikan Apa yang ada dalam ajaran Al-Quran itu sendiri Ya Allah Tadi kata Profesor katanya untuk meningkatkan kesalahan sosial. Jadi kalau orang yang gak moderat gak soleh gitu. Lagi-lagi begini, saya juga tidak mengatakan begitu ya. Sebagai orang moderat, kita harus ini. Jadi kesalahan itu kan ada kesalahan individu ya. Orang moderat itu soleh secara individu juga. Jadi orang moderat itu tidak berarti beragamanya setengah-setengah ya. Jangan sampai ada pikiran seperti itu. Orang moderat itu... Ya beragamanya setengah-setengah lah. Oh enggak, enggak banget ya. Jadi orang moderat itu ibadah mahdonya pastilah. Jadi dia sholat, dia puasa pasti banget ya. Bertahajud ya. Dan seterusnya gitu. Itu kesalahan individual ya. Kesalahan sosialnya juga iya. Jadi ya kita ini kan dituntut tidak hanya sholat secara individu. As a person. Tapi juga harus sholat secara... secara sosial ya makanya dalam Islam dikenal istilah ada ada ada filantropi Islam gitu kan ada zakat ada wakaf kita harus berinfak bersaudaka ya apalagi bersakat itu wajib hukumnya bahkan kita berwakaf itu kan ini juga yang menjadi program prioritas di kematian agama ini untuk mengkapitalisasi potensi dalam filantropi Islam yang sesungguhnya sangat dahsyat sebagai negara muslim terbesar dunia sebagai salah satu bentuk refleksi kesalahan sosial tadi karena di Islam juga mengenal Habluminaullah dan Hablumina precisely seimbang dunia dan akhirat seimbang, seimbang betul itu juga lagi nih, Anda menyebut lagi nih jadi keseimbangan gitu ya jadi salah satu ciri khas moderat itu adalah keseimbangan jadi keseimbangan dalam berbagai hal keseimbangan hidup dunia akhirat keseimbangan cara berpikir tadi, cara berberilaku itu seimbang. Jadi dunia dicari, akhirat juga dicari. Tidak berat sebelah. Itu salah satu. Itu ada pepatahnya juga itu. Apa itu? Bekerja lah, mengajar dunia selolah hidup selamanya ya. Oh gitu. Mengajar akhirat, selolah mati esok kan seperti itu. Betul sekali. Yang mali dunia ke anak. Ya betul sekali. Jadi ingat lagi tuh Bapak Naya itu. Itu aja. Itu ajaran sama sesekolah itu ya. Dan sebetulnya istilah toleransi beragama, toleransi dengan umat beragama, internal umat beragama, antara umat beragama ini juga udah diajarin dari zaman SD kali ya. Dari zaman pendidikan, sekolah. Makanya hafal itu tiga poin itu. Jadi sampai sekarang memang Ternyata udah lama juga itu moderasi beragama dari pemerintah pusat. Betul, betul. Pelajaran kita kan dulu nggak ganti-ganti, Pak Dirjen PMP. Saya udah PPKN. Oh udah PPKN. Lalu bukan saya dong. Saya PMP dulu. Oh PMP. Masih PMP. Nah sampai sekarang judulnya istilahnya moderasi beragama. Moderasi beragama. Lebih up to date istilahnya. Mudah-mudahan teman milenial Bimas Islam ini juga menyimak dengan baik. Betul. Artinya konsep ataupun... Maruah tentang moderasi beragama ini sudah mendarah daging dalam diri kita karena kalau orang yang sudah mulai menjaj, artinya dia bukan moderat. Bukan, jangan tahu cepat, jangan bergabah. Gampang menilai ya, jangan gampang menilai. Jangan terlalu begitu, ini langsung nilai. Contoh sederhana ya tentang cara berpakaian misalnya. Begitu orang pakai celana cingkrang, oh itu radikal. Oh itu nggak benar, nggak boleh dong. Orang pakai cadar, oh itu radikal. Itu secara parsial mungkin saja iya, tapi kita tidak boleh kegabah. Dan sampai orang menggunakan itu karena dia merasa bahwa itu adalah bentuk ekspresi keberagamaan yang otentik. Yang jenuin, yang dia rasa bahwa saya dengan berpakaian seperti ini, saya merasa dekat dengan Tuhan. Saya merasa privasi keberagamaan saya lebih terasa. Masa orang seperti itu kita klaim sebagai orang radikal dan sebagainya. Jadi tidak boleh mudah kita tidak boleh gegabah untuk memberikan judgement kepada seseorang. Itu salah satu ciri khas orang moderat. Karena simbol-simbol agama gampang menjadi pemicu juga ya. Terhadap apa namanya tidak nyamannya moderasi beragama itu berjalan. Ada labeling juga di tengah persepsi publik ya melihat. Orang tadi seperti yang disampaikan Pak Dirjen, cari perbakaian sebetulnya kan tidak menjadi judgement. Betul. Tidak terlalu tergesa-gesa. Karena dalam moderasi yang paling sangat seksi adalah masalah rasis ya Pak Dirjen ya. Karena belum lama ini juga banyak terjadi perbedaan pendapat bahkan sampai memunculkan satu pendapat-pendapat yang tidak mengenakan. Tentu masalah nama simbol-simbol keagamaan. Iya, betul. Baik ini menarik sekali ya mudah-mudahan manfaat ini. Pak Dirjen terima kasih. Sama-sama. Masya Allah ini Pak Dirjen ya referensinya ini buku berjalan. Ya memang kalau membicarakan masalah Bimas Islam itu seperti yang tadi disampaikan itu mengurusi dari sejak lahir bahkan. Lahir sampai wafat. Wafat bahkan setelah wafat lagi. Iya betul. Nah ini adalah satu kesempatan yang luar biasa bagi saya pribadi bisa berjumpa dengan Pak. dirijen secara langsung terkait tentang pembahasan kita di masalah moderasi beragama. Lebih-lebih tentang penguatan peran penyuluh di tengah-tengah masyarakat yang memang harus diketahui oleh banyak masyarakat bahwa kementerian agama ini punya tentara. Tentaranya itu adalah para penyuluh yang siap terjun di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan pemahaman dan juga memberikan informasi yang mudah-mudahan bisa semakin terang-berang Amin, amin Pak Dirjen semangat terus, selamat bertugas, sukses selalu dan mudah-mudahan moderasi beragama terus berjalan dengan baik silahkan ditutup Mas Aditya demikian tadi perbincangan kita bersama dengan Dirjen Bimas Islam yakni Prof. Kamarudin Amin terkait dengan moderasi beragama kita akan jumpa kembali di podcast To The Point Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh