Indonesia dikenal dengan sikap warga negaranya yang ramah tamah, gotong royong, dan cinta damai. Namun, jika kita lihat kenyataan saat ini, khususnya dalam menggunakan media sosial, pepatah mulutmu harimau-mu berganti menjadi jarimu harimau-mu. Sungguh ironis ketika media sosial beralih menjadi media asosial. Apakah selama ini kita telah menjadi pengguna media sosial yang baik? Bagaimana konsekuensinya jika kita tidak bijak dalam bermedia sosial?
Bagaimana solusi agar warga negara mampu menggunakan media sosial yang selaras dengan jati diri bangsa? Yuk kita cari tahu jawabannya. Penggunaan media sosial di Indonesia sudah menjadi kebutuhan hidup sebagian besar kalangan masyarakat.
Gawai dan internet telah begitu mengikat kehidupannya. Data tren pengguna internet dan media sosial di Indonesia pada tahun 2021 menurut VR Sosial, sebesar 202,6 juta dari total populasi penduduk, 274,9 juta atau 73,7% dari jumlah penduduk Indonesia dengan pengguna media sosial aktif sebesar 170 juta atau 61,8% dari jumlah populasi di Indonesia. Sungguh mencengangkan bukan? Dalam pemanfaatannya, media sosial bak dua sisi mata uang.
Satu sisi, media sosial digunakan untuk sarana bersosialisasi, edukasi, promosi dan aktualisasi diri. Namun, di sisi lain, media sosial juga mampu mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Dalam konteks ini, media sosial mampu merekatkan komunikasi di dunia maya, akan tetapi justru malah merenggangkan interaksi di dunia nyata. Belum lagi rasa kepekaan yang kian hari kian memudar, Hilangnya rasa malu, saling menghujat, hingga menyebarkan berita hoaks dan melontarkan ujaran kebencian yang dapat memecah belah bangsa ini.
Sadarkah kita? Pengguna media sosial yang baik tentu tidak akan membiarkan hal demikian terjadi. Sebagai sebuah bangsa yang beradab dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, kita harus mampu bijak dalam bersosial media. Menjadi netizen yang bijak?
Itulah bukti konkret dari warga negara cerdas dan baik. Lantas, bagaimana konsekuensinya jika kita tidak bijak dalam bersosial media? Setiap perilaku yang didasari atas keputusan yang kita pilih untuk dilakukan tentu mengandung segala konsekuensi, termasuk perilaku dalam menggunakan media sosial.
Inonet Indonesia memiliki regulasi khusus yang mengatur hal tersebut, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Jungto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Salah satunya, Pasal 45A Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 yang berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku. suku, agama, ras, dan antar golongan atau sara dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak 1 miliar rupiah. Oleh sebab itu, sebagai warga negara yang baik kita harus taat hukum, mengutamakan kerukunan dan cinta damai, yaitu dimulai dengan bersikap bijak dalam bersosial media.
Apabila kita sebagai warga negara yang baik, Jika warga negara tidak bijak dalam bersosial media, maka banyak dampak negatif yang akan kita rasakan. Di antaranya yaitu kita akan mudah terhasut dan terprovokasi oleh berita hoax, terpapar konten negatif, menimbulkan kecemasan, bukan gangguan kesehatan seperti sakit mata, gangguan mental, bahkan memicu tindak kejahatan yang tentunya dapat dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku. Lalu bagaimana solusi agar warga negara mampu menggunakan media sosial yang selaras dengan jati diri bangsa?
Pedoman berperilaku yang menunjukkan jati diri bangsa Indonesia telah jelas diatur dalam Pancasila, meliputi ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini berlaku bagi seluruh aspek kehidupan, baik personal, sosial, maupun kehidupan berbangsa, bernegara. Pada era digital saat ini, banyak cara yang dapat kita lakukan selaku warga negara yang baik, yakni dengan memanfaatkan media sosial untuk hal-hal positif, Misalnya sebagai sarana memperkuat silaturahmi antarumat beragama, menjadi influencer yang senantiasa saling menebarkan motivasi kebaikan dan kedamaian untuk negeri kita tercinta, mempromosikan karya seni dan budaya Indonesia, dan banyak hal positif lainnya.
Utamanya kita harus mampu memfilter apa yang akan kita posting dan apa yang kita baca dari media sosial. Filter itu ada pada diri kita sendiri. Kita bisa memilih dan menentukan mana hal-hal yang akan kita posting bagikan dan mana yang tidak berdasarkan pertimbangan-pertimbangan logis dan etis. Kemudian tidak langsung percaya terhadap informasi atau berita yang ada dengan mendahulukan sikap tabayun.
Menyaring informasi terlebih dahulu dengan tidak langsung membagikannya, serta menerapkan etika sopan santun yang baik dalam bermedia sosial. Dengan demikian, jelas sekali bahwa solusi agar warga negara mampu menggunakan media sosial yang selaras dengan jati diri bangsa, tercermin melalui aktualisasi dirinya dengan bersikap bijak dalam bersosial media sesuai dengan pengamalan nilai-nilai Pancasila. Hadirin, sebenarnya kehadiran media sosial bukanlah merupakan sebuah ancaman.
Justru ini dapat memperkuat jati diri bangsa jika kita bijak dalam menggunakannya. Jadikanlah media sosial sebagai sarana untuk lebih memperkuat diri. pererat rasa kekeluargaan, semangat gotong royong, dan mewujudkan kehidupan yang damai. Oleh sebab itu, yuk kita manfaatkan media sosial untuk kebaikan, cinta kasih, dan kedamaian.
Jika bukan kita, siapa lagi? Berikan respon terbaik Anda pada kolom komentar di bawah ini. Apabila Anda suka dengan video ini, like, share, and subscribe agar kami lebih bersemangat dalam membuat video-video selanjutnya. Sampai jumpa!
Terima kasih