Transcript for:
Candi Doko dan Legenda Baru Kelinting

Jangan di skip-skip ya, tonton videonya yang utuh. Karena kali ini saya akan mengajak Anda ke sebuah makam keramat yang terhampar di puncak bukit di tepi rawa pening yang sakral. Bisikan gaib menegaskan, itu makam berawijaya yang konon. Raja terakhir Majapahit, saat dibongkar isinya ternyata candi. Iyalah Candi Doko di Kabupaten Semarang. Benarkah ia bukti keberadaan Prabu Brawijaya yang legendaris? Dan apa hubungan candi ini dengan naga baru kelinting? yang diyakini bersemayam di dalam danau. Oke teman-teman, kita masih di Indonesia, tepatnya di Jawa Tengah. Dan candi yang kita telisi dibangun kira-kira bersamaan saat busur Mongol digunakan dalam pasukan Ibnu Al-Khasim dan menjadi salah satu kunci penaklukan kekalifahan Umayyah atas daratan India. Yuk kita ke sana. Buku terbaru ACC Channel, Rahasia Nusantara, sudah terfit ya. Ini reportase sejarah dan catatan perjalanan saya ke Belasan Candi Medang. Bisa dibeli di mana? Cek pin komen ya. Yang sudah punya, saya tunggu reviewnya. Dan mari kita lanjut. Ki Achar Selokantara tidak gentar menghadapi makhluk apapun, termasuk yang kini berada di depannya. Kalau kau mau kuakui sebagai anak, bertabalah melingkari Gunung Telomoyo. Meski itu syarat yang berat, baru Klinting tidak terkejut karena ia seekor ular naga yang berbadan panjang. Dalam cerita legenda ini, baru Klinting terlahir dari perempuan manusia bernama Endang Sawitri dan dibesarkan tanpa ayah. Tak heran bila ia penasaran. penasaran siapa ayahnya dan mengapa ia berwujud naga. Sang ibu pun menjawab bahwa ayah baru kelinting adalah Ki Acar Selokantara yang saat itu sedang bertapa. Singkat cerita, sang naga berhasil menunaikan syarat untuk diakui sebagai anak Ki Acar Selokantara. Bahkan ia dijanjikan akan menjadi manusia bila meneruskan tapa di lereng gunung. Tahun berganti tahun, datanglah hubungan warga yang hendak menggelar sedekah bumi. Karena gagal menemukan hewan buruk, mereka pun memotong-motong tubuh baru kelinting yang sedang bertapa. Daging temuan itu pun dimasak untuk pesta rakyat. Di tengah kemeriahan pesta, seorang pengemis berwujud anak buruk rupa dengan tubuh penuh koreng datang meminta makan. Namun, oleh warga ia diusir, bahkan dibully dan dibodyshaming. Sang poca pun sakit hati dan membuat sayem bara cabut lidi. Ternyata-uternyata, anak itu adalah jelmaan baru kelinting yang datang untuk mengusir. menguji warga. Begitu lidi dicabut, memancarlah air dari bumi menenggelamkan seluruh desa patok. Yang selamat dari bencana itu hanyalah seorang janda tua, satu-satunya warga yang tidak membuli si Bocah Sakti, bahkan memberinya makan. Mula ne toh, seapik wailah tadi menungso, rasa buli, masih omong neng lati, iyo, legenda membuktikan. Legenda Naga Baru Klinting sangat terkenal dan diyakini sebagai asal usaha. usul dano rawa pening. Legenda pun berkembang menjadi mitos bahwa rawa pening adalah dano yang sakral karena dijaga entitas gaib. Mitos ini lalu melahirkan cerita yang lain. Diakini, Brawijaya, raja terakhir Majapahit versi Bapak Tanah Jawi, pernah datang ke rawa pening. Apalagi kemudian ditemukan mantan batu di puncak bukit, di pinggir dano, yang diakini sebagai petilasan Brawijaya. Meski sangat dikeramatkan, ada arkeolog yang curi makam itu dirakit dari komponen batu candi. Akhirnya, penggalian dilakukan, dan terkuatlah makam itu memang reruntuhan candi. Setelah melewati beberapa tahap restorasi oleh PPJP Jateng, candi ini pun menampakkan bentuk sejatinya. Kita mengenalnya sebagai Candi Dukuh. Namun, masyarakat meyakini candi ini petilasan Prabu Brawijaya, dan menamainya Candi Brawijaya. Ngomong-ngomong, di candi ini juga ada harta karunnya lho. Ayo, rangapusi Thomas. Ayo kita ke sana. Sekalian mengecek apa benar candi ini candinya Brawijaya. Dan kok dikait-kaitkan dengan baru kelintingnya rawa pening. Budha. Penelisian kita kali ini agak diwarnai mendung ya Candi Doko berada di Kabupaten Semarang Tepat di pinggir Danau Rawapening Candinya sendiri berada di puncak bukit Jadi kita mesti mendagi Itu candinya Wah, pas ada jumpelnya Ternyata, Candi Doko adalah sebuah candi tunggal yang berukuran mini Lebih mirip candi pewara Itu pun tersisa kaki dan badannya saja Langung diwunganemas Restorasinya belum selesai, mungkin dilakukan bertahap. Yah, semacam rumah tumbuh lah, dibangun nunggu dananya ada. Namun dari yang tersisa ini kita bisa menebak Candi Doko bercorak siwa istis. Buktinya ada di garbagang. ke geraha atau ruang utama candi tuh ada yoni perlambang pasangan Siwa yakni parwati simbol feminitas Universal biar yoninya sederhana tanpa naga ada ukiran indah dibawa caranya ya Candi Doku memang mungil, tapi kalau dilihat-lihat menarik juga. Alasnya lebar membentuk selasar. Lalu susunan pelipit di kakinya juga khas candi medang. Tangganya polos di api dua makara yang menggigit burung nuri. Bagaimana dengan badan candinya? Di sana ada tiga relung kosong yang semestinya dihuni geng Parswadewata, Agastya, Ganesha, dan Durga. Tiap relungnya dinaungi kalam makara, duet maut Gertimuka dan Makara. Terima kasih. Wah, akhirnya mukanya api tanpa rahang bawah khas Candi Jawa Tengahan. Nggak cuma itu, biar Candi Doko kecil, silpinya ngotot memahat delapan salabhanjika atau hiasan candi bermotif dewata. Sayang, sudah pada raib ditambal batu-batu baru. Terlihat nggak? Cuma tersisa kakinya saja. Figur-figur pertapa sederhana juga menghias kurawal. Wih, di antara rupian salabhanjika, ini yang paling bagus. Ada Apsari, makhluk surgawi yang memegang teratai. Perhiasannya mewah, namun tanpa mahkota. Masih ada lagi di kanan pintu masuk Candi Doko. Sosok pria ini juga berpakaian mewah. Keduanya berdiri dengan sikap abangga atau pose satu lengkungan. Tahu gak pose ini artinya apa? Hei, sajaib bapak-bapak sing mati gaya kuih, kaya dulur kuih ki. Bukan, pose itu melambangkan suasana hati. hati yang menyenangkan. Oh, kumis jenengnya don't worry be happy. Hah? Kemengkris weh? Sudah, antefiks atau penghias sudut yang meramaikan pinggir selasar atas pun gak kalah cantiknya. Gara-gara ukiran purnakan. Di halaman Candi Doko menumpuk beberapa antai fiks bersama artefak lainnya. Semua ini jelas komponen candi, termasuk beberapa lingga semu. Maksudnya ya bukan lingga sejati yang melambangkan Dewa Siwa di candi-candi. Lingga semu jika bukan untuk kemuncak candi, ya jadi patok pembatas. Dalam kasus candi doko, lingga semu ini adalah patok pembatas. atas karena menurut keterangan jubel dulu mereka tersebar di beberapa penjuru kemungkinan di masa Jawa kuno bukit ini sangat disucikan hingga di puncaknya dibangun satu candi. Apa jauh-jauh kuih tenanan candi Brawijaya? Iya tapi hubungannya apa jalan Rewing itu Rawapening? Makanya terus ikuti ya teman-teman kita akan meneliti benarkah Candi Doko terkait langsung dengan Rawapening dan apakah Candi ini benar mangkapnya Prabu Brawijaya? Namun sebelumnya jangan lupa untuk subscribe, like, dan share link video ini Jangan re-upload ya Klik juga link di atas atau fitur super thanks Bila Anda ingin mendukung dalam hal pendanaan Untuk mengembangkan kanal yang akan memperkaya perspektif Anda Candi Doko, warisan medang yang jadi kuburan Karena menjulang di atas rawa pening yang pekat berselimut mitos Tentu bagi masyarakat, Candi Doko tak bisa lepas dari kesakralan dano ini Untuk itu, saya pun berbincang dengan juru pelihara yang keluarganya turun-temurun merawat candi ini. Dari cerita si turun-temurun Simba Mbah itu kan dulu bisanya cerita itu dari goib sebenarnya. Kan banyak dulu tamu itu sering nanya sama Mbah itu ini ceritanya gimana-gimana kan Simba nggak bisa cerita. Beliau spiritual sama yang goib dirawat pening suruh cerita ini gitu. Dikasih cerita kalau ini peninggalan Bawijaya V gitu. Itu berarti diceritakan dari rawat? Iya. Iya, dari Kederaan Bening. Salah satu. Berarti benteng-benteng? Bukan. Bukan? Bukan. Nggak seperti ini, Mas. Untuk ada dua sap seperti pelataran gitu. Terus dulunya di sap paling atas itu ada berbentuk pakam. Jadi Linggapato itu ada dua dipasang kayak tengger gitu. Terus sama dinas BWCP Jateng dilakukan pemugalan. Tahun 2011 dan tahun 2012 Saya rekan lagi Ini dulu hanya ditemukan Gak berbentuk seperti ini Rurung-ruang tapi berbentuk seperti makam Terus oleh masyarakat Dianggap makam Brawijaya Terus kemudian dibuktikan dengan digali Ya dibuktikan selama pemugaran Ya itu bener-bener makam atau gak Tapi yang ditemukan Yoni sama peripe sama kayak emas tipis gitu ada dulu Peripinya ada? Ada di bawah kantor Di bawah kantor ya? Sama emasnya ada? Iya Kalau segi ritual itu sini netal ya mas Yang mau muslim biasanya ya juga wiridan disini Surah Atiklas, Hindu pake adatnya, Kejawen pake adatnya Kalau gue kursor mau ritual bagaimana gitu Terus kalau dari masyarakat setahun sekali juga ada ritual disini mas Selamat malam satu suruh Dari penuturan ini kita bisa menarasikan kemungkinan yang terjadi pada Candi Doko Begini, berdasar arsitektur, ragam hias, dan reliefnya jelas terlihat Candi ini berlanggam medang Kira-kira dari abad 8 hingga 9 Masehi Ya, mungkin sejaman dengan Candi Borobudur, Prambanan, Pelawasan, dan lain-lain. Lalu entah sejak kapan Candi Dogo runtuh. Mungkin karena faktor alam. Itu kenapa? Rupanya saya tidak bisa menangkapnya, Mas. Saya tidak bisa. Hmm, peripik emas di sumuran Candi Doko dikabarkan masih ada Diamankan di kantor BPJP Jateng atau BPK Wilayah 10 Jadi mustahil Candi ini diruntuhkan para penjara Candi Kalau biang-geroknya mereka, peripiknya pasti raib Kalau ini benar dan terjadi di Candi Doko Namun penjaraan arca itu baru terjadi di zaman modern Karena karena kakek sang jubel masih sempat melihat ada arca-arca persuadewata di candi ini jadi belum begitu lama ya kejadiannya karena itu saya menduga candi ini runtuh oleh bencana alam namun di masa modern arca-arcanya dijarah oleh tangan-tangan oportunis masyarakat sekitar bingung ini candi apa maka dengan keterbatasan mereka diadakanlah ritual memanggil roh penunggu rawa pening untuk diinterview soal asal usul renuntuhan candi doko Narsum Gaib ini mengatakan bahwa Candi Doko yang saat itu masih reruntuhan adalah petilasan Prabu Brawijaya Ini kata mereka ya, bukan kata saya Nah, sejak itu reruntuhan Candi pun ditata seperti makam Biar nampak nyata bahwa ini makamnya Prabu Brawijaya Saya gak heran ya, cukup sering saya mendapati reruntuhan Candi dialih fungsikan menjelaskan menjadi makam. Salah satunya Candi Meleri di Blitar yang dianggap makam Wisnuwardana Raja Singhasari serta pernah kami telisik pada tautan di atas atau di deskripsi. Untungnya BPJP Jateng lalu melakukan restorasi untuk mengembalikan wujud Candi yang sesungguhnya. Berarti Rauh Nong Bunga ini Rauh Nong Goh baru kelintingnya Rauh Pening ya Mas Asisi. Caranya ini Rauh Nong Goh Nino. Nah baru kelinting mitos atau sejarah. Danau Rawa Pening memang terkenal dengan kisah naga baru gelinting. Sementara Candi Doko yang berdiri di puncak bukit pinggir danau tidak meninggalkan inskripsi dalam bentuk apapun, sehingga kesejarahannya nggak ada yang tahu. Makanya, kita sulit menduga apa pembangunan candi ini berkaitan dengan sakralnya Rawa Pening atau enggak. Wih lah, tenang-tenang gawih pening ini. Tapi mungkin saja lho, pembangunan candi ini justru terkait dengan sebuah sumber air panas. di kaki bukit ini. Sepertinya nyaman nih gom-gom di sini. Apalagi agaknya orang Medang senang membangun candi dekat sumber air panas. Candi doko bisa jadi satu dari empat candi Medang yang memiliki jakusi. Eh! sumber air panas bersama candi Songgoriti di Batu, candi Umbulan di Magelang, dan candi Ngempon di Kabupaten Semarang. Kisah baru Kelinting jelas adalah mitos didaktik yang dibuat untuk mengajarkan budi pekerti pada masyarakat. Karena jalan ceritanya plek keti plek dengan mitos Danoranugrati di Pasuruan, Jawa Timur. Baru Kelinting juga menjadi menjadi tokoh dalam legenda asal-usul telaga ngebel di Ponorogo. Dan umumnya, memang banyak danau dan telaga di Nusantara yang dibumbui cerita naga atau ular raksasa. Pernah saya bahas juga pada tautan di atas atau di deskripsi. Nah, gini tersisa satu misteri lagi. Benarkah Prabu Brawijaya pernah berkunjung ke Candi Duku? Brawijaya lari dari perang, hiling ke Candi. Menurut Bapak Tanah Jawi, Raja Terakhir Majapahit yang bernama Brawijaya, diserang anaknya sendiri yakni Raden Patah dari Kerajaan Demak. Ini kata Bapak Tanah Jawi ya, bukan kata saya. Versi babat yang baru ditulis abad 18 ini bertentangan dengan data primer sejaman, yakni suma... Oriental, reportase Tommy Pires yang melihat langsung Jawa pada abad 15 hingga 16. Dalam suma oriental yang berperang dengan demak bukanlah Majapahit, melainkan Daha. Dan rajanya, Batara Vojaya, tidak. tidak punya ikatan darah dengan pihak Demak. Nah, masih dalam suma oriental, yang berdiri di belakang Demak adalah orang-orang mur. Apakah Brawijaya itu tokoh sejarah atau fiksi? Pernah saya bedah pada tautan di atas atau di deskripsi. Dicek nanti ya Lanjut Menurut tradisi tutur Brawijaya lari dari perang ke arah Gunung Lawu Nah sebelum kesana Dia healing dulu di rawa pening Dan Candidoko adalah bukti petilasannya Hei Mengusokot tradisi tutur tuh Yes Tanpa data sejarah yang tertulis sebagai penguat Jadi tanpa mengurangi rasa hormat Bagi mereka yang meyakininya Kisah kedatangan Brawijaya ke Candidoko Hanyalah mitos Lagi Lagipula belum ada bukti valid mengenai keberadaan Brawijaya dalam sejarah. Dari data-data yang ada, kita baru bisa menyimpulkan bahwa ia hanyalah tokoh rekaan penulis Bapak Tanah Jawi. Apalagi Candi Doko juga tidak bergaya macam pahitan, tetapi murni medang dari abad 8 hingga 9 Masehi. Loh, yang nombor Candi ini sebagai Brawijaya, itu orang yang berbunyi, mas. Itu menolong. Orang yang berbunyi, ngerti semua. Orang kalir, nek sejarah KW. Ya, klaimnya memang begitu. Tapi apa tepat penerawangan atau narasumber gaib dipakai untuk menyusun sejarah? Pesan gaib versus metodologi sejarah. Masih ingat nggak cerita saya tadi? Untuk mengetahui asal-usul reruntuhan Candidoko, masyarakat pernah memanggil penunggu danurawa pening untuk ditanyai. Ini saya tahu dari wawancara dengan juru pelihara yang keluarganya turun-temurun merawat Candidoko. Cara ini sebenarnya pernah tercatat loh dalam sejarah abad 19, ketika Ngampehi Purbowi Joyo diminta pemerintah Hindia Belanda menyusun kitab sejarah ke diri. Saat itu, karena belum tahu prinsip metodologi sejarah, ia pun mengundang dalang bernama Gidermokondo untuk melakukan ritual memanggil roh Butolucoyo dan yang penguasa kediri. Raja wan orang yang kerasukan Butolucoyo pun dicatat menjadi kitab babat kediri. Isinya jelas menyimpang sangat jauh dari data primer sejarah. Tapi saya masih bisa maklum ya, karena di zaman itu pengetahuan masyarakat serba terbatas. Penelitian prasasti dan candi juga tidak sesemarak sekarang. Jadi, mediumisasi mungkin cara terbaik yang bisa dipikirkan leluhur kita saat itu untuk menggali sejarah. Kita maklumi saja, justru yang bikin saya keheranan itu bila ada orang modern yang punya akses internet dan otomatis akses ke berbagai buku, penelitian, jurnal yang berlimpah tentang sejarah dan arkeologi. Tapi masih perlu menerawang untuk menyusun sejarah. Wah tenang mas, percoyo bungku Andro Narsung Goib timbang peneliti sejarah. Hehehe, kalau itu sih hak dan kebebasan tiap orang untuk percaya atau tidak. Saya cuma ingin menyampaikan bahwa penerawangan, medumisasi, dan cara-cara gaib lainnya bukan metode yang tepat untuk menggali sejarah. Hasilnya tidak terukur dan subjektif. Padahal sejarah mensyaratkan bukti yang empiris dan tertulis. Agar bisa dibuktikan bersama-sama dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Wah, sebaiknya tidak, karena perspektif sejarah dari Narsum Gaib tidak bisa dipercaya dan banyak melesetnya. Sehingga berpotensi menjadi pengaburan, hoaks, bahkan pemiloan sejarah. Jadi, setiap sobat asisi mendengar klaim atau narasi sejarah, apapun itu, coba dikritisi dengan metode simple namun ilmiah ini, yang pernah saya share pada tautan di atas atau di deskripsi. Kalau dipikir-pikir, Candi Doko komplit menerima segala macam cobaan yang bisa menimpa Candi Nusantara. Pertama, ia runtuh oleh alam. Lalu, arcanya diambil para penjara. Ia juga dialih fungsi kandungan. masyarakat menjadi makam. Dan puncaknya, sejarahnya dibelokkan oleh mitos dan bisikan gaib. Namun, toh ujung-ujungnya, Candidoko tetap menampakkan jati dirinya yang sejati. Selain berkat ketegunan para pemugar candi juga karena ia terbuat dari batu andesit yang kokoh segaligus indah khas candi medang dan ini sesuatu yang menarik untuk kita bangun dalam jiwa kita mampukah kita kokoh dan tegar menghadapi tantangan yang datang silih berganti dan mampukah kita tidak menjadi keras hati tetapi memancarkan keindahan jiwa di tengah badai yang mengamuk layaknya candi dukung yang menjulang dengan anggunnya dipunjuk Bukit itu