Saat ini, kita mengenal 10 November sebagai hari pahlawan. Ketika pertempuran Surabaya berkobar, pemuda Indonesia dengan gagah berani melawan agresi Inggris. Namun, benarkah demikian?
Taukah kalian kalau pertempuran 10 November sebenarnya adalah pertempuran kedua yang terjadi di Surabaya? Pernah dengar nggak kalau jatuhnya ribuan senjata ke tangan pemuda disebabkan oleh kelalaian seorang kapten Belanda? Mengejutkan bukan? Maka, ikutilah ulasan kali ini mengenai pertempuran Surabaya. Sebelumnya, yuk kita kembali ke 17 Agustus 1945, saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta dua hari setelah penyerahan Jepang kepada sekutu.
Nah, Surabaya... Ternyata sudah mendengar kabar kemerdekaan pada hari itu juga, melalui surat kabar yang berbahasa Jawa dan disebarluaskan ke dalam bahasa Indonesia. Berita ini disambut dengan dukungan dari Wakil Residen Jepang di Surabaya dan Polisi Istimewa di Surabaya, yang kemudian diikuti dengan penyusunan pemerintahan daerah di wilayah Surabaya.
Pemerintah pusat pun mengangkat RMTA Soerio menjadi gubernur Jawa Timur, dan R. Sudirman sebagai residen Surabaya di tanggal 19 Agustus 1945. Badan Keamanan Rakyat di Surabaya lalu dibentuk tanggal 2 September 1945, yang dikepalai oleh Mustafa. Ia kemudian menjadi kepala BKR Jawa Timur dan Menteri Pertahanan tak lama setelahnya. Pembentukan BKR yang terdiri dari para pemuda, dan bekas PETA, diikuti dengan berdirinya badan-badan perjuangan seperti Pemuda Republik Indonesia, Angkatan Pemuda Indonesia, barisan Hisbullah pada September dan awal Oktober 1945. Sementara itu, BKR Laut dibentuk pada akhir September, dan nantinya BKR akan berubah menjadi TKR pada 5 Oktober 1945. PETA dan Heiho di Surabaya dibubarkan oleh Jepang seminggu setelah penyerahannya.
Maka, Ketika BKR dan badan-badan perjuangan dibentuk, mereka membutuhkan persenjataan. Sepertinya ketakutan akan kembalinya Belanda menjadi pemicu utama perebutan senjata Jepang, yang disebabkan insiden pengibaran dan perobekan bendera Belanda pada Hotel Oranje 19 Oktober. Meski ada senjata yang dirampas dari Jepang sejak akhir Agustus 1945, perebutan senjata dalam skala besar baru terjadi sejak usaha pengambilan gudang senjata Don Bosco yang dimulai pada 16 September.
Bung Tomo kemudian memediasi Jepang dan Indonesia dalam usaha ini, yang berakhir dengan penyerahan komandan Jepang di Don Bosco pada 30 September kepada Kepala Polisi Istimewa Surabaya, M. Jasin. Akan tetapi, sampai akhir September, usaha-usaha perebutan senjata belum berbuah banyak. Seperti yang dibuktikan dengan pengambil alihan markas Kempetai oleh rakyat pada 30 September, di mana para pejuang hanya memiliki segelintir senjata api.
Hal ini berubah tanggal 3 Oktober 1945, di mana perebutan senjata dari markas Angkatan Laut Jepang di Gubeng terjadi sejak 2 Oktober, namun baru sukses pada tanggal 3. Berbagai pelucutan senjata lain juga mengalami kesuksesan Baik di Surabaya dan di seluruh Jawa bagian timur Mengapa 3 Oktober bisa menjadi hari yang sangat menentukan? Ini semua adalah ulah dari Kapten Huier Seorang Kapten Angkatan Laut Belanda Yang dikirim oleh Laksamana Helfrich Dari Angkatan Laut Belanda pada September 1945 ke Surabaya Huier sampai di Surabaya pada tanggal 23 September Sebelum kembali ke Batavia, lalu kembali lagi ke Surabaya 6 hari kemudian. Ia kemudian membuat kesepakatan dengan pimpinan Indonesia di Surabaya agar mereka menjaga senjata Jepang sebelum Huir memaksa pimpinan Jepang di Surabaya menyerah kepada dirinya. Mayor Jenderal Iwabe dan Laksamana Muda Shibata, pimpinan Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang di Surabaya, memang pada akhirnya memutuskan menyerah kepada Huir pada sore hari di tanggal 3 Oktober 1945. Kesalahan Huir agar pasukan Jepang menyerah sangat menguntungkan pihak Indonesia yang mengambil alih ribuan senjata Jepang tanpa ada perlawanan.
Setelah diselidiki lebih lanjut, pada kemudian hari, Huir mengatakan bahwa penyerahan ini seharusnya hanyalah penyerahan palsu. Namun pimpinan militer Jepang di Surabaya menganggapnya sebagai penyerahan resmi. Akibatnya, diperkirakan puluhan ribu senjata Jepang jatuh ke tangan Indonesia di Jawa Timur, yang terdiri dari 19.000 senapan, 900an senapan mesin, 400an mortir, 50an pucuk artileri, 140-an meriam anti udara, 16-25 tank, ribuan kendaraan, puluhan kapal, perahu, dan juga skoci.
Di tengah perebutan senjata ini, lebih dari 6.000 interniran sipil Belanda masih berada di Surabaya, dan tugas dari pasukan seputu untuk mengevakuasi mereka. Menurut Raffwing Commander Toll, sekitar 1.800 berasal dari kemah-kemah interniran di Jawa Tengah. Meski demikian, sepertinya angka 6.400-an ini masih adalah estimasi rendah, sebab di kemudian hari terbukti bahwa masih ada interniran yang belum dievakuasi bahkan saat pertempuran.
tempuran 10 November meletus yang jumlahnya mungkin mencapai ribuan orang. Maka setelah perampasan senjata Jepang, kota Surabaya siap mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang kini, di saat yang sama, juga menampung kurang lebih 6.000 interniran dan kurang lebih 30.000 orang Jepang. Dalam kota bersenjata inilah, Brigadir AWS Malabi dan Brigadenya menerat di Surabaya. Akan tetapi... Mari kita mengulas Brigade ke-49 terlebih dahulu, yang berkekuatan 4.000-an prajurit dan merupakan bagian dari Divisi Inggris India ke-23.
Brigade ini berkekuatan 3 batalion infanteri dengan 800-an prajurit per batalion, 1 resimen artileri dengan 24 niriam dan 580-an prajurit, serta sekitar 6 kompi pendukung dengan 120-160 prajurit per kompinya. Perlu diingat juga bahwa tidak ada prajurit burka dalam Brigada Malabi, seperti asumsi beberapa buku Indonesia. Kapal HMS Weaveny, Malika, Asiduos, dan beberapa kapal lainnya singgah di dekat Surabaya pada 24 Oktober 1945. Setelah perselisihan antara Malabi dan wawahannya dengan pihak Indonesia pada sore hari 25 Oktober 1945, sebagian dari Brigade ke-49 pun mendarat secara sepihak hak di Surabaya. Walau pimpinan Indonesia di Surabaya tidak setuju, Presiden Soekarno di Jakarta memerintahkan agar Surabaya tidak menghalangi kedatangan sekutu.
Kesokan harinya, persetujuan antara pasukan Inggris dan Indonesia menghasilkan kesepakatan yang intinya, mengatakan beberapa poin, yaitu, pertama, tidak ada personil Belanda di antara pasukan Inggris India di Surabaya. Yang kedua, kerjasama di antara sekutu dan Indonesia. Yang ketiga, dilakukan melalui suatu kontrak Bureal.
Tiga, interniran dan tahanan sekutu akan dievakuasi oleh Inggris. Dan yang terakhir, pasukan Jepang akan dilucuti dan kemudian dipindahkan kepada Inggris. Pendudukan gedung-gedung penting oleh militer Inggris dan India di Surabaya berujung bangku tembak dengan para penguda. Selain itu, beberapa tahanan Belanda juga dibebaskan oleh pasukan Inggris. Kemudian sebuah pesawat menjatuhkan selebaran-selebaran di atas Surabaya.
Selebaran tersebut berisi perintah dari Mayor General Hawthorne, pemimpin sekutu di Jakarta, agar penduduk Surabaya menyerahkan senjata mereka dalam waktu dua hari, atau mereka akan ditembak di tempat. Siang itu juga, Malabi menyatakan kalau ia akan melaksanakan perintah Mejen Houtorn. Meski demikian, Malabi mencari jalan tengah dengan meminta Mustopo untuk mengabarkan kalau kesepakatan 26 Oktober masih berlaku. Mustafa bahkan dikabarkan mengiakan pelucutan rakyat yang diperintahkan oleh Hawthorne, sehingga sesuai dengan pernyataan Mustafa 28 Oktober, menyebutkan jika hanya TKR lah yang boleh memegang senjata.
Setelah penjatuhan selebaran itu, sebagian pimpinan Surabaya ingin menyerang Inggris. Mustafa awalnya tidak ingin TKR terlibat dalam pertempuran yang akan datang, dan pemerintah pusat Jakarta juga menganjurkan agar Surabaya tidak melawan Inggris. Masalahnya, Setelahnya, Surabaya akhirnya mengabaikan anjuran ini dan tetap bertekad untuk bertempur.
Pimpinan PRI kemudian meyakinkan Mustafa agar TKR ikut bertempur melawan Inggris. Jadi, baik TKR dan badan-badan perjuangan rakyat sepakat untuk menyerbu pasukan Inggris di Surabaya. Fajar yang menyingsing 28 Oktober 1945 menandakan sudah 17 tahun sejak sumpah pemuda ketika pertempuran 3 hari Surabaya akan dimulai.
28 Oktober 1945, di sebuah hotel Surabaya, PRS Mani, wartawan berkebangsaan India, menghabiskan sore harinya. Ada wartawan dan fotografer lainnya yang ditempatkan di hotel yang sama. Mereka dijaga oleh sebuah pelaton Inggris-India yang berjumlah 30-an prajurit.
Tiba-tiba pada jam 4 sore, suara tembakan dari pihak Indonesia mulai terdengar, walau tidak dibalas oleh pasokan hotel tersebut. Malam pun bergulir, tapi tembakan para pemuda menjadi semakin intens. Besoknya, Mani melihat bahwa para pemuda menggerak kekean mendekat ke hotel tersebut. Saat seorang produt India tertembak, barulah peleton Inggris India di hotel tersebut membalas suara tembakan.
Komunikasi kemarin, Arkas Brigade ke-49 terputus dan serangan pemuda semakin gencar. Korban bertambah dan mereka semakin kehausan. Dihadapi kepungan 400 pejuang Indonesia dan prihatin kekorban-korban luka, mereka pun akhirnya menyerah.
Kejadian lain yang mengisahkan serangan pemuda ke penjara yang dipertahankan oleh kompi Inggris India Penjara tersebut digepung oleh pemuda dan warga Mereka diserang habis-habisan dan hanya mengisahkan 18 prajurit India yang ditawan oleh pemuda Amarah warga meluap sebab tidak sedikit diantara mereka yang tewas ditembak oleh kompi India tersebut Maka, mereka pun membantai ke-18 tawanan tersebut Pada tanggal 28 Oktober 1990 1945, juga terdapat kisah seorang wanita Belanda. Ia beserta anaknya dipindahkan ke dalam konvoy yang terdiri dari ratusan interniran sipil Belanda dan dikawal oleh sekitar 60 prajurit Inggris-India. Dalam perjalanan ke Darmo, konvoy disergap oleh para pejuang Indonesia.
Baku tembak sengit pun terjadi diantara para pemuda dengan prajurit yang mengawal konvoy tersebut. Akhirnya pertahanan konvoy pun dikalahkan dan pejuang Indonesia pun menyerbu konvoy. tersebut.
Beberapa prajurit dan interniran kabur ke rumah di sekitar lokasi. 40 wanita dan anak-anak dibantai oleh para pemuda dengan senapan mesin. Sedangkan, ada yang dilempari granat atau dibunuh dengan pedang.
Sebagian prajurit dan interniran bisa merebut beberapa truk sebelum kabur ke Darmo. Sebagian lainnya diselamatkan oleh patroli Inggris-India. Sayangnya beberapa interniran tertangkap, termasuk Van Hanem dan anaknya.
Tiba-tiba, ada oknum pemuda yang melukai anak Van Hanem dengan kapak sebelum menebak anaknya. yang berumur 13 tahun tersebut. Walau terluka parah, mereka berhasil melarikan diri dari para pemuda.
Serangan terhadap konvoy menimbulkan ratusan korban, diperkirakan 40 hingga 150 wanita dan anak kecil yang menjadi korban. korban kekejaman para pemuda yang marah dan hanya sedikit prajurit Inggris India yang berselamat. Sebuah sumber mengatakan 170 hingga 120 orang tewas atau hilang dalam serangan tersebut, baik prajurit maupun interniran.
Inilah pertempuran 3 hari Surabaya. Brigade ke-49 Malabi tersebar ke seluruh kota Surabaya. Saat serangan Indonesia, dimulai jam 4 sore, unit-unit Inggris-India yang terisolasi dengan mudah dihabisi oleh para pemuda.
Bahkan Brigadir Malabi dan staffnya hampir terkena rentetan tembakan pemuda. Brigade ke-49 yang hanya berkekuatan 4.000 prajurit kewalahan saat menghadapi pasokan TKR dan pemuda yang berkisar 15.000 hingga 30.000 personel yang didukung oleh 75.000 hingga 120.000 penduduk. Mereka menderita kurang lebih 4.000 penyakit. 450 korban tewas dan nyaris kurang lebih 900 orang terluka.
Sedangkan pejuang Indonesia kehilangan kurang lebih 3.000 korban dan kurang lebih 3.000 terluka. Interneran sipil Belanda menderita puluhan sampai ratusan korban. Beruntungnya, sebagian besar interniran Belanda terpusat di wilayah Darmo Yang dilindungi oleh Batalion Ransputana dan Resimen Artileri India Mengetahui kegentingan ini, Lejen Christison meminta intervensi Soekarno Soekarno, Hatta dan Syarifudin kemudian pergi ke Surabaya pada 29 Oktober 1945 Kedatangannya disambut seorang Sorai Merdeka sebanyak tiga kali Persetujuan gencatan sekian senjata dari Inggris Indonesia dicapai setelah Soekarno bertemu Malabi. Keselamatan tawanan dan evakuasi korban disetujui, namun Soekarno-Hatta sepertinya kurang menyetujui keputusan Surabaya untuk menyerang Inggris.
Hatta bahkan menibut Mustafa sebagai seorang pemerontak dan ekstremis. Setelah perbatan sengit, Soekarno memecat Mustafa dari jabatan Menteri Pertahanan. Sayangnya, persetujuan kecatan senjata ini menyebabkan kematiannya. tidak langsung ditepati oleh pasukan Inggris ataupun para pajiwang Indonesia.
Besok paginya, pada 30 Oktober, Neijen Houtorn mendarat di Surabaya. Dalam suatu perundingan antara Houtorn, Malabi, dan perwira Inggris lainnya, dengan Soekarno, Hatta, dan Gubernur Suryo, sebuah kesepakatan akhirnya tercapai. Selain ngecatan senjata, Kesepakatan ini sederhananya berisi bahwa pertama, TKR diakui oleh Inggris dan baik TKR serta pemuda tidak akan dilucuti. Yang kedua, pasukan Inggris-India akan bertempat di pelabuhan dan wilayah Darmo, sedangkan pihak Indonesia berkuasa di luar wilayah tersebut.
Yang ketiga, evakuasi para interniran akan terus berlangsung dan keamanan mereka menjadi prioritas. Maka, pemindahan para interniran tidak boleh dihalangi. Yang keempat, para tawanan di kedua belah pihak harus dibebaskan.
Sebuah Birokontak antara pihak Inggris dan Indonesia akan dibentuk, di mana Birokontak ini terdiri dari utusan pihak Inggris dan Indonesia. Di pihak Inggris, Brigadir AWS Malabi, Kolonel Lewis, Mayor Hudson, Kapten Shaw, dan Wing Commander Grum. Sedangkan di pihak Indonesia, ada Residen Sudirman, Dul Arno, Ruslan Abdul Gani, T.D. Kundan, Muhammad Naundi Projo, dan 4 anggota lainnya.
Setelah perundingan ini selesai, Hawthorne, Soekarno, Hatta, dan Amir Syarifuddin pergi meninggalkan Surabaya. Namun sayang, persetujuan ini tidak langsung disepakati oleh dua pihak. Contohnya, konfrontasi antara...
kompi Inggris-India dengan para pejuang Indonesia di sekitar geling internasional masih kerap terjadi. Kompi ini berjumlah kurang lebih 120 prajurit yang dipimpin oleh Mayor Venugopal yang dipaksa kurang lebih 500 pejuang untuk menyerahkan senjata mereka. Konfrontasi seperti ini memaksa Birokontak terus berkeliling dan mengabarkan mengenai kencatan senjata. Pada sore 30 Oktober 1945, romongan mobil Birokontak mulai berkeliling Surabaya.
Romongan ini terdiri dari Brigjen Malabi, Kapten Chow, Kapten Smith, Kapten Laokten, Residen Sudirman, Dul Arnowo, T.D. Kundan, dan Muhammad. Ada sesampainya di... di dekat gedung Internasio, kerumunan menghentikan rombongan yang menuntut penyerahan pasukan Inggris-India di gedung Internasio. Bilu kontak menjawab bahwa sudah ada gejatan senjata antara Inggris dan Indonesia yang sedikit meredakannya.
Lantas, langkah apakah yang perlu dilakukan? Ada yang menyarankan agar Kompi Venugopal keluar tanpa senjata, mengingat bahwa banyak pasukan Inggris India yang dibunuh setelah menyerah. Awalnya malah dipercaya, Malabi tidak setuju. Namun, karena tidak adanya opsi lain, ia akhirnya menyepak hatinya. Malabi mengirim Kapten Shou dengan perintah supaya kompi Inggris-India di Internasio keluar tanpa senjata.
Kapten Shou pergi bersama T.D. Kundan dan Muhammad. Sementara itu, Brigadir Malabi, Kapten Smith, dan Kapten Laughlin dilucuti oleh para pemuda. Para pemimpin Inggris ini kemudian ditempatkan di mobil residensi Birman. Saat itu, kerumunan memaksa masuk ke Internasio dan Venugopal memberingatkan mereka agar tidak memaksa masuk atau mereka akan ditembak.
T.D. Kundan dan Muhammad juga sempat dihalangi kerumunan rakyat. rakyat saat memasuki gedung.
Sebelum masuk, mereka sempat melihat ada senapan mesin yang diarahkan oleh para pejuang ke pintu masuk Internasio. Demikian juga sebaliknya. Keadaan memang benar-benar sangat tegang. Shou menyampaikan perintah Malabi ke Fenerbopal.
Saat Sang Mayor masih mempertimbangkan langkah berikutnya, Terikundan pergi keluar. Setelah itu, Kurumunan kembali mencoba memasuki gedung Internasio. Sesuai peringatan ternyata Venugopal memerintahkan kompinya untuk menembak pejuang yang mengepung Internasio.
Kekacauan pun akhirnya tidak bisa dihindari lagi. Baku tembak kompi Venugopal dan ratusan pejuang bergecamuk selama beberapa jam. Malah di, Smith dan Laughman merengguk di dalam mobil Presiden Sedirman. Ada pemuda yang sempat menembakinya sebanyak 4 kali.
Beruntung ketiganya selamat, tapi kemunculan ini tidak bertahan lama. Dua orang pemuda lainnya menghapiri mobil tersebut dan seorang di antaranya tiba-tiba menembak Malabi dari jarak dekat sebelum mereka kembali bersembunyi. Smith dan Loughlin menyatakan Malabi tewas tak lama kembalian.
Jika pemuda itu kembali, keduanya sudah bersiap untuk melemparkan granat yang mereka sembunyikan. Namun, saat pemuda tadi muncul lagi dan menembak Loughlin, Kapten Smith membalas dengan menempel granat. Saat geranak meledak, keduanya menceburkan diri ke Kalimas dan berenang ke pelabuhan. Brigjen Awes Malabi tewas di Surabaya pada 30 Oktober 1945. Tewasnya Malabi menyisakan beragam pertanyaan.
Siapakah yang membunuh Malabi? Benarkah pertempuran Surabaya disebabkan oleh kematiannya? Ada dua orang yang seringkali disebut sebagai pembunuhnya, yaitu Abdul Aziz dan Ook Hendra Nata.
Dua orang anggota TKR percaya Ook Hendra Natalah yang menembaknya. Setelah keberanian Hendra Netta ditantang oleh Sung Kono, komandan BKR Surabaya. Sementara itu, seorang pemuda bernama Amak Al-Tui yakin bahwa Abdul Aziz lah yang menembaknya. Abdul Aziz sendiri mengaku bahwa ialah yang membunuh Malabi dan melapor kepada Dul Arnawo bahwa ialah pelakunya. Namun, kita tidak dapat yakin sepenuhnya siapakah tokoh yang sebenarnya membunuh Malabi.
Pertanyaan lainnya, yang mungkin lebih penting adalah, benarkah serangan 10 November disebabkan oleh kematian Malabi? Untuk menjawabnya, kita harus mencari tahu lebih lanjut. Pertempuran Gedung Inter Akhirnya meredah pada malam hari Setelah siaran radio Bung Tomo Menyuruhkan penghentian tembak-menembak Kematian Malabi Juga mengubah kepemimpinan Brigade ke-49 Yang dipimpin oleh Kolonel Colonel piuh pihak Indonesia memintanya untuk menyerah tapi ditolak ia memutuskan untuk memusatkan pasukannya di dua lokasi pelabuhan dan wilayah Darmo pemusatan ini terjadi akibat negosiasi Inggris Indonesia yang berhasil dan didukung oleh pernyataan Leiden kristison dan Presiden Soekarno 31 Oktober 1945 Leiden kristison pemimpin sekutu di Indonesia memperingatkan jika pembunuh Malabi tidak diserahkan, Inggris akan menggempur Surabaya. Pernyataan resmi Surabaya disampaikan oleh Dul Arnawo yang menyebutkan bagaimana Malabi meninggal secara tidak jelas.
Pernyataan Dul Arnawo tak sepenuhnya benar. Ia sendiri mendengar dari pemuda bahwa Malabi sudah dilenyapkan. Di samping Christison, Soekarno turut mengumumkan kalau musuh Indonesia adalah Nika dan bukanlah sekutu, dan meminta serangan terhadap Inggris untuk dihentikan.
Selama seminggu setelahnya, evakuasi dari kurang lebih 6.000 interniran Belanda dilakukan dengan jauh lebih tertib. Pasukan Divisi India ke-5, pimpinan Meijin Manser, juga mendarat sejak tanggal 1 November 1945. Divisi ini diperintahkan pergi ke Surabaya sejak tanggal 17 Oktober. Jadi, tidak benar jika mereka murni didatangkan untuk menyerang kota Surabaya. Mansur akhirnya bertemu dengan Gubernur Suryo pada 7 November 1945. Dalam pertemuannya, ia menyalahkan pihak Indonesia atas ketidakmampuannya dalam menjaga kecerdiban pendudukan lapangan udara Moro Kerembangan, penghalangan evakuasi tawanan perang, internetan sekutu, dan lain-lain.
Namun Surya membantah segala tuduhan ini. Lapangan udara morok rembangan terbukti tidak diduduki oleh Indonesia. Ia menyebut ketertiban Surabaya terjaga dan tidak ada penghalangan terhadap pemilihan interniran dan tanggung jawab. kawanan perang sekutu.
Sanggahannya kerap dipercaya dan digunakan oleh sumber-sumber Indonesia yang menyebutkan bahwa tuduhan Mansur sebenarnya tidak berdasar. Namun Sang Meijen tidak sepenuhnya salah. Turuhan Manser mengenai interniran yang ditahan oleh Indonesia memiliki kebenaran.
Ribuan interniran baru dibebaskan oleh pasukan Iblis India setelah pertempuran Surabaya dimulai. Untuk menanggapi sanggahan itu, Nejen Manser memberikan ultimatumnya dengan batas waktu jam 6 sore. Perintahnya, yang pertama seluruh tahunan Perang Sekutu harus dilepaskan oleh pihak Indonesia. Yang kedua, pimpinan Surabaya harus menyerah kepada Yang ketiga, pihak selain TKR dan polisi wajib menyerahkan senjata mereka.
Yang keempat, Surabaya diamankan oleh pasukan sekutu dan orang-orang yang bersenjata dapat dihukum mati. Yang kelima, mereka yang mengancam keselamatan interniran bisa dihukum mati. Dan yang keenam, wanita dan anak-anak bisa meninggalkan kota Surabaya sebelum tanggal 10 November. Merespon ultimatum ini, pimpinan Surabaya berkonsultasi kepada pemerintah pusat.
Sayang, usaha ini tidak berhasil sebab Legend Christison menolak permintaan Menlu Ahmad Subarjo agar Inggris mencabut ultimatumnya. Keputusan diserahkan kepada pimpinan Surabaya yang sepakat mempertahankan Surabaya sampai titik darah penghabisan. Rakyat diperingatkan, teklahir dan badan perjuangan dipersiapkan, dan pemerintahan dipindahkan.
kematian Malabi memang sangat berpengaruh. Namun, beberapa ahli percaya, jika kematiannya bukanlah penyebab utama meletusnya pertempuran 10 November. Lantas, seperti apakah perang di Surabaya?
Kita kita akan memulai dengan menjabarkan kekuatan pasukan Inggris. Beberapa sumber menyatakan, kekuatan Inggris di Surabaya mencapai kurang lebih 28.000 prajurit. Hal ini tidaklah benar.
Brigade ke-49 sudah berada di Surabaya sejak akhir Oktober. Diperkuat Divisi ke-5 pada awal November yang terdiri atas Brigade ke-9 dan Brigade ke-123 dan diperkuat oleh 2 resimen artileri, 3 batalion divisional. 1 Squadron Tank Steward dan 1 Squadron Tank Sherman Kekuatan Inggris di Surabaya berjumlah kurang lebih 16.000 prajurit Ditambah kurang lebih 72 artileri, kurang lebih 30 tank, kurang lebih 40 pesawat 1 kapal penjelajah dan 5 kapal penghancur Kekuatan militer Indonesia diperkirakan berjumlah kurang lebih 32.000 pejuang, terdiri atas TKR dan badan-badan lainnya. Mereka diperkuat rakyat Surabaya yang turut bertempur dan ribuan bala bantuan TKR pemuda dari luar Surabaya.
Diperkirakan total ada kurang lebih 50.000 pejuang dari Indonesia. Rakyat Surabaya ikut membantu dengan menyediakan makanan, mengevakuasi korban luka, memindahkan mayat, dan menolong para pejuang. Pagi hari 10 November 1945, Inggris mengemburu Surabaya.
Masukan Inggris mengemburu Surabaya. India-Mansard bergerak perlahan dan hati-hati. Penyapuan ini memang didesain meminimalisir korban dari pihak militer Inggris. Tembakan meriam darat dan laut serta pengeboman udara bahkan hanya digunakan secara terbatas. Tank Sherman saja membutuhkan izin dari seorang brigadir untuk menembakkan meriamnya.
Perlawanan Surabaya awalnya bersifat fanatis dan cenderung bunuh diri. Beberapa pejuang berani mati meledakan dirinya di dekat tag Inggris. Namun, taktik Indonesia lempat lawan merubah dari serbuan membabi buta menjadi serangan yang terarah. Pihak Indonesia diuntungkan karena familiar dengan kota Surabaya, sedangkan pertempuran kota cukup baru bagi divisi kelima Mansur, yang sebelumnya bertempur di padang pasir Afrika Utara dan hutan Burma. Dalam minggu pertama, Inggris berhasil menduduki beberapa lokasi penting dan sepertiga Surabaya.
Namun, pejuang Indonesia melakukan serangan balasan. Hal ini dijawab dengan bombardir Inggris yang menimbulkan kurang lebih 300 korban jiwa dalam waktu 4 hari. Namun, kehatian-kehatian Inggris sangat efektif, dengan korban hanya mencapai 18 jiwa dan 95 orang luka-luka pada minggu pertama pertempuran.
Kurang lebih 3.000 interniran dibebaskan Inggris dalam minggu pertama, dan ratusan lagi diamankan dalam dua minggu berikutnya. Seminggu setelah perkemburan meletus, wilayah Surabaya yang ditinggali oleh etnis Tionghoa diamankan oleh Inggris. Etnis Tionghoa Surabaya saat itu memang terpecah. Ada yang pro-republik, dan ada yang netral seperti sebagian besar etnis non-peribumi lainnya.
Kurang lebih 2 minggu setelah pertempuran dimulai, TKR dan pemuda dipukul mundur ke daerah Wonokromo, di mana 2 per 3 dari Surabaya berhasil dikuasai oleh Inggris. Butuh waktu kurang lebih 4 hari untuk Inggris mengusir pejuang Indonesia di Wonokromo. Dan Divisi ke-5 menganggap pertempuran Surabaya secara umum telah berakhir, karena perlawanan di wilayah Gunung Sari tidaklah signifikan.
Harga yang dibayar pejuang sangatlah mahal. Inggris mengira ada kurang lebih 4.700 korban dan 1.600 terbunuh. Estimasi lain mengira kurang lebih 6.000 korban. Ruslan Abdul Ghani, anggota Birokontak yang pernah bersama Malabi, mengira jumlah korban mencapai kurang lebih 16.000 orang.
Sekitar 400.000 hingga 500.000 rakyat Surabaya mengungsi keluar selama pertempuran mengkobar. Di sisi lain, militer Inggris-India hanya menderita ratusan korban. Ada taksiran yang memberikan angka kurang lebih 166 korban, tapi tidak diketahui informasi detailnya. Perkiraan legend Kristison adalah 600 korban, tapi tidak diketahui apakah jumlah korban termasuk dalam pertempuran 3 hari. Diperkirakan kurang lebih 500 etnis Tionghoa menjadi korban dalam peristiwa ini, dan tidak diketahui jumlah korban dari etnis lainnya.
Peristiwa Surabaya menampak luas bagi Indonesia, Inggris, dan Belanda. Keteledoran Kapten Huier membuat jatuhnya puluhan ribu senjata Jepang ke tangan Indonesia, yang memberi kekuatan tampun Indonesia hingga tahun 1936. Ribuan rakyat dan pejuang ikut menjadi korban dalam pertempuran Surabaya yang akhirnya dikuasai oleh Inggris dan diserahkan kepada Belanda Dinamika perpolitikan Inggris, Belanda, dan Indonesia sangat dipengaruhi pada pertempuran ini Inggris kian enggan menanggung beban kolonialisme Belanda dan cenderung kooperatif dengan Indonesia yang dirintisnya sejak September 1945 Terima kasih Perlawanan Indonesia memaksa Belanda lebih diplomatis kepadanya dan dampak positif Surabaya bagi Indonesia jelas melampaui faktor dorongan moral. Mengenai 10 November, General Abdul Haris Nasution sempat menyebutkan pertempuran tersebut sebagai bencana militer bagi Indonesia. Kekejaman dari pihak Indonesia memang tidak bisa dipungkiri.
Namun hal ini bukan berarti kita tidak mengenang para pahlawan yang sangat berjasa dalam mempengaruhi perkembangan sejarah bangsa dan negara Indonesia dari dulu sampai sekarang. Di mana kita sudah merasakan buah dari perjuangan mereka, yaitu kemerdekaan. Terima kasih sudah menonton dan belajar sejarah bersama Inspek History.
Jangan ragu untuk berikan komentar, like, dan bagikan bila kamu merasa konten ini bermanfaat.