Transcript for:
Krisis Ekonomi Indonesia 1997-1998

Di penghujung tahun 1996, ekonomi Indonesia sedang berada dalam puncaknya. Hampir semua indikator kemakmuran terpenuhi. Pertumbuhan ekonomi mengesankan, inflasi terkendali, investasi mengalir deras, ekspor tumbuh pesat, kemiskinan berkurang, dan cadangan devisa negara terus meningkat. Puja-puji terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pun mengalir deras, termasuk dari lembaga-lembaga keuangan internasional. Memasuki tahun 1997, ekonomi Indonesia masih terlihat baik-baik saja. Tanda-tanda gelembung ekonomi memang sudah mulai terendus, tapi semua tertutupi oleh capaian angka makroekonomi yang baik. Apalagi aliran modal masih mengucur deras ke Indonesia. Di pasar modal, indeks harga saham gabungan terus berada dalam tren meningkat. Tingkat kemiskinan juga turun tajam. Di awal pemerintahan Soeharto, tingkat kemiskinan mencapai 60 persen, namun 30 tahun kemudian. Tepatnya pada tahun 1996, tingkat kemiskinan sudah berhasil ditekan menjadi 11 persen. Dan pada tahun ini, Indonesia sedang bersiap menyambut zaman baru yang dinamakan era tinggal landas. Namun semua bayangan indah itu kemudian terguncang dan... Dalam waktu satu malam, perekonomian dunia tumbang. Negara-negara berkembang pun ekonominya ikut terjungkal dan Indonesia terseret dalam arus kebangkrutan perekonomian. Dibanding negara-negara lain, kondisi Indonesia saat krisis memang paling rumit. yang luar negeri membengkak, sistem perbankan lemah, tata kelola ekonomi buruk yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, ditambah tidak adanya stabilitas politik, serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin meningkat. Dan dalam rentetan krisis moneter itu, membuat nilai tukar rupiah pada dorar langsung jatuh tak bernilai. Selama bulan Juli hingga bulan Desember tahun 1997, mata uang rupiah mengalami depresiasi yang sangat besar. Berdasarkan kajian Bank Dunia yang berjudul Indonesia Increases a Macroeconomic Update yang diterbitkan pada bulan Juli tahun 1998, menyebutkan bahwa nilai rupiah terhadap dolar Amerika merosot 10,7% pada bulan Juli, 25,7% pada bulan Agustus, 39,8% pada bulan September, 55,6% pada bulan Oktober, dan November, dan mengalami depresiasi beberapa kali lipat pada bulan Desember dengan depresiasi 109,6%. Pelemahan nilai tukar rupiah ini pada awalnya terjadi setelah para investor menarik dananya dari Indonesia Dan ini adalah hasil rentetan dari krisis yang terjadi di Asia Tenggara Yang dimulai dari Thailand yang merembet sampai Indonesia Bank Indonesia dalam paparannya di sejarah Bank Indonesia Perbankan periode 1997-1999 menjelaskan Rentannya daya tahan perbankan nasional terhadap krisis disebabkan oleh kondisi internal Misalnya konsentrasi kredit pada sektor ekonomi tertentu Terutama kepada B pihak-pihak yang terafiliasi dengan bank. Kondisi perbankan diperburuk dengan tidak adanya penjaminan atas dana nasabah, lemahnya penegakan hukum, sampai pada masalah dependensi bank sentral. Hal-hal tersebut menimbulkan moral hazard bagi manajemen bank. Akibatnya, mereka berani mengambil risiko tinggi dalam pengelolaan bank. Dalam krisis ekonomi dan melemahnya nilai tukar rupiah, pada tanggal 13 Oktober tahun 1997, pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan untuk meminta pertolongan kepada International Monetary Fund atau IMF. Dan dalam bantuannya ini, IMF memberikan standby loan sebesar 43 miliar dolar Amerika dengan cara bertahap. Pada tahap pertama, IMF mencairkan 3 miliar dolar Amerika. Untuk pencairan dana tersebut, Indonesia harus menyempakati letter of intent yang isinya ramuan resep dari IMF guna membantu memulihkan ekonomi Indonesia. Pada letter of intent pertama ini, salah satu poinnya adalah pemerintah harus menutup 16 bank yang sedang sakit sebagai upaya untuk membenahi sektor perbankan. Namun resep IMF ini ternyata membuat kondisi ekonomi Indonesia semakin sakit. Budi Uno dalam bukunya berjudul Ekonomi Indonesia Dalam Lintasan Sejarah menyebutkan bahwa salah satu penyebab gagalnya program pembenahan bank adalah informasi tentang perbankan yang tersedia itu tidak akurat dan berbeda dengan realitas yang ada. Penutupan 16 bank semakin mengkonfirmasi masyarakat bahwa kondisi perbankan nasional tidak sehat. Para deposan memilih menarik dananya dari perbankan sehingga menyebabkan kekeringan likuiditas. BI mencatat, sebagian besar dana yang ditarik itu dipergunakan untuk berspekulasi falas sehingga menyebabkan nilai tukar rupiah semakin tertekan. Penarikan dana nasabah tidak hanya dalam bentuk uang tunai, tetapi juga melalui clearing. Oleh karena itu, banyak bank yang saldo giro-nya di BI menjadi negatif. BI kemudian melakukan pengetatan likuiditas untuk mencegah bank-bank ikut berspekulasi falas. Pada tanggal 9 Desember tahun 1997, peleman rupiah semakin dalam. Saat kabar Presiden Soeharto membatalkan kunjungan ke Kuala Lumpur, memunculkan rumor tentang masalah kesehatannya. Ini semakin menambah ketidakpastian lagi. ...nasional. Menurut laporan Bank Dunia, kondisi kian genting saat APBN yang diajukan pemerintah pada tanggal 6 Januari 1998 direspon negatif oleh pasar karena dianggap terlalu optimistis dan tidak kredibel. Pada 3 minggu pertama di bulan Januari 1998, rupiah mengalami depresiasi dari Rp4.850 menjadi Rp13.000 per dolar Amerika. Bahkan dalam tahun-tahun krisis ekonomi pada tahun 1998, rupiah sempat menyentuh Rp17.000 per dolar Amerika, yang mana mereka. Nilai tukar rupiah jatuh 300 kali lipat. Saat itu, Indonesia memasuki tahun 1998 dengan kondisi ekonomi yang centang perenang. Nilai tukar rupiah yang anjlok memicu berbagai dampak yang agaknya tak pernah diduga oleh rezim order baru. Harga-harga bahan pokoknya mulai meroket tajam menjadi sinyal kepada rakyat. Krisis ekonomi bukanlah diskursus para ekonomi belaka, melainkan kenyataan yang benar-benar akan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Rentang dari tahun 1997 sampai 1998 itu sendiri, ditandai dengan kemelut politik yang penuh dengan intrik Mr. Jokowi. seri, kekacauan, dan penuh tragedi. Dan dalam kesempatan ini, kami ingin menyajikan lengkap apa yang terjadi dalam satu putaran sejarah yang bernama reformasi. Kejatuhan Soeharto tidak terjadi tiba-tiba dan sekonyong-konyong. Ada kondisi-kondisi objektif tertentu yang membuat kejatuhan Soeharto hampir menjadi miscaya. Krisis ekonomi yang melanda Asia dan kemudian menjalar hingga ke Indonesia menjadi api yang mempercepat keruntuhan Orde Baru. Beberapa hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru adalah adanya ketentuan. ketidakadilan di bidang politik, ekonomi, dan hukum. Orde Baru yang berkuasa selama lebih kurang 32 tahun menorehkan deretan catatan kelam tentang ketidakadilan dan ketidakonsistenan dalam mewujudkan negara yang adil dan demokratis. Jika kita melihat apa yang terjadi di Indonesia, khususnya di kota Jakarta pada bulan Mei 1998, tentunya konteks peristiwa ini tidak bisa kita lepaskan begitu saja. Seolah berdiri sendiri dari peristiwa-peristiwa sebelumnya yang menjadi setting latar prakondisinya. Penting bagi kita untuk melihat melihat kurun waktu sebelumnya bagaimana dinamika gerakan rakyat dan mahasiswa antara tahun 1996 dan tahun 1997 yang begitu dinamis dan bergolak dalam menentang rezim Soeharto, serta bagaimana konteks narasi-narasi alur sejarah itu berlangsung. Setelah peristiwa berdarah 27 Juli 1996 penyerbuan kantor PDI, perlawanan rakyat dan mahasiswa terhadap rezim Soeharto berikut pilar-pilar yang menyaga kekuasanya semakin berkobar. Situasi pasca 27 Juli, gerakan rakyat mengalami masa-masa mencekam. di mana terjadi crackdown atau pemukulan keras terhadap Partai Rakyat Demokratik atau PRD dan ormas-ormas sektoralnya seperti Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi atau SMID, Serikat Tani Nasional atau STN, dan Jekar atau Jaringan Kerja Kesenian Rakyat. Selain PRD, organisasi-organisasi pro-demokrasi lainnya juga mengalami tekanan dan intimidasi seperti Pijar, KIPP, Aldera, Pudi, SBSI, YLBHI, dan basis-basis PDIM. Mega juga turut dibungkam. Represi keras Orba saat itu berupa penangkapan-penangkapan aktivis pro-demokrasi, pemenjaraan, penculikan disertai dengan penggerbekan sekretariat-sekretariat gerakan, penggerbekan kampus-kampus, pabrik-pabrik oleh intelijen dan tentara, juga penggerbekan rumah-rumah dan kantor-kantor yang dicurigi sebagai tempat berkumpul dan bersembunyinya para aktivis pergerakan kala itu. Memasuki era tahun 1997, gerakan rakyat dan mahasiswa mulai menggeliat kembali secara perlahan-lahan. Berbagai bentuk Bentuk aktivitas konsolidasi, diskusi-diskusi, dan rapat-rapat tertutup mulai dilakukan oleh para aktivis pergerakan yang tersisa dan berserahkan dalam situasi ketakutan, ancaman, dan kocarkaci lepas capel mukulan secara fisik di beberapa kota termasuk di Jakarta. Sepanjang tahun 1997, bentuk-bentuk perjuangan tertutup atau istilahnya perlawanan bawah tanah mulai dilancarkan seperti gravity action di dinding-dinding strategis kota, pembangunan kembali komit-komit aksi, distribusi selebaran ke kampus-kampus, juga ke kampus-kampus. kantong-kantong pemukiman masa perkotaan, kawasan-kawasan industri, perkampungan buruh, bis-bis, halte, telepon umum, dan fasilitas publik lainnya. Semua perlawanan diam-diam ini ditujukan agar selebaran-selebaran dan terbitan-terbitan yang diproduksi oleh gerakan bawah tanah mampu dibaca dan menjangkau masa luas. Selebaran-selebaran ini umumnya berisikan informasi mengenai isu-isu yang saat itu menjadi keresahan dan pembicaraan orang banyak, seperti naikan upah buruh, tanah untuk petani penggarap, turunkan harga, kebebasan berorganisasi, otonomi. juga isu politik seputar cabut 5 UU politik, cabut Dwi Fungsi Abri, dan seruan gulingkan Soeharto. Sepanjang bulan Mei tahun 1997, Orde baru kembali menyelenggarakan pemilu untuk melegitimasi kembali kekuasaannya, sementara gerakan rakyat dan mahasiswa yang bekerja dalam syarat-syarat yang begitu represif mulai bergerak dan merespon dengan lantang pemilu 1997. dengan slogan, Boykot Pemilu Orba dan Gulingkan Soeharto. Mega Bintang Rakyat atau MBR sebagai alat propaganda dan agitasi gerakan bawah tanah kala itu mengeluarkan selebaran berkali-kali pada masa-masa kampanye pemilu pada tahun... 1997 ini. Berbagai isu dari tema-tema di atas menjadi tema utama dalam setiap isi penjelasan dan seruan selebaran-selebarannya. Ribuan, bahkan ratusan ribu selebaran megabintang rakyat diproduksi dan didistribusikan secara masif dalam barisan konferensi. konvoy-konvoy kampanye masa, baik itu kampanye PPP, PDI, atau masa rakyat perkotaan dan mahasiswa yang tumpah ke jalan-jalan di Jakarta sepanjang masa kampanye tersebut. Seruan dan sentimen anti Soeharto dan Orba ini kemudian disambut rakyat Jakarta di jalan-jalan dengan begitu antusias. Perlawanan rakyat mengambil bentuk pertempuran-pertempuran jalanan antara masa rakyat dan tentara yang dibantu polisi. Bentrokan ini terjadi hampir di semua sudut-sudut kota di mana titik-titik masa tumpah ke jalan. Situasi umum Umum saat itu hampir seluruh jalanan hingga ganggang di sudut-sudut kota Jakarta dan perkampungan di landa pertempuran jalanan, bahkan meluas sampai ke wilayah Botabek, kota-kota satelit di pinggir Jakarta yang mana antaranya adalah Bogor, Tanggerang, dan Bekasi. Peristiwa Mega Bintang Rakyat pada tahun 1997 juga di kemudian hari dijadikan ajang latihan bagi mahasiswa dan rakyat Jakarta dalam menghadapi pertempuran-pertempuran jalanan berikutnya yang lebih besar dan menentukan dalam rangka membuka ruang demokrasi dan kebebasan politik. juga perjalanan sejarah Indonesia kontemporer selanjutnya. Dalam pidato menyambut tahun baru 1998, Presiden Soeharto mengimbau kepada rakyat untuk rela berkorban di masa krisis ekonomi. Pemerintah juga telah memiliki berbagai program untuk mengatasi krisis. Menurut Soeharto, program-program tersebut mendapat dukungan IMF. dan berbagai negara sahabat. Sementara itu, pemerintah akan menggabung empat bank, yang mana diantaranya Bank Bumidaya, Bank Dagang Negara, Bank Eksim, dan Bank Pembangunan Negara menjadi satu, dan mengizinkan pemodal asing menjadi pemegang sama mayoritas bank milik negara. negara kebijakan ini dikeluarkan pemerintah untuk menghadapi persaingan dengan bank asing pada saat kawasan perdagangan bebas ASEAN berlaku pada tahun 2003 memasuki tahun baru 1998 atau tepatnya tanggal 2 Januari tahun 1998 nilai tukar rupiah terhadap dollar menurun pada pembukaan pasar falas tahun 1998 melemahnya nilai tukar rupiah disebabkan tingginya permintaan dollar oleh para pelaku pasar akibatnya sektor industri otomotif mulai terimbas krisis moneter beberapa perusahaan seperti Astra International Bimentara, Indomobil, dan Bakri menunda pembangunan pabrik serta investasi mereka. Agar bertahan dari krisis, mereka menurunkan produksi, mengurangi gaji eksekutif, dan melakukan pemecatan kepada banyak karyawannya. Di awal bulan tahun 1998 diperkirakan 1,5 juta pekerja yang khawatir akan ikut kena PHK. Departemen Tenaga Kerja mengumumkan perkiraan peningkatan pengangguran terbuka. Jumlah pengangguran terbuka pada tahun 1998 menjadi 5,8 juta orang. Jumlah ini menilai meningkat sebesar 1,4 juta orang dibanding tahun 1997 yang mencapai 4,4 juta orang. Situasi krisis ekonomi, politik, dan sosial yang melanda rezim Orba yang makin uzur itu berlangsung lebih mendalam. Antrian orang untuk mendapatkan sembako, sembilan bahan poko, seperti beras, minyak, bensin, dan kebutuhan poko sehari-hari terjadi di mana-mana. Kalangan kelas menengah Jakarta yang awalnya relatif bersikap netral, mulai resah dan ikut berteriak-teriak menghadapi realitas ini. Sistem kapitalisme militaristik yang dibangun rezim Orba selama 32 tahun tiba-tiba mengalami stagnasi, krisis, dan kebangkrutan secara luas. Memasuki hari ketiga di bulan Januari tahun 1998, beberapa rakyat di beberapa daerah mulai mengamuk. Dalam pemberitannya pada tanggal 4 Januari tahun 1998, Jakarta Post dan media Indonesia memberitakan sebuah kerusuhan akibat amuk masa yang terjadi di Ambon. Namun dalam pemberitian itu tidak ada keterangan lebih dalam mengapa demonstrasi di Ambon berubah menjadi kekacauan. Sementara itu, akibat ini Imbahas krisis moneter yang berkepanjangan di TV Nasional, Sujudi selaku Menteri Kesehatan saat itu menginformasikan bahwa harga obat naik dan tarif rumah sakit pun otomatis akan naik. Pada awal bulan Januari ini juga ada momen yang penting yang harus tercatat dalam sejarah. Karena pada tanggal 6 Januari tahun 1998, Amin Rais selaku Ketua PP Muhammadiyah saat itu mengajak Ketua PBNU Abdurrahman Wahid atau Gus Dur serta Megawati Soekarno Putri untuk bersatu dalam sebuah kelompok guna melakukan koreksi sekaligus memulihkan... memulihkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Dalam hal ini, Amin Rais percaya bahwa antara dirinya dan Gus Dur serta Megawati memiliki kesamaan cita-cita, yaitu ingin menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam salah satu wawancaranya dengan media Indonesia, Amin Rais mengatakan bahwa jika kerjasama antara dirinya, Gus Dur, dan Megawati berhasil, itu akan menghasilkan daya dorong dan daya hentak politik yang kuat. Memasuki pekan kedua pada bulan Januari tahun 1998, akibat krisis moneter yang berkepanjangan, mulai tersebar dises-disus harga bahan-bahan pokok yang akan naik drastis akibat melemenya rupiah. Isu itu membuat masyarakat panik. Di Jakarta misalnya, masyarakat... menyerbu pasar-pasar sualayan seperti pusat perkulakan Goro di Pasar Minggu dan sualayan Galayal. Karena masyarakat banyak memborong barang secara gila-gilaan, sejumlah sualayan terpaksa membatasi pembelian dalam jumlah besar. Atas kejadian ini, Tungki Ariwibowo, Menteri Perusahaan, perindustrian dan perdagangan saat itu mengimbau agar masyarakat tenang karena pemerintah menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok. Tungki juga dalam siaran persnya memperingatkan produsen agar tidak menghambat suplai barang. Namun apa yang disampaikan oleh Tungki sebagai representasi pemerintah sangat berbeda dengan apa yang terjadi di realita karena sehari setelah munculnya isu kenaikan harga bahan pokok yang membuat masyarakat panik. Pada tanggal 9 Januari tahun 1998, beras mulai menghilang dari pasaran. Di Palembang misalnya, beras hampir lenyap Di beberapa pasar induk yang jadi pusat penjualan beras, seperti pasar 16 Ilir dan pasar Cinde, tak ada lagi pedagang yang menjual beras. Kenaikan harga beras juga diikuti oleh kebutuhan pokok lain. Gula pasir dari 1.500 per kilogram naik menjadi 1.800 per kilogram. Minyak goreng dari semula 3.600 per kilogram naik menjadi 4.200 per kilogram. Selain itu di beberapa pasar tradisional, minyak goreng menjadi barang yang langka. Sementara kalangan mahasiswa dari berbagai kampus yang memang sudah mulai mengosolidasi. melaksanakan diri secara perlahan-lahan melalui pembangunan komit-komit aksi, aksi demonstrasi dan mimbar bebas di kampus-kampus juga, mulai berlangsung dengan berbagai macam isu utama, seperti turunkan harga kebutuhan pokok atau otonomi kampus dan kebebasan akademik. Di kota Jakarta, saat menyadari perubahan-perubahan situasi ini, beberapa aktivis mahasiswa yang awalnya tak sampai puluhan itu, mulai mengumpulkan kontak-kontak dan jaringan dari berbagai kampus yang mampu dijangkau secara intensif. Tentunya, OP ini dilakukan masih dalam suasana kerjaan, kerja-kerja semi terbuka, semi legal, untuk menghindari jangkauan intelijen dan aparat militer pada waktu itu. Pertemuan pertama Gerakan Mahasiswa, yang nantinya akan menjadi organisasi perlawanan mahasiswa terbesar di Jakarta, yaitu Forkot, dilangsungkan di sebuah kos-kosan dibilangan lenteng agung. Pertemuan ini awalnya hanya dihadiri oleh delegasi 6 kampus, yang didari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta, Universitas Islam Jakarta, Universitas Juanda Bogor, Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia, dan Trisakti. Pertemuan antar kampus ini kemudian dilanjutkan di kampus Trisakti dan delegasi-delegasi kampus yang datang mengirimkan delegasinya makin bertambah saat itu. Pertemuan selanjutnya dibuat berkeliling di kampus-kampus secara bergantian dan berpindah-pindah, di mana setiap pertemuan terjadi penambahan kampus-kampus baru, hingga forum menyetujui nama forum antar berbagai kampus ini adalah Forum Kota atau Forkot. Hampir semua kampus di Jakarta berhasil dijangkau oleh organisasi baru ini. Selain Forkot, saat itu juga terdapat organisasi mahasiswa yang relatif mampan. yang disebut FKSMJ atau Forum Komunikasi Senat Masiswa Jakarta. Para aktivis masiswa yang bekerja secara tertutup ini, kemudian juga taluput untuk masuk ke dalam pertemuan-pertemuan FKSMJ untuk meradikalisir tuntutan anti-orde baru di kalangan pemimpin-pemimpin senat masiswa yang terlibat di sana. Sehingga mereka pun sepakat dengan tuntutan anti-orde baru dan mau terlibat bergerak untuk bersama-sama turun ke jalan. Rapat-rapat dan konsolidasi masiswa antarkampus yang terus bergulir dan berjalan ini dibarengi dengan aksi-aksi yang terjadi. Aksi-aksi mimbar-mimbar bebas yang diselenggarakan di berbagai kampus-kampus, serta aksi-aksi turun ke jalan oleh gabungan mahasiswa dan elemen rakyat dari berbagai kampus di Jakarta, semakin membuat atmosfer perlawanan kian memanas dan membesar. Produksi dan distribusi terbitan dan selebaran-selebaran dari dalam kampus-kampus kemasan rakyat. Kegiatan orasi dan mimbar bebas yang mulai bergerak pindah ke depan jalan-jalan raya di sekitar kampus, dibarengi dengan tindakan represif dan pemukulan aparat dalam setiap aksi blokade jalan, semakin mematangkan situasi perawatan. perlawanan dan sentimen anti-rezim Orba kala itu. Dalam kondisi menyedihkan yang terjadi pada Indonesia pada tanggal 9 Januari, Presiden Amerika saat itu, Yanni Bill Clinton, kemudian menyatakan keprihatinannya atas krisis moneter yang melanda Indonesia kepada Presiden Soeharto melalui telepon. Clinton berbicara dengan Soeharto selama setengah jam. Menteri Sekretaris Negara Yanni Murdiono menjelaskan bahwa Presiden Amerika mendukung pelaksanaan program-program yang disokong IMF. Clinton juga akan mengutus Wakil Menteri Keuangan Amerika Yanni Lawrence Summer ke Indonesia. Summers akan melihat langsung perkembangan ekonomi Indonesia dan memberi saran-saran kepada Soeharto. Pada tanggal 13 Januari akhirnya Soeharto bertemu dengan Wakil Menteri Keuangan Amerika, Lawrence Summers. Hasil pertemuan itu adalah pelaksanaan secepat-cepatnya program-program reformasi dan restrukturisasi ekonomi dan keuangan. Secara terpisah, Menteri Keuangan Marim Muhammad menyatakan bahwa pemerintah akan melakukan penyesuaian terhadap beberapa program pembangunan yang akan diperlukan. dibicarakan dengan Direktur Pelaksana IMF, Michael Komdesus. Sementara itu, Menperindak Tunki Ariwibowo selesai bertemu Lawrence Summers menyatakan akan mengusulkan sektor ekspor dan UMKM sebagai prioritas dalam program pembangunan. Selain bertemu dengan perwakilan, Di hari itu juga Soeharto mengadakan pembicaraan melalui telepon dengan Perdana Menteri Jepang saat itu, Yanni Ryutaro Hashimoto dan Kanselir Jerman Helmut Kohl. Setelah pembicaraan itu selesai, Soeharto menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan akan melaksanakan seluruh komitmen dan program yang telah mendapat dukungan IMF untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dalam maupun luar negeri. Sebelumnya, Soeharto sempat mengadakan pertemuan dengan wakil satu direktur pelaksana IMF, Stanley Fischer, selama satu setengah jam. Hasil pertemuan itu menyebutkan, secara prinsip Indonesia dan IMF telah memiliki kesamaan pandangan soal program pemulihan ekonomi. Maka pada tanggal 15 Januari 1998, dengan foto yang terkenal terlihat bahwa Presiden Soeharto akhirnya menandatangani letter of... of Intent dengan IMF. Soeharto seakan-akan mengalah dan menegaskan, tak lagi mencantumkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4%, melainkan 0%. Dengan laju inflasi 20% dan kurs 5.000 rupiah per dolar. Usai Soeharto menandatangani Letter of Intent, Direktur Pelaksana IMF Michael Konditsus yakin kali ini pemerintah Indonesia serius melaksanakan program reformasi ekonomi. Konditsus berkata bahwa awalnya ia mengira Soeharto tidak mau menandatangani kesepakatan itu karena akan memangkas proyek-proyek monopoli. yang melibatkan koneksi pribadinya. Tapi, Soharto akhirnya setuju memotong perlakuan khusus bagi program mobil nasional dan memberikan kelonggaran bagi produsen mobil Eropa, Jepang, dan Amerika. Namun, sebagaimana pemerintah tengah berusaha, kemarahan rakyat sudah membumbung tinggi di dalam kepala. Maka di minggu ke-2 bulan Januari, unjuk rasa sebagai reaksi atas mahalnya harga sembako mulai terjadi di beberapa kota. Di hari yang sama saat Soharto sibuk membuat kesepakatan ekonomi dengan negara-negara barat, di Surabaya dan Medan, rakyat dan mahasiswa turun. turun ke jalan, menyuarakan mahalnya harga bahan pangan. Di Surabaya, sekitar 200 mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa menuntut penurunan harga sembako, sekaligus menuntut reformasi ekonomi dan politik. Di Medan, aksi dan tuntutan serupa dilakukan sekitar 50 orang. Sehari berikutnya, tepatnya pada tanggal 14 Januari 1998, di Bandung, Kulon Mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang mengatasnamakan diri keluarga mahasiswa ITB menggelat aksi keprihatinan atas krisis ekonomi di Indonesia yang tak ujung terselesaikan. Mereka melakukan aksi di lapangan basket ITB. Para mahasiswa menuntut penyelesaian krisis yang transparan, konkret, dan logis, serta meminta dihentikannya pembangunan retorika politik untuk mengatasi kritis. Di beberapa daerah, karena kelangkaan beras pada tanggal 17 Januari 1998 di Banyuwangi, mulai terjadi aksi penjaraan terhadap toko yang menimbun sembako. Pada penjaraan ini, Kompas memberitakan bahwa penjarahan diperkirakan dilakukan oleh sekitar 100 orang. Aksi itu terjadi pada malam hari ketika toko sudah tiba. tutup. Sehari sebelumnya, sejumlah masak juga mengepung sebuah penggilingan padi dan memaksa pemiliknya menjual beras dengan harga lebih murah daripada harga pasar. Memasuki bulan Februari 1998, krisis ekonomi semakin menghebat. Tidak ada tanda-tanda bahwa krisis akan segera berakhir. Penanda tanganan Letter of Intent dengan IMF nyaris tidak berdampak menenangkan pasar. Suarto tampak mulai frustasi dalam rampat pimpinan abri di Binagraha Jakarta pada tanggal 12 Februari 1998. Soeharto bahkan mengatakan krisis ekonomi adalah rekayasa. Namun dengan keluarnya perkataan semacam itu dari Soeharto, banyak pihak dan penganalisis di Indonesia mengatakan bahwa pernyataan tersebut memperlihatkan Soeharto Soeharto mulai gagap menghadapi keadaan yang begitu rumit. Namun, dalam krisis dan kemarahan rakyat yang mulai menjangkit di beberapa daerah, tidak membuat Soeharto kehilangan kepercayaan diri. Soeharto masih ingin menjadi presiden dan menyatakan bersedia dicalonkan pada sidang umum MPR yang akan berlangsung pada bulan Maret tahun 1998. Perdebatan mulai mengemuka soal siapa wakil presiden yang akan mendampinginya. Nama Harmoko sempat muncul. Namun Harmoko mengundurkan diri. Pada bulan Februari ini pula, Habibie akhirnya dipilih Soeharto sebagai pendamping sebagai wakil presiden. wakil presidennya. Niat Soeharto maju kembali sebagai presiden di tengah krisis ekonomi ini memicu banyak kritik. Aksi-aksi unjuk rasa menolak Soeharto mulai muncul di bulan Februari. Ketidakpercayaan kepada Soeharto sudah tidak mungkin lagi ditutup-tutupi dan sejumlah media masa mulai berani memberitakan hal-hal negatif. Salah satunya hal yang mulai diberitakan oleh koran-koran nasional adalah kabar penculikan para aktivis. Pada tanggal 8 Februari 1998, kini pilihan daerah ND yang berdemonstrasi. Namun, demonstrasi yang melibatkan 200 orang ini berair ricuh. Sebanyak 16 toko, 2 mobil, 2 sepeda motor rusak. Sehari sebelumnya, 3 toko terbakar dan 7 lainnya rusak saat demonstrasi menentang kenaikan harga barang di Bima, pusat Tenggara Barat. Kerusuhan serupa juga terjadi di Pasuruan dan Tenggara Barat. Tuban di Jawa Timur, Rembang di Jawa Tengah, Makassar di Sulawesi Selatan, dan Donggala di Sulawesi Tengah. Namun di bulan inilah, etnis Tionghoa mulai menjadi sasaran kemarahan, dan entah siapa yang mulai salah sasaran. Sebab setelah pemerontakan yang terjadi di Bima, Sebanyak 15 orang ditangkap atas pemberontakan yang terjadi. Sedangkan laporan terbaru dari Jakarta Post menyebutkan 21 toko, sebagian besar dimiliki warga keturunan Tionghoa, terbakar, dan 71 lainnya rusak akibat kerusuhan di NTT. Kejadian ini lebih dari 100 orang etnis Tionghoa yang menjadi target demonstrasi di ND diungsikan di kantor polisi dan militer. Dengan banyaknya demonstrasi yang menuntut pemerintah untuk menjalankan demokrasi dan perbaikan, pada tanggal 14 Februari keluar berita di Korang-Korang Nasional bahwa telah terjadi penembakan terhadap dua warga diberebas oleh tentara. Dua orang itu adalah Tamin bin Darmawi dan Amran. Keduanya masih berusia 2 tahun dan keduanya meninggal di tempat. Pada 4 Diponegoro, Majen TNI Mardianto menyatakan dalam konferensi persnya sesuai persyaratannya. prosedur karena keduanya berusaha mencederai petugas keamanan. Sehari kemudian, tepatnya pada tanggal 15 Februari tahun 1998, gerakan Prodemokrasi Bandung yang dibentuk mahasiswa Universitas Pajajaran melancarkan aksi demonstrasi di lapangan parkir utara Unpan. Mereka memprotes penangkapan tiga aktivis. Sehari sebelumnya oleh Polres Bandung Tengah. Sementara itu dua truk berisi puluhan polisi anti-huruhara berjaga di sekitar kampus ITB, Unisba, dan Unpas. Jalan Ganes yang terletak di depan kampus ITB dijaga ketat petugas sehingga pasang. Tak satu pun kendaraan bisa lewat. Namun, para mahasiswa Bandung yang tergabung dalam keluarga mahasiswa KM, ITB, dan Gerakan Prodemokrasi Bandung, GPDB, tetap berusaha keluar kampusnya sembari membawa sepanduk merah bertuliskan, Kembali Rakyat. Namun upaya turun ke jalan itu batal karena dicegah oleh Brimob, Armet, dan Dalmas Polda Jawa Barat yang didukung tiga buah panser. Sedangkan GPDB yang berisi gabungan mahasiswa Universitas Pejajaran, Pedagang Kaki Lima, dan Buruh diadang pasukan anti-huruhara untuk keluar kampusnya. Pada tanggal 20 Februari tahun 1998, tentara dalam konferensi persnya menginformasikan di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, telah mengamankan lima orang yang kedapatan membawa bom Molotov. Kelimanya mengakui bom tersebut akan dipakai untuk meledakan pabrik tepung tapioca dan sejumlah toko di Tegal. Bersama dengan penemuan bom Molotov itu, sejumlah toko, buku dan alat tulis di Bumiayu dan beberapa kecamatan lain di Kabupaten Brebes bagian selatan menerima kiriman selebaran gelap berisi ancaman untuk segera menurunkan harga. Di Tegal, bunjol sebuah bom tersebut. selebaran gelap yang ditujukan kepada siswa dengan ajakan untuk berunjuk rasa. Pada tanggal 21 Februari tahun 1998, bom meledak di Semarang. Tepatnya di Kampung Batik Sari 1 nomor 19 Semarang Timur pada pukul 8 malam. Bom yang dikemas dalam kotak paket itu melukai dua orang. Memasuki tanggal 23 Februari, giliran perempuan yang turut menyuarakan keresahan. Belasan perempuan yang tergabung dalam suara ibu peduli berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia memprotes melonjaknya harga barang. Tiga orang termasuk Karina Leksono. ditangkap polisi karena dianggap menyelenggarakan demonstrasi tanpa izin. Selain itu, demonstrasi juga terjadi di Taman Ismail Marjuki, Jakarta dan Yogyakarta. Di tim, Masai menamakan diri solidaritas untuk Amin Rais dan Megawati menuntut pemerintah turunkan harga dan memulai reformasi politik. Sedangkan protes di Yogyakarta dilakukan enam mahasiswa filsafat UGM dengan cara mogok makan. Pada tanggal 26 Februari tahun 1998, sekitar 5.000 mahasiswa UI menggelar demonstrasi di kampus UI Depok. Selain mahasiswa, ekonom Faisal Basri dan guru besar Sri Edi Swasono juga turut berorasi. Peserta aksi memasang sepanduk bertuliskan Kampus Perjuangan Rakyat pada Papa Nama di dekat gerbang utama UI. Di tengah aksi tersebut, hasil jejak pendapat dari mahasiswa UI yang tergabung dalam kolompok studi mahasiswa EK Prasetya diedarkan. Jejak pendapat itu menyatakan tidak percaya pada sidang umum MPR dan bantuan IE. IMF bisa memperbaiki ekonomi Indonesia. 42,07 persen mahasiswa UI7, Habibi, jadi wapres. Dan menganggap DPR dan MPR tidak mewakili aspirasi rakyat. Pada hari ini juga, ratusan mahasiswa Universitas Islam Indonesia, Universitas Jenderal Sudirman, dan Universitas Maria Kudus juga berunjuk rasa di kotanya masing-masing. Mereka memprotes kenaikan harga barang. Seperti tidak putus dalam bersolidaritas dalam berunjuk rasa. Kesokan harinya pada tanggal 27 Februari tahun 1998, mahasiswa Institut Pertanian Bogor dan Institut Teknologi 10 November menggelar unjuk rasa di dalam kampus. Di kampus IPB berenang siang, sekitar 250 mahasiswa menuntut penurunan harga sembako. Terwujudnya pemerintah yang bersih dan penindakan terhadap pembuat kerusuhan. Di Surabaya, 500 mahasiswa ITS yang tergabung dalam forum aksi keprihatinan menggelar aksi mimbar bebas di seputar kampus. Belasan guru besar dan pengajar Universitas Erlangga bergabung dengan ratusan mahasiswa menyatakan keprihatinan atas semakin banyak masalah. Makin sulitnya situasi krisis, para mahasiswa gagal berdemonstrasi di luar kampus karena dihadang aparat keamanan. Beberapa guru besar menyampaikan orasi yang mengecam rendahnya kesadaran para pemimpin negara untuk memahami penderitaan rakyat. Intro Memasuki bulan Maret 1998, semakin terang betapa krisis ekonomi berdampak menjadi krisis politik. Pada tanggal 10 Maret 1998, Soeharto resmi ditetapkan sebagai presiden dalam sedang umum MPR untuk masa periode 1998-2003. Ini menjadi yang ketujuh kalinya Soeharto ditahbiskan sebagai penguasa tertinggi di Republik Indonesia. Kali ini, Soeharto berpasangan dengan B.J. Habibie sebagai wakil presidennya. Pelantikan Soharto Habibi dengan segera disambut rangkaian demonstrasi terutama dari mahasiswa. Penolakan terhadap Soharto tidak hanya semakin masif, namun juga disampaikan dengan cara-cara yang verbal. Bentrokan antara demonstran dengan aparat keamanan mulai bermunculan di bulan Maret ini. Daya gedor penolakan ini sudah tak bisa diseperikan lagi. Sampai-sampai, untuk pertama kalinya, Abri melalui Rantos sebagai panggap bersedia melakukan dialog dengan mahasiswa. Pada tanggal 5 Maret tahun 1998, delegasi mahasiswa U yang terdiri dari 20 orang menyerahkan dokumen berisi pemikiran mengenai upaya melakukan reformasi politik dan ekonomi di Indonesia kepada F.A.BRI. Dokumen tersebut diterima ledjen Yunus Yusfiah selaku ketua F.A.BRI. Di UGM, sejumlah dosen bergabung dengan belasan ribu mahasiswa yang melakukan aksi keprihatinan. Mereka menuntut diturunkannya harga-harga dan reformasi politik sesegera mungkin. Aksi serupa juga dilakukan para mahasiswa di Bandung, Padang, Surabaya, dan Makassar. Krisis politik tampak pada tuduhan-tuduhan kepada beberapa orang yang disebut sebagai otak atau mastermind rencana kudeta. Arifin Panigoro dan Amin Rais menjadi salah dua nama yang disebut-sebut penecanakan kudeta kepada rezim yang sah. Selain problem ekonomi yang semakin mencekik, suatu juga semakin tertekan oleh makin masifnya informasi tentang penculikan para aktivis. Aksi keprihatinan dari kelompok mahasiswa terus berlanjut dalam bentuk mimbar bebas di sejumlah daerah seperti Semarang, Solo, Surabaya, Denpasar, dan Padang. Mereka menuntut penurunan harga sembako, reformasi ekonomi, reformasi politik, dan pemerintahan yang bersih. Di Makassar, sedikitnya 500 mahasiswa dari berbagai kampus berunjuk rasa di kampus. Yain Alauddin menolak sikap Amerika yang dianggap menekan Indonesia melalui IMF. Sementara itu, Pakik Merdeka dan Aulawakbar. mewarnai unjuk rasa di kampus UGM dengan peserta berjumlah 30.000 mahasiswa. Mereka menginginkan dibentuknya pemerintah yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di Surabaya dan Solo, aksi serupa berakhir bentrok antara petugas dan pengunjuk rasa. Ketua Senat Masjid Universitas Gajah Mada saat itu, Ridayah Laodeng Kowe, dalam wawancaranya di IDN Times, mengatakan bahwa saat Harmoko yang mana adalah ketua umum Golkarasaat itu, setelah menang pemilu menggelar safari, dan mengumumkan bahwa Suwarto akan maju lagi sebagai presiden untuk periode 1998-2003. Melihat hal tersebut, elemen-elemen gerakan masjid dari berbagai kampus di Yogyakarta pun, kemudian merapatkan barisan. Sebab mereka tidak ingin Soeharto berkuasa lagi setelah bertahun-tahun lamanya tidak tergoyahkan dari pucuk kekuasaan. Untuk menolak pencalonan Soeharto kembali menjadi penguasa Indonesia, maka mahasiswa-mahasiswa di Jogja menggelar referendum tentang kepemimpinan nasional untuk menyaring pendapat para mahasiswa. Apakah mereka masih menginginkan Soeharto tetap dicalonkan menjadi presiden atau tidak? Sarifudin, juri dalam bukunya yang berjudul Kekuatan-kekuatan politik Indonesia menuliskan. bahwa dari 9.587 suara, sebagian besar menyatakan bahwa mahasiswa menolak pencalonan kembali Soeharto. Jejak pendapat yang dilakukan majalah Balairung pada tahun itu juga menunjukkan bahwa 93% mahasiswa UGM tidak ingin Soeharto menjadi presiden kembali. Namun, setelah hasil referendum diumumkan, datang tekanan dari kampus, bahkan dari intel militer dan aparat kepolisian. Namun, para mahasiswa tidak kehilangan akal. Hasil referendum tersebut kemudian mereka laporkan ke media-media non-mainstream. Di antaranya adalah BBC, Suara Australia, FOE, dan banyak media lainnya. Kemudian, pemberitaan media-media non-mainstream terkait sikap mahasiswa atas rencana pencalonan kembali suatu menjadi presiden itu pun membuat situasi semakin panas. Gerakan mahasiswa di Yogyakarta pun kian bernyali untuk bergerak lebih masif lagi. Pada hari Minggu di tanggal 8 Maret 1998, mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Cipayung Yogyakarta menggelar aksi diam menuntut perubahan di Jalan Malioboro. Pada tanggal 11 Maret 1998, yang bertempatan dengan peringatan Super Semar, barisan mahasiswa di Yogyakarta menyambut pelantikan suara dengan unjuk rasa. Koran Republika edisi 12 Maret tahun 1998, memberitakan bahwa telah digelar demonstrasi besar-besaran yang diikuti lebih dari 30 ribu mahasiswa di Yogyakarta. Begit merdeka dan... Allahuakbar, mewarnai unjuk rasa di kampus UGM. Mereka menginginkan dibentuknya pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Aksi serupa juga dilakukan di berbagai perguruan tinggi di beberapa kota besar lainnya. Di Surabaya dan Solo misalnya, bahkan terjadi bentrokan antara petugas keamanan dan pengunjuk rasa. Pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mendikbud, kala itu Wiranto Arismunandan, yang menuding bahwa mahasiswa amatiran dalam berpolitik membuat situasi semakin gerah. Awal April 1998, saat Mendikbud hendak melantik rektor UGM di Yogyakarta, mahasiswa menggelar berbagai keinginan. untuk menyambut sang menteri dari demonstrasi, aksi mogok makan, hingga mimbar bebas. Mereka menuntut Mendikbud agar menarik kembali ucapan yang menyakitkan itu. Rangkaian aksi protes yang terjadi di berbagai kota termasuk Yogyakarta sempat membuat Presiden Suwarto menyampaikan pernyataan bahwa reformasi bisa dilakukan saat itu juga. Namun, statement itu dinilai tidak serius dan hanya sebagai taktik agar demonstrasi meredah. Mahasiswa tetap menginginkan suara tolengser. Pada tanggal 18 Maret tahun 1998, gas air mata membubarkan acara rapat akbar keluarga besar Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Rapat akbar yang berlangsung di kampus itu menuntut reformasi ekonomi dan politik. Pengunjuk rasa di UNS Solo juga terlibat bentrok dengan aparat keamanan. Lima mahasiswa luka-luka, dua di antaranya. harus dirawat di rumah sakit. Sebanyak 39 peserta lain terkena gas air mata. Bentrokan terjadi pukul 13 lewat 50 menit karena kedua pihak tidak mencapai kata sepakat tentang batas dan markasi wilayah kampus. Pada tanggal 20 Maret tahun 1998, akhirnya dengan terbuka, Menteri Pertahanan Keamanan atau Pangat Jendal TNI Wiranto mulai mewas pada gejala ketidakstabilan yang ditunjukkan lewat serangkaian aksi demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah. Wiranto menilai selama aksi mahasiswa bicara masalah yang esensial dalam rangkaian rangka yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional, maka diperbolehkan. Tetapi bila aksi mengarah ke anarkis dan destruktif, maka tidak ditolerir. Wiranto membagi menjadi dua kelompok, yaitu mereka yang memposisikan diri sebagai bagian dari pemecah persoalan, dan mereka yang menjadi bagian dari persoalan. Kelompok yang terakhir menjadi kuas padan abri. Dengan banyaknya bentrokan antara rakyat yang meruncuk rasa dengan tentara, mulailah. tentara melakukan cara-cara militernya. Salah satu yang mulai digencarkan adalah penculikan. Pada tanggal 30 Maret tahun 1998, dengan banyaknya aktivis yang diculik, lembaga-lembaga seperti Komnas HAM mulai meminta pemerintah menindaklanjuti dan memberikan penjelasan resmi. seputar hilangnya beberapa aktivis mahasiswa. Sebab periswa tersebut mulai mengganggu hak masyarakat untuk hidup tenteram. Kapuspen Abri Brikjen, Abdul Wahab Mokodongan menyatakan pihaknya tidak mengetahui tentang hilangnya sejumlah aktivis dalam rentetan penjulikan aktivis pada tanggal 31 Maret tahun 1998. Beberapa senat mahasiswa pun kemudian menolak hadir dalam dialog dengan sembilan menteri yang diprakarsai eksponen 6-6. Para mahasiswa juga menolak dialog yang ditawarkan oleh Panglima Abri. Dalam hal ini, para mahasiswa sudah menyatakan sikap dengan hanya mau berdialog dengan Presiden. Memasuki bulan April di tahun 1998, tuntutan para mahasiswa dan aktivis sudah tidak lagi berkisar pada isu abstrak semacam reformasi politik atau penghapusan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Desakan mereka sudah jelas, Soeharto harus mundur. sekali tidak menampakkan tanda-tandakan pulih. Bahkan, United Nation Development Program, sebuah organisasi internasional yang membantu negara-negara berkempang memberantas kemiskinan yang berada di bawah naungan PBB, telah memperingatkan soal keamanan pangan yang ditambah kekeringan panjang. Pemerintah seperti telah mengeluarkan segala jurus mengatasi krisis Dari mengurangi subsidi BBM hingga meminta pinjaman kepada kreditor inkonvensional macam China Tapi semuanya tampak sia-sia belaka Sementara itu ketika tuntutan reformasi dan pengunduran diri presiden semakin kuat Pemerintah seolah-olah mengabaikannya dan menutup diri Aspirasi perbaikan undang-undang politik soal parpol dan ormas misalnya Tidak dikabulkan pemerintah Golkar dan menteri dalam negeri Erhartono bahkan bersikuku Tidak dikabulkan tidak mau merevisi undang-undang tersebut. Inilah salah satu contoh betapa rezim sebenarnya gagap memahami situasi yang berkembang. Hantaman krisis dan demonstrasi mahasiswa belum menyadarkan pemerintah bahwa era mereka sebentar lagi akan selesai. Mahasiswa, baik dari kampus negeri maupun swasta, melakukan demonstrasi di Bandung, Semarang, Purwokerto, Surabaya, Ambon, Pontianak, Yogyakarta, dan Jakarta. Di Jakarta, mahasiswa dari 10 universitas berdemo dan terbagi di dua titik. Di Universitas 17 Agustus dan Universitas Nasional. Demonstran di Yogyakarta sebagian besar berasal dari Universitas Gajah Mada, Institut Seni Indonesia, juga Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga di Purwokerto. 2.000 mahasiswa dari 5 kampus turun ke Jalan Jenderal Sudirman. Pada tanggal 2 April 1998, mahasiswa berencana melakukan long march dari Bundaran UGM menuju gedung DPRD yang terletak di Jalan Meliuboro. Rencana tersebut terhambat karena dihalangi aparat yang sudah bersiaga di luar kampus. Para peserta aksi dianggap mengganggu ketertiban umum oleh aparat. Polisi kemudian menawarkan kepada mahasiswa agar menumpang bus agar lebih mudah diawasi dan menghindari mobilisasi masa yang lebih besar. Namun ditolak, mahasiswa tetap bergerak dan terjadilah bentrokan. Selama lebih dari sejam, tulis Samsur Rizal pengabeyan dalam konflik dan perdamaian etnis di Indonesia, aparat dan mahasiswa saling mengempar batu. Kesokan harinya mahasiswa berencana demonstrasi lagi. Kali ini tujuannya adalah keraton Yogyakarta. Kala itu, Sultan Hamengkebuono X belum menyampaikan dukungannya terhadap gerakan reformasi. Aparat kembali mengingatkan agar mahasiswa tidak keluar kampus. Sebagian ada yang patuh, Namun tidak sedikit pula yang tetap bergerak dan berusaha menembus blokade polisi. Terjadi aksi saling dorong yang disusul dengan gesekan fisik. Hari demi hari di Yogyakarta saat itu memang sering sekali diwarnai dengan aksi demonstrasi. Selain menuntut reformasi politik dan ekonomi, para pendemo mengecam praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Terkait hilangnya anggota Partai Rakyat Demokrat Andi Arief, pengelima Kodam Sriwijaya Majen, Swadi Atma mengatakan Kodim Lampung tengah menyelidikinya. Pihak militer menepis berada di belakang. dibalik hilangnya aktivis mahasiswa. Selain Andi Arief, pada tanggal 3 April 1998, dikabarkan juga bahwa Pius Lusri Lanang dan Dosmun Juni Adi Mahesa juga dinyatakan hilang. Kesokan harinya, tepatnya tanggal 4 April tahun 1998, aksi demonstrasi yang dilakukan rakyat dan mahasiswa semakin keras. Bentrokan dengan petugas keamanan kerap terjadi di beberapa kota, seperti di Jakarta dan Yogyakarta. Kampus-kampus yang terlibat tak hanya kampus negeri, tapi juga banyak kampus swasta. Di Yogyakarta, para mahasiswa yang diantaranya berada di bawah Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta atau PPPY menolak berdialog dengan pemerintah. Agus Subhan dalam pemerintahnya di Koran Medi Indonesia pada tanggal 5 April tahun 1998 menyatakan bahwa persetujuan perjuangan pemuda Yogyakarta menegaskan bahwa tak ada kata dialog, hati kami sudah tertusuk oleh basa-basi politik penguasa. Kami butuh reformasi politik, bukan pengarahan atau dialog. Setelah aksi unjuk rasa di beberapa daerah, 38 mahasiswa dinyatakan hilang di Yogyakarta. Beberapa petugas keamanan juga terluka di amuk pengunjuk rasa. Banyak kendaraan rusak, baik rusak ringan maupun berat. Beberapa fasilitas kampus juga rusak. Menurut Iwan Satriawan dari Lembaga Batas, dan konsultasi hukum Universitas Islam Indonesia dalam pemberitaannya di Koran Media Indonesia yang terbit terbangga 6 April tahun 1998 menyatakan bahwa mereka yang hilang tak semuanya mahasiswa. Dua dari 38 orang itu adalah wartawan asing. Anthony Bergkamp-Osby, Australia, dan Akiro Nokura, Asia Press, Jepang. Kahit hal itu, Kapolda Yogyakarta saat itu yakni Kol Bani Siswono menyatakan informasi atas hilangnya 38 orang tersebut belumlah akurat. Pada tanggal 9 April tahun 1998, dengan banyaknya orang yang hilang akhirnya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YS LBHI menyurati perserikatan bangsa-bangsa untuk mengirimkan delegasinya dalam melacak orang yang hilang selama dua bulan terakhir. Di antara yang hilang itu terdapat Herman Hendrawan, mahasiswa Visipol UGM, Fezo Reza, mahasiswa filsafat UGM, Raharjo Waluyojat, Mereka yang bersatu semahasiswa hilang pada 12 Maret 1998, sementara Haryanto Taslam sejak 2 Maret 1998. Hanya Pius Lusri Lanang dan Desmond Mahesah yang hilang sejak 4 Februari dan sudah kembali. Dalam berkorespondensi dengan PBB, akhirnya Komisi HAM PBB memberi perhatian terhadap kabar hilangnya sejumlah aktivis di Indonesia. Bahkan, jika mendapat persetujuan anggotanya, Komisi HAM PBB akan mengirimkan tim ke Indonesia. Memasuki tanggal 10 April tahun 1990, sebanyak 10.000 mahasiswa melakukan demonstrasi seusai menunaikan sholat jumat di Masjid Al-Azhar, Jakarta Selatan. Di tengah hujan dan teriakan Allahu Akbar mereka mendengarkan orasi yang disampaikan para pemimpin mahasiswa dari pelbagai universitas. Demonstrasi ini dikoordinasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia atau yang disingkat KAMI Dalam orasinya, Ketua KAMI Yani Fahri Hamzah meminta para mahasiswa tetap kritis dan tidak menyerah dalam menuntut penghapusan korupsi, kolusi, dan nepotisme Dialog antara tokoh masyarakat Mahasiswa dan 16 Menteri Kabinet 7 akhirnya diadakan di Gedung Niaga, area Pekan Raya Jakarta pada tanggal 18 April tahun 1998. Para peserta dengan bebas menyampaikan pandangan mereka dan para pejabat dengan sabar menjadi pendengar. Reformasi adalah kata yang banyak terucap, hingga Menteri Dalam Negeri Erhard Tono berkali-kali meminta agar kata reformasi diganti dengan kata pembaharuan. Kalau ingin menggunakan kata reformasi, tolong penyusun kamus Purwodarminto disuruh mengubah kamusnya dulu. Karena kata reformasi artinya perubahan secara cepat dan radikal. Namun tetap, reformasi adalah kata yang terus digaungkan oleh para demonstran. Terdapat 6 tuntutan reformasi Indonesia pada Mei 1998 yang disarankan oleh mahasiswa untuk mewujudkan Indonesia madani, adil dan makmur. Tuntutan ini terkait dengan situasi ekonomi dan politik yang dinilai rakyat Indonesia tidak adil dan korup. Hal ini juga mendorong masyarakat menuntut adanya. Pada masa pemerintahan Orde Baru. Berikut 6 tuntutan yang disuarakan pada tahun 1998. 1. Adili Soeharto dan kroni-kroninya. Soeharto yang berkuasa selama lebih kurang 32 tahun dianggap sebagai akar dari permasalahan politik dan ekonomi Indonesia pada masa itu. Kekuasaan yang sangat kuat dan luas yang dimiliki Soeharto memungkinkan dia membuat kerajaan politik bersama orang-orangnya. 2. Laksanakan amendement UUD 1945. Tuntutan amendement UUD 1945 dianggap sebagai pilihan logis untuk mewujudkan kepastian hukum Indonesia di masa mendatang. Salah satu hasil dari tuntutan ini adalah pembatasan waktu kekuasaan presiden dan wakilnya yang hanya bisa menjabat selama dua periode saja. 3. Hapuskan Dewi fungsi ABRI Pada masa Orde Baru, ABRI bisa menempati dua posisi yaitu pada fungsi keamanan dan politik. Inilah yang membuat ABRI kala itu memiliki kekuasaan yang cukup luas dalam mengatur negara. Kekuasaan yang luas ini sangat rentan disalahgunakan dan akan ada kecenderungan ABRI tidak memiak masyarakat sipil. 4. laksanakan otonomi daerah yang seluas-luasnya demi mewujudkan keadilan yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. Otonomi daerah adalah salah satu jawaban yang bisa menyelesaikan ketimpangan kemajuan yang memang pada awal Indonesia berdiri cenderung Jawa sentris. Otonomi daerah memungkinkan daerah di Indonesia dari Sabang sampai Merauke untuk mengembangkan dan memajukan daerahnya masing-masing. 5. Tegakkan Supermasih Hukum Orde Baru memiliki catatan kelam tentang bagaimana hukum yang hanya tajam ke bawah. Pejabat tinggi berperilaku sewenang-wenang. Reformasi menuntut agar hukum ditegakkan seadil-adilnya dan tidak pandang buluh. 6. Ciptakan Pemerintah yang Bersih dari KKN Pada baru juga memiliki riwayat hitam korupsi, kolusi, dan nepotisme yang masif dan terstruktur sehingga pada peristiwa reformasi dituntut untuk mewujudkan pemerintah bersih dari KKN. Pada tanggal 20 April tahun 1998, ribuan mahasiswa melanjutkan demonstrasi di beberapa kota. Di ujung pandang sekarang menjadi Makassar, setidaknya 10.000 mahasiswa berdemonstrasi di 4 kampus berbeda dan lapangan karebosi. Kepada mahasiswa, Kolonel Yusuf. Mangga Barani yang dikenal kebal peluru berkata, kalau kamu ingin berdemonstrasi silahkan, tapi jangan coba-coba turunkan bendera merah putih tanpa upacara. Tentu saja, di kota-kota lain pun antara ratusan hingga ribuan mahasiswa berdemonstrasi. Di Medan, setidaknya 3.000 mahasiswa turun ke jalan. Kesokan harinya, ada yang menarik dari demonstrasi yang dilakukan. Jakarta Post memberitakan bahwa pada tanggal 21 April tahun 1998 pada peringatan Hari Kartini, ibu-ibu rumah tangga diarawati. Mahasiswi, aktivis perempuan, dan bahkan pekerja seks komersial dari kawasan prostitusi Doli, Surabaya turut ikut turun ke jalan. Lebih dari seribu perempuan ikut serta dalam mimbar bebas di Universitas Air Langga. Sementara itu, Universitas Sumatera Utara mulai meliburkan perkuliahan. Begitu juga Universitas Katolik St. Thomas. Sementara di Makassar, aksi ribuan mahasiswa dari Universitas Hasanudin membuat lalu lintas lumpuh. Di Bandung, mahasiswa juga turun ke jalan. Di Yogyakarta, aksi damai dilakukan di Jogja. di lapangan rektorat kampus IKIP Yogyakarta. Pada tanggal 30 April tahun 1998, para mahasiswa pun mulai keluar kampus untuk langsung menyuarakan suaranya ke jalan. Aksi mahasiswa turun ke jalan ini terjadi di Bandung, Solo, dan Semarang. Aksi itu diwarnai bentrokan dengan aparat keamanan di Bandung 2015. mahasiswa turun ke jalan. Di Jakarta juga terjadi perang batu antara mahasiswa dengan aparat. Meski banyak yang sudah terluka di antara mereka, para mahasiswa tetap kekeh turun ke jalan. Pada tanggal 5 Mei 1998, Hendra Kurniawan dalam bukunya yang berjudul Mengenang Gejayan Kelabu, mencatat bahwa mahasiswa mulai bergerak dan harus menghadapi kekuatan aparat keamanan. Bentrok fisik tak terelakan. Kesokan harinya, tepatnya pada tanggal 6 Mei 1998, mahasiswa dari beberapa kampus di Yogyakarta kembali menggelar unjuk ras. termasuk UGM, UNY, Universitas Sanata Dharma, dan UIN Sunan Kalijaga. Di jalan Gejayan, kini jalan Avandi, yang melewati IKIP dan Sanata Dharma, terjadi kericuhan. Polisi mengejar mahasiswa sampai ke dalam kampus. Sebanyak 29 orang demonstran ditangkap. Puncak unjuk rasa di Yogyakarta terjadi pada tanggal 8 Mei 1998, selepas sholat Jumat. Ribuan mahasiswa menggelar aksi di bundaran UGM dan berlangsung tertib. Mereka menyatakan keprihatinan atas kondisi perekonomian negara. Penolakan. Ansorato sebagai presiden kembali memproteskan naikan harga, serta mendesak segera dilakukan reformasi. Menjelang sore, para mahasiswa dan masyarakat dari Jalan Gejayan bergerak menuju bundaran UGM untuk bergabung dengan barisan pengunjuk rasa di sana. Namun aparat keamanan tidak mengizinkan. Suasana mulai panas, bentrok pecah sekitar pukul 5. Merangkum dari berbagai sumber, pasukan keamanan menggerakkan panser penyemprot air dan tembakan gas air mata untuk membubarkan aksi massa di pertigaan antara Jalan Gejayan dan Jalan Kolombo. Suasana mencekam terus terasa di jalan di jayam dan sekitarnya hingga malam hari. Masih ada sebagian orang yang bertahan dalam kepungan polisi dan tentara. Aparat mengisolir dan menutup jalan-jalan menuju tempat kejadian perkara. Jumat kelabu ini tak hanya menyebabkan banyak korban luka-luka dari kalangan mahasiswa, namun juga warga biasa. Bahkan ada pula yang harus kehilangan nyawa. Seorang mahasiswa bernama Moses Gatot Kacak ditemukan bersimbah darah dan meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit. Puncak perjuangan reformasi terjadi pada tanggal 10 Mei hingga 21 Mei 1998. Pada awalnya, gerakan masa reformasi terjadi di kampus-kampus dengan mahasiswa sebagai motor penggeraknya. Selanjutnya, karena didorong oleh kondisi dan keinginan untuk menciptakan Indonesia yang adil dan makmur, masyarakat Indonesia dari semua kalangan bergabung dalam demonstrasi. Pada tanggal 10 Mei tahun 1998, kemarin rakyat tersulut karena ketidakpuasan hasil pemilu. Lalu pada tanggal 10 Mei 1998, terjadi pembentukan Kabinet Pembangunan D8. Susunan kabinet tersebut dinilai masyarakat masih sangat lekat dengan KKN. Lalu pada tanggal 11 Mei 1998, Amin Rais mengumumkan Majelis Kepemimpinan Rakyat. Majelis itu terdiri dari 30 hingga 40 tokoh masyarakat dari berbagai elemen, bakal terbentuk pada akhir Mei 1998 guna menuntut reformasi. Amin Rais juga menyuruhkan kepada ABRI untuk tidak melakukan cara-cara kekerasan terhadap para mahasiswa yang berunjuk rasa. Pada tanggal 12 Mei tahun 1998 kemudian terjadi bentrok antara aparat dan mahasiswa dalam unjuk rasa di Universitas Trisakti dan mengakibatkan 4 mahasiswa meninggal dunia karena tertembak. Empat orang mahasiswa tersebut adalah Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto. dan Hendria Wansi. Mengutip laporan komisi orang hilang dan korban kekerasan atau kontras, empat mahasiswa yang tewas tertembak saat berada di dalam kampus Trisakti itu mergang nyawa akibat terkena peluru tajam. Di tubuh mereka, peluru tajam ditemukan bersarang di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah kala itu menurun drastis, apalagi di tengah kondisi perekonomian yang amburadul. Rezim pemerintahan Soeharto semakin rajin membungkam suara kritis dari masyarakat. sipil. Pada tahun-tahun krisis itulah pemerintah Orde Baru menampakkan wajah negara yang bengis dan otoriter. Alhasil, mahasiswa di berbagai daerah melakukan aksi demonstrasi besar-besaran, narasi mereka serupa, yaitu untuk menurunkan Presiden Soeharto, yang telah berkuasa 32 tahun lamanya karena dianggap semakin represif, antikritik, dan melanggengkan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pertemuan antar kampus-kampus di Jakarta yang berjalan secara rutin ini terus bergulir dan melihat situasi di lapangan yang jelas. yang represif. Pada akhirnya, forum memutuskan untuk melakukan taktik aksi-aksi gabungan antar kampus di setiap teritorial kampus masing-masing di Jakarta dan wilayah Botabek. Setting aksi bersama dan gabungan antar kampus ini ditujukan untuk menyatukan kekuatan sekaligus memberi tekanan terhadap aparat militer yang makin represif dalam membubarkan setiap mimbar bebas dan aksi yang dilakukan di kampus-kampus. Secara umum rincian, strategi taktik settingan aksi ada di lima kota, diantaranya adalah Jakarta, Bogor, Tanggerang, dan Bekasi. Menurut skenario dari aksi-aksi lokal yang mana adalah aksi-aksi gabungan di setiap kota, rencananya kemudian akan didorong untuk menjadi aksi gabungan seluruh titik koordinasi mahasiswa di wilayah Jabotabek untuk menuju satu titik bersama, yaitu pendudukan gedung DPR-MPR di Jalan Gatot Subroto. Demonstrasi dan aksi keprihatinan mahasiswa telah merebak di Jakarta dan beberapa kota di Indonesia sejak Maret 1998. Terjarang pula aksi-aksi mahasiswa itu berujung ricu. Sepanjang April, eskalasinya kian naik diikuti beberapa kasus penculikan aktivis. Namun, sampai saat itu, nama Universitas Trisakti adalah minor. Hampir tidak ada berita di media-media besar ibu kota yang memperhatikan aksi mahasiswa Trisakti. Bisa jadi, mahasiswa Trisakti ikut pula dalam demonstrasi gabungan, tapi sejauh ini mereka tidak dikenal. Sebenarnya ini soal stereotip juga, namun faktanya Trisakti adalah universitas swasta yang lekat dengan citra mahal. Kampusnya anak orang berpunya, tak ada yang mengasosiasikannya sebagai kampus aktivis seperti UI, UGM, atau ITB. Trisakti luput dari pemberitaan media, tetapi bukan berarti mahasiswanya tidak bergerak. Sukisno Hadi Kumuro dalam bukunya berjudul Tragedi Trisakti 12 Mei 1998 mencatat, setidaknya dua kali mahasiswa Trisakti menggelar unjuk rasa, yaitu pada tanggal 23 Maret dan 18 April tahun 1998. Keduanya berupa mimbar bebas di dalam lingkungan kampus. Dengan dukungan ikatan alumninya, mahasiswa Trisakti juga menggelar aksi sosial. Sebagai tindak lanjut dari mimbar bebas itu, Senat Mahasiswa Universitas Trisakti atau SMUD menggelar aksi sosial berupa pembagian sembako dan pemeriksaan kesehatan. Mimbar Bebas kedua yang diinisiasi SMUD adalah sebuah percobaan untuk sebuah aksi turun ke jalan. Usai Mimbar Bebas, SMUD mencoba mengorganisasi masanya untuk keluar kampus. Tak jauh, mereka hanya keluar dari kampus melalui gerbang di jalan Kiai Tapa, lalu memutar dan masuk kembali ke kampus melalui gerbang di jalan Jenderal S. Parman. Itulah semua persiapan menuju demonstrasi besar mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei tahun 1998. Mereka bergerak dengan membawa dukungan dari pimpinan universitas dan para guru besar. Bahkan di hari itu, Rektor Universitas Trisakti saat itu, Prof. Dr. Murdenton Murtejo dan Kota Umum Biasan Trisakti, Insinyur Trisulo ikut menyampaikan orasi. Sejak pagi, aksi yang diisi mimbar bebas dan panggung orasi di pelataran parkir depan gedung Syarif Taib itu melibatkan ribuan mahasiswa serta dosen. Baru pada siang harinya, sekitar pukul setengah satu siang, masa aksi yang berjumlah enam ribuan orang berniat menggelar long march ke gedung DPR-MPR. Mereka ingin bergabung bersama masa aksi dari kampus lain yang sudah lebih dahulu berada di kompleks parlemen. Namun saat tiba di depan pintu masuk kantor wali kota Jakarta Barat, masa diadang oleh dua lapis berikade aparat yang membawa tameng dan petunjuk. Lalu dilakukan negosiasi antara beberapa wakil mahasiswa SMUT dengan pemimpin komando aparat Dandim dan Wakopores Jakarta Barat. Anggota aksi lain mencoba bergerak maju dan elemen masyarakat sipil lain mulai bergabung. Mahasiswa Trisakti kecewa sebab aparat tetap melarang long merge dengan alasan mengganggu lalu lintas. Di saat yang sama datang taman aparat pengendalian masa Dalmas sejumlah empat truk. dan aparat dari Kodim Jaya serta dari Satuan Kepolisian. Mahasiswa tetap melakukan orasi di jalan yang disertai dengan aksi membagikan bunga mawar kepada aparat, meneriakan yal-yal dan bernyanyi. Hujan deras yang turun tak menyerukan semangat masa aksi untuk bertahan di lokasi. Sore harinya sekitar pukul 16.45, Wakil Mahasiswa mengumumkan hasil negosiasi lanjutan, yang mana hasil kesepakatan adalah baik aparat keamanan maupun mahasiswa sama-sama mundur. Aksi demonstrasi siap untuk diakhiri. Akhirnya, Mahasiswa berkata, bergerak mundur secara perlahan. Demikian juga aparat keamanan. Namun tiba-tiba, ada seorang yang mengaku alumni, meski tidak lulus, bernama Masyud. Berteriak dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor ke arah masa aksi di kampus Trisakti. Ulang Masyud ini memancing masa mahasiswa untuk bergerak karena mengira ia salah seorang aparat keamanan yang menyamar. Pada sekitar pukul 5, sejumlah saksi melihat Masyud lari ke barisan aparat yang berjaga karena dikejar masa. Insiden ini menimbulkan ketegangan antara masa demonstran dan aparat. Namun sebenarnya ketegangan tersebut sudah hampir meredah dan banyak mahasiswa peserta aksi di kampus Trisakti berjalan untuk membebarkan diri. Namun situasi berubah ketika ada sejumlah aparat keamanan meledek, menertawakan, dan menguncapkan kata-kata kotor kepada mahasiswa. Pancingan itu segera membuat mahasiswa kembali berbalik arah. Pada saat yang bersamaan, barisan aparat langsung menyerang mahasiswa dengan tembakan dan pelemparan gas air mata. Masa mahasiswa pun panik dan berlarian menuju area kampus Trisakti. Tanpa diketahui pemicunya, aparatnya berlalu. Aparat keamanan tiba-tiba menyerang mahasiswa dengan tembakan dan gas air mata. Rombongan mahasiswa pun panik dan berlarian menuju kampus. Penembakan semakin membabi buta dan melibatkan sejumlah penembak jitu, peluru karet maupun peluru tajam berhamburan. Aparat tanpa senjat api memukuli mahasiswa dengan pentungan atau memakai tangan kosong, disertai tendangan, incakan, dan melemparkan mahasiswa ke sungai. Kekejaman tersebut dilakukan merata baik kepada mahasiswa maupun mahasiswi. Bahkan ada mahasiswa yang mendapat pelecehan seksual dari aparat. Mereka membuatnya. ...yang memegang-megang bagian tubuh vital sejumlah mahasiswi......termasuk ketua semut yang berada di antara aparat dan masa aksi......dan akhirnya tertembak dua peluru karet di bagian pinggang... Dalam siaran persnya, Smoot menuliskan bahwa kejadian tersebut merupakan tindakan-tindakan brutal dan imoral yang dilakukan oleh pihak aparat keamanan. dalam mengamankan aksi keprihatinan mahasiswa. Memasuki pukul 18 lewat 40 menit, datang pasukan bermotor yang memakai perlengkapan rompi bertuliskan URC, unit reaksi cepat, yang mengejar mahasiswa sampai ke pintu gerbang kampus dan sebagian lainnya naik ke jembatan layang grogong. Sejumlah mahasiswa yang tertangkap aparat dianiaya dan dibiarkan tergeletak begitu saja di tengah jalan. Smoot mencatat ada momen menyedihkan yang dialami seorang mahasiswi yang sudah berjongkok minta ampun tapi tak digubris oleh aparat dan terus dipukuli. Aksi ala kobo itu dilakukan dengan melepaskan tembakan yang terarah ke depan gedung Trisakti. Sedangkan aparat yang berada di atas jembatan layang mengarahkan tembakannya ke arah mahasiswa yang berlarian ke dan di dalam kampus. Aparat lain yang berada di bawah menyerbu dan merapat ke pintu gerbang dan membuat formasi siap menembak dua baris, jongkok dan berdiri. Lalu menembak ke arah mahasiswa yang ada di dalam kampus. Tembakan yang terarah tersebut mengakibatkan jatuhnya korban luka hingga meninggal dunia. Akhirnya tiga mahasiswa tewas seketika ditembak. di dalam kampus dan satu orang lainnya meninggal dunia di rumah sakit. Beberapa orang dalam kondisi kritis sementara korban luka-luka akibat tembakan ada 15 orang. Tragedi Trisakti membuat masyarakat marah. Terjadilah kerusuhan masa besar-besaran di Jakarta dan sekitarnya. Kerusuhan ini mengakibatkan kegiatan perekonomian masyarakat lumpuh. Dalam kerusuhan terjadi juga penjaraan ratusan toko dan pusat perbelanjaan. Banyak orang menjadi korban meninggal akibat kebakaran tersebut. Pada saat kerusuhan terjadi, Presiden Soeharto tidak di tanah air karena tengah menghadiri KTT J15 di Cairo, Mesir. Baru pada tanggal 15 Mei tahun 1998, Presiden Soeharto tiba kembali di Jakarta dan dikirim ke Jakarta. Dari kunjungannya ke Mesir, Susana tegang menyelubungi Jakarta dan sekitarnya. Abri menyiagakan pasukan tempur lengkap di penjuru kota Jakarta. Sehari setelah Soeharto kembali ke Indonesia, pada tanggal 16 Mei 1998, Presiden Soeharto menerima kedatangan Harmoko selaku ketua DPR-MPR dan menyampaikan aspirasi masyarakat, meminta Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Namun imbauan tersebut tidak digubris, pimpinan Abri menilai bupermintaan tersebut adalah pendapat pribadi. Situasi ini mengundang banyak mahasiswa berdatangan ke gedung DPR MPR RI untuk berdialog dengan wakil rakyat. Pada tanggal 19 Mei tahun 1998, akhirnya puluhan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi berhasil menduduki gedung DPR MPR RI. Pada hari yang sama, sejumlah tokoh ulama besar, kebudayaan, dan cendikiawan bertemu Presiden Soeharto di Istana Negara. Semua tersebut membahas tentang reformasi dan kemungkinan mundurnya Presiden Soeharto. Pada tanggal 20 Mei tahun 1998, Presiden Soeharto berencana membentuk komit reformasi untuk mengkompromitkan tuntutan para demonstran. Namun, komit tersebut tidak pernah terbentuk. Tentu karena anggotanya yang mayoritas para menteri kabinet pembangunan 7 tidak bersedih dipilih. Melihat kondisinya yang tidak memperoleh dukungan untuk melanjutkan pemerintahan, akhirnya pada tanggal 21 Mei tahun 1998, tepat pukul 9 pagi, apa yang diinginkan rakyat pun akhirnya sampai juga. Karena pada jam itu, Presiden Soeharto menyampaikan pidato pengunduran diri di Istana Negara. Reformasi akhirnya terwujud, Soeharto lengser, order baru pun tumbang. Saya mengutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, 21 Mei 1998. Terima kasih. Terima kasih.