Ini cerita dari kematiannya Ace Hardware di Indonesia. Perusahaan yang dalam 15 tahun terakhir itu omsetnya 70 triliun lebih dan laba bersihnya, profitnya itu sampai 7 triliunan. Pertanyaannya kenapa mereka sampai harus rebranding ke ASCO?
Dan gue yakin 100%, banyak dari kalian tuh nggak tahu ini tuh bukan sekedar rebranding doang, bukan ganti nama biar keren. Orang bisnisnya doing well, omsetnya puluhan triliun dalam 15 tahun terakhir. Nah, ini tuh masalah lisensi, royalti, dan... Ini tuh sebenernya masalah keputusan bisnis aja Sebenernya memang ada kesempatan buat Tanda kutip f**k you in asing Biar brand lokal tuh bisa merajal lela Tapi kalian gak tau ada udang dibalik batunya Kalo semakin sering kita tanda kutip f**k you in asing Misalnya kayak kasus Lays Di Indonesia kan berubah jadi Citatolite KKV juga udah berubah Dan ini dampaknya bakal kemana-mana Sampai ke semua perusahaan retail di Indonesia Menurut gue bakal ngalamin ini nih Goodbye Ace Hardware, Hello Asko Dan mari kita pelajarin yang paling penting ya Pelajaran yang paling penting gue langsung ngomong aja di depannya. Kalian subscribe.
Oke bercanda, kita langsung masuk chapter 1 ya. Kenapa Ace Hardware pergi dari Indonesia? Nah jadi backstory-nya, Ace Hardware ini, atau kode sahamnya Aces 8 Hardware Indonesia itu berdiri dari 1995. Cara kerjanya mereka ada namanya Ace Hardware Corporation di global ya itu ya.
Indonesia waktu itu ngambil lisensi ke mereka Lisensi itu intinya, eh kita pinjem dong merek lo biar kita bisa jualan Indonesia Biar kita bisa punya produk lo Biar orang-orang atau konsumen Indonesia itu percaya sama brandnya Dan kontrak lisensi ini biasanya tiap company beda-beda, tapi kasusnya Ace Hardware itu diupdate setiap 15 tahun. Jadi 15 tahun pertama, oke lanjut. 15 tahun kedua, kali ini diberhentikan. Jadi di 31 Desember 2024, mereka rebranding jadi ASCO.
Kan jadi banyak pertanyaannya, kenapa mereka putus kontrak? Apakah nggak cuan? Terus orang masih percaya nggak ya kalau brandnya berubah jadi ASCO? Apa udah melekat banget Ace Hardware ini? Kita berda dulu alasan yang sebenarnya mereka rebrandingnya.
Simple lagi nih, semua jenis kontrak license itu bisa beda-beda. Tapi nomor satu, kita harus bayar ke mereka. Dalam bentuk royalty atau licensing fee, kasusnya di Indonesia, kalau nggak salah setiap bulan tuh 40-45 miliar lah.
Beda-beda tergantung dari pendapatan. Nah tapi ada satu lagi yang agak ribet. Yaitu sekitar setengah dari produk-produknya Ace Hardware itu harus impor dari Ace Hardware Corporation.
Baru setengahnya lagi mungkin dari lokal, dari supplier lain. Memang sistem kerjasamanya kayak gitu. Karena kalau dilihat dari duit sebenarnya nggak make sense sih.
Toh profitnya bisa sampai ratusan miliar, bisa sampai triliunan selama berapa belas tahun terakhir. Masa bayar cuma berapa puluh miliar nggak mau? Problemnya adalah, bisa nggak?
Bukan di masalah duit, tapi kita lihat banyak banget brand, mau itu di Indonesia sama di luar, kalah saing atau tanda kutip bangkrut gara-gara nggak bisa nyesuaiin sama pasar. Di Indonesia kan kita tahu banyak banget brand-brand China atau produk China yang masuk harganya murah banget. Terus ada sedikit perubahan lah dinamika konsumen di Indonesia. Karena ada anjuran untuk mengimpor langsung dari Ace Hardware, jadi nggak bisa seri dinamis itu.
Jadi kalau dari statement, statement publik, kayak gini, kayak gini. Harusnya emang bener sih, mereka ngelakuin rebranding, tujuannya bukan untuk rebranding, karena terpaksa, nggak bisa ambil nama e-shartware lagi, tapi biar mereka bisa lepas dari kewajiban-kewajiban licensing, dan masukin produk-produk yang mereka mau, sesuai dengan konsumen. Cuma kan pertanyaan selanjutnya gini, konsumen Indonesia itu lebih melekat ke barangnya, atau lebih melekat ke brandnya?
Apa iya dengan mereka rebranding ke ASKO, mereka tetap bakal beli di sana, apa mereka lebih percaya sama e-shartware? Kita berada dari segi branding ya. Jadi karena ada perubahan merek, PT-nya pun berubah.
Namanya PT AHI, Aspirasi Hidup Indonesia. Dan kenapa namanya ASKO? A sampai Z, ya intinya lo mau butuh apa kita ada?
Sama KO, kolaboratif, komprehensif. Ya, gitu lah kira-kira cocok loginya. Di Indonesia tuh ada sekitar 241 toko.
Dan mereka pelan-pelan nih kalau kalian lihat, lagi ganti logonya, iklanan lagi di mana-mana. Sekarang baru sekitar 70-an toko yang lagi rebranding. Karena 80% pendapatan mereka dari offline, yaitu beli dari toko. Of course, itu yang harusnya jadi prioritas.
Ngebangun company retail kayak S-Hardware ini, atau ASCO, pasti nge- ngeliatnya tuh berpuluh-puluh tahun ke depannya. Kemarin mereka rebranding tuh lumayan oke sih. Menggelegar banget. Kalau kalian lihat kampennya di Bundaran HI, terus sekarang ada di mobil-mobil. Gue setiap kemana-mana pasti lihat ads ASCO sekarang.
Di Billboard. Itu tuh harganya harus dibayar. Karena orang nggak tahu ASCO itu apa.
Sampai sekarang gue nanya orang, lo tau tentang ASCO nggak? Apa tuh? Masih ada korelasi dan nempel kayak Sarto.
Dan menurut gue ini bakal sampai beberapa bulan selanjutnya. Cuma bedanya gini. Kita kan tahu middle class lagi turun. Buying power lagi seret. Menurut gue pribadi, keputusan mereka ini lumayan tepat.
Kalau bisa masukin produk-produk yang yang bervariasi dan harganya lebih murah karena nggak bergantung impor sama Ace Hardware, mungkin mereka bisa grow lebih cepat lagi. Sebenarnya kan Chris Bow juga kayak gitu. Brand lokal, harga lokal, walaupun barangnya hampir semuanya dari Cina, kan yang penting konsumen. Jadi tinggal dilihat aja selama beberapa bulan ke depan, bisa nggak semua persepsi masyarakat dari yang sebelumnya Ace Hardware jadi percaya sama ASCO?
Nah kalau itu, cuma waktu yang bisa bilang. Menurut kalian gimana? Kalian boleh komen di bawah. Tapi yang menurut gue jadi red flag yang berpot.
Potensial. Kalau misalnya asing diginiin terus, analoginya kita udah nebeng nama nih, udah dapet market, orang udah percaya sama brandnya, pas udah gede asing ditinggalin. Nyambung gak nih sama kasusnya E-Fishery? Lama-lama asing makin gak mau invest di Indonesia. Karena ternyata, oh ternyata orang Indonesia mainnya kayak gini, udah lisensi, udah bagus, perusahaan lo gede, pas udah gede kita ditinggal.
Dan itu mungkin chapter terakhir yang gue harus bahas ya. Potensi asing buat gak percaya lagi sama kita. Sekarang kayak gini.
Gue setuju harus lebih banyak brand lokal yang menjajak pasar internasional. Brand lokal harus step up, gak bergantung sama asing, dan berani bersaing sama mereka. Tapi, gue tanya pertanyaan penting.
Apakah Indonesia sekarang ya bisa maju tanpa bantuan asing? Jawabannya adalah tidak bisa. Semua uang yang dikumpulin di Indonesia, dan itu dipake untuk grow Indonesia, itu tuh gak cukup. Gue udah berkorak-korak ini kemana-mana. Kita butuh namanya FDI, Foreign Direct Investment.
Asing... taruh duit ke kita, buka lapangan pekerjaan, transfer knowledge biar kita lebih pinter, inovasi teknologi mereka dibawa ke sini, itu tuh diperluin banget untuk aspek negara. Tapi kalau makin banyak sektor swasta atau perusahaan yang tanda kutip ngef***** asing, apakah ini akan pelan-pelan bikin asing makin nggak percaya? Atau opsi duanya, asing udah nggak pake...
partner lokal lagi, mereka bakal masuk direct aja ke Indonesia. Walaupun kita harus pisah dua topik ya. Satu soal kapitalisme, making money. Satu lagi soal nasionalisme.
Kalau untuk bisnis, memang kapitalisme tuh number one. Tujuannya bisnis ada ya buat make money, buat bikin profit. Tapi kalau dengan harga pelan-pelan mencoreng kepercayaan Indonesia, mencoreng kepercayaan asing untuk taruh duit di kita, itu sebenarnya bisa jadi dominant effect bukan cuma untuk perusahaan itu doang, tapi untuk perusahaan-perusahaan lain.
One day kalau misalnya kalian nih sebagai entrepreneur baru, ngetok pintu ke investor. eh gue mau pake brand lo, gue mau licensing karena gue bisa kayak gini nanti mereka bisa mikir kayak gini eh Ace Hardware kan pernah di Indonesia ya selama 30 tahun terus mereka di-kick eh Lays juga pernah loh di Indonesia tapi mereka bahkan di-clone produknya untuk jualan produk yang sama di Indonesia dan itu sebenernya topik yang patut buat dipikirin sih kepergian Ace Hardware dari Indonesia adalah keakhiran dari sebuah era dan ini trend yang menurut gue bakal berulang bakal banyak percaya deh brand internasional yang diputus lisensinya sama produk lokal apakah itu bagus? might be Tapi apakah itu bisa jadi potensi yang buruk?
Bisa jadi juga. Video ini sebenarnya bikin kalian mikir, kompleksitas dari kapitalisme dan nasionalisme, apalagi cara perbuah negara bekerja, itu nggak satu tambah satu sama dengan dua. Pasti efeknya tuh kemana-mana. Kalau untuk ASKO, I wish you all the best, semoga rebranding ini sukses, dan beneran bisa lebih banyak produk-produk lokal.
Food for thought aja. Menurut kalian gimana? Kalian lebih setuju mereka tetap... pertahanin license-nya sama S-Hardware atau udah beneran independen aja jadi perusahaan lokal yang insya Allah menurut gue lebih banyak memperdayakan produk-produk lokal daripada lebih banyak impor produk dari China menurut kalian gimana?
see you guys next video