Transcript for:
Kepemilikan dan Aspek Hukum

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, hamdana syukranillah, salam sejahtera, salam ala rasulillah, wa ala alihi wa sahbihi wa mawala, wa la hawla wa la quwwata illa billah, rabbi suruhli, sholatul wasir, li amri, wa halul okhidatam, li li saniyat, qawwukawli, amma ba'an. Apa kabar semuanya, ade-ade, mudah-mudahan kita semuanya diberikan kesehatan oleh Allah, dan mudah-mudahan pandemi COVID-19 setelah berakhir dari bumi kita tercinta. Baik, hari ini kita akan melanjutkan kembali materi kita tentang kepentingan, pemilikan atau dalam bahasa Arabnya disebut sebagai milkiah.

Nanti yang akan kita bahas itu ada beberapa hal. Di sini, ada kepemilikan itu, nanti ada kepemilikan yang utuh, kepemilikan tidak utuh, terus kemudian ada kepemilikan barang, ada manfaat. Nanti kita akan bahas itu semuanya di materi kita.

Nah, sebelum materi ini dimulai, mari kita membaca surah Al-Fatihah bersama-sama. Mudah-mudahan apa yang akan kita pelajari bersama hari ini bisa manfaat di din dan dunia hatta'l akhirah. Iridallah wa'l-ishafa'ati rasulillah sallallahu alaihi wasallam alaihi wa sallam al-Fatihah. Baik, kita langsung saja tentang dalil yang digunakan sebagai legalitas tentang kepemilikan.

Sebagaimana firman Allah yang termaktub dalam surat Al-Ahzab ayat 50. Bismillahirrahmanirrahim. Nah, dari dalil di atas, maka ada poin di sini. Kepemilikan adalah hubungan secara syariat antara harta dan seseorang yang menjadikan harta terkhusus kepadanya dan berkonsekuensi boleh ditasarufkan dengan segala bentuk tasaruf selama tidak ada pembekuan tasaruf. Nah, seseorang yang mendapatkan harta dengan cara yang dilegalkan syariat, maka harta tersebut terkhusus kepadanya boleh dimanfaatkan. dan boleh ditasarufkan kecuali orang-orang yang dibukukan tasarufnya seperti anak kecil dan orang gila.

Nah, ada pun tasaruf wali anak kecil dan wakil dalam transaksi wakalah terhadap suatu barang bukan atas nama kepemilikan namun atas nama pergantian atau niabah yang dilegalkan syariat. Jadi di sini misal contoh yang paling sederhana saja, ini yang paling kecil. Kita diberikan oleh orang tua kita laptop misalnya. Nah, Berarti laptop itu adalah hartanya dan seseorang tersebut. Maka dia punya hubungan secara syariat bahwa harta yang berupa laptop itu adalah milik kita.

Tidak boleh diambil paksa oleh orang lain, tetapi laptop tersebut boleh ditasyarokan. Kecuali pada beberapa hal tertentu, misalnya kita masih kecil. Ada anak usia 5 tahun, dia belum bisa, artinya dalam artian kan 5 tahun belum.

terkena hukum ya, maka si anak usia 5 tahun ini ketika dikasih laptop, maka dia tidak punya hak untuk, artinya dibekukan itu artinya tidak bisa memberikan kepada orang lain, kecuali diwakilkan. Nah, selanjutnya kita akan menuju ke macam-macam kepemilikan. Sesuai dengan peta konsep tadi, ada dua macam kepemilikan. Yang pertama adalah kepemilikan utuh dan kepemilikan tidak utuh.

Kepemilikan utuh itu yang bagaimana? Yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang sekaligus manfaatnya. Maka ia bebas mentasarufkan barang tersebut, baik tasaruf terhadap barang dan manfaatnya, seperti menjual, mewakafkan, menghibahkan, dan mewasiatkan atau tasaruf terhadap manfaatnya saja, seperti menyewakan dan juga meminjamkan. Jadi, kalau misalnya meminjam tentang...

ke pemilikan utuh itu berarti kalau misalnya tadi kita dikasih laptop ya, berarti laptop ini secara utuh itu adalah milik kita. Sudah tidak ada embel-embel, ini miliknya si A tambah si B atau apa. Tadi kan sudah diberikan utuh, atau itu kan pemberian.

Boleh jadi kita punya uang, kita membelikan uang itu berupa laptop. Maka kita punya hak bebas mentasaruf. Barang tersebut Baik barang maupun manfaatnya. Misalnya manfaat, taruh misalnya. Eh, kamu tak pinjemin laptopku ini ya, tapi kamu tidak punya hak atas laptop ini.

Laptopnya milik saya, tapi manfaatin dulu. Itu tasarof berupa manfaat. Taruh misalnya tasarof barang.

Berarti kita punya hak untuk menjual, kita punya hak untuk mewakafkan, kita punya hak untuk menghibahkan, ataupun memasiatkan barang tersebut. Itu berupa laptop. tersebut kepada orang lain.

Kemudian, sebab-sebab kepemilikan utuh itu ada empat. Yang pertama adalah istilah ala almubah, yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang yang belum pernah berada dalam kepemilikan seseorang dan tidak ada larangan syariat untuk memilikinya. Contohnya misalnya menangkap ikan di laut. Nah, di laut ini kan tidak ada misalnya. Kalau misalnya ditambak, kalau misalnya di kolam, itu beda lagi.

Kalau di laut ini Allah sudah memberikan seluas-luasnya lautan untuk kita ambil. Nah, makanya ikan di laut ini tidak ada kapling. Ini miliknya si A, ini miliknya si B.

Maka ini bisa kita manfaatkan, bisa kita miliki ketika kita mengambilnya di laut. Kemudian ada lagi mengambil air dari sumber. ataupun berburu hewan. Kalau di hutan kan tidak ada coupling.

Ini hewan miliknya si sodagar itu. Ini miliknya si A dan B. Seperti itu.

Kemudian ini syarat kepemilikan dengan cara ini, ini ada dua. Yang pertama, belum pernah berada dalam kepemilikan seseorang. Artinya ketika kita nangkap ikan di laut, bukan berarti kita nangkap ikan yang sudah ditangkap orang lain, bukan. Kita nangkap, benar-benar nangkap.

Yang kedua adalah kesengajaan untuk memiliki. Jika tidak ada kesengajaan, maka tidak berkonsekuensi kepemilikan. Seperti yang burung masuk ke kamar seseorang.

Ini sengaja. Yang kedua, al-ukud. Yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang dengan cara transaksi.

Bisa hibah, bisa jual-beli, bisa pinjam-meminjam, dan juga sebab yang lainnya. Jadi ada transaksi. Ada hubungan muamalah di sana. Kemudian yang ketiga secara halafiah yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang dengan cara pergantian Baik berupa pergantian orang yang dikenal dengan istilah warisan Atau berupa pergantian barang yang dikenal dengan istilah ganti rugi Nah halafiah ini ada dua, yang pertama adalah warisan, yang kedua ganti rugi Jadi kalau mewarisan itu misalnya si orang tua mewariskan hartanya untuk anaknya Ya sudah selesai Yang kedua ganti rugi, misalnya jadi ganti rugi kalau saya merusakkan barang itu berarti dia ada kewajiban untuk mengganti, maka ini yang menjadi halafi yang ganti rugi itu tadi.

Kemudian yang keempat adalah tawal al-mamluk, yaitu kepemilikan seseorang terhadap barang hasil dari apa yang dimiliki. Seperti buah dari pohon yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki, dan susu kambing dari kambing yang dimiliki. Jadi misalnya kita punya sapi. sapinya kita itu lagi bunting nah anak sapi yang ada dalam buntingannya dalam perutnya si sapi itu yang milik kita susu yang dari kambing yang diperah itu juga milik dari kita jadi kita nanam rambutan terus kemudian rambutan itu berbuah itu milik kita karena kita yang nanam dan kita yang memiliki pohon itu beda lagi kalau misalnya kita lewat habis itu ada ini ya biasanya kan waktu kecil itu sering Paling enak itu misalnya, apa ya istilahnya, ngambil jambu dari jalan, itu beda lagi.

Nah, kemudian yang kedua kepemilikan tidak utuh. Kepemilikan tidak utuh ini adalah kepemilikan seseorang terhadap barang atau manfaatnya saja. Jadi sebagian gitu ya.

Kepemilikan barang ini, kepemilikan seseorang terhadap barangnya saja, yakni barangnya ia miliki. Sedangkan manfaatnya untuk orang lain. Kalau misalnya, ini yang paling sederhana saja.

Tadi yang saya coba di awal. Saya punya laptop, kemudian laptop itu adalah milik saya. Tetapi saya pinjamkan kepada orang lain. Kamu boleh pakai sepuasmu laptop ini, tapi laptop ini tetap milik saya.

Itu kepemilikan barangnya tadi ya. Oh, maaf. Berarti kita punya barang, tapi kita tidak punya hak memanfaatkannya.

Jadi, barang itu sudah dipinjam orang lain. Maka kita tidak punya hak untuk memanfaatkan itu Atau misalnya kita sudah menyewakan kepada orang lain Nah contoh yang ada di sini adalah Ahmad berwasiat kepada Yasir untuk menempati rumah Ahmad selama Yasir hidup. Jika Ahmad meninggal, maka kepemilikan rumah, ini barangnya saja ya rumahnya ya, berpindah kepada ahli waris Ahmad dengan sistem warisan.

Sedangkan manfaat rumah milik Yasir itu selama hidup dengan sistem wasiat. Jika Yasir meninggal, maka kepemilikan rumah baik barang dan manfaatnya kembali kepada ahli waris Ahmad. Ini tadi.

Jadi... Ahmad berwasiat kepada Yasir, jadi Ahmad itu yang punya rumah, Yasir itu orang yang ada di sana. Nah, si Ahmad itu punya anak yang lainnya.

Yasir itu menempatkan di sana kan ketika si Ahmad meninggal, maka Yasir punya hak sampai dia meninggal. Tapi ketika Yasir selesai, maka ya hartanya ya kembali kepada anaknya si Ahmad tadi, gitu ya. Kemudian kepemilikan manfaat kayak apa? Ya tadi pinjem laptop tadi. Nah, berdasarkan transaksi.

Jadi dia tidak punya hak memiliki tersebut. Misalnya kita mobil rentalan, kita tidak punya mobilnya, tapi kita punya hak untuk memanfaatkannya, kayak gitu. Jadi barangnya ya tetap milih orang lain, kayak gitu. Nah, ini ada transaksi pinjam-meminjam, transaksi persewaan, transaksi wakaf. Ini boleh menggunakan barang wakaf atau mempersilahkan orang lain untuk menggunakannya jika ada izin dari pihak wakif ya, orang yang memakafkan itu.

Karena wakaf adalah memberikan kepemilikan manfaat dengan cara... pembekuan taseruh pada fisiknya. Jadi, kita tidak punya hak untuk memiliki barangnya, tetapi kita bisa memanfaatkannya, kayak gitu ya istilahnya. Kemudian transaksi wasiat manfaat, seperti dalam contoh kepemilikan barang selama yasir hidup, manfaat rumah yasir, sedangkan fisik rumah milik ahli waris Ahmad tadi. Nah, kita menuju ke selesainya hak pemanfaatan barang.

Kapan sih hak pemanfaatan barang itu selesai? Ada tiga hal yang menyebabkan kemanfaatan barang itu selesai. Yang pertama ya, habisnya waktunya telah disepakati dalam transaksi.

Misalnya saya menyewa mobil, saya menyewanya cuma satu bulan. Nah, satu bulan selesai ya selesai. Yang kedua, barangnya rusak. Nah, kalau misalnya barangnya rusak, barang sewa atau barang pinjaman rusak, dalam pertengahan waktu ya telah ditentukan ya.

Jadi ada istilahnya kalau misalnya barang rusak, ini kan tadi di awal sudah ada istilah menghenti. Kemudian meninggalnya pemilik barang, artinya jika pemilik barang meninggal, maka hak pemanfaatan barang dinyatakan selesai. Ini berlaku jika hak pemanfaatan barang dimiliki dengan cara transaksi.

Jadi, karena transaksi ini tadi ya, jadi kalau misalnya pemilik barangnya ini meninggal, maka hak pemanfaatan barang ya dinyatakan selesai karena kembali lagi ya. Kemudian akot. atau disebut sebagai transaksi ini tadi, dalil yang menjadi dasar legalitasnya adalah ya ayuhal latina'a manu'awfu bina'u'bud.

Hei orang-orang yang beriman, penuhilah akot-akot itu. Secara bahasa, akot adalah hubungan antara beberapa hal. Secara istilah, akot memiliki dua makna, yaitu makna umum dan makna khusus. Nah, definisi akot secara umum adalah rencana seseorang untuk mengerjakan sesuatu, baik atas dasar keinginan tunggal, seperti akot wakof dan talak, Atau butuh dua keinginan untuk mewujudkannya, seperti akot jual-beli dan akot perwakilan.

Jadi, dua orang ya, ada imbal balik gitu maksudnya. Ada pun definisi akot secara khusus adalah ijab dan kobul dengan cara dilegalkan syariat dan berkonsekuensi terhadap barang yang menjadi obyek akot. Sehingga mengecualikan cara yang tidak dilegalkan syariat, seperti kesepakatan untuk membunuh seseorang, maka tidak dinamakan akot.

Perjanjiannya kayak membunuh orang. Kemudian macam-macam akad ini kalau berdasarkan objek akad. Ada dua. Akdon maliyun, yaitu akad yang terjadi pada objek akad berupa harta. Baik kepemilikannya dengan sistem timbal balik seperti akad banki atau jual beli.

Atau tanpa timbal balik seperti akad hibah pemberian dan akad kot. Utang-piutang ya. Yang kedua, akad dunwairu maliyin.

Yaitu akot yang obyek, akotnya tidak berupa harta seperti akot wakalah, perwakilan. Kemudian akot macam-macam akot, ini macam-macam akot berdasarkan boleh digagalkan atau tidak ada dua. Yang pertama adalah akot lazim dan juga akot jais. Nah, akot yang lazim ini tidak boleh digagalkan secara setihak tanpa ada sebab yang menuntut.

untuk menggagalkan akot. Seperti ada cacat dalam objek akot, akot lazim ini tidak bisa batal sebab meninggalnya salah satu atau kedua pelaku akot. Seperti akot ijaroh, akot hibah setelah barang diterima mau kublah atau pihak penerima. Yang kedua adalah akot jais, yaitu akot yang boleh digagalkan oleh pelaku akot, seperti perwakilan, akot wakalah ini tadi ya, atau penitipan barang watiah. Akot jais berbeda dengan akot lazim, yaitu jika salah satu pelaku akot meninggal, maka berkonsekuensi membatalkan akot.

Secara detail ini ada tiga macam lazim dari kedua pelaku akut, jaes dari kedua pelaku akut, lazim dari salah satu pihak, dan jaes dari pihak lain. Akut yang tergolong dalam kategori lazim ini ada 15. Nah ini tadi ya. Ada ba'i, ada salam, ada suluh, ada hawalah, ada ijaroh, ada musakoh, ada hibah, ada wasiat.

ada nikah, ada mahar, ada suluk. Ini diantaranya ada jenis-jenis akot yang tergolong dalam kategori lazim dari kedua pelaku akot. Yang 12 adalah etak 13 musabakoh, yang ke-14 kor, yang ke-15 ariah.

Nah, kemudian akot yang tergolong dalam kategori jaiz dari kedua pelaku akot ada 12. Yang pertama syirkah, ada wakallah, ada wadiah, ada kirot, ada hibah, ada ariyah, ada kodok, wasiat, wisayah, terus kemudian ada rohen, ada kod, ada jualah. Kemudian akot yang tergolong dalam kategori lazim dari salah satu pihak dan jaiz dari pihak lain ada delapan. Ada rohen, ada daman, ada kitabah, ada hibah, ada imamah, usmah, kemudian ada hutnah, Ada aman, ada juga jizyah.

Nah, macam-macam akot berdasarkan adanya imbalan atau tidak, ada dua. Ada akot mu'awadah, yang maksudnya adalah akot yang didalamnya terdapat imbalan, baik dari satu pihak atau kedua belah pihak. Seperti akot baik, ini ada transaksi jual-beli dan juga misalnya transaksi jual-beli, ada persiwaan.

Nah... Imbalan dalam traksasi jenis ini disyaratkan harus diketahui oleh kedua pelaku akut, sehingga tidak sah jika imbalan tidak diketahui oleh salah satu atau kedua pelaku akut. Nah, mu'awadah ini dibagi menjadi dua, yaitu mu'awadah mahto, yaitu setiap akat yang obyek akutnya bersifat materi dari kedua belah pihak, baik secara hakiki seperti akut jual-beli dan salam, atau secara hukum.

Seperti akot ijaroh dan mutarobah. Yang kedua adalah yaitu setiap akat yang obyek akatnya bersifat materi dari salah satu pihak seperti akot nikah dan polo. Atau tidak bersifat materi dari kedua belah pihak.

Ini artinya bukan berupa barang, berupa materi bukan. Artinya kayak ngomong, itu kan akot. Jelas ya, jadwal-jadwalnya kan kata-kata.

Tapi ini sangat bermakna sekali. Hulu pun juga demikian. Kemudian ada akad hutnah, senjata-senjata, dan akad kodok, kontrak hakim. Nah, yang kedua kita membahas akad tabarru.

Yaitu akad yang didalamnya tidak terdapat imbalan, seperti akad hibah atau transaksi pemberian. Akad tabarru ini ada lima. Ada wasiat, ada ikun, ada hibah, ada wakaf, ada hibah.

Kemudian macam-macam akot berdasarkan terpenuhi rukun dan tidaknya terbagi menjadi dua. Yang pertama adalah akot sahih, yang kedua adalah akot fasid. Nanti silakan ini dipelajari lebih lanjut ya, berkait dengan akot sahih dan fasid ini. Kemudian berdasarkan batas waktu, ternyata akot juga ada batas waktunya loh ya. Nah, akot...

Berdasarkan batas waktu ini ada akot-muakot, yaitu akot yang disyaratkan harus ada penyebutan batas waktu seperti akot pijaro. Jadi sewa-menyewa ini ada batas waktunya, bukan seumur hidup. Seumur hidup pun juga berwaktu ya. Nah, misalnya waktunya sebulan, dua bulan dan sebagainya. Transaksi pengairan juga musakoh ya gitu.

Sehingga tidak sah jika transaksi itu tanpa ada penyebutan batas waktu. Juga akan merugikan salah satu pihak kan ya. Kemudian yang kedua adalah akot mutlak.

Yaitu akot yang tidak diharuskan ada penyebutan batas waktu. Artinya penyebutan batas waktu dalam transaksi ini tidak menjadi rukun. Bahkan jika ada penyebutan batas waktu maka tidak sah.

Seperti akad nikah dan akad wakaf. Tadi kalau misalnya akad nikah ada transaksinya, ada batas waktunya, itu berarti kan nikahnya nikah mu'akad. Akad wakaf juga demikian. Jika dalam transaksi ada penyebutan batas waktu, seperti saya nikahkan Ahmad dengan Fatima dengan batas waktu satu tahun.

Ini nikah mu'akad yang dilarang dalam Islam. Maka akad nikahnya batal. Berbeda dengan akad mu'akad.

Karena penyebutan batas waktu dalam akad mu'akad menjadi lukon. Jadi misalnya saya nyewa baju ini selama tiga hari. Lebih jadi. akan salah juga, akan tidak boleh juga kemudian kita menuju ke Ihya'ul Mawad, atau membuka lahan mati dalil yang mendasari legalitas Ihya'ul Mawad ini ada hadisnya Rasulullah SAW yang artinya, bumi adalah bumi Allah hamba-hamba adalah hamba Allah, barang siapa membuka lahan mati, maka menjadi miliknya Yang kedua artinya barang siapa menghidupkan lahan mati maka ia berhak mendapatkan pahala. Dan sesuatu yang dimakan para pencari riski dirinya adalah sedekah.

Yang ketiga barang siapa mengolah lahan yang tidak dimiliki seseorang maka ia lebih berhak dengannya. Kemudian ihya ul mawat ini tadi berasal dari bahasa ihya yang artinya membuat sesuatu menjadi hidup. Sedekah mawat adalah lahan yang mati jadi menghidupkan lahan mati. Ada pun definisi Ihya Ul Mawat, ini secara istilah adalah mengolah atau menghidupkan lahan yang mati atau lahan yang tidak bertuan dan tidak dimanfaatkan oleh seseorang. Nah, hukum Ihya Ul Mawat ini adalah sunnah.

Karena memanfaatkan lahan yang kosong, lahan yang mati, menjadi hidup, menjadi bermanfaat. Maka, setiap orang Islam dianjurkan menghidupkan lahan mati, baik di daerah Islam atau di selain daerah Islam. Artinya, lahan itu tidak ada pemiliknya lah ya. Kalau lahannya orang memang sengaja dibiarkan mati Habis itu kalian datang langsung menanam ya nggak boleh Kemudian menurut Imam Zarkasi ada secara umum lahan dibagi menjadi tiga Mamlukah, Mahbusa, dan juga Manfakah Mamlukah itu apa? Lahan yang dimiliki seseorang baik dengan cara pembelian atau hasil dari pembelian orang lain Kalau Mahbusa, lahan yang tidak bisa dimiliki baik karena terikat dengan kepentingan seperti jalan raya dan masjid atau kepentingan individu seperti barang wakaf.

Yang ketiga, munfakah, yaitu lahan yang tidak terikat dengan kepentingan umum atau kepentingan individu. Yaitu lahan mati yang bisa dimiliki dengan cara ihya ulmawat. Kemudian struktur atau rukun dari ihya ulmawat ini ada tiga.

Ada muhi, ada muhya, dan juga ada ihya. Muhya itu siapa? Orang yang melakukan ihya ulmawat.

Muhyia itu siapa? Ya, lahan mati yang akan diolah. Kemudian, satu lagi adalah ihya. Ihya adalah proses pengolahannya lahan mati seperti apa. Jadi, sekali lagi saya sampaikan, bahwa rukun dari ihya ulmawat ada muhya, ada muhya, dan juga ada ihya.

Muhya adalah orangnya yang melakukan ihya ulmawat, muhya adalah lahannya, ihya adalah proses pengolahannya. Saya lanjutkan Dan ini saya tambahin Menurut Maliki Proses inhale mode bisa dilakukan dengan salah satu dari tujuh hal Membuat sumber air Jika penyebab lahan mati karena tidak ada air Membuang air Jika penyebab lahan mati adalah karena terkenang air Membuat bangunan Menanam pohon Bercocok tanam Menebang pohon Meratakan lahan dengan cara menghancurkan batu-batu yang besar Demikian apa yang bisa saya sampaikan Mudah-mudahan bermanfaat semuanya Saya akhiri dulu Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh