Transcript for:
Kuliah Sejarah dan Pendidikan Islam

Anda bisa sepinter apa, Anda bisa luar biasa, tapi kalau Anda bukan manusia yang baik, itu Anda akhirnya nanti menggunakan kepinteran Anda itu untuk hal-hal yang lain. Hikmah itu adalah seperti diimajinasikan seperti serpian yang ada dan dititipkan di mana-mana tempat, maka itu harus diambil dan dibangun kembali gitu, serpian-serpian itu. Dan buat saya itu adalah ide dari Baitul Hikmah, membangun rumah kembali untuk hikmah yang tercecer di mana-mana. Salah satu konseit yang saya lihat sebagai konseit dari liberal philosophy adalah anggapan bahwa kita bisa menjadi baik dengan sendirinya. Anda tidak bisa menjadi baik tanpa teman-teman yang baik. Saya sih sebenarnya sangat percaya dengan manusia. Saya selalu suspicious dengan negara, which is important bahwa kita selalu suspicious dengan negara. Tapi saya percaya dengan manusia. Halo teman-teman, hari ini kita kedatangan Profesor Ismail Fajri Alatas atau Aji Alatas yang ngajar Middle Eastern sama Islamic Studies and History di NYU atau New York University. Aji, terima kasih. Terima kasih, senang sekali bisa. Saya penggemar luar biasa. Sama-sama, sama-sama. Saya juga udah denger banyak mengenai anda. Ceritain deh, anda gimana waktu kecil terus bisa nyangkut di Australia, Singapura, Michigan, terus New York. Iya, iya. Saya lahir di Semarang, 1983. Grew up di Jakarta, sampai SMP kelas 3 ya. Terus kemudian orang tua saya bilang, enggak kamu harus, itu 98 dan ada term oil dan lain-lain. Udah lah kamu pindah aja ke Australia waktu itu. Jadi saya SMA di Australia, sampai S1 ambil sejarah di Australia. Kemudian... sempat mondok sebentar di Hadramaut, Yemen karena saya sedang melakukan majaran sejarah dan minor di Arab jadi saya harus meng-immerse diri saya di bahasa Arab jadi saya pergi ke Hadramaut sekitar beberapa bulan terus kemudian melanjutkan studi di National University of Singapore sejarah juga baru kemudian saya merasa bahwa sejarah ini Agak problematis sebagai disiplin Jadi saya butuh antropologi Untuk bisa mengapresiasi bentuk-bentuk Historisitas dan bentuk-bentuk orang Menarasikan masa lalunya yang lain Jadi akhirnya saya pergi ke Makanya itu saya memilih ke University of Michigan Ann Arbor karena dia satu-satunya Yang punya joint doctoral degree in history And anthropology jadi saya mau ambil Dua-duanya jadi akhirnya disitu Dan Alhamdulillah setelah Lulus dari situ saya Beruntung sekali bisa mendapatkan Pekerjaan di New York University itu tahun 2016 jadi gak pake postdoc, gak pake langsung tenure track tiba-tiba baru tahun kemarin saya mendapatkan tenure di NYU. Thank you. Congrats. Ini kalau kita ngeliat sejarah Islam banyak tulisan mengenai perkembangan Islam sebagai agama, peradaban, dan segalanya mungkin kita bisa mengacu ke awal mula peradaban yang di Prakarsai, anggaplah waktu zamannya Umayyad. 633-711. Bagaimana mereka bisa mengokupasi teritori yang luas sekali dari Spanyol sampai Pakistan. Tapi keberadaan penduduk Muslimnya itu masih minoritas. Dan mayoritas Nasrani. 60-70%. Itu secara antropologis, secara historis, secara agama, secara budaya, gimana itu? Iya. Ini menarik sekali Pak Gita. Karena banyak orang lupa konteks dimana Nabi Muhammad hidup itu. Arabia di abad 6, abad 7 itu. Seakan-akan kita dari dulu ceritanya orang Arab pra-Islam, jahiliah, dan lain-lain. Tapi sebenarnya secara historis itu adalah teritori yang sangat Kristen. Siap. Yang sangat Kristen. Jadi sekarang saja dari archaeological dig kita bisa melihat monasteries kompleks-kompleks biara yang begitu besar. Itu mulai ditemukan di banyak tempat di jazirah Arabia. Jadi memang itu apa namanya memang it's a Christianized society. Sebagian dari sejarawan itu menganggap bahwa pada saat Nabi itu mulai membangun sebuah komunitas di Madinah. Makanya saya kadang-kadang kurang sepakat jika dikatakan Nabi itu membangun sebuah negara. Tidak, dia membangun sebuah komunitas. Dia itu ingin membangun sebuah komunitas monotheistik. Jadi makanya kalau misalnya kita lihat misalnya di Quran saja kata mu'min, believers itu jauh lebih banyak daripada kata muslim. Karena believers itu encompassed. Itu termasuk di dalamnya orang Yahudi, orang Nasrani, dan orang Muslim. Siapa orang Muslim? Orang-orang Arab yang tadinya politheist yang kemudian menjadi monotheist. Jadi makanya titel dari pemimpin komunitas ini juga Amirul Mu'minin. Dia kan Commander of the Believers. Jadi ini memang sebuah dari awalnya itu digagas komunitas ini adalah memang komunitas yang terdiri dari banyak agama. Sampai kita sampai kepada masa Umayyah atau Umayyad. Itu kita mulai terlihat terbentuknya sebuah struktur politik baru. Yaitu empire. Imperium. Dan itu saya melihat keterbukaan orang-orang Arab di zaman itu. Yang tadinya kalau kita baca Ibn Khaldun. Orang Arab itu paling gak senang dengan the idea of kingship. Dengan kerajaan. Karena mereka maunya demokratis. Mereka maunya semua bisa. sama rata gitu kan tapi tiba-tiba mereka bisa berubah karena mereka melihat Persian Empire Imperium Persia dan Imperium Byzantium yang oh gini loh cara kita membangun sebuah peradaban gini loh kita membangun sebuah perekonomian akhirnya mereka juga membentuk diri mereka menjadi sebuah empire dan yang sangat terbuka dan bahkan di awal-awal masa Umayyad dari mulai conquest Arab conquest penaklukan oleh orang-orang di Levant dan North Africa ya sampai ke dinasti Umayyad justru konversi ke agama Islam itu di discouraged karena agama Islam ini dianggap sebagai agamanya orang-orang penakluk jadi jangan semuanya jadi muslim loh nanti udah gak ada distinction lagi dan mereka juga kita lihat pada saat mereka menaklukkan itu mereka selalu membangun kota-kota garnison I'm sorry, garrison city supaya apa? tidak mengganggu masyarakat lokal yang memang terdiri dulu Orang Yunani, orang Syria, orang apa namanya Armenians dan lain-lain. Udah biarin mereka ada kita tidak mengganggu. Dan ini salah satu Pak Gita selalu kalau saya ngajar itu saya selalu ingatkan murid-murid saya itu mahasiswa-mahasiswa saya. Bahwa salah satu perbedaan antara politi atau apa politi itu bahasa Indonesia. Negara pre-modern dengan negara modern adalah. Negara modern ingin selalu break dengan masa lalu. Sedangkan kalau negara pre-modern itu selalu dia ingin membangun kontinuitas dari yang sebelumnya. Ya kan maka Rome selalu mengacu kembali ke Troya. Dan waktu Ottoman menaklukkan Bizantium mereka juga memakai titel Caesar. Dan menjadi kaisar menjadi bagian. Nah Umayyad juga demikian mereka melihat diri mereka. itu sebagai kontinuitas dari imperium sebelumnya. Karena kalau politi yang sama sekali baru, itu berarti nggak sukses Anda. Karena yang sukses harus Anda bisa menjadi kontinuiti. Kalau kita pergi ke Jordan, salah satu ruins dari dinasti Umayyad yang masih ada, itu adalah Qasr Amra. Itu hunting lodge, hunting palace. Jadi istana berburunya Walid II. Walid II, Walid III. Dan itu mosaiknya masih ada. Dan bagaimana cara seorang khalifah. Mempresentasikan dirinya sendiri. Itu dalam imaji Kristus Pantekrator misalnya. Dan dia melukis dirinya sendiri. Dirinya itu dilukis di antara Persian Caesar. Persian Kostros. Dan Romen Emperor dan lain-lain. Jadi dia ingin disamakan gitu. Menjadi bagian dari empire. Jadi itu. Itu yang kemudian harus kita pahami. Bahkan vizier mereka. Itu banyak juga orang-orang Nasrani. Orang Yahudi dan lain-lain. Itu tidak ada masalah. Karena memang begitulah saya pikir. Salah satu karakteristik dasar dari empire. Sebagai sebuah sistem politik. Dia bersifat inkorporatif. Dia selalu menginkorporasi apa-apa keberbedaan ini. Menjadi bagian dari struktur politik. Dan kontinuitas tentunya. Anda menyebut nama Ibnu Khaldun, seingat saya dia itu yang pertama justru menganjurkan orang untuk skeptis terhadap sejarah. Karena sejarah itu ditulis dengan bias dan kepentingan. Dan tentunya banyak sekali kekurangan. pahaman ataupun kesalahpahaman terkait sejarah Islam itu gimana. Langsung saja, 750-1258, Abasyah atau Abasid. Ada Ibnu Sina, Al-Kindi, Al-Khwarizmi, para ilmuwan yang besar. Dan tentunya ini bermuara di pemeliharaan pemupukan konstruksi yang dinamakan vital hikmah. Yang menurut saya luar biasa dengan keterbukaan untuk mengundang orang Hindu, Buddha, Nasrani, Atheis, Zoroastrian, Yahudi, Islam, bahkan pernah dipimpin oleh non-Muslim selama beberapa waktu. Itu luar biasa keterbukaannya yang merupakan sumber atau bekal untuk meramu kekuatan preservasi dengan kekuatan inovasi. Ceritain deh, gimana itu. Ya, jadi, nah ini yang menariknya. Kalau tadi dinasti Umayyad itu sebenarnya masih cukup Arab karakternya. It's an Arab dynasty, itu adalah sebuah imperium Arab. Tapi pada saat kita sampai kepada Abbasid, Abbasid lebih banyak didominasi oleh orang-orang Persia. Karena memang keluarga Abbas itu memang didukung oleh orang-orang Persia dari Khorasan, dari timur. Makanya mereka juga membangun kapitalnya di Baghdad. Di Mesopotamia. Nah disitulah mulai kemudian tradisi-tradisi Persia kuno. Di samping tadi tradisi Bizantium yang banyak mewarnai dinasti Umayyad. Masuk-masuk disitu. Dan memang hikmah ini menjadi sesuatu yang sangat-sangat penting. Karena kan ada hadis itu. Nabi sendiri bilang bahwa hikmah itu adalah dholatul mu'min. sesuatu yang hilang dari from the believers, maka dimana saja kamu temukan, kamu ambil jadi hikmah itu adalah seperti diimajinasikan seperti serpian yang ada dan dititipkan dimana-mana tempat, maka itu harus diambil dan dibangun kembali serpian-serpian itu buat saya itu adalah ide dari Baitul Hikmah, membangun rumah kembali untuk hikmah yang tercecer dimana-mana, nah ini adalah program yang luar biasa karena programnya ini selalu seakan-akan banyak ya scholarship yang kesarjanaan karya-karya kesajaran yang dahulu mengatakan ini hanyalah balai penerjemahan tapi padahal mereka bukan hanya menerjemahkan mereka juga mensyarahkan mereka menulis komentaris, mereka juga mendevelop seperti itu tapi juga di saat yang sama para ilmuwan muslim di zaman itu juga paling terkenal tentu Ghazali ini kembali ke pertanyaan Anda mengenai... konservasi dan inovasi juga dia membangun struktur epistemologi Islam, jadi artinya, oke kita ambil nih semuanya, kita open sama semuanya tapi juga ada hal-hal yang tidak sesuai dengan misalnya teologi kita, nah itu harus diporsi, tapi bukan berarti semua hal, misalnya kritik Ghazali terhadap Ibn Sina dan Farabi adalah oh anda mengambil matematika dan engineering misalnya dari orang-orang Yunani... Tapi karena menurut Anda itu otoritatif, Anda juga mengambil misalnya metafisika mereka. Yang sebenarnya metafisikanya bertentangan dengan kita. Nggak apa-apa Anda ambil matematikanya, Anda ambil engineeringnya, Anda ambil logiknya. Tapi bukan berarti semuanya harus diambil. Jadi ada maturity, ada intellectual maturity yang kemudian lambat laun terbangun di era Abasyah itu. Bahwa kita perlu memiliki sebuah open mindedness, keterbukaan. Tetapi juga di saat yang sama kita juga harus melihat bahwa tidak semua juga bisa di inkorporasikan. Tidak semua bisa diterima. Tetapi juga yang menarik Pak Gita, saya tidak tahu sejauh mana ini adalah memang sesuatu yang bisa dijelaskan. Artinya dinamika ini dijelaskan sebagai gejala dari... Imperium super power Artinya bahwa pada saat Anda melihat diri Anda Sebagai super power Sebagai the center of the world Sebagai pusat dunia ya maka Anda mau segala macam di dunia itu menjadi satelit Anda Dan menjadi harus kembali ke sini Dan Anda invest besar-besaran untuk membangun Institusi-institusi Yang bisa mendatangkan scientist Dari mana-mana dan ini kan kemudian Terus terjadi kan Baik misalnya London di zaman Britania Raya terus United States sekarang dan sekarang kita lihat Cina juga melakukan hal yang sama. Jadi apakah ini memang sebuah. kepercayaan diri sebagai kita adalah super power, kita adalah world leader, maka ya semua tuh the best brains dan lain-lain ya harus tempat kita, kalau perlu ya kita ambil dari dari Konstantinopel atau dari India dan lain-lain itu yang dipupuk oleh al-Ma'mun, al-Mansur, Harun al-Rashid, sehingga scientific pursuit itu kalau saya lihat Sangat Aristotelian. Bagaimana mereka selalu menunjukkan curiosity untuk mengeri investigasi. Pre-existing truth. Aksium. Dan itu gak lepas dari proses penerimaan buku-buku yang dikirim oleh orang-orang yang melarikan diri dari Alexandria seribu tahun sebelumnya. Yang pertama menerima itu sebenarnya Raja Persia. Gandhi Shapur 800 tahun sebelum Harun al-Rashid Al-Ma'mun al-Mansur Dan saya melihat justru Islamic golden age Anggaplah di durasi Abasyah Mereka justru yang mempreservasi Kedisiplinan Aristotelian Dan Yunani juga Yang mana Romawi waktu itu Sangat mau melupakan Nah ini jarang Dilustrasikan dalam Kisah atau dongeng sejarah Kenapa? Dan sorry Dan sampai sekarang Aristotelian logic itu Tetap menjadi bagian dari Kurikulum madrasah Dan pesantren tradisional Termasuk di Indonesia Kalau kita ke pesantren-pesantren yang besar Seperti Lirboyo atau Peloso dan lain-lain Di tingkat Indonesia mereka masih belajar mantik Ilmu mantik, ilmu logika Formal logic, scholastic logic Dan itu semua Aristotelian Karena gak bisa anda menjadi seorang fakih Seorang ahli fikih Kalau anda tidak menguasai Analogical reasoning misalnya Dan analogical reasoning itu yang mereka belajar dari Aristotelian logic Jadi itu menjadi bagian dari Even the whole structure of Islamic law Hukum Islam itu dibangun dari Dari salah satunya adalah Aristotelian logic Nah itu Itu yang saya pikir penting. Tapi juga kemudian yang terjadi adalah begini. Walaupun memang ada trend yang tadi Anda sebutkan. Yang sangat terbuka, sangat saintifik dan lain-lain. Tapi juga di dalam masyarakat zaman itu juga ada orang-orang yang lebih condong kepada visi Islam dan keberagamaan yang berbeda dari itu. Yang lebih misalnya tertutup. Dan perdebatan itu selalu ada dan itu penting. Perdebatan itu karena itu menjadi healthy kan. Dan akhirnya sampai kepada sebuah sintesis yang seperti Ghazali misalnya sebagai figur yang luar biasa. Nah orang-orang ini kemudian lambat laun menjadi semakin kuat. Karena pada saat itu Khalifah khususnya Al-Ma'mun itu melakukan inquisition. dia ingin mempromulgasi sebuah teologi negara. Dan itu gak pernah terjadi Pak Gita sebelumnya. Bahwa khalifah atau pemimpin itu ikut-ikutan dalam mencanakan ini loh teologi yang benar gitu. Itu yang dilakukan Al-Ma'mun. Dan dia mulai menghukum orang-orang yang tidak mau mengikuti teologi dia. Nah tapi kan itu terjadi selama beberapa belas tahun. Hampir sama dengan Konstantin. Hampir sama dengan Konstantinan dan Naisian Creed. Ya betul. Dan tapi itu gagal. Proyek itu gagal. Nah karena kegagalan itu. Ulama-ulama ini yang tadinya ngajar-ngajar di kampung-kampung. Di desa-desa ini. Menjadi kuat. Karena mereka menjadi dilihat oleh rakyat sebagai suara moral. Yang berani melawan penguasa di zaman itu. Siap untuk mati untuk mempertahankan teologi mereka. Yang mereka anggap teologinya al-Ma'muni gak bener Nah semenjak saat itu akhirnya Terpisahlah antara negara dengan ulama Dan ulama menjadi Apa namanya Menjadi kayak Mereka bermain seperti check and balance terhadap Terhadap khalifah Dan khalifah tidak lagi berbicara tentang agama Karena itu menjadi domain dari ulama Nah salah satu dampaknya adalah Tadi ini proyek-proyeknya Al-Ma'mun dan Harun al-Rashid itu ya akhirnya dicurigai menjadi itu. Itu salah satu faktor yang terjadi. Tapi ya faktor lain adalah Mongol invasion. Karena Mongol. 1258. 1258 Mongol invasion itu sangat melulurantahkan struktur-struktur ilmu pengetahuan. Walaupun setelah itu juga dibangun kembali oleh Mongol. Tapi ada break. Saya tuh selalu berimajinasi kalau kita bisa. Balik ke abad ke-8. Menurut saya planet kita ini hanya ada 3 peradaban yang keren banget. Yang pertama anggaplah Tang. Yang kedua Basit. Yang ketiga Sriwijaya. Iya kan? Dan ekornya itu adalah Shalendra lah yang membangun Borobudur selama 75 tahun. 750-825. Saya bayang gimana kalau terjadi interseksi. tiga peradaban tersebut dimana Indonesia atau Asia Tenggara bisa berperan bersama Tiongkok dan Persia garis miring Timur Tengah nah itu kan sebenarnya secara historis Pak Gita kawasan ini sebenarnya sudah memainkan peran itu dia menjadi crossroad antara Cina dan Timur Tengah karena juga Masalah monsoon. Masalah angin. Bahwa angin. Dia orang-orang misalnya dari Arab itu. Dari Arabia yang datang kesini. Dia harus berhenti dulu di Malaka. Di Selat Malaka. Untuk menunggu angin yang kemudian datang. Tapi akhirnya ini menjadi market tersendiri. Sehingga orang-orang yang tadinya itu zaman Abbasid. Malah sebelum itu ada direct sailing route. Dari Hormuz ke. China Ke Guangzhou Kemudian akhirnya Pecah dia Dia menjadi Dari Arabia Dibawa oleh orang-orang Arab Ke Gujarat Terus kemudian Komoditas itu dipertukarkan Di Gujarat Dan kemudian orang-orang Gujarat Membawa ke Malacca Atau Aceh Dan kemudian dari situ Baru di perdagangan Untuk orang-orang Cina Jadi tidak harus Ini lagi Nah kita bisa melihat Sriwijaya misalnya is a maritime empire. Tapi juga politi-politi Islam yang kemudian muncul. Mereka semua trading empire. Artinya mereka tidak terlalu berpikir tentang misalnya teritori seperti Majapahit misalnya. Tetapi mereka lebih melihat bahwa politi ini negara ini diperlukan untuk memfasilitasi perdagangan dan memfasilitasi komunikasi. Antara... Traders-traders communities ini Maka kita lihat Malaka Samudera Pasai Malaka, Aceh Kemudian sampai ke Demak dan Banten Itu masih menjadi trading polity Yang betul-betul memang kosmopolit Maritime center Tidak Tidak terlalu mementingkan misalnya Agraris tapi lebih keluar Karena mereka melihat mungkin ya Kita mempunyai competitive advantage Sebagai kawasan yang memang Meng-connect antara dua Hahaha region yang sangat penting ini nah tapi itu kan akhirnya berubah kan itu yang makanya bener itu Pramudiana Tentur itu nulis buku judulnya Arus Balik itu dan akhirnya balik dari maritime cosmopolitan politis ini kemudian menjadi balik ke seperti Majapahit dulu jadi menjadi agraris dengan Mataram Mataram kuno jadi dia menjadi tertutup ya saya tuh hari-hari ini agak agak terkejut begitu Tahu atau belajar mengenai Bahwasanya pandemi Di jaman Romawi Di abad kelima, itu disebabkan oleh orang Indonesia Oh ya? Gita Bahwasanya kita itu berlayar All the way ke Madagaskar Kita ngajarin mereka untuk nanem Adi Dan itu dipelajari oleh Orang Afrika Sampai ke Afrika Utara, sampai ke Eropa Selatan Dan orang lupa bahwa kalau nanam padi itu harus diguyur Iya kan Dan kalau dia agak-agak banjir dikit Itu muara dari Penyakit-penyakit seperti malaria Dan itu yang menyebabkan pandemi Yang luar biasa skalanya Di zaman Romawi di abad kelima Dan itu karena orang Indonesia Yang berlayar ke Madagaskar 1500 tahun yang lalu Nah fast forward Ke Ottoman Uh uh Kalau saya melihat Islam itu keren dalam tiga peradaban. Umayyah, Abasyah, sama Ottoman. Diferensiasinya Ottoman itu adalah mereka itu pendekatannya terlalu militaristik. Nggak seperti zaman-zaman sebelumnya yang sangat Aristotelian. Untuk kepentingan penemuan ilmu. Nah itu apa yang menyebabkan? mereka gak seperti sebelum-sebelumnya karena ya pertama-tama yang harus dibahamin kan Ottoman ini kan adalah sebuah politi yang imperium yang dibangun oleh orang-orang Turks ya dan Turks ini kan memang mereka awalnya adalah nomadic pastoral nomads dari Central Asia dari Asia Tengah yang kemudian mereka memang pinter sekali berperang dan pinter sekali dan kita lihat awalnya ya imperium yang di atau sultanat yang dibangun oleh orang-orang Turki ini adalah Saljuk dan itu juga begitu mereka tidak Orang-orang saljuk ini Mereka Tidak terlalu concern Dengan Management of the state Mereka lebih senang Conquest Gitu kan Makanya mereka Serahkan itu Kepada orang-orang Persians Orang-orang Persi Yang memang They know how to run the state They've been running the state Dari jaman Sasanian Empire Sampai ke Abbasid Sampai ke Terus jadi Mereka lah yang Orang-orang tersebut Tidak terlalu terhari Begitu juga dengan Ottoman Setelah itu ya Mereka Karena ini post Mongol world dan banyak apa namanya beilik-beilik dulu di Anatolia itu ya. Kingdom apa warlord-warlord kecil ya mereka harus perang terus dan mereka memperluas wilayah. Tapi juga ini adalah pertama kalinya di zaman Ottoman bahwa kemudian Sultan itu tidak lagi rely, tidak lagi dependent kepada orang, kepada... Terima kasih. tribal chieftains, kepada pemimpin-pemimpin suku-suku ini, kalau dulu itu kan negara itu selalu penguasa itu selalu membutuhkan baron-baron dan apa namanya ini kan makanya feudal system untuk memberikan mereka pasukan terus mereka dikasih tanah untuk mereka manage, nah Ottoman ini berhasil meng-cut itu yang memang setelah begitu lama menjadikan negara itu kurang stabil karena... Raja harus selalu bergantung kepada nobilitis ini. Dengan apa caranya? Dengan Devshirme sistem itu. Dia ngambil anak-anak ini. Kalau sekarang itu namanya forceful removal ya. Mereka ambil itu bayi-bayi. Masih balita-balita dari keluarganya. Khususnya dari orang-orang non-muslim. Di Balkans dan lain-lain. Terus mereka didik dengan baik. Dan mereka jadikan elite core kan. apa namanya Janissaries Janissaries Janissaries ya betul Janissaries nah Janissaries ini memang ya loyalnya hanya kepada Sultan sebagai ayah mereka nah itu kemudian menjadi memang karena Janissaries ini militaristik elite yang running the state yang mereka yang mengontrol negara maka ya memang statenya menjadi militaris sama dengan Yunok ya kan enggak enggak enggak Janissaries tidak harus tidak harus enggak enggak Kalau Kasrit yang menjaga harem aja. Kalau ini enggak. Tapi juga dan ini kenapa Ottoman Empire itu disebut sebagai early modern state. Karena itu ada transisi. Kemudian raja mempunyai standing army. Yang tadinya enggak ada itu standing army. Terus kemudian mereka menggunakan, mereka mulai mengintervensi wilayah-wilayah keagamaan. mengkodifikasi syariah misalnya, akhirnya semuanya itu mencoba dikontrol, semua aspek-aspek kehidupan dengan melalui hakim-hakim dan mufti-mufti ini mencoba di, jadi akhirnya menjadi cukup negara menjadi kuat tapi mencengkram society kalau dulu di Abbasid dan Umayyad itu negara itu tidak mencengkram society dia hanya berpikir tentang masalah defense, masalah perluasan wilayah masalah pajak, tapi... Sosialitas mempunyai mekanisme nya sendiri untuk dia maintenance nya. Bisa gak di hipotesakan bahwasanya menurunnya Ottoman pada akhir perang dunia pertama. Itu secara sistemik dan sistematis karena kerabatabilitas moral dibanding Umayyad atau Abbasid. Yang menurut saya lebih resilient secara moral. Secara moral. Saya pikir kalau kasus Ottoman itu ya salah satu misalnya yang mulai melemahkan mereka. Itu bukan hanya misalnya kalau tadinya itu. Mereka sebenarnya punya sistem. Survival of the fittest. Artinya. Raja itu tidak pernah mempunyai. Sultan itu tidak pernah mempunyai. Istri. Dia hanya mempunyai concubines. Maka. Nggak ada. Semuanya itu anak dari sultan itu adalah. Anak selir semuanya kan. Maka pada saat raja mati. Raja itu tidak pernah. Mengatakan sultan itu tidak pernah mengatakan ini suksesor saya. Maka pada saat raja mati itu selalu ini prinses ini harus bunuh-bunuhan. Satu sama lain untuk membuktikan siapa yang sebenarnya paling kuat diantara mereka. Makanya selalu diceritakan itu oleh para chroniclers itu. Setiap sultan Ottoman itu dilantik. Di saat yang sama peti-peti jenazah adik-adiknya atau kakak-kakaknya itu. dibawa ke masjid untuk disalatkan itu yang terjadi dan tapi setelah Sulaiman memperistri Sultan Sulaiman memperistri istrinya Horem itu akhirnya kemudian mulai ada dan apakah itu menguntungkan politi Ottoman yang memang militaristik seperti itu atau tidak tetapi juga di kemudian hari mereka mencoba mencoba Terlalu mengontrol society. Makanya banyak juga misalnya orang-orang yang. Tadinya. Oke dengan Ottoman Project. Tidak merasa senang lagi dengan itu. Karena artinya kan gini. Kalau empire itu kan. Salah satu yang luar biasa dari empire itu. Emperor itu. Kaisar itu tidak pernah. Mencoba mencampuri urusannya. Raja-raja yang ada di bawah dia. Jadi itu kan seperti. Federasi saja. Bahwa ada otonomi Di kalangan bawah Tetapi dengan Ottoman menjadi Early modern state Maka otonomi Ottoman itu mulai dihilangkan Dan itu akhirnya kemudian hari Yang menjadikan ketidakpuasan Dengan Ottoman system Dari zamannya Mehmed sampai Suleiman itu keren banget Tapi itu minjak Suleiman Itu kayak Dan itu mulai modernisasi Modernisasi terjadi Dan itu akhirnya Ya itu dia Mungkir Kepingin menjadi sebuah centralized state. Dan itu ternyata backfire terhadap mereka. Orang-orang yang tadinya gak masalah dengan Ottoman Project. Akhirnya merasa loh kok ini kita diatur-atur semua gitu. Jadi memang itu transformasi ide tentang politik yang luar biasa. Dan ide tentang negara yang luar biasa. Dan memang banyak kan early modern empire itu. Yang kemudian mereka melakukan transisi itu. Tapi itulah kemudian yang menghancurkan mereka. Karena orang juga tidak Misalnya Habsburg juga demikian Pada saat terlalu mengontrol Semuanya Ini Croats and Serbs Dan lain-lain ya pada marah dong Mereka gak mau terlalu diatur Seperti itu Tapi kalau kita lihat benang merahnya Dari zaman Umayyad Abbasid sampai Ottoman Keharmonisan Antara agama Abrahamic Itu relatif tinggi sekali Hmm Bahkan beberapa aberrasi atau anomali lah. Apakah itu perang salib ataupun militarisasi dari otomans yang mungkin agak-agak sedikit menggores. Iya kan? Kesatuan di kalangan Abrahamic. Nah ini kok dalam abad ke-20 dan ke-21 agak beda yang kita lihat. Keharmonisan antara agama-agama Abrahamic. Kalau menurut saya Pak Gita, dan saya ingin mendengar apa yang Anda pikirkan tentang ini juga, ini salah satunya adalah berhubungan dengan munculnya negara modern. Karena kalau dulu itu negara itu tidak mencampuri hukum dari masyarakat. Negara itu ini yang harus kita ingat. Abbasid, Umayyad, mereka negara tidak melegislate hukum. Hukum itu selalu private enterprise. Hukum Islam itu terjadi sebagai private enterprise. Seperti hanya rabbinic law untuk orang-orang Yahudi. Itu juga private enterprise. Nah ini kembali lagi tadi. Waktu pada saat Ottoman mau mencoba me-legislate hukum. Dan kemudian kalau tadinya kan mereka punya millet system. Artinya setiap agama itu mempunyai courtnya sendiri. Mempunyai hukumnya sendiri. Mempunyai cara-caranya sendiri. Kita gak ikut-ikutan. Kita masalah defense sama-sama. Masalah taxation. Tapi juga taxation juga mereka tahu bahwa orang Islam bayar zakat. Orang Kristen ada apa namanya taxnya sendiri. Dan lain-lain. Mereka sangat tidak mencampuri urusan komunitas-komunitas ini. Jadi ini menarik sekali. Jadi ada negara. Tapi negara itu tidak terlalu strong. Tapi di dalam negara itu ada komunitas-komunitas yang memang otonom. Dan negara tidak banyak mencampuri urusan ini. Fast forward ke modern state yang terjadi adalah ada imajin-imajin tentang standarisasi hukum. Dan semuanya harus apa namanya legislate oleh, dilegislate oleh negara dan lain-lain. Sehingga munculah. Terminologi-terminologi seperti minorities, religious minorities, orang-orang yang harus juga di maintain oleh negara yang tadinya negara cuek aja. Misalnya di Mesir dengan orang-orang koptik misalnya ya tadinya ya mereka mempunyai caranya sendiri tapi sekarang hukumnya harus diseragamkan. Dan negara ikut me-legislate urusan-urusan dan itu kemudian akhirnya menjadi ketegangan karena yang tadinya ya mereka. Komunitas-komunitas yang saling hidup berdampingan Sekarang kemudian menjadi religious minorities Dan menjadi kategori Tersendiri di dalam hukum Modern sebuah negara Apa harapan ke depan Untuk mengharmonisasikan Kembali Mengharmonisasikan kembali Di kamangan Agama Abrahamic Saya sih sebenarnya sangat percaya Dengan manusia Siap Saya selalu suspicious dengan negara Yang penting Bahwa kita selalu suspicious dengan negara Tapi saya percaya dengan manusia Bahwa komunitas-komunitas beragama itu Kalau tidak terlalu direcokin Oleh politik dan oleh Untuk negara, saya pikir mereka Semua mempunyai tradisinya masing-masing Dan mereka mempunyai tradisi bagaimana Membangun manusia Membangun komunitas, membangun relasi Antar sesama Tapi pada saat Pada saat misalnya sebuah komunitas. Kemudian misalnya sebuah. Kelompok agama. Meng-capture negara. Mengambil negara. Dan kemudian menjadikan negara itu sebagai alat. Untuk ininya ya. Akhirnya yang komunitas-komunitas yang lain ini. Menjadi dianggap. Ya mereka menjadi subjek dari koersi. Koersi negara itu. Jadi saya pikir. Kalau misalnya. Kalau kita kembalikan ke masyarakat. Komunitas-komunitas. Itu. Saya sih banyak-banyak percaya. Tapi kalau sudah terlalu dipolitisasi, dia menjadi bagian dari dinamika politik dengan segala dinamikanya tentunya. Dan itu akhirnya menjadi ketegangan. Kalau dilepas ke masyarakat luas, civil society, saya tuh juga dikubu yang percaya bahwa keseimbangan antara kepemimpinan dengan civil society itu harus di level yang tepat. Karena kalau terlalu despotik, goyang juga. Tapi kalau terlalu silent, itu juga terlalu goyang juga. Nah itu harus dicari pembelengguan antara dua itu yang menciptakan keseimbangan. Supaya flourish. Tata negara hidup, tapi juga komunal hidup. Tapi problemnya... Ini saya mau coba bungkus dalam konteks Asia Tenggara. Tadi kita sempat ngobrol sebelumnya. Dalam 2000 tahun ini, 2000 tahun terakhir, angka kematian di Asia Tenggara berdasarkan perbedaan pandangan atau opini terkait dengan etnisitas, agama, ataupun ras. Itu nggak lebih dari 9 juta. Di Eropa, untuk durasi yang sama, 190 juta. Saya melihat ini bekal yang luar biasa. Iya. Iya kan? Karena orang Eropa itu agak-agak alpha. Neanderthals. Tapi kalau kita non-Neanderthals. Jadi kita agak-agak beta. Nah ini bekal untuk pertemanan. Bekal untuk kesatuan dan persatuan yang luar biasa. Yang sudah kita rawat selama 2000 tahun. Yang seringkali saya sebut sebagai budaya pragmatisme. Tapi yang kurang ini adalah budaya prinsip. Bagaimana kita meningkat. jumlah dan kualitas public goods. Apakah itu kesejahteraan, kesehatan, nilai sosial, nilai moral, apapun lah yang meningkatkan kualitas komunitas. Singapura ini perkecualian. Dia bulet. Dia memastikan walaupun agak-agak panjang tangan pemerintahan, tapi dia bulet untuk meningkatkan proses demokratisasi public goods. Dan kualitasnya. Saya melihat ekonomi prosperitas itu gak akan kejadian tanpa pertemanan. Tanpa peace and stability. Tanpa keharmonisan. Kita udah keren banget nih. Di Indonesia dan Asia Tenggara. Tinggal satu lagi nih. Namanya budaya prinsip. Gak tau pandangannya gimana? Nah budaya prinsip ini sekarang datangnya itu dari mana? Apakah itu sesuatu yang bisa diimpose top down? oleh negara dengan segala institusinya atau dia harus menjadi sesuatu yang terbangun dari bawah ya? Idealnya dari bawah ke atas. Tapi kalau di bawah IQ nya masih 79, pisahnya masih nomor 69 dari 81, untuk mengedepankan kultur politik di rumah tangga, di kantor, di sekolah, di institusi sosial, di tempat ibadah. Apakah itu masjid, sinagog, gereja, uyara, pura Agak-agak sulit Mohon maaf Iya kan Bahwasannya kita harus mengejar superlatif Kita udah berteman Kita gak gontok-gontokan sama tetangga kita yang datang dari Sumatera Dari ini, dari itu, dari itu Gimana nih supaya kita cerdas Gimana supaya kita sehat Gimana supaya kita lebih bermoral Gimana supaya Nah itu ideal Tapi saya gak ngeliat Gampang untuk mengedepankan political culture seperti itu. Yang lebih cepat mungkin top down. Tapi ini tergantung dengan quotient yang di atas. Iya memang kalau untuk berbicara tentang misalnya pemerataan pendidikan atau peningkatan pendidikan dan lain-lain itu disitulah sebenarnya negara harus berperan. Harusnya memberikan memfasilitasi ini semua terjadi. Tapi juga di saat yang sama saya percaya bahwa Yang negara tidak bisa melakukan itu dengan sendirinya. Dia harus bermitra dengan civil society. Dan itu salah satu contoh yang sangat baik dari kisah Amerika Serikat. Sampai waktu Tocqueville datang ke Amerika. Dan dia lihat bagaimana fungsinya misalnya gereja-gereja di Amerika sebagai tempat pendidikan. Dan negara memberikan support kepada dan tidak memasuki. Ruangan itu maka dia menjadi tempat-tempat yang flourish untuk civic education. Itu yang itu sangat berbeda misalnya dengan kasus Eropa yang dengan sekularisasi yang luar biasa. Mencoba mengontrol religious institutions dan lain-lain. Tapi kalau kasus Amerika ini cukup berbeda karena memang yang negara memberikan support. Memfasilitasi dia memberikan misalnya pendidikan dan lain-lain. Tapi juga memberikan kebebasan bagi pemuka-pemuka agama. Makanya sampai sekarang kan. Church itu menjadi institusi civic yang sangat penting di Amerika. Nah itu saya pikir sesuatu yang bagus untuk dipelajari untuk asus Indonesia. Karena memang komunitas-komunitasnya sudah ada di Indonesia. Institusi-institusi pendidikannya sudah ada. Maka negara ketimbang melihat mereka sebagai subjek. Harus melihat mereka sebagai mitra. Mitra mereka, mitra dari negara. Untuk melakukan apa namanya. untuk mempersiuh agendanya kan selama ini kan gak saya melihatnya negara lebih banyak misalnya oh ya kita bikin dong institusi pendidikan apa namanya yang akhirnya terus kemudian bersaing dengan institusi-institusi yang sudah ada yang sudah lebih organik muncul dari masyarakat kenapa tidak negara itu justru membantu institusi-institusi yang sudah ada biar mereka flourish memberikan mereka fasilitas memberikan support dan lain-lain karena juga mereka banyak dari komunitas-komunitas ini sudah melakukan kerja ini begitu lama dan tugas negara disini adalah adalah menjadikan mereka mitra dalam realisasi kebijakannya saya pikir lebih ke seperti itu karena negara yang bisa mempunyai big picture, dia mempunyai data yang lengkap dan mempunyai standar yang ini, tapi ada orang-orang yang sudah melakukan kerja-kerja ini Tanpa mempunyai big picture itu. Tanpa mau tau kemana. Ya mereka melakukan apa yang selama ini mereka lakukan. Nah itu saya melihat kemitraan antara keduanya. Tapi kan sulit kalau di sebuah democratic politics itu. Sulit karena pada akhirnya kemudian komunitas-komunitas ini ketimbang dijadikan mitra. Hanya dijadikan misalnya mitra pada saat pemilu gitu kan. Habis selesai pemilu habis itu kan ditinggal. Ya paling dikasih. Bingkisan saja gitu loh. Jadi bukan benar-benar melihat sebagai. Sangat episodik. Episodik. Episodik dan akhirnya juga relasinya lebih. Transaksional. Transaksional dan hirarkis. Betul. Ketimbang. Negara mengatur ketimbang bermitra. Saya jungkir balik. Ingin mencari solusi. Gimana untuk kita bisa. Membangun. A new political culture. Di level apapun dimanapun. Agar. budaya perfectionism atau untuk mencari superlatif Ini saya coba bungkus dalam konteks bagaimana kita mau gak mau, miscaya harus bersaing dengan negara-negara tetangga yang setiap hari mikir kayak begini. Iya kan? Nggak Korea Selatan, nggak Tiongkok, kayak India, Taiwan, Singapura. Itu kalau saya ukur produktivitasnya Singapura itu per orang per tahun untuk barang dan jasa itu di atas 200 ribu dolar. Indonesia hanya 25 ribu dolar. Ya mau gak mau kita harus mikir nih, budaya yang baru supaya kita bisa meningkatkan. Produktivitas itu hanya dengan investasi di pendidikan dan teknologi. Atau inovasi teknologi. Nah saya gak ngeliat adanya percakapan seperti ini di institusi sosial, di tempat ibadah, di sekolah, di rumah, di kantor yang cukup. Dan saya yakin di jaman Umayyad, Abasyah. Itu mereka mikirin tuh. Nggak lagi di sinagog, gereja, masjid, kantor, sekolah, rumah tangga, lagi makan. Gimana nih supaya kita bisa lebih sehat? Gimana supaya kita lebih cerdas? Ya, ya. Nah itu saya pikir salah satu kendalanya adalah karena negara tidak melihat institusi-institusi ini. Atau apa namanya. komunitas-komunitas ini sebagai mitra maka misalnya dalam pengambilan kebijakan saja misalnya. Ya kan mereka hanya dilihat sebagai yaudah lah kita bikin kebijakan nanti Anda implementasinya gitu kan tanpa misalnya dilibatkan dalam pengambilan kebijakan. Walaupun sebenarnya mekanismenya sih sebenarnya sudah ada. Tapi ini yang kembali lagi tadi Pak Gita cerita tentang Singapura ini yang saya lihat di Singapura bahwa mekanisme-mekanisme itu dan dinamika itu jalan. Masjid Imam-imam, pastor-pastor, rebais, apa namanya. Semuanya itu diajak menjadi bagian dan selalu misalnya anggota parlemen selalu datang dan berkonsultasi dengan mereka. Jadi ada dialog kan, ada dialog antara civil society ini, religious community dengan misalnya pengambil kebijakan negara. Nah itu yang saya sih tidak melihat. begitu terjadi disini jadi akhirnya mereka jalan sendiri-sendiri tapi sebenarnya basisnya basisnya sudah ada basisnya sudah ada tapi tergantung sampai sejauh mana keseriusan misalnya dari para pengambil kebijakan dari para anggota parlemen untuk benar-benar melihat ini sebagai kita sama-sama this is a common project gitu loh Anda nyebut pesantren Ada kurang lebih 60 ribu Di Indonesia Pandangan Anda gimana? Untuk anggaplah pesantren ini bisa berperan Untuk kepentingan College social re-engineering Dari sisi kurikulum Dari sisi pemberdayaan guru Saya sangat percaya dengan guru Saya lebih percaya dengan guru daripada kurikulum Tapi ini kan Masing-masing pesantren ini Beda dengan yang lain. Nah perlu gak sih penyikapan untuk ya kalau bisa guru yang ngajar di pesantren itu kayak gimana? Kurikulumnya kayak gimana? Iya kan? Untuk kepentingan kebangsaan, penegaraan, dan peradaban. Dan sama juga dengan sekolah Nasrani. Sekolah Hindu, sekolah Buddha, dan segalanya. Atau hands off completely. Terus ya kita berdoa aja bahwa mereka akan jadi dengan baik. Kalau saya sih dalam hal ini, menganggap bahwa pesantren itu mempunyai fungsinya sendiri. Dan dia tidak perlu diseragamkan, karena kita sudah mempunyai sekolah nasional, dan sudah betul juga kebanyakan santri-santri pesantren, juga mereka mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah nasional. Karena buat saya yang paling penting dari pesantren adalah, pesantren itu, Saya selalu menganggap bahwa kalau kita menganggap pesantren itu sebagai institusi pendidikan. Itu terlalu sempit untuk memahami pesantren. Pesantren itu adalah institusi tradisi. Dan tradisi itu adalah form of life. Kalau pakai katanya konsepnya Wittgenstein itu adalah forma kehidupan. Jadi dia itu ingin membentuk atau the whole idea of pesantren itu bukan belajar seperti hanya diskursif. Seperti kita belajar di pendidikan modern atau di universitas. Tapi dia adalah membentuk sebuah komunitas di mana manusia itu bisa menjadi manusia yang baik. Dengan pertemanan, persahabatan, mendidik orang supaya hidup. Dalam sebuah tradisi yang memang sudah berakar lama. Sehingga dia bisa menjadi orang yang baik. Nah itu yang saya lihat Pak Gita. Salah satu kontribusi besar pesantren. Untuk kebangsaan. Untuk hal-hal yang lebih strategis. Karena Anda bisa sepinter apapun. Anda bisa luar biasa. Tapi kalau Anda bukan manusia yang baik. Itu Anda akhirnya. Nanti menggunakan kepinteran Anda itu untuk hal-hal yang lain. Nah saya lihat disitulah peran pesantren. Dia mendidik, dia membentuk manusia. Yang nantinya pada saat dia menjadi, harapannya ya tentu ya pada saat dia menjadi sekolah. Menjadi dokter, menjadi engineer, menjadi apa ya. Dia tetap menjadi orang yang baik karena dia dikelilingi oleh orang baik. Dan ini satu hal yang penting Pak Gita. Salah satu konseit yang saya lihat sebagai konseit dari... Dari liberal philosophy adalah Anggapan bahwa kita tuh bisa menjadi baik Dengan sendirinya Jadi this notion of sovereign self Bahwa eh gue ini berdaulat Terhadap diri gue Jadi ya Kalau misalnya gue udah pinter Gue tau mana yang baik Mana yang tidak Tapi kalau di dalam tradisi-tradisi Yang lebih tua Dari mulai ancient Greeks Itu Anda tidak bisa menjadi baik Tanpa teman-teman yang baik Tanpa komunitas yang baik Bahwa Anda hanya bisa menjadi baik pada saat Anda dikelilingi. St. Augustine dulu pernah bilang, Hands of yourself, build by yourself you build the ruin. Iya benar, kita kalau membangun sendiri, akhirnya kita membangun reruntuhan. Kita perlu orang-orang. Dan itu yang saya lihat peran penting dari pesantren, dari monastic institutions, dan lain-lain. Makanya misalnya di Thailand saja. Banyak orang-orang itu harus dalam satu masa di hidupnya, dia menjadi monk, dia ikut bagian dia. Menjadi merasakan bagaimana hidup begging dan lain-lain. Itu hal-hal yang dikesampingkan di dalam tradisi pendidikan modern. Yang hanya bertumbuh kepada discursivity. Pada wacana, pada pemikiran, pada kemahiran dan lain-lain. Yang saya lihat institusi seperti pesantren sebagai form of life. Membiasakan diri Anda untuk hidup dalam sebuah ritme kehidupan yang berbeda. Itu saya pikir lebih baik jangan diganggu-ganggu. Biarkan yang diselagamkan dan lain-lain itu adalah pendidikan nasional dan lain-lain. Tapi justru bagaimana caranya diselaraskan. Sekarang sih sudah lebih baik ya. Artinya kalau dulu kan orang kalau dipesan tren nanti nggak bisa ke universitas. Kalau sekarang kan sudah lebih baik. Ada penyamaan, ada perataan dan lain-lain. Itu yang saya pikir penting. Karena kalau yang saya lihat trennya di Indonesia ini pesan tren kemudian memodernisasi dirinya. Saya pikir itu memenuhi tujuan. Pesan tren ini tidak seharusnya menjadi institusi modern menurut saya. Dia biarkan menjadi institusi tradisi. Yang menjadi basis dan fondasi. Dari manusia-manusia Indonesia. Yang bisa membuka diri terhadap inovasi. Yang bisa membuka diri tentu. Karena dia tradisi. Makanya kan bagi saya tradisi itu adalah. By definition. Dia adalah konservasi dan inovasi. Itu yang menjadikan tradisi itu hidup. Kalau nggak. Kalau tradisi itu jadi jumut. Dan kayak apa namanya taklit-taklit saja. Itu berarti bukan tradisi. It's actually. Katanya Alasdair MacIntyre seorang. Filosof Scotland itu Dia bilang tradisi itu selalu hidup Karena dia itu hidup dari dua macam Argumen, yang pertama adalah Argumen diantara penganut sebuah tradisi Yang selalu debat-debat yang mana nih yang benar nih Penafsiran mana yang benar dan selalu Mereka ada perdebatan dengan orang-orang Diluar dari tradisi itu yang menyerang tradisi itu Jadi itu yang menyebabkan Perdebatan itu yang menyebabkan Tradisi itu hidup, makanya kalau kita pergi ke pesantren Itu argumentatif sekali Dan memang Tradisi skolastik itu seperti itu. Sangat argumentatif. Dan mereka mencoba kembali ke presiden. Dan analogical reasoning. Makanya Aristotelian logic itu menjadi penting. Saya pikir anak-anak pesantren itu jauh lebih pinter debat. Saya suka itu. Bagian itu saya suka. Itu agak-agak kayak orang India. Iya kan? India itu jago berdongeng. Karena mereka sangat berbudaya untuk berargumentasi. Mengenai apapun. Iya kan? Sehingga bisa dibilang war of attrition lah. Iya. Tapi itu kelihatan tuh Orang-orang India yang sekarang berkuasa Di dimensi apapun Di seluruh dunia Karena mereka bisa berargumentasi Dan Saya sih sepakat, gak ada disagreement disini Tinggal bagaimana Kita perlu Meng-re-engineer apapun Supaya IQ kita naik Dari 79 Ke 107, syukur-syukur Melampaui IQ-nya orang Korea Selatan Hmm 106. Singapura 105. Gimana supaya posisi Pisa kita, syukur-syukur nomor 3 atau nomor 2, nomor 1 di dunia. Gimana supaya jumlah. Produk-produk pendidikan kita itu bukan lebih banyak tapi lebih berkualitas. Tiongkok itu universitasnya cuma 2000an. Kita 4500. Tapi kualitas pendidikan mereka lebih bisa dipertanggungjawabkan di pentas dunia. Nah itu gimana tuh untuk orang yang dipesan tren kayak di monastery, di sekolah apapun lah. Supaya bisa ngeroyokin. Supaya yang keluar dari manapun, agama apapun, jadi itu barang. Ya itu dia artinya saya sih melihatnya itu di luar ya. Artinya solusinya itu di luar dari pesantren atau institusi-institusinya ini sendiri gitu. Karena kan mereka ya functionnya ya membentuk manusia gitu kan. Cuman tadi seperti saya katakan tadi negara membuat universitas yang sangat banyak. Yang terlalu banyak dan kadang-kadang mutunya juga questionable. Sedangkan orang-orang swasta juga bikin institusi-institusi pendidikan yang lain. Yang sebenarnya juga. Akhirnya antara satu universitas dengan universitas yang lain kita gak tau competitive advantage nya apa. Karena masing-masing mau memirror one another ketimbang misalnya mencari spesialisasinya masing-masing dan kekuatannya masing-masing. Nah tetapi juga, nah ini saya pikir ya pentingnya ada kebijakan dan ada intervensi negara disini yang menyiapkan pathway nya. Karena ini kan masalahnya saya liatnya ini. Salah satu kekurangannya itu adalah pathway yang clear. Karena setiap institusinya juga tidak tahu apa spesialisasinya. Maka akhirnya pathway itu juga gak jelas kemana. Padahal kalau misalnya sudah jelas. Oke kalau misalnya Anda mau belajar ini disini. Ini mau belajar ini disini. Ini mau belajar ini disini. Semuanya mempunyai kekuatan masing-masing. Maka pathway itu akan menjadi lebih. lebih terang. Tapi itu harus intervensi negara. Saya nggak bisa melihat institusi-institusi ini juga tidak bisa dibebani task itu karena memang mereka pertama ya tidak punya big picture-nya, karena memang reason that mereka bukan itu. Tapi benar-benar membentuk kehidupan, membentuk form of life. Kita beralih ke timur tengah. 7 Oktober tahun lalu sampai sekarang. Sangat menyedihkan. Apa cara keluar? Prospek untuk solution dua negara itu ada gak sih? Saya pikir sih gak ada ya. Kalau solution dua negara sih itu sesuatu yang hampir-hampir mustahil. Karena misalnya dari segi air saja. Israel itu 80% airnya itu bergantung pada West Bank gitu kan. Jadi kalau West Bank yang menjadi negara... Merdeka itu gimana terjadinya. Tapi kan masalahnya kalau misalnya berbicara tentang one state solution. Itu kalau di Israel ya menjadi sebuah criminal offense. Dan itu Anda bisa dipidana. Hanya dengan berbicara tentang one state solution. Tapi kan sebenarnya kalau misalnya kembali ke Theodor Herzl. Dia nulis dua novel. Dan salah satu novel itu dia. Dia cerita bahwa memang Israel yang dia imajinasikan, itu bukan Israel yang seperti ini. Israel di mana saya ingat itu dia bilang, di mana kepulan asap dari rumahnya orang Arab dan rumahnya orang Yahudi itu menjadi membuat sebuah kesatuan dan bisa harmonis. Jadi visi-visi Zionism itu juga tidak semuanya akhirnya menjadi seperti ini. Apa yang menyebabkan ideologi ini menjadi geonesidal? Genosidal, Zionisme Ya kalau misalnya Ya ada banyak Hal tentunya tapi ya Ketakutan akan survivalnya sendiri Saya pikir itu Sesuatu yang penting karena memang Israel juga Juga Ya dari awal kan tidak diakui keberadaannya Oleh tangganya dan orang-orang Yang memang dijajah disitu dan Mereka tidak mau mengaknowledge bahwa memang mereka it is a settler colonial state gitu kan sedangkan acknowledgement itu sebenarnya yang bisa that's the only way forward karena saya tidak bisa melihat consequences lain dari pertama sebuah konsepsi tentang negara modern, sovereign territorial state dan kedua konsepsi tentang etnisitas pada saat Anda gabungkan dua ini ya akhirnya natural consequences nya dia akan menjadi genus idol artinya saya tidak melihat ini sebagai sebuah aberration, tapi ini natural consequences pada saat Anda menggabungkan dua hal itu, yang pertama adalah etnik ideologi dan etnik supremasi dan satunya adalah sovereign territorial state. Itu yang akhirnya menjadi. Dan disambing itu tentu ada military industrial complex dan lain-lain itu. Itu menjadi pendampingnya. Panjang. Saya melihat Tiongkok itu sangat proaktif untuk mencoba mendamaikan. Menyatukan lah apakah itu Fatah dengan Hamas siapapun lah. Qatar juga. Yang saya heran Indonesia sebagai muslim majority terbesar di dunia, demokrasi terbesar nomor tiga. Kenapa gak bisa menjadi interlokutor yang natural gitu loh? Atas dasar apa kita bisa menjadi interlokutor yang natural pada saat kita juga tidak, artinya our diplomatic power kita saat ini kan masih tergolong lemah saya pikir kan ketimbang. apalagi kita juga gak punya hubungan diplomasi dengan Israel lantas menjadi interlocuternya tuh saya gak tau gimana, tapi eksistensi kita sebagai demokrasi terbesar nomor 3 itu diakui, utuh oleh dunia, eksistensi kita sebagai muslim majority terbesar utuh diakui mau ada atau gak ada relasi diplomatis ya kalau ngomong mestinya didengar dong Sama siapapun yang jadi suhunya Israel. Iya. Sama siapapun yang jadi suhunya orang di Gaza ataupun di Palestina secara keseluruhan. Ya karena juga Indonesia sih saya lihat sampai saat ini kan tidak pernah memainkan peran, artinya serius ya, memainkan peran sebagai leaders of the Muslim world. Mungkin ada peripheral mentality. Seperti atau seperti apa yang udah. Jadi itu saya pikir harus diubah dulu. Bahwa ya kita ini adalah the most populous Muslim country in the world. And walaupun kita jauh misalnya dari jazira Arab. Ya we are supposed to lead. Dan kita bisa melid itu gitu loh. Dan kalau misalnya kita memainkan peran itu juga. Kita akan didengar oleh misalnya negara-negara Arab. Oleh Iran misalnya. Kita mempunyai hubungan yang baik dengan negara-negara Arab. Kita mempunyai hubungan baik dengan Iran. Tapi juga kita gak memainkan peran yang cukup dalam menengahi misalnya antara Iran dan negara-negara Teluk. Nah itu saya pikir adalah karena ada roots panjangnya bahwa kita merasa bahwa diri kita itu atau negara kita itu adalah periferi dari Muslim world. Jadi masa kita sih yang ngelit gitu. Nah itu saya pikir sesuatu yang padahal Soekarno saya pikir dulu awal tidak merasa seperti itu. Oh beda. Dia merasa betul-betul bahwa Dia adalah salah satu pemimpin Dunia Muslim Sampai sekarang orang-orang di Negeri Arab pun juga masih sangat menghormati Orang seperti Soekarno Saya kemarin sempat ditanya Dulu kita punya narrator Namanya Bung Karno Singapura juga punya narrator namanya Lee Kuan Yew Tapi bedanya Antara Bung Karno dan Lee Kuan Yew adalah Kalau Soekarno itu mungkin Lebih ideologisnya biasa. Siapapun di dunia yang mau denger dia, itu yang mungkin nyambung dengan ideologinya dia. Tapi kalau Lee Kuan Yew, siapapun mau datang dari monarki, otokrasi, demokrasi, mau denger. Kalau menurut saya, ke depan Indonesia harus bisa eksis. Dengan adanya narator yang bisa dibilang Cukup ideologi netral. Iya kan? Dari manapun mau denger. Mau orang yang gak punya relasi diplomatis kayak, mau kerajaan kayak, otokrasi kayak, demokrasi kayak, apapun. Itu tetap mau denger. Karena mungkin kualitas dongengnya, kualitas narasinya. Nah itu gimana tuh? Tapi kualitas narasi itu juga kan harus... di backup juga dengan sebuah apa namanya saya setuju bahwa narasi itu itu penting sekali dan salah satu yang sangat kurang dan sangat minim yang saya lihat Republik Indonesia itu kita sangat sekarang krisis narasi kita benar-benar gak punya narasi yang betul-betul koheren kurang bercerita kurang bisa berdongeng padahal ini adalah negara yang mempunyai storytelling tradition yang sangat luar biasa hmm dan itu mungkin kembali lagi ke masalah institusi pendidikan kita yang terlalu doktriner dan tidak dan dogmatik ya agama juga kemudian menjadi dogmatik dan kurang bisa menjadi sesuatu yang bersifat stories dan karena beda ya Pak Gita ini saya agak ini menarik kalau Anda lihat misalnya orang-orang di pesantren itu mereka pinter-pinter bercerita itu ya itu sangat-sangat pinter bercerita itu salah satu salah satu apanya dan KIKNU itu paling pinter bercerita karena memang cerita itu menjadi bagian penting dari pendidikan dan cerita dan itu beda dengan misalnya tradisi pendidikan modern yang benar-benar ya Ini faktanya, ini kamu pelajari semuanya atau skillsnya yang kamu harus pelajari. Cerita itu kan salah satu kekuatan dari cerita itu adalah ambiguity. Dia bisa ditafsir, multitafsir. Dan itu kemudian menjadi basis dari imajinasi kita yang bisa think out of the box. Bahkan orang seperti Aristotle mengatakan ya Anda kalau ya filsafat itu keluarnya dari mitologi. Karena mitologi adalah yang menarik dan membuat kita terkejut. Dan pada saat Anda terkejut gitu. Kok bisa begini? Anda akan bertanya. Kenapa begini? Kenapa begitu kan? Dan itu adalah kebangkitan filosofi. Tapi di tradisi pendidikan kita. Kita tidak lagi. Masuk di tradisi pendidikan tinggi. Yang lebih banyak pada data, data, data. Yang baik. Itu penting. Tapi kalau misalnya Anda mempunyai data yang sangat rich. Tapi Anda tidak bisa menarasikannya. Itu bagaimana ya kan? Anda bisa punya data yang sangat. ada seorang antropolog besar namanya Clifford Girtz itu kadang-kadang dia bercerita tentang teori politik Indonesia dari adu ayam misalnya hanya satu hal adu ayam tapi dia bisa kembangkan itu bercerita dengan luar biasa itu yang kita kurang terkadang intelektual-intelektual itu luar biasa Pak data sih luar biasa tapi terkadang ini terjadi kadang-kadang kesulitan dari sarjana-sarjana kita untuk menembus jurnal-jurnal yang paling top di Amerika itu ditanya oke Data lu ini bagus, tapi apa yang akan lu lakukan dengannya? Bagaimana anda bisa mengkonstruksikannya? Itu di institusi pendidikan kita, sastra tidak diajarkan lagi. Tidak ada serius. Dan semakin dikit yang mau belajar filsafat. Semakin dikit menjaga filsafat. Apapun lah. Iya, betul. Dan orang, ya tadi pagi kita ngobrol dengan narasumber. Bagaimana Indonesia itu gila, gelar. Tapi begitu mereka masuk ke ranah atau pentas internasional, harus ngelewatin proses peer review dan lainnya, selesai. Mereka nggak tahu bahwa rigor yang diberdayakan di luar itu tinggi sekali. Ya Anda salah satu dari nggak banyak produk pendidikan yang luar biasa. Dan Anda bisa menarasikan, mendongengkan, menceritakan. Ya karena itu juga yang saya pelajari adalah... It's not only what you have to say, but how you say it that matters. Form itu sangat penting. Dan sebenarnya para leluhur kita di Nusantara ini sangat menguasai betul eksperimentasi dengan forma. Dengan narasi, dengan forma narasi. Dan bagaimana meng-capture imagination itu penting sekali. Sampai ke praktik misalnya pagelaran wayang kulit dan lain-lain. Dan itu kan artinya... Makanya itu kan selalu tuh ada Dalam pewayangan itu selalu ada pakem Dan ada variasi Ada pattern dan ada variation Patternnya sangat limited Tapi dari pattern itu seorang dalang itu bisa Apa namanya mengeluarkan variasi-variasi Yang luar biasa gitu dan itu That's kemahiran seorang dalang itu Adalah kemampuan dia Menggunakan pattern-pattern yang limited ini Pakem-pakem yang limited untuk membangun Cerita-cerita dan variasi-variasi Nanti kembali lagi ke pakem Sebenarnya seorang jazz player Yang Anda harus mempunyai pakem awalnya itu. Tapi nanti Anda mulai jeming-jeming. Balik lagi gitu kan. Nah itu yang saya pikir. Memang sistem pendidikan kita tidak lagi dilatih untuk itu. Dan saya ingat Pak Gita. Waktu saya mengajar di Singapura itu. Waktu itu saya ambil master dan saya ngajar anak-anak S1 itu. Itu ada. Waktu itu pemerintah itu merasakan masalah itu. Waktu itu. Dan itu ada perdebatan besar. Ini tahun 2006. Mereka tiba-tiba merasa nih pendidikan kita ini terlalu teknis Mencetak clouds in the machine yang memang top, bagus Tapi tiba-tiba miskin imajinasi Gitu kan mereka menjadi Ya akhirnya terus tiba-tiba posisi-posisi topnya Yang membutuhkan imajinasi akhirnya ke expat semua Dan itu masalah di Singapura sampai saat ini masih masalah Entrepreneurship gak ada Waktu itu pemerintah secara giat mencoba Apa namanya Uh Mencanangkan entrepreneurship Karena Orang-orang Singapura sendiri Nggak berani Tiba-tiba untuk menjadi entrepreneur Karena Ya makanya Terobati kan Mereka melihat itu ada masalah itu Dan mereka Lakukan itu Jadi Kalau misalnya kita Sistem pendidikan kita masih di Masih berbasis pada takut salah, nanti kalau salah jangan terlalu imajinatif, harus ada textbook dan lain-lain. Ya kita gak akan bisa menjadi narrator yang andal. Dan yang saya pelajari dari orang India. Mereka tuh kalau keluar negeri, mereka berani ngomong mengenai apa aja. Selain India. Orang Indonesia, kalau keluar negeri kebanyakan hanya mau ngomong mengenai Indonesia. Tapi kamu sangat berbeda. Anda ke New York, bercerita mengenai sejarah, bercerita mengenai Islam, Timur Tengah, Indonesia, apapun lah. Nah ini saya mau anak-anak muda di Indonesia itu berani bercerita mengenai topik yang sangat divergent. Itu semakin mengasah kapasitas dan kemampuan mereka untuk menarasikan. Betul, betul. Dan memang yang saya, misalnya ya kalau dalam ilmu humaniora dan social science, salah satu yang saya cukup menyedihkan itu. Dan saya gak paham kenapa. Setiap ada forum di Indonesia ini, ada nanti universitas mengundang para Indonesianis dari luar negeri gitu kan, suruh presentasi tentang Indonesia di depan orang Indonesia gitu loh. Jadi selalu itu pokoknya kalau kita lihat konferensi di akademi, seminar Itu semuanya tentang Indonesia gitu loh Anda harus memanggil orang di luar negeri untuk berbicara tentang Indonesia Itu saya gak paham Jadi jarang sekali ada topik-topik misalnya konferensi Atau apa misalnya di human error atau social science Yang berbicara tentang negara lain Tentang hal-hal lain dan itu memang Ini yang satu hal mungkin yang cukup sistemik yang menyebabkan kita kesulitan untuk menginternasionalisasikan narasi kita. Bagaimana bisa menginternasionalisasikan narasi? Komparatif perspektif aja kita sangat lemah. Sayangnya kita sangat lemah. Dan itu sudah dari mulai saya pikir dari primary education dan secondary education itu kita tidak banyak berbicara tentang sejarah negara lain. kita gak banyak oke di satu sisi bagus kita mengenal negara kita tapi we have to understand it in a broader perspective dan itu saya pikir memang hitohnya Indonesia itu sebagai negara crossroad itu sebenarnya ya dia memainkan interlocutory role, memainkan mediatory role jadi gak bisa salah satu kelemahan dari narasi nasional itu terlalu inward looking, tidak melihat harus keluar. Tidak melihat bahwa kita gak bisa memahami Indonesia tanpa memahami konteks yang lebih luas. Aji, Anda harus jalan. Tapi pertanyaan terakhir. Sorry, tadi saya gak jawab pertanyaan Anda itu mengenai Timur Tengah itu. Jadi karena saya pikir itu tadi masalah. Mau dijawab sekarang? Tapi gimana supaya ada banyak orang kayak Aji yang bisa ngajar di NYU, bisa ngajar di imperial, bisa ngajar di Oxford, bisa ngajar saya kalau ngeliat di kampus-kampus internasional itu terlalu banyak orang India orang India orang Palestine Palestine, tapi paling banyak India iya India, gila-gilaan memang jarang banget orang Indonesia nah itu gimana? you've done it udah dapet tenure, dan why you lagi ini bukan sekolah ece-ece nih nah gimana supaya ada ribuan orang kayak anda Seluruh dunia. Salah satunya saya pikir sebenarnya pemerintah sudah melakukan hal yang tepat ya. Dengan ada program seperti LPDP dan lain-lain. Tapi kalau orientasinya masih nanti anak-anak ini begitu lulus harus kembali ke Indonesia. Itu saya sih kurang sepakat dengan itu. Artinya kita belum melihat bahwa salah satu strength kita sebagai negara itu adalah pada saat kita mempunyai diaspora yang kuat. Dan itu terjadi dengan India dan lain-lain. Mereka mempunyai diaspora yang sangat kuat. Jadi... Sebenarnya pemerintah dengan memberikan biasiswa Walaupun itu juga masih Pemerataannya belum terjamin Karena misalnya orang-orang dari Indonesia Timur Misalnya belum bisa mengakses itu Sebaik misalnya orang-orang Yang dari Jakarta karena memang Requirementsnya Tapi It's a first step Mereka harus belajar banyak di kancah internasional Yang kedua adalah Jangan cepat-cepat disuruh pulang Biarkan mereka berkarir Bahwa Negara harus betul-betul serius melihat bahwa diaspora ini adalah aset yang memang harus didukung. Betul-betul didukung. Dan kalau perlu misalnya kayak Israel atau Ireland mereka negaranya itu memfund professorial chairs. Di mana-mana itu hal yang sangat penting. Kita mungkin satu pun gak punya. Malaysia punya dua atau tiga. Tiongkok banyak banget. Iya Tiongkok. Malaysia punya. Tunggu Abdurrahman. Di Oxford. Di Oxford ada. Di Ohio. Di University of Ohio ada. Kita belum melihat bahwa. yaitu dunia internasional ini adalah sebenarnya sepatutnya menjadi playground kita juga gitu ya. Bukan hanya di sini tapi juga di dunia. Itu saya pikir perlu waktu yang lama tapi saya sih optimis bahwa kita menuju ke arah yang benar. Amin. Amin. Terima kasih Laji. Terima kasih telah mengundangku. Pertama. Teman-teman itulah Profesor Aji Alatas dari NYU.