Warung abnormal, warung yang dulu hype banget, terkenal banget sebagai tempat nongkrong nomor satu di Indonesia, khususnya kota-kota besar bagi anak muda. Kalau dulu nggak nongkrong, nggak gaul di warung abnormal, kesannya lu nggak ngetrend. Tapi lu tau nggak, sekarang warung itu...
sudah hancur, berantakan. Itu ada hubungannya dengan orang terkaya di Indonesia dan saham-saham yang ada di ASG. So, let's check this out. Intro Mungkin buat teman-teman yang belum tahu, warung abnormal itu sejarahnya lahir di kota Bandung.
Jadi tempat yang ngetrend dengan bisnis kuliner ya. Dan salah satu tempat yang paling terkenal dan gue sempat visit itu ada di Ciam Pelas, Bandung. Kalau kamu teman-teman orang Bandung pasti udah tahu lah tempatnya seperti apa. Nah, buat teman-teman nih, ini generasi yang betul-betul mengikuti perkembangan abnormal dan betul-betul konsumen sejati, pasti udah tahu dong.
Ada 7 alasan kenapa warung abnormal collapse. Banyak tempatnya yang tutup, bangkrut, bakalan berubah jadi tempat main badminton. Nah, gue sangat merasakan ya sebagai investor, kita kan harus merasakan produknya, ngetes tempatnya, datang ke lokasinya, kita cek pelayanannya seperti apa, bahkan taste masakannya seperti apa.
Dan salah satu hal yang pertama penyebab kehancuran abnormal, menurut Benix, itu adalah faktor harga. Gue masih inget banget, harga abnormal dulu sekali kita dateng Rp50.000 itu bisa makan buat 2-3 orang. Sekali makan mie goreng atau mie rebus, paling harganya cuma sekitar Rp18.000-an.
Jadi, kalau lu dengan uang Rp50.000, lu udah bisa dapat 2 bakmi dan 2 makanan. Cukup realistis untuk saat itu. Tetapi kalau kamu sekarang pergi ke warung abnormal, apa yang terjadi teman-teman?
Sekali makan bakmi aja lu udah habis Rp30.000. Belum lagi kalau sananya lu beli minumannya. Jadi sekarang, bawa duit Rp50.000 aja udah berasa nggak cukup.
Dan yang makin memperparah adalah soal rasanya. Kenapa? Karena namanya produk makanan dan minuman, orang pasti ketika dia belanja, dia akan ngetes dan dia pengen tahu. Yang dia suka, yang dia nikmati adalah rasanya.
Suka tidak suka. Sekarang, udah harganya mahal, produk dan rasanya juga tidak enak. Ya, kamu bisa coba sendiri.
Sekarang rasa minyak aja, rasa kuahnya aja udah nggak fresh kayak dulu. Jadi betul-betul ada pergeseran, bahkan lebih enak kalau seandainya kamu makan di rumah, minta tolong mama kamu yang masakin. jauh lebih enak dan lebih murah. Tidak logis buat kita bayar duit Rp50.000 hanya buat makan Indomie goreng, Indomie rebus, yang harga hasilnya di Indomaret juga satu piece nggak sampai goceng. So, masalah pertama adalah dari produknya.
Rasanya tidak enak, dan yang kedua, harganya mahal. Alasan kedua adalah ekspansi. Jadi, abnormalnya ekspansi terlalu cepat. Bayangkan saja ya, di tahun 2019, mereka mengoperasikan 85 gerai di 20 kota yang ada di Indonesia.
Jadi kalian bisa bayangkan ini sebuah bisnis baru lahir, tiba-tiba ekspansi sedemikian cepat, sedemikian besar ke seluruh Indonesia. Nah ekspansi yang terlalu cepat ini dan terlalu dini ini sangat berbahaya. Kenapa? Karena buat modal bikin tempat abnormal itu tidak murah. Biar inovasinya juga tidak murah, lokasinya lokasi strategik.
Nah tentunya sewanya juga mahal. Nah ekspansi yang terlalu cepat ini, itu menjadi sesuatu hambatan apalagi kamu berbisnis berhubungan dengan makanan. Kembali ke kasusnya Tanihab, logistiknya seperti apa? Belum tentu harga bahan bakunya sama, belum tentu harga pengirimannya juga sama. Sehingga kualitas produknya menjadi bisa tidak seragam.
Dan ini menjadi berat ketika orang terus berekspansi, padahal, ini akan kita masuk ke kesalahan ketiga, segmennya abnormal itu adalah anak-anak muda, anak-anak sekolahan. Range usianya 15 sampai 25 tahun. Oke, kenapa bermasalah?
Bermasalahnya adalah begini. Alasan ketiga kenapa abnormal bangkrut itu adalah dia berbisnis experience. Ketika dia pertama kali masuk ke Indonesia dengan market price yang sedemikian rupa rendah, di bawah 20 ribu, kamu udah bisa makan kenyang. Akibatnya apa?
Generasi awal customer-nya abnormal itu adalah kalangan-kalangan menengah bawah. Orang-orang yang bahkan masih belum bekerja, rata-rata masih kuliah, atau masih SMA, atau baru dijenjang awal karirnya. Jadi kelas 15 sampai 25 tahun, ini orang-orang generasi muda. yang eager to learn new things.
Jadi orang-orang yang semangat, yang masih suka coba-coba hal baru. Nah ketika kamu buat bisnis dan kamu mengeker kalangan seperti itu, mereka itu punya sifat labil. Oh hari ini pengen coba X, besok pengen coba Y, besok lagi pengen coba Z.
So orang mungkin cuma datang 2-3 kali, coba experience-nya doang, foto-foto selfie, tempatnya bagus, and then that's it. Kenapa? Ketika kemudian abnormal menaikkan harganya, tadinya murah, jadi mahal. Ya, orang-orang ini kemudian mulai berpikir ya, yaudah, gue udah pernah kesana sewat, mendingan gue coba yang lain. Dan lagi, wah, harganya juga udah nggak worth it.
Jadi, business experience itu betul-betul sangat cepat. Dan kita harus segera bikin konsep baru, kita harus segera berinovasi. Tiga sampai lima tahun udah harus pikirkan, apalagi inovasi yang kita mau bikin.
Nah, business experience ini telat untuk... dipegang telat untuk dikuasai oleh yang namanya abnormal. Ketika kemudian kemarin terjadi yang namanya PSBB, nah ini kita masuk ke alasan keempat.
Ketika kemudian terjadi PSBB, PSBB menghancurkan bisnis kuliner di Indonesia. Dan salah satu korbannya yang paling sakit adalah abnormal. Kenapa? Ingat nggak zaman-zaman PSBB ya? Tahun 2019, 2020, 2021. Orang itu nggak boleh makan di tempat.
Jadi, solusinya apa? Nggak ada. Begitu banyak restoran yang bangkrut dan kolaps, Karena orang nggak bisa lagi makan di tempat.
Ingat loh, bisnis mereka itu experience. Kalau KFC ya, gampang banget tuh. Tinggal buka aja jualan online, jualan di GoFood, di GrabFood.
Orang karantina 2019, 2020, 2021, ada COVID, tetap bisa order pakai GoFood, pakai GrabFood online. Karena jualannya makanan. Tetapi ketika kamu berbisnis experience, orang harus datang, melihat tempatnya bagus, AC-nya dingin, foto-foto, banyak main games. Dan itu nggak bisa lagi karena semua di blok PSBB. Orang nggak ada gunanya lagi buat pesen itu secara online.
Kenapa? Karena orang belanja barang di abnormal. Bukan karena rasanya enak. Tadi udah kita bilang kan rasanya kurang enak.
Kedua, harganya juga udah jadi mahal. Kekuatan mereka tinggal yang ketiga yang experience. Dan itu tidak bisa didapatkan dengan belanja onan.
Lu harus datang ke tempatnya, makan di tempatnya, ajak temen lu ngobrol-ngobrol, gosip-gosip. That's it. So, bisnis yang berhubungan dengan experience di bidang makanan, dikasih lagi PSBB, apa yang terjadi?
Dencana besar. Kiamat. Oke, jadi kita udah dapet nih alasan kenapa perusahaan ini... Belakangan ini mulai banyak yang tutup, mulai banyak yang bangkrut. Yang kelima, nah ini seru nih.
Yang kelima ini berhubungan dengan kemewahan. Kalian tau kan, tempatnya normal itu, lokasinya bagus, tadi gue udah bilang. Desainnya keren, mewah. Disana banyak colokan listriknya, wifi-nya juga online-nya bagus.
Dan enak kalau lo mau selfie atau nongkrong sama bareng temen lo. Kenapa? Karena tempatnya dingin, AC-nya hidup semua.
Jadi nyaman lah, sangat nyaman. Bahkan mereka di beberapa tempat, gue liat ada yang kasih games. Little Bees are mine.
game card game, board game, biliar bahkan ada. Jadi itu tempat-tempat yang sangat enak buat lu hang out. Nah buat lu tau ya, itu biayanya mahal, biayanya tinggi.
Ketika sebuah bisnis baru lahir udah langsung keluarin budget untuk desain interior sedemikian mahal, budget untuk sewa tempat sedemikian mahal, sementara makanan yang dijual adalah internet, indomie telur, kornet. Kapan lu mau bisa balik modal? Itu sangat tidak rasional. Sehingga kemudian jangan heran kalau banyak mitra dari abnormal itu juga yang tidak happy. Gila, gue udah investasi sekian miliar, asal kamu tau ya, satu gerai itu minimal habis satu miliar untuk investasi tempatnya.
Jauh lebih mahal dibanding mixway. Bayangkan kamu sebagai seorang investor yang ambil franchise-nya abnormal. Udah desain tempat bagus-bagus, mahal-mahal, tetapi karena harga makanannya juga kemahalan bagi sebagian orang, padahal jualannya cuma indomie goreng, indomie rebus tok. ya orang-orang makin males berdatang ke sana.
Jadi ketika kita berbicara tentang investasi, orang melihat BEP-nya itu kapan, break even point-nya kapan. Kita investasi 3 miliar satu gerai abnormal, balik modalnya kapan. Ya tentu situasi ini menjadi tidak enak gitu loh. Kenapa?
Karena untuk bangun abnormal, nggak bisa kios-kios kecil ukuran 3x3, 3x5, nggak. Lo harus bangun tempat yang besar, bahkan bisa sampai 2 lantai. Jadi biaya investasi di awal yang terlalu tinggi, itu memberatkan banyak orang.
Dan ini berakibat ke... kualitas dari servisnya itu sendiri. Dan itu alasan yang ke-6.
Servisnya abnormal karena diekspansi terlalu cepat, growth-nya terlalu cepat, langsung ada di 20 kota yang ada di Indonesia. Sementara logistiknya belum tentu siap, supply chain-nya belum tentu siap, employment training-nya juga belum tentu siap. Yang terjadi apa? Servis dan layanan yang ada di warung-warung abnormal itu tidak seragam. Apalagi banyak pendekatan yang dilakukan oleh abnormal itu top-down.
Padahal gerak-geraknya itu dimiliki oleh franchise-franchise yang sebetulnya mempunyai keunikan dan market segmen tersendiri. Nah, alasan inilah kemudian orang berpikir ketika kemudian datang ke sebuah restoran, memang rasa itu penting, memang produk itu penting, tetapi kalau servisnya tidak bagus, menurut gue ya ini mungkin sebuah pertanda bahwa manajemennya memiliki pengelolaan yang kurang bagus. Namanya bisnis makanan, itu adalah bisnis hospitality. Bisnis hospitality bukan cuma soal bisnis tempat tidur, bukan cuma soal bisnis kamar hotel. Tapi juga termasuk dengan bisnis layanan yang ada di restoran, seperti ya abnormal ini.
Dan alasan yang terakhir, yang nomor tujuh, ini berhubungan dengan manajemen internalnya di abnormal itu sendiri. Dari tadi kan semua alasan yang kamu yang bisa tahu, sekarang ini alasan yang dari belakang layar lah. Karena ya gue kenal sama beberapa sohib gue yang hobinya investasi di bidang kuliner, dan mereka pun merasakan tidak enak.
Dan mereka juga yang ganti loh gara-garanya. Apa? Masalah manajemen internalnya. Manajemen yang ada di internal, abnormal, itu pendekatannya terlalu top down nah ini masalahnya sama juga kayak di Tanihap terlalu top down, tidak mau mendengarkan masalah yang terjadi di lapangan tidak mau mendengarkan masalah-masalah yang terjadi dengan franchisee Padahal ya di Amerika, lu tau gak, McDonald's itu bisa berkembang sedemikian besar, karena apa? Ya mereka mendengarkan franchise-nya.
McD itu loh, itu mayoritas yang pegang adalah franchise-franchise, bukan milik medianya sendiri. Nah, di Indonesia, abnormal itu gagal mendengarkan informasi-informasi dari bawah. Satu hal yang paling gampang, penerapan menu.
Kalau ada abnormal di Aceh, kalau ada abnormal di Jakarta, di Surabaya, di Bandung, Menado, itu menunya seragam. Kalau seandainya menurutkan data yang namanya macalate, produknya jelek, harus di-take out, akan di-take out. Green latte, produknya tidak enak, langsung di-take out, di-take out. Padahal ya, mungkin produk itu nggak laku di Jakarta, tapi ternyata laku banget di Semarang. Mungkin nggak laku di Bali, tapi laku banget di Bandung.
Dan itu keunikan market geografis di Indonesia yang punya taste yang beda-beda. Satu seneng sambal mata, satu seneng sambal terasi, dan itu terjadi. Nah, manajemen di abnormal, menurut saya dan teman-teman yang franchise itu bilang, ya mereka itu tidak mau mendengarkan input dari bawah. Akibatnya apa? Banyak menu-menu yang sebetulnya laku banget di kota-kota tertentu, itu ketika disuruh take out, mereka secara nasional hilang.
Dan ini sangat parah. Dan ini sangat disayangkan. Dan gue bisa tahu kenapa pun manajemen harus lakukan itu ya.
Kenapa parah? Karena begini. Lo lihat, market Indonesia ini sangat unik. Kalau kamu sekarang pergi ke KFC, ke MACD, lo bisa ketemu ayam goreng gule.
Ada loh, ayam goreng sambal terasi. Nggak mesti ayam goreng McD doang yang gitu-gitu doang, ayam dikasih tepung. Mereka bergerak, berinovasi sesuai dengan perkembangan yang ada di Indonesia.
Lagi ngetrend sambal mata, mereka bikin ayam goreng sambal mata. Kalau lu pergi ke KFC yang ada di Afganistan, nggak ada itu ayam goreng sambal mata. Kalau lu pergi ke KFC yang ada di London, nggak ada tuh ayam goreng gulai. Jadi itu kekasan Indonesia yang diakui sama KFC di Indonesia karena mereka mau berkembang dengan mendengarkan market itu dari bawah.
Ini namanya pendekatan bottom-up. Nggak dilakukan nih sama yang namanya abnormal. Mereka punya polusi kalau gue bilang A, harus diberlakukan A. Kalau menu harus ST tawar, nasional ST tawar, nggak ada yang pakai gula. Nah itu menurut gue salah satu halnya yang sangat-sangat disayangkan gitu.
Akibatnya apa? Banyak orang-orang yang ambil franchise yang mereka merasa sakit hati. Lalu apakah ini hal yang buruk?
Nah ini yang penting nih, karena kita investor. Sebetulnya nggak juga, kenapa? Kita udah jelaskan tuh dari pertama sampai yang ketujuh alasan kenapa abnormal bangkrut.
Tetapi apakah itu hal yang buruk? Tidak. Kenapa?
Banyak orang yang nggak tahu. Kenapa pun keputusan manajemen ketika banyak branch-nya yang kolaps, berubah merek, atau hilang menjadi lapangan badminton. Kenapa itu menjadi hal yang biasa?
Karena, kamu tahu nggak, pemegang saham abnormal itu orang terkaya di Indonesia. Dan abnormal, generasi baru setelah perpindahan manajemen, goalnya bukan lagi cari untung, tetapi cari data. Dan ini hal yang sangat menarik.
Dan banyak orang yang nggak tahu bahwa pemegang saham abnormal adalah salah satu orang. terkaya di Indonesia yang mempunyai kepentingan untuk mengetahui bisnis intelligence dari hulu sampai hilir. Dan ini masih ada hubungannya dengan restoran KFC.
Wow, penasaran nggak? Apa sih hubungannya abnormal dan KFC? Ternyata mereka ini saudara kandung lho. Yuk kita cek di video Benix yang selanjutnya tentang gurita bisnis abnormal di Indonesia. Semoga video ini bermanfaat.
Salam sehat, salam cuan, bye-bye.