Intro Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Modul 3 pada mata kuliah Adi Cita Rancang Ruang akan memaparkan beberapa studi kasus dari place making untuk modul 3, we will try to explain some case studies about place making this module is a compulsory material for The subject, Bread on Pressmaking for Credits. Modul ini disusun oleh saya, Nancy, dan Ibu Arief Budi Soliha, PhD. We expect from this module, students will be able to develop the study of design ideas critically and argumentative.
by analyzing place making cases in the diversity human behavior and also able to develop the study of design ideas critically and argumentative by analyzing plus making cases in mezzo scale and for SPC atau SPC dari KAB materi ini adalah memfokuskan kepada SPC 6 terkait dengan sustainable architecture and urbanism, dan juga SPC 5, yaitu human behavior and spaces. Material yang akan disampaikan terdiri dari teori-teori terkait dengan placemaking, kemudian studi kasus placemaking from community action plan program at Kampung Duri Kepa, Jakarta Barat, and also placemaking in Islamic boarding school. dari Api Tegar Rejo, Api Islamic Boarding School Tegar Rejo, Jamsharen Solo Pesantren, dan Pabelen Mungkit Magelang Pesantren.
Oke, pertama kita belajar tentang teori pembuatan tempat. Pembuatan tempat adalah ilmu membuat tempat untuk orang. Ini adalah penciptaan tempat unik yang orang ingin menggunakan, untuk diberi, untuk menikmati, untuk menjadi bagian dan untuk diingat. Dan placemaking mengenai koneksi antara orang dan tempat, pergerakan dan formasi urban, alam dan fabrik. Di sini disampaikan bahwa ketika kita mempelajari placemaking, itu adalah bagaimana seninya orang-orang yang ada di sana untuk membuat tempat mereka, mengkreasikan dalam kreasi-kreasi yang unik, bagaimana mereka ingin menggunakannya, ingin terlibat, ingin menikmati.
ingin menjadi bagian di dalamnya dan ingin punya ingatan atau kemelekatan satu dengan yang lainnya. Classmaking tentu saja akan terkoneksi antara orang dan tempatnya itu sendiri. Antara pergerakan dengan bentuk-bentuk urban yang akhirnya terjadi.
Antara lingkungan yang alami dan lingkungan-lingkungan yang buatan. Modul 2 sudah pernah menyinggung terkait dengan apa itu perbedaan antara place dan space. Nah, di sini Anda akan kembali melihat sejauh mana kasus-kasus atau studi-studi kasus yang akan disampaikan di modul 3 ini akan semakin menajamkan bagaimana proses place making itu terbentuk.
Nah, selain itu kita melihat dan ingat kembali adalah place making proses yang Disampaikan di website-nya PPS. Di sini disampaikan bahwa dalam proses place making itu dimulai, diawali dengan first define place and identify stakeholders, and then evaluate space and identify issues, place vision, short term experiments, ongoing re-evaluation, and long term improvement. Beberapa kasus yang akan saya sampaikan akan melihat beberapa step dari place making proses dari PPS ini, dan kasus yang lainnya nanti akan melihat secara overview saja bagaimana. Ruang-ruang yang ada di berbagai produk pesantren itu terbentuk, mulai dari latar belakang terbentuknya, proses penggunaannya, sampai kepada konteks saat ini.
Dan jangan lupa, jangan lupa bahwa dalam proses pembuatan tempatan, kita juga ingat elemen pembuatan tempatan, material, arti, dan kreativitas. Kita bisa mengindikasikan... bagaimana materialnya, bagaimana artinya, dan bagaimana kreativitasnya dalam proses pembuatan pelajaran. Oke, yang pertama adalah Community Action Plan Juri Kepa di Jakarta Barat.
Jadi ini adalah sebuah kampung marginal di pinggiran sungai, yang memiliki beberapa isu strategis untuk kita lihat proses pembuatan pelajaran. Yang pertama adalah, Kualitas yang sangat rendah dari rumah, khususnya untuk low income people, kemudian legalitas dari lahan, kemudian ketidaksesuaian dengan aturan keruangan, kemudian rendahnya juga kualitasnya, selain rumah, kualitas dari settlementnya juga rendah, low quality of settlement, and decline in environmental quality. Kita tahu ketika rumah dalam kualitas rendah, kemudian lingkungan ataupun permukiman juga berada dalam kualitas rendah akan otomatis mengindikasikan kualitas lingkungan yang juga rendah. Apa yang dilakukan? Apa yang harus kita lakukan?
Pertama, kita harus mengidentifikasi masalah. Sebelum kita belajar tentang proses pembuatan kelas, kita harus mengidentifikasi masalah. By the field exploration. We can use secondary data from Google Maps or another such data. Anda bisa langsung ke lokasi, tetapi ketika Anda tidak memungkinkan untuk ke lokasi, Anda bisa cek di Google Maps.
Banyak sekali metode yang bisa digunakan dengan keterbatasan kita saat ini. Atau kita mengambil atau memakai data penelitian yang lainnya. In Duri Kepa, research found that this area is low land waterfront area and in high rise flood risk.
Jadi, kegiatan yang dilakukan di Duri Kepa ini mengindikasikan yang pertama adalah lokasinya berada di pinggiran sungai dengan potensi terjadinya banjir akibat curah hujan yang tinggi pada musim hujan. Itu dulu yang kita indikasikan bahwa kita harus melihat kondisi yang ada di sisi kita, area penelitian kita, penelitian kita. Saya maksudnya lokasi penelitian kita. Setelah kita tahu, kita baru bisa mengidentifikasikan isu dari sebuah lokasi yang kita amati. Kemudian kita membuat mapping strategis.
Jadi di mana titik-titik yang tadi memang kita indikasikan ada masalah, kita petakan di lokasi tersebut. Sehingga nanti kita tahu daerah mana memiliki masalah apa. Di Duri Kepa, di area ini, di area waterfront lowland, dan di... high rise flood, and then we put some mark, we take some indication in some location, which street, which area in very high flood risk. Daerah mana yang memang sangat-sangat berpotensi tinggi jika terjadi misalnya hujan atau curah hujan yang tinggi menyebabkan akan terjadi potensi banjir itu.
Nah, dari sana nanti kita akan bisa melihat sebenarnya bagaimana orang-orang merespon isu-isu tersebut. Nah, dari situlah kita bisa belajar place making yang terjadi dalam skala kampung, kampung Duri Kepa ini. Itu berproses, berinteraksi, dan akhirnya orang meresponnya seperti apa.
Yang ada di setiap area. Kemudian... Lalu langkah selanjutnya setelah isu itu sudah kita tampung atau sudah kita petakan, kita melihat atau mengumpulkan collect the vision of people about their place. Mereka ingin adanya proses perbaikan terhadap lingkungan supaya apa?
Supaya kondisi sosial-kulturnya, khususnya tadi, permasalahan-permasalahan renasi air yang mungkin... menjadi penyebab daerah mereka kebanjiran, untuk jika musim hujan, mereka ingin membuat sebuah lingkungan ataupun hunian yang lebih baik lagi. Proses inilah yang nanti bisa kita cermati bagaimana harapan, keinginan, dan kebutuhan orang itu terimplementasikan di dalam skala ruang pada lingkungan.
mereka sehari-hari. Di Duri Kepa, di sini Anda bisa lihat ada paparan ataupun keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan yang membalikan kembali kepada historis dari sebuah kampung itu sendiri. Bagaimana mereka bercerita bahwa kita perlu bersepakat untuk adanya penataan kampung.
Kemudian supaya apa? Supaya ini bisa merubah image dari tempat yang selama ini mereka tinggalin. Kemudian kita melanjutkan proses interview.
Interview and discussion with people in Duri Kepa. Research try to find what people want for their settlement, their new public space and their new hope about social culture condition. Kita berdiskusi, interview and discussion activity kita berdiskusi, kemudian kita mencoba menggali kira-kira solusi dari mereka itu seperti apa, kemudian kita mulai menganalisis kriteria-kriteria yang bisa dipakai terkait dengan public space di Duri Kepa itu apa.
Kemudian bagaimana fasilitas-fasilitas standar yang harus dimasukkan ke sana dalam rangka place making activities ini tadi. Dan akhirnya dari proses tadi, mereka memberikan banyak sekali design guideline, memberikan banyak sekali wawasan baru apa yang mereka rasakan terhadap lingkungan sekarang dan apa yang sebenarnya mereka butuhkan di masa yang mendatang. Seperti Anda lihat di sini, sebelumnya ini adalah lorong, lorong biasa. Ya hanya sekedar space, space tidak berarti. Tapi mereka ingin ada tidak hanya sekedar jalan untuk lalu-lalang.
Akhirnya mulai dilakukan diskusi mengatakan bahwa kita harus kasih, harus buat jalan atau lorong ini tidak hanya sekedar tempat. yang sunyi, yang tiada arti. Bagaimana caranya? Ya, mereka mengusulkan, mungkin ada muralnya.
Sehingga orang di sana itu merasa punya memori terhadap jalan itu. Itu salah satu contohnya. Kemudian yang kedua adalah tempat pertemuan warga bersama-sama.
Nah, yang mereka harapkan apa? Dari sisi kualitas tempat itu sudah tidak layak. Karena dia tidak layak, sehingga mungkin warga menjadi tidak terlalu senang untuk kumpul-kumpul, untuk berdiskusi terkait dengan kampung mereka, wilayah mereka sendiri.
Apa yang mereka usulkan? Yang mereka usulkan adalah adanya perbaikan. Kemudian adanya penambahan kebutuhan untuk bisa mengakomodir kapasitas yang lebih baik lagi.
Akhirnya mereka bersama-sama dengan kami, mengusulkan adanya tempat yang Selain diperbaiki kualitasnya, tapi ditambahkan juga kapasitas supaya orang itu bisa menggunakan. Contohnya di sini di bawah bisa untuk parkir, yang di atas bisa untuk diskusi, berkumpul, rapat, kampung, dan lain sebagainya. Kemudian ada rencana-rencana penataan.
Rencana-rencana penataan. Memang ini sebenarnya banyak sekali muncul di aspek desain. mendapatkan beberapa insight yang terkait dengan bagaimana orang-orang yang ada di kampung Duri Kepa itu memberikan makna terhadap apa yang mereka impikan dan apa yang mereka harapkan untuk tempat-tempat yang ada di sekitar mereka. Contohnya di sini untuk penataan RTH, kondisi existingnya mereka hanya memanfaatkan ada sedikit lahan.
yang bisa dipakai bersama, yaitu milik kampung, yang dimanfaatkan ala kadarnya. Tetapi setelah melalui diskusi, kemudian fokus grup discussion tadi, kemudian interview dengan banyak warga, mereka mengharapkan adanya penataan yang lebih baik lagi. Memang dibuat di mana space untuk anak-anak bermain, kemudian orang tua bisa duduk-duduk.
Kemudian juga ada area hijaunya untuk bisa menanam pohon dan lain sebagainya. Apa yang bisa kita dapatkan sebenarnya dari proses place making yang ada di Duri Kepa? Yang pertama, karena memang diawali tadi berbagai permasalahan termasuk aspek legal dari lokasi ini, ada hambatan ketika aspek-aspek legal terkait dengan kepemilikan lahan itu ditemukan di sebuah lokasi.
Karena dari sana biasanya place making proses yang terjadi itu dari sisi kreativiti juga tidak terlalu bisa diharapkan. Sehingga mungkin didorong untuk beberapa isu yang kaitannya dengan legalitas lahan ini, ranahnya memang tidak di ranah place making, tapi di ranah yang lebih. Lebih tinggi lagi tapi di ranah birokrasi dan administrasi.
Nah itulah yang akhirnya menyebabkan kepemilikan warga, bagaimana mereka merawat lingkungannya, bagaimana proses mereka berinteraksi di dalam sebuah place itu tidak terlalu bisa dikatakan cukup berhasil satu dengan yang lainnya. Nah hal lain adalah Impian-impian warga, harapan warga terkait dengan tempat itu perlu untuk didiskusikan dan diusulkan bersama-sama supaya tempat-tempat yang tadi mereka akan berkegiatan itu bisa dimanfaatkan secara optimal dan dilibatkan dari berbagai macam stakeholders di sana. Karena ini tadi di awal saya mengatakan bahwa ini adalah Community Action Plan Program, banyak juga rana partisipatori desain, tetapi dari program Community Action Plan ini dengan studi kasus di Duri Kepa, kita bisa belajar banyak. Dalam proses placemaking ternyata keterlibatan seluruh warga yang akan berhuni di sana, akan tinggal di sana.
termasuk keterlibatan para pemangku kebijakan dalam hal ini, government juga dilibatkan dalam hal ini, akan sangat menentukan proses space making itu. Pada kenyataannya, apa yang mereka harapkan, kemudian mereka sampaikan di dalam diskusi itu, itu bisa kita membaca sebenarnya ada banyak keinginan untuk menjadikan lingkungan tempat tinggalnya menjadi lebih baik lagi dari kondisi yang sebelumnya. Baik, itu contoh pertama yang ada di Duri.
Saya akan memberikan beberapa overview place making yang ada di Pondok Pesantren. Yang pertama adalah Asrama Pendidikan Islam di Tegarjo. Ini adalah Islamic Boarding School yang memiliki lebih dari 10.000 santri, santri putra maupun santri putra. Proses place making-nya sebenarnya diawali dengan sejarah kemerdekaan itu sendiri.
Awalnya komunitas ini atau penuh pesantren ini yang dulu bernama asrama pendidikan Islam ini tidak terlalu diterima di masyarakat Pegarjo. Namun pada saat mereka memiliki peran dalam proses kemerdekaan, pada saat itu turut melawan penjajahan Belanda, asrama pendidikan. Islam ini menjadi salah satu kantong perjuangan pada saat itu.
Kemudian dalam sejarahnya juga ini sempat dibakar oleh Belanda, strateginya penjajah pada saat itu. Ada rasa... akhirnya warga memiliki rasa kemilikan terhadap pondok ini karena dia memiliki peran besar dalam perjuangan bersama-sama dengan rakyat sekitar. Apa yang terjadi? Yang terjadi adalah berawal dari ketidakterimaan, artinya kurang diterima di masyarakat, kemudian ownernya ataupun pemilik pondok pesantren ini memiliki peran dalam sisi Sejarah perjuangan, kemudian masyarakat akhirnya memiliki simpati.
Nah sekarang tempat ini, asrama pendidikan Islam di Tegar Rejo ini menjadi salah satu tempat penting dalam menentukan seluruh aktivitas-aktivitas warga sekitarnya. Baik di ranah yang fisikal maupun yang non-fisikal. Kemudian kalau kita lihat di dalamnya, Anda bisa melihat di sini, ini adalah aula utama yang menjadi momentum sejarah untuk berbagai macam aktivitas, tidak hanya aktivitas keagamaan di penumpang santran, tapi juga diskusi-diskusi yang melibatkan warga sekitar, warga masyarakat, dan lain sebagainya.
Ini sangat memegang peran penting untuk tempat-tempat yang ada di dalam penumpang. pesantren itu sendiri. Kemudian kalau ini di asramanya, bagaimana asrama-asrama pondok ini berproses dalam menunjang aktivitas para santrinya.
Ini contoh bagaimana proses place making itu terjadi dari aspek kesejarahan dahulunya. Kemudian, ini contoh yang kedua adalah pesantren yang ada di Surakarta, pesantren Jamzaren. Dari sisi pembentukan place-nya, ini dibangun mulai dari salah satu pondok tertua, 1750 di Surakarta. Akan tetapi ketika terjadi proses regenerasi dalam pengelolaan pondok pesantren ini, proses regenerasinya... tidak terjadi dengan cukup smooth.
Artinya, antara generasi awal pendiri sampai kepada generasi muda saat ini, tidak cukup bisa mendorong aktivitas yang berkelanjutan di dalam penduduk pesantren ini. Mulai dari aktivitas kependidikannya sendiri, maupun aktivitas sosial masyarakat yang lain-lainnya. Apa yang terjadi? Yang terjadi adalah pondok ini sekarang hanya tinggal...
Sebagai bangunan fisik saja, tetapi orang yang beraktivitas di sana maupun inti dasar kegiatan penduk pesantren itu juga tidak ada. Ini mohon maaf ada typo sedikit di sini. Jadi apa yang terjadi ketika kita tadi mengatakan ada material dalam berproses itu kan ada aktivitas. Kemudian ada material-material yang bisa kita lihat di dalam ruangan tersebut. Kemudian ada physical buildingnya itu sendiri.
Ketika dari sisi aktivitasnya saja sudah tidak bisa dijamin, maka tempat ini hanya sekedar tinggal tempat. Placemaking prosesnya itu berhenti di dalam sana. Sekarang pesantren adalah tinggal artefak saja.
Kegiatan-kegiatan alun dari pondok pesantren ini tidak berlangsung cukup baik karena kemelekatannya, keterkaitannya itu sudah tidak bisa lagi membuat sebuah rutinitas yang ala-ala pesantren pada umumnya. Bahkan sebagian ruangan-ruangan yang ada di penuh pesantren jam seharian ini sekarang malah disewakan untuk berbagai aktivitas lain dengan institusi-institusi yang sudah berbeda. Sehingga proses aktivitas dari sebuah pondok pesantren itu hampir tidak bisa terbaca lagi secara jelas di dalam bangunan ini. Kemudian contoh yang ketiga adalah pondok pesantren yang ada di Pabelan, Mungkit, Magelang, Central Jawa. Dibangun mulai 1965, tetapi dalam berproses memang melibatkan warga masyarakat sekitar, pemilik pesantren, kemudian santri-santrinya sendiri.
Kemudian yang unik adalah Membangun pesantren pabelan ini berdasarkan ilmu-ilmu pengetahuan ataupun keterampilan-keterampilan para santri yang ada di dalamnya itu disesuaikan dengan keterampilan warga masyarakat sekitar. Jadi jika ada warga yang pintar untuk ketukangan, maka ada pengetahuan terkait dengan ketukangan yang diberikan kepada santri. Dan itu penyelenggaranya adalah kerjasama antara... pondok dengan warga masyarakat sekitar.
Kemudian yang unik lagi adalah tidak ada perbedaan ataupun batasan yang cukup jelas antara pesantren dengan warga di pedesaan sekitarnya. Semua berlangsung bersama-sama. Ruang-ruang yang menjadi milik pondok pesantren juga menjadi semacam properti bersama dengan warga masyarakat sekitar. Kemudian hal lain yang menjadi unik adalah gender space, artinya pemisahan ruang berdasarkan gender itu hanya berlaku bagi warga pesantren saja, untuk santri-santri putra dan santri putri di sana. Tapi untuk warga sekitar, mereka tidak diberlakukan hal serupa.
Artinya apa? Warga yang putri tidak masalah untuk lalu-lalang atau melakukan sirkulasi menggunakan ruang-ruang di sekitar asrama putranya. Karena memang hal-hal yang diberlakukan terkait dengan gender space itu memang hanya untuk warga penuh pesantren saja. Kemudian open space yang ada di...
yang ada menjadi milik pesantren, maksudnya masih di dalam lingkup, itu tanahnya milik pesantren, itu juga digunakan untuk berbagai aktivitas dari warga sekitarnya. Ini kalau Anda bisa lihat, yang tengah-tengah ini, ini adalah ruang-ruang bersama untuk, ini di asrama putri, itu adalah santri-santri, tapi di ruang ini juga bisa beraktivitas. Kemudian ini adalah anak-anak pondok pesantren.
Mereka beraktivitas di asrama putranya, tetapi ruang-ruang ini juga bisa dipakai ataupun dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan warga sekitarnya. Nah, kemudian di sini juga dilihat ruang yang tercipta di pondok pesantren pabelan ini, selain dipakai untuk pesantren, santri-santrinya, dia juga digunakan bersama-sama dengan warga masyarakat sekitar. Tadi dikatakan bahwa hampir tidak memiliki batasan yang jelas mana ruang yang memiliki pesantren atau mana ruang yang memiliki warga.
Semuanya menjadi blended, dipakai bersama-sama. Apa yang bisa kita lihat untuk kasus ketiga di pondok pesantren pabilan ini adalah place making. Yang terjadi yang melibatkan fasilitas pondok pesantren dengan santri-santri dan para kiai di sana.
Juga melibatkan warga masyarakat. Sehingga apa? Ruang yang terjadi itu adalah ruang-ruang blended. Yang dipakai bersama-sama juga.
Uniknya. Pada saat kita memanfaatkan ruang-ruang tersebut, maksud saya mereka memanfaatkan ruang-ruang tersebut, mereka punya semacam komitmen tidak tertulis. Ada aturan-aturan yang tidak terlalu saklek, dan itu lebih kepada pemahaman bersama saja.
Jadi apa yang terjadi di pabilan ini cukup menarik untuk kita kaji. melalui proses-proses place making. Selanjutnya tugas Anda adalah Anda menjermati pada studi kasus Anda bagaimana proses place making itu bisa kita maknai, bisa kita ambil lesson learn-nya, pembelajaran-pembelajarannya untuk nanti kita maknai apa-apa saja yang terlibat dalam proses place making itu. Kemudian hal-hal apa saja yang bisa menguntungkan atau kurang menguntungkan dalam proses price making tersebut. Untuk modul 3 ini, silakan from Duri Kepa, Api Tegarajo, Jam Sarin, dan Pabellan, what you can learn specifically about the process of place making.
Jangan lupa cek kembali tadi dengan teori-teori yang terkait dengan place making. Anda bisa membedah apa yang Anda amati di studi kasus Anda itu dengan teori-teori terkait dengan place making. Benar atau tidak, sesuai atau tidak. And then, please indicate 3 until 5 keywords and... tell it to your class based on this case study in Duri Kepa, Api Tegara, Jawa, Jamsaren, dan Pabilan.
Terima kasih atas perhatiannya untuk menyimak beberapa studi kasus di modul ketiga ini. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.