Baharudin Yusuf Habibi atau yang akrab di sahabat BJ Habibi seperti yang kita ketahui adalah seorang yang memiliki kejeniusan di atas rata-rata dimana dirinya diakui tidak hanya di Indonesia namun juga diakui oleh dunia. Habibi adalah seorang insinyur ilmuwan dan politikus yang pernah memimpin Indonesia sebagai presiden ketiga dari masa peralihan Orde Baru ke masa reformasi dari tahun 1998 hingga tahun 1999. Habibie adalah manusia jenius yang memiliki jam terbang dalam masa-masa peralihan. mulai dari peralihan di bidang pesawat terbang, peralihan tumbuh besar di masa genosida orang-orang kiri di 65, sampai peralihan masa krisis orde baru kereformasi yang membuatnya menjadi penting dalam demokrasi Indonesia. Dalam video kali ini, kita akan mencoba melacak kejeniusannya yang tertuang dalam segala bidang yang digelutinya.
Dengan hanya mengobati dan menganalisis keberadaan yang telah berlaku selama 3 dekade terakhir Terima kasih telah menonton Habibi lahir dari keluarga terpandang di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, Indonesia pada tanggal 25 Juni 1936. Sejak kecil, Habibi sudah cemerlang dalam bidang sains dan matematika selepas menematkan jenjang sekolah menengah. Pada tahun 1954, Habibi belajar teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung yang sekarang menjadi Institut Teknologi Bandung. Namun, Habibi tidak lama mengenyam pendidikan di ITB pada tahun 1955 atas keinginan ayahnya. Habibi merantau ke Jerman Barat untuk belajar ilmu kedirgantaraan dengan spesialisasi konstruksi pesawat terbang di teknis Haskell Aachen University. Saat berangkat dan belajar ke Eropa, Habibi tidak hanya berangan-angan jadi teknisi andal atau sekadar jalan-jalan menyusuri Eropa dan menulis buku narsistik soal pengalaman kuliah di luar negeri.
Sebelum berangkat ke Jerman Barat, Habibie bertemu Muhammad Yamin. Dalam buku yang ditulis Sulfikar Amin yang berjudul The Technological State in Indonesia, tertulis bahwa Yamin mendesak Habibie untuk mempelajari aeronautika karena Yamin yakin Indonesia harus mengembangkan kapasitas dalam pembuatan pesawat terbang. Untuk itu di masa awal kuliahnya di Jerman, petuah Yamin itu kemudian diterjemahkan Habibie bahwa dirinya ditakdirkan untuk membangun negara Indonesia. Habibi saat berkuliah di Jerman membayar sendiri biaya kuliahnya dan tidak terlalu bergantung kepada beasiswa.
Karena alasan itulah Habibi disegani rekan-rekannya. Ditambah selain menimba ilmu, Habibi pun aktif berorganisasi di Persatuan Pelajar Indonesia atau PPI dan dalam mengikuti organisasi ini pun Habibi terbilang sukses. Selama kuliah di Jerman, Habibi punya prestasi yang membuat orang Eropa terpukau. Pernah suatu waktu Habibi mengikuti ujian masuk kampus. Ketika pengumuman namanya diketahui tidak tertera dalam daftar nama, Habibie pun merasa gagal.
Namun ternyata bukan tidak ada nama Habibie di daftar, tetapi namanya berada di paling atas sehingga orang sulit melihatnya. Dan dalam hal ini, diketahui bahwa Habibi mendapat nilai hampir 10, jauh dibawah rekan dari Indonesia dan warga lokal Jerman. Pada tahun 1960, studi kesarjanaan yang diambil Habibi dapat ia rai dan Habibi mendapatkan gelar Diplom Engineer.
6 tahun berselang, atau tepatnya pada tahun 1966 di kampus yang sama, Habibi memperoleh gelar Doktor Engineer dengan predikat Sumak Hamlod di bidang bersawat terbang selepas sukses mempertahankan disertasinya yang berjudul. Agak susah jika saya melafalkan judulnya, tapi jika diambil, di Indonesia akan menjadi kontribusi terhadap tegangan thermal pada pelat orto tropik. Setelah masa kuliahnya selesai, Habibie pun memulai karir di dunia penerbangan. Pada tahun 1965-an, Habibie bekerja pada Hamburger Flugsebo atau HFB, produsen pesawat di Jerman. Tugas utama Habibie di perusahaan itu semula hanya melakukan riset soal konstruksi pesawat.
Pekerjaan Habibie yang membuat ulasan ilmiah pun kerap dimuat sejumlah jurnal presidius dan bergensi di Eropa. Bahkan, dalam satu memoirnya, Habibi pernah mengaku bahwa temuannya saat itu ada yang dipakai menjadi acuan NATO untuk standar desain pesawatnya. Dalam buku Makmur Maka yang berjudul The True Life of Habibi, cerita di balik kesuksesan yang terjadi.
Terbit pada tahun 2008, Macbun mengatakan bahwa karir Habibie dalam dunia pesawat terbang mulai menanjak setelah memecahkan masalah kestabilan konstruksi bagian belakang pesawat F-28 yang diproduksi FHB bersama Fokker yang mana adalah perusahaan pesawat asal Belanda. Atas prestasinya ini, kemudian Habibie kemudian dipercaya mendesain pesawat bersaip tetap pertama di dunia, DO-31 yang diproduksi FHB bersama Dornier. Pada tahun 1969, perusahaan tempat Habibie bekerja kemudian merger dengan Mercer Smith Bolkow, yang menjadi Mercer Smith Bolkow Bluhom atau MBB. Saat perusahaannya itu merger, karir Habibie pun tercatat semakin meroket dan karena puas dengan kinerja Habibie, perusahaan ini...
Ini memberikan tanggung jawab besar kepada Habibie. MBB pun kemudian ikut menyertakan Habibie dalam proses penciptaan airbus A300B, pesawat ambisius yang hendak dibangun konsorsium Uni Eropa untuk mengalahkan dominasi Boeing. Dan di saat Habibie ikut membangun A300B ini, Inilah crack propagation teori atau teori perambatan keretakan lahir dari otak Habibie. Penemuan teori inilah yang kemudian membuat Habibie diakui sebagai ilmuwan. Untuk tambahan informasi, crack propagation teori merupakan model matematika untuk memprediksi perilaku perambatan retak pada struktur pesawat hingga tingkat atom.
Dari situ dihitung secara terperinci dari mulai berat pesawat hingga pertimbangan faktor keamanannya sehingga setiap pesawat diharapkan mampu dibuat dengan bobot yang lebih ringan tanpa mengabaikan faktor keamanan. Teori ini penting karena sebelum Habibie dikonsumsi, Habibi merintis karir di dunia pesawat terbang, banyak kecelakaan pesawat yang terjadi akibat kegagalan struktural. Beberapa kecelakaan pesawat yang terjadi akibat kegagalan struktural ini diantaranya, ada pada pesawat The Heavy Land DH-110 yang terbang pada tahun 1952 di Farnborch Airshow.
Pada pesawat Douglas DC-6 National Airlines nomor penerbangan 470 yang mengangkasa pada tahun 1953, serta pesawat The Heavy Land Comet yang digunakan maskapai. BOAC untuk penerbangan bernomor 7E1 dan maskapai South African Airways bernomor 201. Semuanya mengalami kecelakaan karena kegagalan struktural. Mengapa kegagalan struktural pada pesawat terjadi di tahun-tahun HBB tengah berkembang menjadi alih pesawat terbang? Begini ceritanya, saat itu di sekitar dekade 1950-an dan 1960-an, industri pesawat terbang tengah gencar-gencarnya membuat pesawat yang semakin besar sekaligus semakin cepat.
Hal ini bisa kita lihat pada The Huffington Comet. The Huffington Comet adalah pesawat pertama bermesin jet. Namun di sini yang perlu diketahui, saat badan pesawat semakin besar dan geraknya bertambah cepat, kegagalan struktural sering terjadi.
Ini terjadi karena setiap bahan pesawat memiliki kapasitas tertentu, khususnya dalam hal material fatigue atau kelelahan material. Fatigue atau kelelahan material. kelelahan pada pesawat terbang biasanya terjadi pada bagian penghubung sayap dan bodi utama atau pada penghubung sayap dan mesin kedua bagian tersebut dapat mengalami kesalahan yang luar biasa karena terkena guncangan dan ketaraan selama lepas landas mendarat dan ketika terjadi turbulensi sehingga dapat berakibat fatal standar keamanan pesawat pun tidak mampu menjamin keselamatan penumpang pada waktu itu oleh karenanya satu-satunya jalan untuk menangani masalah ini biasanya tiap perusahaan terbang membuat konstruksi pesawat pada bagian tersebut secara lebih kukuh Namun di sisi yang lain, hal ini berakibat pada sulitnya pesawat untuk melakukan lepas landas dan mendarat. Ini belum ditambah kenyataan lain seperti borosnya bahan bakar dan kesulitan ketika hendak bermanuver di udara. Disinilah temuan Habibi menjadi sangat penting karena dalam teorinya itu, Habibi dapat menghitung dan memprediksi titik retak hingga sebuah materi dapat diperkuat dengan lebih presisi.
Teori Habibie ini selain ikut membangun A300B, juga menyelamatkan penciptaan Boeing 747, yang mana pada saat itu menjadi ratu angkasa. Lalu, saat bekerja pula, dia terlibat dalam proyek perancangan pesawat Fokker F-28, Dornier DO-31, dan Airbus A300B. Dari berbagai proyek yang dikerjakan Habibie, Habibie sukses memiliki 46 hak patent di bidang aeronetika, Di sejumlah perusahaan dan badan penerbangan raksasa dunia seperti Airbus, Boeing, NASA, desain prototipe DO-31, dan perusahaan penerbangan terkemuka lainnya yang memungkinkannya jadi orang kaya dan salah satu hak patennya pada teori Craig pada tahun 1992 di anugerahi penghargaan von Kármán Award, sebuah penghargaan bergensi di bidang teknologi yang setara hadiah Nobel. Namun jika kita bertanya apakah temuan itu memang hanya bergantung pada kejenisana Habibi, dalam hal ini, Sulfikar Amir dalam buku yang sama mengatakan, bahwa kesuksesan Habibie di dunia pesawat terbang bukan hanya terjadi karena kejenuisannya. Sebab, di saat Habibie menimba ilmu dan berkarir di Jerman Barat, Jerman Barat tengah melakukan sebuah rekonstruksi besar dan program pembangunan ekonomi pasca Perang Dunia Kedua.
Dengan dukungan Marshall Plan, ekonomi Jerman Barat meningkat. Dunia industri-nya tumbuh dua setengah kali dari tahun 1950 hingga tahun 1960. Dan ini... menjadi latar mengapa Habibie bisa turut serta dalam pembangunan dalam dunia pesawat terbang di Jerman. Karena di Jerman, atau tepatnya di Eropa, memang tengah membutuhkan.
menunjukkan talenta dan Habibie menunjukkan kejeniusannya. Intro Kejeniusan Habibie di Eropa akhirnya sampai juga di Indonesia dan bersama dengan itu pada tahun 1973 ledakan harga minyak dunia yang terjadi mengubah pandangan Suharto terhadap teknologi Intro Dalam pandangan Soeharto, industrialisasi yang sedang berkembang pesat di bawah pemerintahnya tidak berarti apa-apa tanpa teknologi mutakhir. Teknologi penerbangan merupakan salah satu sektor yang dinilai paling menentukan. Untuk itu Soeharto lantas mengalihkan wawenang pengembangan lanjutan industri penerbangan kepada Ibnu Sutowo, seorang letnan jenderal yang mengepalai Pertamina.
Melalui perantara Ibnu Sutowo pula, Soeharto berusaha menarik perhatian Habibi yang kala itu masih bekerja di Messerschmitt-Bockenblom atau MBB. agar bersedia menjadi arsitek pembangunan Orde Baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Ibn Suto, perwakilan Indonesia yang dikirim langsung oleh Soeharto selaku presiden Indonesia saat itu, meminta agar Habibie berkarir di Indonesia. Mengingat apa yang disampaikan oleh Yamin dan kecintanya pada Indonesia, setahun kemudian, tepatnya pada tahun 1974, Habibie pun pulang ke Indonesia. Setelah pulang ke Indonesia, Habibie langsung dipercaya memimpin lembaga industri pesawat terbang, Nurtanio atau Lipnur.
yang berubah jadi industri pesawat terbang Nurtanio, IPTN, pada tahun 1976. 10 tahun lewat, atau tepatnya pada tahun 1986, IPTN berubah lagi menjadi industri pesawat terbang Nusantara. Dan terakhir, pada tahun 2000, perusahaan ini berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia. Sayang jalan pintas menuju Indonesia yang melek teknologi lewat bantuan minyak tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dua tahun setelah meraup untung yang sangat besar dari perdagangan minyak, skandal korupsi di Pertamina naik ke permukaan.
dan menghasilkan utang sebesar 10 miliar dolar Amerika. Beberapa sektor usahanya terpaksa diambil alih oleh para ekonom, namun tidak satu pendidik antara mereka yang bersedia menangani sektor teknologi pesawat terbang. ABB sendiri menerima banyak kritikan dari para ekonom yang memandang uang negara seharusnya dialokasikan ke bidang pendidikan atau perumahan, bukan pesawat terbang. Pandangan miring sepotar teknologi itu tidak berlarut-larut.
Realisasi obsesi Soeharto membangun negara teknologi melalui industri penerbangan Berlanjut ketika dirinya mengangkat Habibie menjadi Menteri Riset dan Teknologi pada tahun 1978, Habibie tercatat memegang posisi ini selama 20 tahun. Di bawah kendali Habibie, IPTN mengembangkan teknologi dalam membuat sejumlah pesawat seperti si N235, N250, dan N2130. Produk IPTN paling legendaris adalah N250, Gatot Kaca, yang mengudara perdana pada tahun 1995. Di masa itu, N250 satu-satunya pesawat turboprop pemakai teknologi fly-by-wire.
Untuk cerita lengkapnya, hari itu di Kamis pagi, di tanggal 10 Agustus tahun 1995, di hari itu lengit Indonesia bertabur harapan dan kecemasan. Kali itu industri pesawat terbang Nusantara, IPTN, kini bernama PT Dipentara Indonesia, bersama otak di belakangnya adalah Habibi, mendak melakukan hajatan bersejarah. N250 alias Gatot Kaca, pesawat bertipe turboprop dengan 70 kursi buatan IPTN, hendak melakukan maiden flight atau uji terbang perdana. Saat pertama kali mengudara pada tanggal 10 Agustus tahun 1995 di atas langit kota Bandung, N250 atau Gatot Kaca diawaki oleh pilot penguji Erwin Danuwinata dan co-pilot Sumar Woto, serta teknisi hindrawan Heri Wibowo dan Yores Riyadi. Pada penerbangan pertama kalinya ini selain menuai pujian, hal bersejarah di hari itu juga dianggap sebagai ujian psikologis oleh sebagian kalangan.
Jurnalis senior Andi Makmur Maka dalam bukunya berjudul The True Life of Habibi cerita di balik kesuksesan. Menulis bahwa rasa ragu dan pesimis itu muncul karena aspek penguasaan teknologi tinggi yang terbilang baru di Indonesia. Pers asing yang tidak pernah melihat sisi positif dari industri penerbangan Indonesia malah mengomentarinya sebagai pertaruhan Habibi. Majalah asal Hong Kong, Asia Week yang berjudul Fasten Your Seatbelts, A Top Minister Gambles.
of a smooth flight yang terbit pada tanggal 11 Agustus tahun 1995 terang-terangan menilai uji coba perdana secara terbuka yang dilakukan pemerintah Indonesia. Bukanlah hal yang lumrah, Asia Week dalam hal itu berkomentar tegas Habibie sedang berjudi dengan reputasinya. Jika kesalahan terjadi, banyak yang percaya bahwa bahkan suartopun tidak akan bisa menyelamatkan kawan lamanya dari kekacauan tingkat tinggi semacam itu.
Mengapa menjadi perjudian Habibie karena menurut manjalah itu, Indonesia, republik yang baru berumur 50 tahun, dan masih berstatus negara berkembang, yang bahkan belum memiliki kemampuan menciptakan motor atau mobil, berani-beraninya langsung hendak membuat pesawat. Menurut Makmur Maka dalam buku yang sama menjelaskan, bahwa pemerintahan Asia Week itu pun kemudian menjadi teror bagi sebagian kecil lingkungan pejabat tinggi pemerintahan. Jika N250 benar-benar mengalami musibah, bukan hanya Habibie dan IPTN yang mendapat malu, melainkan pemerintah Indonesia secara keseluruhan. Ambisi pengembangan negara berbasis teknologi tinggi yang sudah direncanakan rezim Soeharto sejak awal tahun 1970-an itu bisa hancur, berantakan.
Namun N250, pertaruhan Habibie itu, sukses mengakasa di langit Indonesia. Dalam memoirnya Kapten Sumawarto, pilot yang menerbangkan N250 itu juga percaya bahwa kami yang di dalam kokpit pesawat, biasa saja waktu itu, seperti terbang biasa. Meski itu penerbangan perdana N250, kami sangat percaya diri pesawat akan terbang dengan baik.
Saat diwawancara Kompas, Habibie mengatakan bahwa pengembangan pesawat dibanding moda transportasi lain tidak lepas dari wawasan kebangsaan, pulauan bisnis, dan karena Indonesia merupakan negara kepulauan. Dalam wawancara yang tercatat dalam buku yang berjudul Habibie Pulang, Indonesia Pun Terbang, Habibie mengungkapkan bagaimana mewujudkan Indonesia sebagai satu kesatuan politik, sosial budaya, dan ekonomi tanpa adanya aerospace. Bayangkan kalau misalnya tidak ada palapa, Garuda merupakan Indonesia Tentara, dan Burok tak terbang selama seminggu, bagaimana ekonominya?
Susah kan? Habibi menyebut industri dirgantara di Indonesia memiliki pangsa pasar yang luas. Maksudnya, sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kebutuhan yang besar akan pesawat terbang sebagai penghubung perekonomian, politik, dan sosial budaya.
Apalagi pesawat tipe sedang berkursi 50-70 orang seperti N250 Gatot Kaca. Memang pesawat tipe perintis yang tidak memerlukan landasan udara yang luas dan panjang untuk take-off dan landing. Menurut Hal Hill, dalam bukunya yang berjudul Indonesian Industry Transformation, mengatakan, Bahkan bahwa Habibie memakai pendekatan unik dalam pemenggunaan industri pesawat di Indonesia.
Pengembangannya tidak diawali dengan riset dasar yang berujung pada penciptaan teknologi canggih, melainkan sebaliknya. Di kasus IPTN, RI membeli lisensi teknologi dari luar negeri dan mengembangkannya. Misalnya, pada produksi helikopter NBO-105, NAS-330J, dan pesawat NC-212, untuk memproduksi pesawat CN-235, IPTN pun tercatat bekerjasama dengan Konstrucciones Aeronáticas SA atau CASA, perusahaan pesawat dari Spanyol. Dua perusahaan itu berbagi tugas dalam produksi komponen pesawat.
Melalui cara ini, pemerintah mengharapkan penaman jumlah tenaga kerja berkualitas di bidang industri dan teknologi. Selaluinya, bangsa Indonesia diharapkan semakin melek teknologi dan ilmu pengetahuan. Namun pesawat M250 Gatot Kaca yang harusnya bisa dibanggakan oleh Indonesia gagal di produksi masal karena Indonesia tertimpa krisis moneter tahun 1997. Namun di luar itu semua sejarah mencatat, Habibie menjadi aktor intelektual di balik kehadiran teknologi serbaneka pertama di Indonesia.
Selama jadi Menteri Riset Indonesia, dari mulai HP, jaringan GSM, internet, hingga pesawat terbang, semuanya lahir dari tangan dingin. Habibie, soal masa singkat sebagai Presiden, Agaknya memang bukan segi hidupnya yang paling cemerlang, meski itu bisa diperdebatkan. Tapi mengenang Habibi tidak akan lengkap jika tidak merenut kehidupannya sebelum tahun 1998, karena pada masa-masa itu Habibi seperti berdiri di panggung yang tidak dia rancang sendiri.
Habibi ada pada arena yang telah disediakan aktor-aktor reformasi, demonstran termasuk mereka yang mati diterjang peluru tajam. Perjalanan karir profesional dan politik Habibi sejak kepulangannya ke Indonesia pun, mau tidak mau tidak lepas dari sosok Soeharto. Dilihat dari luar, ini hubungan yang aneh. Habibi seorang teknokrat.
Sekalipun lahir dan besar di Indonesia, formasi intelektualnya terjadi di Jerman. Bahkan dalam berbahasa Indonesia pun, ia berlogat Jerman yang kental. Sementara Suharto adalah orang Jawa.
Keduanya mewakili kebudayaan sangat berbeda. Untuk Suharto, Habibi adalah orang yang mudah dikendalikan. Habibi jelas tidak memiliki basis masa, sebab Habibi adalah seorang teknokrat. Citra dirinya adalah seorang jenius yang lebih asik dengan teknologi pesawat terbang.
serta mengimajinasikan Indonesia suatu saat akan menjadi negara yang berbasis teknologi tingkat mutakhir. Untuk Soeharto, Habibi adalah orang yang tidak mungkin menggoyangkan kekuasaannya. Setelah sebabnya, Soeharto juga mendudukan Habibi sebagai Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia atau ICMI. Kedudukan sebagai Ketua ICMI memang memperkuat kekuasaan politik Habibi. Namun kekuasaan itu tidak akan bisa berjalan tanpa tangan Soeharto.
Habibi pun menjalankan penugasannya dengan takjim. Tidak sedikit pun ia memakai ICMI untuk melawan kekuasaan Soeharto. Sebaliknya, Habibi merangkul elemen-elemen Islam yang semula di luar kekuasaan dan menjadikannya bagian normal dari koalisi yang mendukung Soeharto.
Aliansi ini tentu saja aliansi strategis. Artinya, masing-masing pihak tahu bahwa untuk sementara inilah jalan terbaik mengamankan kepentingan sendiri maupun kelompoknya. Kadiran ICMI mulai mengubah peta kekuasaan, pengaruhnya sangat terasa bahkan hingga di dalam golkar. Namun sekalipun berada pada posisi strategis, banyak orang tidak yakin Habibi memiliki kekuatan nyata untuk merebut kekuasaan. Soeharto pun berpikir demikian.
Sehingga ketika harus memilih wakil presiden pada tahun 1998, Soeharto memilih Habibi. Ini adalah pilihan yang paling tidak beresiko. Pada saat bersamaan, negara sudah memperlihatkan tanda-tanda krisis yang parah. Ekonomi ambruk, oposisi semakin menguat, pertentangan di dalam tubuh rezim pun semakin meningkat.
Faksi-faksi di dalam tubuh militer saling sikut untuk mendapat kekuasaan lebih besar. Anak-anak Soeharto juga menjadi salah satu kekuatan politik setelah selama hampir satu dekade sibuk mengakumulasi kekayaan dengan memanfaatkan kekuasaan bapaknya. Pemilihan Habibie sebagai wakil presiden tentu. Sarat perhitungan strategis, Soeharto percaya Habibie terlalu lemah untuk merebut kekuasaan. Sementara vaksin-vaksin di dalam rezim pun melihat krisis ini sebagai kesempatan untuk terus saling gempur berebut pengaruh.
Ternyata Soeharto salah. Krisis ekonomi memburuk, vaksionalisme menajam, oposisi semakin kuat khususnya karena kalangan menengah kota. Segmen sosial yang hidupnya banyak ditopang oleh orde baru juga mulai yakin bahwa Soeharto harus lengser. Dan pada tanggal 21 Mei tahun 1998, Soeharto mengundurkan diri. Publik Indonesia terperengah, Habibie menjadi Presiden ketiga Republik Indonesia.
Saya akan menunuhi kewajiban, saya akan melaksanakan kewajiban konstitusional. Suksesi yang tidak pernah terpikirkan selama 32 tahun tiba-tiba terjadi. Orang yang menggantikan Soeharto adalah figur yang paling tidak diperhitungkan untuk menjadi presiden. Habibie dilantik sebagai presiden ketiga Indonesia pada tanggal 23 Mei di tahun 1998. Pengangkatan Habibie sebagai presiden dilakukan di depan Mahkamah Agung, karena saat itu gedung DPR-MPR masih diduduki oleh puluhan ribu mahasiswa.
Dalam waktu singkat, setelah mengangkat sumpah sebagai presiden, Habibie pun mengumumkan kabinetnya yang diberi nama Kabinet. reformasi pembangunan. Dalam buku yang ditulis Habibie sendiri yang berjudul Detik-detik yang menentukan, Habibie mengatakan Sejak menerima jabatan, saya senantiasa berusaha untuk melaksanakan demokratisasi, menegakkan supremasi hukum, menstabilkan perekonomian, dan promosi serta penghormatan hak-hak asasi manusia. Dan ternyata apa yang dikatakannya itu, ia lakukan dengan baik. Dengan masa kerja sebagai presiden selama 1 tahun 5 bulan, Habibie dengan kejeniusannya, tidak hanya menyematkan Indonesia dari krisis moneter.
tapi juga mengeluarkan peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang seiring sejalan dengan semangat reformasi. Meski Habibie hanya menjabat sebagai presiden selama 18 bulan, namun dalam masa sesingkat itu ada banyak hal yang dilakukan oleh Habibie. Kendati tidak sempurna, dialah peletak dasar-dasar demokrasi Indonesia.
Di bawahnya tumbuh kebebasan pers, pembebasan tanan politik, reformasi ditubuh militer dan kepolisian, dan pemberian otonomi kepada daerah. Di Makmur Maka, dalam buku yang berjudul The True Life of Habibi, cerita di balik kesuksesan, menjelaskan dengan terperinci terobosan-terobosan yang dilakukan Habibi saat menjadi presiden. Pertama, yang dilakukan Habibi saat kondisi perekonomian Indonesia memang sedang sangat parah, adalah memisahkan Bank Indonesia dari campur tangan pemerintah.
Sebab Habibi tidak ingin Bank Sentral dipengaruhi oleh presiden, menteri, atau siapapun. Setelah menjabat sebagai presiden Indonesia, Kebijakan ekonomi yang diambil Habibie pertama kali adalah menyelesaikan masalah sektor perbankan usai diterpah rush atau penarikan dana besar-besaran pada tahun 1997. Restrukturisasi perbankan dilakukan salah satunya dengan mengkonsolidasikan empat bank milik pemerintah, yang kemudian melahirkan bank mandiri. Bagi Habibie, penyataan perbankan komersial ini penting untuk menopang perekonomian dan memperkuat Bank Indonesia.
Habibie juga mengambil langkah cukup berani meski ditentang banyak kalangan, memisahkan Bank Indonesia dari pemerintah lewat Undang-Undang No. 23 tahun 1999. Hal ini Habibie lakukan bukan tanpa alasan, ini dilakukan agar dapat menghasilkan mata uang rupiah yang berkualitas tinggi. Dipercaya, Bank Sentral harus dapat bekerja lebih objektif, profesional, dan lepas dari kepentingan politik. Berkat keputusannya itu pula, Bank Indonesia punya wonang untuk mengintervensi rupiah hingga saat ini.
Langkah Habibie selanjutnya diarahkan pada pengembalian kepercayaan pelaku ekonomi dalam negeri. Untuk itu, kekhawatiran untuk hyperinflasi harus diredam. Kebijakan moneter ketat ditempuh, salah satunya dengan menerbitkan sertifikat Bank Indonesia dengan tingkat bunga tinggi. Tujuannya, agar masyarakat menyimpan kembali uangnya di bank.
sebab banyaknya jumlah uang beredar di masyarakat waktu itu juga turut mendorong inflasi. Di saat yang bersamaan, HBP juga mempertahankan kebijakan tarif dasar listrik dan BBM bersubsidi agar administrat price atau biaya administrasi dapat diturunkan. Harga-harga bahan pokok pun terjangkau oleh masyarakat di tengah keterpurukan akibat krisis. Cara ini cukup efektif menahan laju inflasi, yang diikuti dengan menurunnya suku bunga sertifikat Bank Indonesia dari 70% menjadi hanya belasan persen. Bersama dengan penurunan suku bunga, maka negatif spread yang dialami bank-bank juga dapat diatasi.
Di sisi lain, kebijakan yang diarahkan untuk memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia dikebut berbarengan dengan persiapan menuju pemilu. Berbagai langkah yang diambil Habibie tersebut cukup berhasil menciptakan stabilitas makro dan membuat investor internasional kembali melirik Indonesia sebagai lahan yang layak untuk berinvestasi. Aktivitas perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta yang sempat terkapar berangsur menggeliat kembali.
Indeks harga saham gabungan pun meloncak, dari posisi 200 ke kisaran 500 dan 600an. Level psikologis 700 bahkan sempat disentuh. Nilai tukar rupiah secara bertahap membaik dan akhirnya mencapai tingkat wajar.
Bak dua sisi mata uang, kondisi itu juga menurunkan tekanan terhadap inflasi. Meski demikian, kebijakan ekonomi yang Habibie tempuh di masa pemerintahnya bukan tanpa kritik. Sejumlah analis menilai menguatnya nilai tukar rupiah justru disebabkan oleh faktor lain di luar Habibie. Salah satunya aliran modal masuk atau capital inflow yang cukup besar di pasar saham. Itu pun bukan karena kebijakan pemerintah, melainkan karena harga saham-saham di bursa sudah terlalu murah ketimbang harga industri sejenis di luar negeri.
Namun di luar daripada itu, kebijakan perekonomian yang diambil Habibie menjadi fondasi penting bagi perjalanan perekonomian Indonesia hingga menuju stabilitasnya saat ini. Fondasi inilah yang penting untuk membangun lagi perekonomian yang porak-poranda akibat salah kelola selama masa order baru. Salah satu warisan Habibie paling penting adalah pembentukan Bank Mandiri, yang merupakan salah satu bank BUMN terbesar di Indonesia.
Nama Mandiri merupakan pemberian dari Habibie. Pembentukan Bank Mandiri bermula saat terjadi kekacauan ekonomi pada tahun 1998. Habibie secara tiba-tiba memanggil Menteri Negara Pendaya Gunaan BUMN Tandil Abeng untuk segera datang ke kediamannya di Jalan Petra Kuningan, Jakarta Selatan. Kepada Tandil, Habibie menyampaikan jika dirinya menginginkan 4 bank pelat merah. Bank Bumidaya, BBD, Bank Dagang Negara, BDN, Bank Ekspor Impor Indonesia, Bank Eksim, dan Bank Pembangunan Indonesia, BAPINDO, dilebur menjadi satu bank. Saat itu, kondisi empat bank tersebut memang sedang di ujung tanduk, dihantam krisis.
Dalam pertemuan empat mata itu, Habibie meminta Tanri untuk memberikan nama-nama orang Indonesia yang berpengalaman dalam perbankan. Nantinya, mereka ini akan diberikan tugas melaksanakan intergasi empat aset pemerintah menjadi satu BUMN. Sejumlah kriteria pun disodorkan Habibie. Melalui buku yang berjudul Detik-Detik yang menentukan jalan panjang Indonesia menuju demokrasi yang ditulis sendiri oleh Habibie, kita menjadi tahu bahwa Habibie meminta nama-nama yang dipilih harus berwawasan jauh ke depan, pragmatis, dan banting. Dapat bekerja cepat dan konsisten dalam mencapai sasaran tugas yang diberikan.
Selain Tandri, Habibie juga meminta masukan kepada Joseph Ackerman, salah satu direktur Dow Che Bang di Frankfurt. Di mata Habibie, Ackerman adalah seorang profesional dalam dunia perbankan, memiliki wawasan yang meyakinkan. serta sikap seorang intrapreneur. Pada tanggal 2 Oktober 1998, rencana Habibie menggabungkan empat bank pemerintah akhirnya berhasil direalisasikan.
Roby Johan menjadi direktur utama pertama di bank hasil merger tersebut. Bank hasil penggabungan ini kemudian diberi nama Bank Mandiri oleh Habibie. Selama 20 tahun, Bank Mandiri kini menjelma sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia. Per 30 Juni tahun 2019, aset Bank Mandiri sudah menyentuh Rp 1.236 triliun dengan nilai ekuitas sebesar Rp 190 triliun.
Kedua, Habibie pernah melakukan terobosan dengan mengendalikan dolar yang mana melambung tinggi dari Rp 16.800 menjadi turun sangat drastis. menjadi 7.500 rupiah setelah pasca krisis tahun 1998. Habibie bukanlah politisi ataupun ekonom, Habibie adalah teknokrat yang sudah malang melintang di dunia teknologi. Sebelum akhirnya Soeharto memanggilnya pulang untuk menjadi manristek.
Reformasi yang berujung pada pengunduran diri Soeharto, mengantarkan Habibie menjadi orang nomor satu di Indonesia. Dengan banyaknya warisan permasalahan mulai dari politik, stabilitas keamanan hingga perekonomian. Namun yang mungkin paling menggelisahkan adalah ekonomi Indonesia saat itu sangatlah berubah.
buruk. Nilai tukar rupiah amblas, cadangan devisa tergerus habis-habisan, inflasi melonjak, pertumbuhan ekonomi minus. Kemampuannya dalam mengelola perekonomian Indonesia diragukan oleh banyak kalangan. Di mata para pelaku pasar tahun 1997-1998, Habibie dipandang sebagai sosok yang suka menghaburkan duit untuk proyek-proyek mahal.
Dalam majalah Tempo yang terbit pada tanggal 11 Oktober tahun 1999, mengutip perkataan Lee Kuan Yee, Perdana Menteri Singapura saat itu, yang menyebut naiknya Habibie. bisa menghancurkan rupiah. Namun kenyataannya berkata lain. Di era Habibie, ekonomi Indonesia justru masuk dalam fase pemulihan pasca krisis moneter 1998. Habibie berhasil mengembalikan kurs rupiah yang sempat terjun ke level Rp16.800 per dolar Amerika pada Juni 1998 ke kisaran Rp7.000 dan Rp8.000 per dolar Amerika di akhir pemerintahannya. Ketiga, dan ini menjadi rentetan bukti kejeniusan Habibie, manakal Habibie mencoba mengikis paham tua yang menempel kuat pada masa Orba dengan mebebaskan tanan politik dan narapi dana politik yang ditahan karena menentang pemerintahan Presiden Soeharto.
Pada masa Orba, tidak terhitung jumlah orang-orang yang ditahan karena menentang pemerintah. Geberakan kejeniusan Habibie dalam memajukan demokrasi pun ditunjukkan dengan mebebaskan beberapa aktivis oposisi pemerintah Soeharto, sebanyak 115 orang. Di antaranya adalah Sri Bintang Pamungkas yang dipenjara karena mengkritik Soeharto, Budiman Sujat Miko, dan Mutar Pak Pahan yang dipenjara karena dianggap memicu kerusuhan di Medan 4 tahun sebelum Orde Baru tumbang.
Dalam kebijakannya ini, Habibie dengan tegas mengatakan apa yang dilakukan melakukan parak tapo dan napol itu tidak menentang undang-undang 1945 dan keputusannya itu beralasan bahwa itu soal hati nurani pertanggungjawaban kepada Allah keempat Habibie meninggalkan undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers yang menjadi payung bagi kebebasan pers di Indonesia. Kekuasaan order baru selama lebih dari 3 dekade ditandai pembungkaman kebebasan secara besar-besaran. Pemerintah mengontrol hampir semua aspek.
Suara kritis ditekan yang dianggap mengganggu ketertiban disingkirkan termasuk media dan banyak sekali bukti pemberedelan pada media yang memilih menjadi oposan. Keadaan itu coba diubah oleh Habibie manakala konstitusi menunjuknya sebagai presiden. Habibie memanggil Panglima Abri, Mendagri, Menlu beberapa perakilan Partai Golkar.
serta pimpinan MPR. Pertemuan diadakan untuk membahas situasi terkini negara. Salah satu poin keputusannya adalah membuka keran kebebasan pers.
Habibi ingin semua orang bebas berbicara. Dalam satu menuarnya, Habibi mengatakan bahwa Saya bilang, saya itu biasanya dapat ini. Saya baca dan langsung dieksekusi.
Saya ingin menjadi orang yang memberikan kebebasan pers karena saya indoktrinisasi bahwa bangsa Indonesia harus tetap dari Sabang sampai Merauke sepanjang masa. Bersama dengan itu, kemudian Habibi meminta Menteri Penerangan saat itu Yunus Yusfiah untuk mencabut ketentuan surat izin usaha penerbitan pers atau SIUPP. Yang termaktub dalam Permen Pen nomor 1 tahun 1984, pencabutan beleid diikuti penetapan aturan baru dalam wujud Permen Pen nomor 1 tahun 1998. Untuk tambahan informasi, pada era Orde Baru, SIUPP adalah musuh kebebasan pers.
Ia dipakai pemerintah Orba untuk mengontrol eksistensi media. Bila ingin menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya, media harus memperoleh SIUPP. Karena SIUPP sudah dicabut, konteks kontrol itu perlahan sirna. Ketetapan yang baru membuat majalah, tabloid maupun surat kabar yang pernah diberedel order baru dapat kembali mengajukan SIUPP. Bondasi kebebasan ini kian kokoh lewat Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers yang disakan Habibie pada tanggal 23 September tahun 1999 dan membuat 10 bab dan 21 pasal.
Secara garis besar, Undang-Undang Pers ini membuat beberapa prinsip yang menyatakan kemerdekaan pers adalah hal yang harus diperlukan. hak asasi warga negara, kebijakan sensor dan pelarangan penyiaran dihapuskan, dan Pers Nasional punya hak untuk mencari, memperoleh, maupun menyebarluaskan gagasan serta informasi. Saat mengesahkan Undang-Undang Kebebasan Pers ini, Habibie menyatakan bahwa ini adalah upayanya untuk menyediakan ruang kepada Pers agar dapat mengoreksi posisinya sebagai Presiden.
Kelima, di era Habibie terbit dua regulasi demokratis, yaitu Undang-Undang nomor 2 tahun 1999 tentang Partai Politik, dan Undang-Undang nomor 3 tahun 1999 tentang... tentang pemilu. Dua peraturan ini yang memungkinkan pemilu pada tahun 1999 terselenggara, dengan jumlah peserta mencapai 48 partai. Habibie juga memberikan kebebasan kepada masyarakat, untuk menyuarakan aspirasinya lewat Serikat Buruh. Bukti yang bisa kita lihat adalah bagaimana Habibie, mencabut larangan pendirian Serikat Buruh independen, dengan meratifikasi konvensi ILO nomor 87, yang salah satu poinnya adalah kebebasan berserikat.
Setelah penjemputan itu dilakukan, kemudian banyak Serikat Buruh berdiri setelahnya. termasuk pecahan SPSI, sebuah serikat buru tunggal yang dibentuk untuk melayani pemerintahan Ordu Baru. Di bawah pemerintahan Habibie juga, pada bulan Agustus tahun 1998, para elit militer Indonesia memikirkan ulang Dwi Fungsi ABRI. Rapat pimpinan ABRI ketika itu menghasilkan keputusan untuk menghapuskan Dwi Fungsi ABRI.
Langkah ini sangat fenomenal karena selama 32 tahun Soeharto berkuasa dengan menggunakan Dwi Fungsi ABRI. Bersama dengan itu, Kepolisian Republik Indonesia resmi dipisahkan dari ABRI. Pemisahan ini dilakukan oleh dilakukan lewat ketetapan MPR nomor 7 tahun 2000 tentang pemisahan TNI dan Polri. Kemudian hal ini kembali diperkuat dengan ketetapan MPR nomor 7 tahun 2000 tentang peran TNI dan Polri. Dan sejak itu, Polri berdiri sendiri dan nama resmi militer Indonesia kembali menjadi TNI.
Selain itu juga, Habibie mulai memberikan otonomi kepada daerah-daerah di Indonesia. Sentralisasi yang menjadi ciri khas Orde Baru dihapuskan dengan cepat oleh Habibie. Undang-Undang nomor 5 tahun 1974 tentang pemerintahan daerah diganti oleh Habibie dengan Undang-Undang nomor 22. tahun 1999 dan Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Undang-Undang ini mewakili semangat yang sangat demokratis dan akibatnya kita rasakan hingga saat ini. Kenam, menghapuskan menghapus istilah pribumi dan non-pribumi lewat Inpres 26 1998 dan penghapusan surat bukti keluarga negara Republik Indonesia melalui Inpres 4 1999. Hal ini memberikan dampak yang baik kepada etnis Tionghoa di Indonesia, terutama dari berbagai intimidasi, kebencian, dan kekerasan selama masa warga baru. Selain semua capaian itu, juga dalam melindungi perempuan pada tanggal 22 Juli 1998, Habibie menekan keputusan Presiden No. 181 tahun 1998 tentang Komisi Nasional.
antikekerasan terhadap perempuan, yang mana ini menjadi dasar hukum pendirian Komnas Perempuan yang diperkenalkan Habibie di hadapan anggota Kabinet Reformasi di Binagraha. Setelah resmi diumumkan dan mendapatkan landasan hukum, beberapa bulan kemudian, atau tepatnya pada tanggal 15 Oktober tahun 1998, mandat dan keanggotaan Komnas Perempuan pun keluar. Selain membentuk Komnas Perempuan, Habibie juga menyusun tim gabungan pencari fakta yang ditugaskan mengumpulkan bukti tentang perkosaan masal saat kerusuhan. Cerita bagaimana akhirnya Habibie menekan perpustakaan Perpres Komnas Perempuan tercatat dalam catatan yang berjudul Rekam Juang Komnas Perempuan.
16 tahun menghapus kekerasan terhadap perempuan. Saya ingin mengajak masyarakat di Timur Timur dan seluruh rakyat Indonesia untuk menerima kenyataan ini dengan ikhlas, sabar, dan hati yang langsung. Di antara semua warisan, penguatan HAM dan demokrasi dari buah kejenusan Habibie, yang barangkali paling diingat juga adalah bagaimana Habibie menyetujui referendum Timur-Timur.
Men Hakam atau Panglima TNI General TNI saat itu, Kwi Ranto, dalam wawancaranya dengan Kompas, pas pada tanggal 12 September tahun 1999 mengatakan, bahwa gagasan opsi otonomi luas dan kemerdekaan kepada Timur-Timur, atau Tim-Tim berasal dari pemerintah. Pemerintah yang dimaksud Wiranto mengerucut kepada Presiden Habibi, yang memberikan alternatif baru dalam menyelesaikan masalah Tim-Tim. Gagasan ini dibicarakan di sidang kabinet, untuk menarik masalah Tim-Tim menjadi permasalahan internasional, dan hasilnya diserahkan pada tataran internasional. Gagasan ini juga kerap disampaikan oleh Habibi di forum-forum terbuka.
Dalam banyak catatan tertulis juga terlihat, bahwa Habibie sendirilah yang meminta referendum bagi Temur Timur ke PBB yang saat itu dipimpin Kofi Annan pada tanggal 27 Januari di tahun 1999. Habibie dalam bukunya yang ia tulis sendiri mengaku hendak sesegera mungkin menyelenggarakan referendum Temur Timur agar presiden yang menggantikannya tidak perlu pusing dibuatnya. Dalam catatan bukunya itu, Habibie menyatakan alasannya untuk siapapun yang menjadi presiden dan wakil presidennya nanti dapat memberi perhatian penuh kepada penyelesaian masalah politik dan masalah ekonomi Indonesia. Rencana Habibie untuk melepas tim-tim sempat mendapat penolakan oleh sejumlah tokoh reformasi. Bustur, berpendapat Indonesia telah memutuskan untuk menjadikan tim-tim sebagai bagian dari Indonesia.
Untuk itu keputusan harus dihormati dan tim-tim tetap menjadi bagian dari Indonesia. Sementara itu Megawati Soekarno Putri berpendapat pemerintahan Habibie merupakan pemerintahan transisi sehingga tidak punya otoritas untuk menentukan nasib fundamental negara seperti kasus tim-tim. Dialog dalam rangka reformasi politik ini sangat menentukan masa depan tim-tim karena selama 23 tahun...
masyarakat tim-tim tercerai berai oleh perbedaan paham dan pendapat. Dalam dialog ini, tuntutan referendum di tim-tim dan pembebasan Joksi Alexander Sananagusmau, tokoh pendukung kemerdekaan mendominasi pembicaraan. Setelah berbagai pro kontra, referendum bagi rakyat Timur-Timur pun akhirnya digelar pada tanggal 30 Agustus di tahun 1999. Ketegangan panjang dan serangkaian aksi kekerasan berdarah mewarnai hari-hari menjelang penentuan pendapat.
Antusiasme masyarakat tim-tim cukup tinggi. Sekitar 95 persen dari 440. 46.953 rakyat Timur-Timur memberikan suaranya. Dari 438.968 ribu suara sah, 78,50 persen diantaranya menolak opsi otonomi khusus. Dan saat itu artinya, mereka, rakyat Timur-Timur memilih berdeka. Dan pada tanggal 4 September 1999, hasil penentuan pendapat itu pun diumumkan PBB di New York.
Amerika Serikat yang menyatakan sebesar 78,5 persen suara menginginkan tim-tim lepas dari Indonesia. Pakar Hukum Universitas Indonesia Prof. Dr. Harun Al-Rashid dalam salah satu wawancaranya mengumumkakan bahwa hasil penonton pendapat itu mengganjal pencalonan kembali Habibie sebagai presiden. Dan benar saja, Made Supriyatma, peneliti militer dan politik, melihat Habibie lebih mengedepankan laluri dan hati ketimbang insting politik.
Dalam memewarnya berjudul BJ Habibie, Presiden Peralihan, Peletak Dasar Depokrasi Indonesia, Made menyatakan bahwa secara perlahan Habibie menunjukkan kualitas dirinya. Habibie bukan politikus, justru karena itu. Itulah Habibie memerintah lebih berdasarkan naluri ketimbang kalkulasi politik. Lepasnya Timur-Timur dan Indonesia juga menjadi tonggak kejatuhan Habibie. Sebab pada bulan Oktober tahun 1999, MPR mengadakan sidang dan meminta pertanggung jawaban Habibie sebagai Presiden Republik Indonesia.
Dan pada tanggal 20 Oktober tahun 1999, MPR menolak pidato pertanggung jawaban Habibie. Dan karena alasan itulah, Habibie memutuskan untuk tidak mencalonkan diri kembali sebagai Presiden. Tidak menyanggupi menerima pencalonan saya, Baharudin Yusuf Habibie, sebagai Presiden masa bakti 1999 sampai 2004. Saya yakin.
Bahwa masih banyak putra-putri bangsa yang lebih mampu dari saya untuk memimpin bangsa. Namun dalam capaian yang sesingkat itu, sejarawan MC Rick Leffs dalam bukunya berjudul Sejarah Indonesia Modern Aaron menyatakan bahwa Habibie memulai masa jabatannya dengan suatu reputasi yang membuatnya tidak dipercaya oleh aktivis mahasiswa, militer, sepolitik utama, pemerintahan asing, investor luar negeri, dan perusahaan internasional. Namun, mengingat krisis para Indonesia dan posisi pribadinya, Capaian Habibie tergolong luar biasa dan 5 tahun setelah kepergiannya, barangkali kita merindukan sosok semacam Habibie yang mengedepankan kebijakan dengan nurani, bukan kalkulasi untung rugi.
Bisa dibilang dalam perjalanan hidupnya, Habibie tidak mencari politik. Politiklah yang mencarinya dan dalam hal ini. Habibie, barangkali bisa kita sebut, Habibie adalah si jenius dengan banyak jam terbang.