Terima kasih. Dinamika sejarah politik Indonesia pernah diwarnai berbagai konflik politik yang beberapa diantaranya berkembang menjadi konflik bersenjata. Salah satu konflik bersenjata yang timbul akibat konflik politik ini adalah peristiwa pembentukan...
dan pemerintahan revolusioner Republik Indonesia atau PRRI di Sumatera Tengah pada tahun 1958. Konflik yang diantaranya dipicu tuntutan pemerataan pembangunan antara pusat dan daerah ini tidak hanya menelan korban nyawa dan harta, namun juga menimbulkan dampak sosial politik dan trauma pada banyak pihak yang mengalaminya. Peristiwa deklarasi pemerintah revolusioner Republik Indonesia atau PRRI pada tahun 1958 pada banyak buku sejarah yang menjadi bahan ajar di sekolah kerap dikategorikan sebagai salah satu peristiwa pemberontakan atau pergolakan daerah. Namun, beberapa ahli sejarah berpendapat pengelompokan peristiwa PRRI sebagai aksi pemberontakan tidak sepenuhnya tepat.
Alasannya, selain karena tokoh-tokoh PRRI menolak dikatakan sebagai pemberontak, penyelesaian peristiwa ini juga berbeda dengan penyelesaian banyak kasus pemberontakan terhadap pemerintah pusat yang pernah terjadi di Indonesia. Nah dari sudut hukum itu kita bisa berebat ya, tapi mereka sebenarnya menantang, menantang. Mereka tidak maksud, sebabnya kalau merontak itu mereka menyerang, mereka tidak menyerang, baru ngomong. tapi sudah mengingkari legitimasi yang berkuasa sekarang.
Itu jadi problem. Ketika secara di atas kertas mereka berontak, tapi dalam realitas mereka belum berbuat apa-apa. Apakah mereka berontak?
Kalau berontak kan orang menyeram. Ini mereka hanya ngomong. Mereka langsung diantam, jadi dibom Bukit Tinggi, dibom Pekanbaru, dan tentara menyerbu ke daerah Sumatera Barat.
Benih kekecewaan yang melatar belakangi pembentukan PRRI telah muncul sejak satu dekade sebelum peristiwa ini terjadi. Yakni, saat pemerintahan Kabinet Hatta merilis kebijakan reorganisasi dan rasionalisasi di tubuh Angkatan Perang pada sepanjang tahun 1947 hingga 1948. Kebijakan yang sering disebut RERA ini ditujukan untuk menyederhanakan jumlah personil Angkatan Perang Republik Indonesia dari sekitar 350.000 tentara dan 400.000 anggota Laskar menjadi 160.000 hingga 57.000 tentara reguler. Ini bersamaan dengan adanya RERA, Reorganisasi dan Restrukturisasi yang gagasan Bung Hatta sebagai Menteri Perdana. Waktu itu ya, Perdana Menteri merangkap Menteri Perdana. Ini diprotes sebenarnya oleh para perwira, para pimpinan Divisi Banteng ini.
Kita mau menghadapi musuh Belanda mau datang, mau melakukan agresi kok kita dikecilkan, dijadikan divisi, dijadikan brigade. divisi. Tapi bersamaan waktu itu kan terjadi agresi Belanda yang kedua sehingga konsep Rera itu tidak jalan.
Jadi sebenarnya tetap mereka itu divisi gitu dan mereka bisa mempertahankan kedudukan Pdri ya, mengamankan Pdri lah selama tujuh bulan itu. Kebijakan RERA juga mempengaruhi kesatuan tentara di Pulau Sumatera. Salah satunya komando Divisi 9 Banteng yang beroperasi di wilayah Sumatera Tengah. Pasca berakhirnya masa revolusi fisik, sebagian besar pasukan Divisi 9 Banteng dikirim ke luar daerah dan akhirnya hanya menyisakan satu batalion yang dipimpin Mayor Ahmad Hussein.
Kesatuan tentara Divisi Banteng yang sebetulnya adalah kesatuan tentara yang paling besar di Sumatera Tengah pada masa. Perang kemerdekaan yang setelah beberapa kebijakan pemerintah Jakarta, pemerintah pusat merasionalisasi tentara, pengurangan jumlah tentara, pengiriman tentara keluar daerah akhirnya menjadilah dia kesatuan tentara yang lebih kecil lagi. Dan setelah Indonesia yang merdeka tidak hanya jumlahnya yang kecil tapi kesejahteraan mereka juga kurang lagi, banyak tentara mereka yang menganggur, bekerja yang tidak menentu.
Pasca pemilu 1955 yang menempatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI sebagai pemenang pemilu posisi keempat, kekhawatiran terhadap menguatnya pengaruh komunis semakin berkembang, termasuk di antara para... berwira menengah Angkatan Darat di daerah. Setelah pemilu 55, itu kan muncul kekuatan PKI yang di sini sebenarnya cukup ditentang.
Adanya ketimpangan pembangunan. bahwa Sumatra itu adalah penghasil devisa terbesar dari Indonesia waktu itu. Tapi hasilnya itu dinikmati sebagian besar oleh di Jawa. Inilah yang diungkapkan oleh Mr. Muhammad Yamin dalam pidatoannya di parlemen yang kemudian jadi buku ditulis dengan judul Sumatra Bergola. Di tengah memanasnya situasi politik kala itu, pada bulan November 1956 diadakan reoni Divisi Banteng di Kota Padang yang kini menjadi ibu kota.
di kota provinsi Sumatera Barat. Reuni dihadiri 612 perwira aktif dan pensiunan yang pernah menjadi anggota komando Divisi 9 Banteng. Reunio dan Banteng itu sebenarnya adalah untuk membicarakan soal pembangunan daerah setelah kita apa, kemudian nasib para bekas tentara Divisi Banteng, termasuk janda-janda dan anak yatim mereka gitu. Tapi karena berakumulasi dengan situasi kondisi ketimpangan pembangunan, nasib rakyat merasa tidak berapa, akhirnya berakumulasi menjadi mereka mengambil alih pemerintahan gitu.
Neoni ini menghasilkan beberapa rekomendasi yang tertuang dalam piagam Banteng. Di antaranya, mengusulkan perbaikan kabinet dengan menghilangkan unsur-unsur komunis, meminta penyelesaian perpecahan dalam tubuh Angkatan Darat, menuntut dihapuskannya sistem pemerintahan sentralistik serta pemberian otonomi seluas-luasnya pada Sumatera Tengah. Daerah itu menjadi ladang, terutama ladang kopra, ladang kopi, ladang rempah-rempah, ladang karet, ladang segala macam. Belum lagi minyaknya dan segala itu dari Palembang, dari Rio.
Ini merasa kok dulu perjuangan kita bersama dengan ini, tapi kok daerah. Akhirnya kurang merasakan pembangunan daerah, semua diserap ke pusat sentralisasi. Selain memberikan rekomendasi, pertemuan ini juga menginisiasi pembentukan Dewan Banteng pada 20 Desember 1956. Dewan yang dipimpin Letnan Kolonel Ahmad Hussein ini beranggotakan 17 orang dari berbagai kalangan, seperti perwira militer, jabat daerah, tokoh masyarakat, serta alim ulama. Tahun 1956 berilah Dewan Banteng.
Dewan Banteng itu dulu memang nama divisi dari Sumatera Barat, Sumatera Tengah belum ada Sumatera Barat waktu itu, memang nama divisi Banteng. Nah mereka kecewa apalagi waktu revolusi mereka hebat perjuangannya. 17 orang anggotanya walaupun memang dominan adalah tentara tapi kan juga melibatkan tokoh-tokoh sipil, pemerintahan daerah, tokoh masyarakat, baik alim ulama dari... penghulunya dan cerit pandainya kan dilipatkan di sana.
Jadi mereka melihat, mendengar keluhan-keluhan, kekurangan-kekurangan yang dialami oleh penduduk, oleh masyarakat ketika setelah Indonesia merdeka, di samping kepentingan dari orang-orang dari Divisi Banteng tadi. Satu hari setelah membentukan Dewan Banteng, Pada 21 Desember 1956, Letkol Ahmad Hussein mengambil alih kekuasaan pemerintah Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Mulyo Harjo. Tindakan Dewan Banteng ini tidak mendapat teguran dari pemerintah pusat.
Letkol Ahmad Hussein kemudian ditetapkan sebagai Ketua Daerah Sumatera Tengah. Bapak pernah cerita, Mulyo Harjo pernah memberikan kekuasaannya dia kepada Panglima, karena saat itu ya Bapak saya sebagai Panglima membuat satu program yang untuk rakyat, masyarakat. untuk pembangunan, intinya untuk pembangunan dan untuk desentralisasi daerah.
Dan Gubernur saat itu memberikan kekuasaan. Jadi setahu saya begitu, bukannya Bapak saya merebut kekuasaan Gubernur, bukan. Mungkin saat itu Gubernur tidak bisa membuat sesuatu yang memuaskan hakikat saat itu.
Dalam deklarasi di Padang diajukan ultimatum. Karena bersifat ultimatum ini pemerintah pusat juga tidak bisa menerima. Seiring dengan pembentukan Dewan Banteng di wilayah Sumatera Barat, beberapa wilayah lain juga menginisiasi pembentukan Dewan-Dewan serupa. Di Sumatera Utara terbentuk Dewan Gajah yang dipimpin Kolonel Maldudin Simbolon pada 22 Desember 1956. Di Sumatera Selatan terbentuk Dewan Garuda yang dipimpin Letnan Kolonel Barlian pada 26 Desember 1956. Dewan-dewan ini berada dalam satu wadah yang diberi nama Dewan Perang. Anehnya ketika pimpinan tentara yang lain yang melakukan gerakan untuk dewan-dewan di Palembang, di Medan, di apa itu, Ahmad Hussein justru oleh Nasution dilantik jadi penguasa perang daerah Sumatera Tengah.
Padahal dia yang pelopornya. Jadi sebenarnya tidak ada masalah WhatsApp VOD itu. Pada sepanjang tahun 1957, di bawah pimpinan Letkol Ahmad Hussein, penguasa wilayah Sumatera Tengah mengadakan penjualan hasil bumi sendiri ke luar negeri. Pendapatan ini digunakan Dewan Banteng untuk membangun daerah Sumatera Tengah tanpa...
lupa mengirimkannya ke pusat. Ada hubungan khusus antara Hussein ini secara pribadi dengan Soekarno. Dia beberapa kali menulis surat.
Dia anggap hanya sebagai anak nakal saja, ya sudah lah. Karena tujuannya hanya untuk membangun Sumatera Barat. Jadi itu memang dibuat. itu dibuktikan ketika dia kemudian mengambil alih ya Pak ya, waktu Pdri itu kan semuanya di sumber-sumber uang di sini tidak boleh dikirim ke pusat.
Dan dia kasih bantuan ke daerah-daerah masing-masing negara itu dapat uang 1 juta. Itu 1 juta itu mungkin sekarang itu sudah lebih 1 miliar, ya sudah besar di dana desa yang sekarang. Dan itu dikomodir.
Selain hubungan dagang, sepanjang tahun 1957, sejumlah tokoh militer di Sumatera Tengah juga menjalin kontak dengan pihak intelijen Amerika Serikat. Di tengah situasi perang dingin, para agen CIA aktif memberi dukungan terhadap gerakan anti-komunisme yang digalakan para petinggi militer di Sumatera Tengah. Ya itu lagi saya dapat informasi dari orang-orang tua saya dulu. Asing itu ya termasuk Amerika atau siapa, mereka itu memanfaatkan situasi sepertinya untuk memanfaatkan.
Situasi saat itu biar Soekarno digoyah gitu loh. Kalau kita nggak menggoyah Soekarno, itu paling undang-undang dasar, itu yang penting. Saya memang cenderung melihat adanya kemungkinan, keinginan ya, dari warga, dari tokoh-tokoh Pri tadi, mungkin...
Puncak-puncaknya mungkin dikatakan juga entah mendirikan negara-negara, tapi jelas yang penting itu adalah menggugat dan melawan pada Jakarta dan bermain mata dengan pemerintah-pemerintah asing. Saya pernah dapatkan bahan. Itu lima atasi, lima atasi militer, lima negara terhebat dunia pada masa itu pernah diundang oleh orang Dewan Banteng.
Adanya mungkin kerjasama main mata dengan negara asing, dengan Belanda. kemudian kita dapat dengar juga pantun sendata dari Amerika Serikat, dan juga mungkin kemudahan-kemudahan fasilitas yang diberikan oleh Amerika Serikat, kemungkinan dugaan keterlibatan negara asing dan bermain mata dengan negara asing, yang mungkin ujung-ujungnya nanti kalau ini berlanjut lama, mungkin juga bisa mengarah ke sebuah perlawanan atau pembentukan negara dalam sebuah negara. Pada awal tahun 1958, menyusul tidak dipenuhinya sejumlah tuntutan Dewan Banteng oleh pemerintah pusat. Sejumlah tokoh militer dan politik di Sumatera Tengah menggelar pertemuan di Sungai Dareh. Dalam pertemuan ini, kemarahan Pak...
para tokoh Dewan Banteng dan keinginan mereka memisahkan diri dari NKRI bisa diredam oleh sejumlah tokoh nasional, antara lain Muhammad Nasir, Syafruddin Prawira Negara, dan Burhanuddin Harahab yang ikut hadir dalam pertemuan ini. Sejumlah tokoh Masyumi, seperti Nasir dan lain-lain, sejak bulan Desember 1957, memilih pindah dan mengungsikan keluarganya dari Jakarta ke Sumatera untuk menghindari intimidasi dari para pemuda pendukung Presiden Soekarno. Intimidasi ini muncul menyusul kritik keras pada tokoh Masyumi terhadap model pemerintahan demokrasi terpimpin yang mulai diperkenalkan Presiden Soekarno.
Tiba-tiba kami tahun 1957 itu dibawa ke Palembang, karena memang belakangan di Palembang itu kita vakansi Natal, Desember, jadi pergantian tahun. Yang tahun 1957 itu dibawa ke sana. Ternyata ayah sudah mengatakan kita tidak bisa lagi di Jakarta, karena Jakarta sudah terlalu gawat. Setelah saya di Sumatera itu, ayah ternyata pergi ke Sumatera Barat. Yang saya tangkap ada yang ingin supaya pisah atau segala macam, tapi ayah tidak.
Saya melihat ayah saya itu memperjuangkan keberadaan Republik Indonesia waktu PDRI. Pada tanggal 10 Februari 1958 atau satu bulan setelah pertemuan di Sungai Dareh, para tokoh Dewan Banteng mengeluarkan tiga ultimatum kepada pemerintah pusat. Pertama, tuntutan pembubaran Kabinet Juanda dalam waktu 5x24 jam. Dua, tuntutan pemberian wuwenang kepada Muhammad Hatta dan Sri Sultan Hamangku Buwono IX untuk membentuk Kabinet Nasional yang bebas dan...
dari unsur PKI. Dan ketiga, pengembalian posisi Soekarno sebagai presiden konstitusional atau sebagai presiden simbol persatuan yang tidak terlibat dalam pemerintahan. Ya, karena dia bukan memperjuangkan semata-tata, bukan memperjuangkan kedudukannya sebagai penyul.
Dia ingin Indonesia ini ada perubahan. Jadi ini dia jadikan kesempatan untuk menurut saya. Untuk pemerintah pusat segera melakukan perubahan.
Tahan, bukan mengganti presiden. Dewan-dewan ini yang semua mau menunjukkan kekuasaannya di daerah-daerah itu melepaskan diri dari Republik, Republik Pusat itu. Waktu itu dalam deklarasi di Padang diajukan ultimatum karena bersifat ultimatum ini pemerintah pusat juga tidak bisa menerima. Respon keras pemerintah pusat dijawab Letnan Kolonel Ahmad Hussein dan para pendukungnya dengan membentuk Kabinet Tandingan yang dinamakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI pada tanggal 15 Februari 1958. Pihak PRRI menolak tunduk pada Kabinet Juanda dan mengumumkan Syafruddin Prawira Negara sebagai Perdana Menteri baru.
Tidak ada yang melepaskan diri dari Republik ini. Republik ini kan yang membangun itu, yang menetapkan itu, kami bersama di sini. Pembentukan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI yang oleh para tokohnya diklaim sebagai gerakan untuk mengoreksi pemerintahan dan bukan upaya memisahkan diri dari NKRI di respon berbeda oleh pemerintah sukses. Pemirsa Sistem Sistem Sistem di Sulawesi langsung memerintahkan penangkapan tokoh-tokoh penggagas dua gerakan tersebut.
Itu kan sikap pemerintah untuk menghadapi situasi yang harus diselesaikannya pada ketika itu. Dan memang dalam kenyataannya kalau tidak diselesaikan dengan cara seperti itu juga tidak mudah. Dan memang di antara perwira-perwira TNI sendiri kan terjadi konflik.
Itu juga yang menyebabkan. menetapkan persoalan dan berbagai persoalan keamanan dalam negeri ketika itu tidak segera bisa diselesaikan. Tidak ada sekali-sekali untuk melepaskan diri dari Republik ini, tidak ada.
Republik ini kan yang membangun itu, yang menetapkan itu kan kami bersama di sini. Sebutlah Muhammad Amin, sebutlah Bung Hatta, apalagi Muhammad Nasir, karena orang Sumatera Barat semuanya, masa ya Sultan Syariah, saya kami akan membawa. membebaskan diri dari Republik Indonesia.
Yamin yang membangun kok kami yang meruntuh? Nggak mungkin kan. Untuk menumpas Pri, yang dianggap sebagai gerakan separatis, pemerintah pusat kemudian menggelar operasi militer dengan membentuk satuan tempur yang berasal dari tiga kesatuan yang dimiliki Angkatan Perang Republik Indonesia atau APrri.
Satuan tempur yang berasal dari Kesatuan Angkatan Darat, Laut, dan Udara ini diberi nama Sandi Operasi 17 Agustus dan dipimpin Kolonel. Ronald Ahmad Yanni. Penyerbuan hentara peruk itu lebih hebat daripada penyerbuan Belanda. Penyembunuh Belanda tidak ada tokoh yang mati terbunuh. Waktu itu dalang jambek ditembak dan berapa yang ditangkap.
Mereka sampai akhir tidak mengakui bahwa mereka berontak. Mereka hanya mengatakan bahwa mereka ingin perbaikan. Tapi karena dalam kenyataan... kemudian ada juga perlawanan militer, dan ada ultimatum, maka oleh pemerintah pusat dinyatakan itu sebagai pemerintahan. Apani pertama kali mendarat di Sumatera Tengah pada tanggal 17 Apanil 1958 melalui jalur laut.
Pasukan ini masuk dari pantai Padang, 9 km di utara pusat kota pada pukul 6 waktu Indonesia bagian barat. 6 jam kemudian... Kemudian kota Padang berhasil dikuasai pasukan APrri tanpa ada perlawanan.
Sekitar 500 tentara PRRI di Padang menyerah tanpa syarat kepada pasukan APrri. Dekerasi PRRI kemudian mau diserang itu seluruh kepala. Kepala daerah, seluruh komandan tentara itu ikut pereri. Mereka keluar semua.
17 Apanil dia mendarat di Padang. Padang sebenarnya sudah dikosongkan. Memang sempat mereka menggunakan apa.
Tapi sebelum itu, sebelum pendaratan tentara Yanni, itu di Gunung Padang itu sempat dipasang basoka, mariam, itu barang-barang Amerika semua. Tapi ketika tentara armada Yanni mendarat di Padang, entah ada lagi perang. Mereka sudah mengungsi semua, pegawai juga sudah mengungsi, kantor gubernur kosong, sudah ke daerah semua. Sukses, sukses tentara itu.
Nyaris nggak melawan orang PRRI. Masuk di Padang, orang PRRI pada mundur aja terus semuanya. Masuk di Parapurupuk, pada mundur ke Solok.
Di sana pun juga di daerah Pekanbaru, merangsek ke daerah 50 kota, Bukit Tinggi. Karena kita tidak dapat perlawanan. Orang Prri mundur-mundur, mundur-mundur, mundur saja.
Walaupun ada bentrokan, tapi tidak seperti perlawanan yang luar biasa. Dalam hitungan bulan, kota-kota penting lain di wilayah Sumatera Tengah berhasil dikontrol dan dinyatakan aman oleh APrri. Sementara itu, pasukan Prri yang berada di Kota Tengah berhasil dikontrol.
yang terdesak masuk ke kampung-kampung dan hutan rimba yang dulu menjadi kantung-kantung perjuangan mereka pada masa pemerintahan darurat Republik Indonesia atau PDRI satu dekade sebelumnya. Ya Bapak, saya pernah cerita kita nggak mau nyerang apa-apa, kita diserang duluan. Kalau diserang ya Pak, boleh buat. Kita harus bertahan, itu intinya di situ.
Bertahan dan kita melawan, itu aja. Entah kebetulan, entah enggak ya, tapi jelas kan hampir tokoh-tokohnya kan hampir relatif sama dan pengalaman perjuangan mereka pada masa PDRI itu seakan-akan dibuat lagi masa-masa tahun 1958, cuma musuhnya itu berbeda. Kalau pada masa Tni itu adalah Belanda, ini tanggapan saya, pada tahun ini Apani itu adalah Jakarta.
Relatif sama untuk membebaskan Indonesia atau membebaskan daerah dari kegungkungan, taruhlah kolonialis lah ya, tapi kolonialis yang pertama tahun 1949 itu adalah Belanda, kalau ini kolonialis, mungkin kolonialisnya katanya yang Jakarta atau Pusat. Setelah berhasil merebut kota-kota di Sumatera Tengah, APrri kemudian menggelar operasi pembersihan dengan menyasar kampung-kampung dan hutan di wilayah Sumatera Tengah. Operasi 17 Agustus baru dinyatakan berakhir bersamaan dengan menyerahnya Kolonel Ahmad Hussein pada tanggal 23 Juni 1961. 61-an itu sudah harus menyimpan akhir. Tapi kan tentara atau Jakarta masih memperlakukan keadaan darurat atau penguasa perang daerah di sini sampai 3-4 tahun pertama atau 60-an tetap di sini.
Karena masih ada pemikiran kemungkinan kembali melawan. Sehingga kesatuan-kesatuan militer kan ditubuhkan, berarti diciptakan di Sumatera Barat, dididikanlah Kodam. didirikan korem, tiga korem di Sumatera Tengah pada masa itu di Pekanbaru, Bukit Tinggi dan Solo ada 12 kodim, ada kalau sekarang kan ada semacam koramil dulu ada butir pra namanya ada puluhan di Sumatera Barat ini dulu dan itu memang betul-betul menjaga dan membuat tidak bisa berkutiknya orang Minang lagi pada masa itu Pada peringatan hari angkatan perang tanggal 5 Oktober 1961, Jenderal Abdul Harjo Nasution mengemukakan bahwa korban tewas akibat peristiwa PRRI mencapai 10.159 orang, di mana lebih dari separuhnya sebanyak 5.592 orang adalah rakyat sipil. Berakhirnya peristiwa PRRI tidak serta-merta mengakhiri dampak sosial dan politik yang timbul akibat konflik politik ini. Hingga bertahun-tahun kemudian, berbagai ekses, yang diakibatkan konflik berdarah ini tetap menghantui dan sulit dilupakan oleh pihak-pihak yang pernah terdampak baik secara langsung ataupun tidak langsung dengan peristiwa traumatik ini.
Menurut Pak Murtanaim dari penelitiannya buku Merantau, itu eksodus orang Minang terbesar itu kan setelah Pereri. Sebenarnya eksodus itu kalau saya melihat bukan karena orang merasa kalah, tapi karena memang teror ini jadi orang tua umumnya. Nah jadi banyak saksi sejarah, pelaku sejarah yang... yang saya kewajahi, ditanya, kenapa ke Jawa? Kenapa ke Riau?
Kenapa ke Surabaya? Dia bilang, orang tuanya ketika dia selesai pereri, dia kontak, dia sudah pulang. Tapi jangan pulang kampung, karena ini Anda akan dibunuh.
Menteri TV, knowledge to elevate.