[Musik] Ini penting sekali. Ketika kita tahu ke mana kita mau pergi, syarat ketiga menjadi pemimpin di dalam hidup ini adalah kita berdaya atau penuh sumber daya atau bahasa Inggrisnya adalah resourcefulness. Maksudnya apa berdaya? Berdaya itu bukan situasi, bukan kondisi. Sekali lagi, banyak orang ngomong bahwa kondisinya tidak memungkinkan saya untuk berdaya. Mereka memberikan alasan segudang. Mereka menyalahkan situasi. Mereka bej, blame, excuse, and justify. Membenarkan orang lain lebih hebat tanpa kita mau belajar. Padahal di dalam kesempatan yang sama kita melihat banyak orang yang dalam kondisi sama atau bahkan lebih sulit dari mereka, ternyata mereka bisa mencapai golnya. Apa bedanya orang yang BJ dengan orang yang berdaya? Orang yang blame, excuse, dan justify, mereka tidak mempunyai alasan sangat kuat. Sekali lagi. Kemudian yang kedua, mereka tidak tahu caranya dan kalau mereka punya alasan sangat kuat, mereka akan berdaya. Ketika kita ngomong, "Ada orang yang jauh lebih sukses dibanding kita dan kita beri contoh, lihat orang ini jauh lebih sukses." Kemudian karena orang tersebut yang kita beri contoh, orang yang berdaya tadi ternyata dia adalah orang yang bej makanya dia tidak berdaya. Apa yang dia lakukan ketika kita beri contoh orang yang sukses? Bukannya dia mau belajar malah dia ngomong begini. Oh, terang aja. Ah, dia anaknya orang kaya. Sekolah di luar negeri, pulang dibawain BMW, bahasa Inggris lancar. Kenalan anak menteri ya tenang aja dia sukses. Pertanyaan saya, ada tidak anaknya orang miskin yang sukses dan kaya? Jawabannya ada. Tapi karena dia terbiasa membenarkan orang lain lebih hebat tanpa dia mau belajar, dia seringkiali menggunakan kata-kata. Tentu saja tidak heran. Ah, sudah semestinya, sudah layak dan sepantasnya dia membenarkan orang lain lebih hebat. Maka dia ngomong bagaimana? Oh, itu toh anaknya orang miskin yang sukses itu toh. Tidak heran karena dia anaknya orang miskin makanya daya juangnya kuat. Kemudian kita tanya, "Lah kamu gimana?" "Lah mohon maaf lah. Saya ini kan anaknya orang menengah makanya daya juangnya cukup menengah doang." Aha. Dia mulai beralasan. Dia membenarkan orang lain lebih hebat dan kemudian dia alasan. [Musik] Orang yang tidak berdaya ini yang menyedihkan ketika dia bej, blame, excuse, and justify, apapun yang dia katakan sebetulnya seringkiali adalah kebenaran. Misalnya dia ngomong, "Ah, saya masih umur 19 kok. Saya kan masih muda, saya kan tidak punya pengalaman. Ya, saya gak bisa sukses dong." Benar dia masih umur 19. Betul juga dia tidak punya pengalaman. Benar dia masih muda? Pertanyaan saya, ada tidak orang yang umur 19 atau bahkan lebih muda, tidak punya pengalaman, ternyata bisa sukses waktu dia usaha mulai masih muda. Banyak sekali. Bill Gates mulai masih sangat-sangat muda. Steve Jobs mulai sangat-sangat muda. Banyak sekali orang yang sangat sukses mulai sangat muda. Orang yang BEJ dia akan selalu fokus kepada blame, action and justify yang menceritakan hal-hal kenapa dia kok tidak sukses, kenapa kok dia tidak perlu take action. Kemudian sebagai contoh lagi, ketika dia orang tadi sudah menjadi tua dan sudah penuh pengalaman, umurnya 65 tahun. Kemudian kita tanya, "Loh, sekarang 65 tahun, kenapa kok kamu tidak mau usaha sendiri, tidak mau take action, tidak mau melakukan suatu hal yang sangat-sangat membuat kamu jadi sukses?" Ya, gimana ya? Saya kan umur 65 kan sudah terlanjur tua. Betul sekali. 65 dibandingkan dengan umur 19 ya pasti dia jauh lebih tua. Apa yang diomong adalah kebenaran. Tapi kebenaran di sini orang-orang yang tidak berdaya mereka ngomong kebenaran tidak ada gunanya sama sekali. Satu-satunya gunanya kata-kata mereka adalah untuk membuat mental blok sedemikian besarnya tembok raksasa di depannya dia semingga dia tidak perlu melangkah. Kalau dia tidak perlu melangkah hasilnya nol. Dan yang lebih parah lagi adalah orang yang blame ketika ditanya, "Apa kabar?" Jawabnya, "Gak bagus." "Loh, kenapa tidak bagus?" "Lah 5 tahun gak naik gaji loh, kenapa?" Dia menyalahkan lah. Pimpinanku goblok kok. Sudahlah kalau pimpinan kamu goblok malah kamu bisa semangat dan akhirnya kamu lebih pintar dari pimpinan kamu. Kamu bisa menggantikan pimpinan kamu. Gak bisa lah. Teman-teman tidak ada yang mendukung kok. Teman-teman goblok kok. Loh kalau teman-teman goblok, pimpinan goblok, kamu pindah dong ke perusahaan yang lain. Gak bisa. Perusahaan yang lain juga semua goblok kok. Sudahlah kalau perusahaan yang lain semua goblok, kamu buka sendiri perusahaan. Gak bisa. Situasi ekonominya lagi goblok kok. Menterinya goblok, presidennya goblok kok. Oke. Siapa yang paling goblok? Diri orang itu sendiri. Ketika orang blame excellent justify, ini ada ciri khasnya. Ketika orang tidak sukses atau belum sukses atau menghadapi tantangan atau menghadapi hambatan dalam mencapai impian atau hal-hal yang dia inginkan. Ketika dia tidak sukses, seringkiali 97% orang mereka tell story. Mereka menceritakan cerita-cerita yang apa? Yang blame, menyalahkan lingkungan, yang excuse, yang justified. Bahkan seringkiali kalau dia mencari kambing hitam dan tidak mempan, dia akan cari gajah hitam. Situasi ekonominya lah, presidennya lah. Padahal kita harus bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Dan seorang pemimpin di dalam hidupnya dia tidak menyalahkan situasi, dia tidak menyalahkan lingkungan. Karena dia tahu persis bahwa itu adalah hal-hal yang tidak bisa dia pengaruhi karena sesuatu hal sudah terjadi. Tapi dia bisa mempengaruhi action-nya dia, semangatnya dia, keyakinannya dia, pikirannya dia, kata-katanya dia. Sea dia bisa mencapai yang dia inginkan. Saya beri contoh orang yang tidak berdaya. Ketika kejadian di Jakarta, banjir, kemudian satu orang adalah agen asuransi. Ketika banjir satu leher di rumahnya, listrik mati, handphone baterainya habis. Padahal dia hari itu sudah ada janji untuk ketemu klien. Karena dia tidak punya alasan sangat kuat, ya dia cuek-cuek aja. Setelah banjir surut, seminggu kemudian dia baru menghubungi kliennya lagi. Dia berharap semoga kliennya masih mau dan maklum dengan seluruh alasannya dia. Agen asuransi yang lain dalam kondisi yang banjir, sama-sama dalam kondisi banjir satu leher, handphone-nya juga mati. Tapi dia mempunyai kebiasaan-kebiasaan pemenang, yaitu kalau dia tidak bisa hadir, dia telepon. Dengan kebiasaan ini akibatnya apa yang dilakukan ketika ada orang nawarin air Aqua di tengah banjir, dia ngomong, "Pak, bawa handphone enggak?" atau "Tolong saya cariin handphone nanti saya akan mau pakai kartu saya sendiri, saya gantikan ke handphone Anda. Saya ada janji, saya mau telepon." Ini penting. Dan untuk itu kalau Anda pinjamin saya handphone, sekali telepon Anda saya bayar Rp50.000. Kira-kira orang yang jualan Aqua tadi mau atau mau? mau dan dia bisa telepon dan dia bilang, "Mohon maaf, banjir gak bisa datang begini nanti kemudian hari dia set waktu lagi." Nah, ini dia orang yang kedua jauh lebih berdaya. Nah, orang yang ketiga dia banjir pun dijalanin. Dia terjun di air, dia bawa kantong plastik, pakaiannya dimasukkan, sepatunya dimasukkan, dia terjun ke dalam air, dia nyebrang, kemudian dia naik ojek, dia bayar. Kemudian sampai di hotel, dia mandi dulu di hotel dan kemudian dia akhirnya ketemu dan dia sungguh sangat berdaya. Nah, orang yang berdaya ini biasanya dia punya alasan sangat kuat atau dia sudah mempunyai habit-habit yang menjadi pemenang? Ketika diwawancara, "Kenapa sih Anda hujan begini, banjir begini, Anda tetap aja jalan dan datang?" H orang tadi jawab, "Iya, karena anak saya sakit di rumah sakit, kok saya ndak berhasil close klien saya ini. Saya ndak bisa bayarin rumah sakit anak saya. Saya ndak bisa beli obat-obat yang terbaik. Kalau anak saya meninggal, saya akan menyesal seumur hidup. Makanya saya lakukan apapun untuk mendapatkan klien ini dengan cara yang positif. Ah.