Sesuai jadwal, dimohon kesediaan Bapak Pitar Adi untuk memimpin kita dalam doa pembukaan. Baik Bapak Ibu sekalian, mari kita mempersiapkan diri untuk masuk di dalam pembelajaran pada malam hari ini. Sebelumnya mari kita berdoa. Ya Bapak di dalam surga, kami mengucap syukur kepadamu karena atas penyertaan Tuhan sehingga kami boleh berjumpa satu dengan yang lain walaupun melalui aplikasi Zoom ini ya Tuhan.
Pada malam hari ini kami akan memulai pembelajaran kami. Berkatilah kami, semoga kami dapat mengerti materi ini ya Tuhan. Demikian juga hambamu bapak pendeta ya Tuhan yang akan membawakan materi kiranya Tuhan memberkati, memberikan.
dengan tema atau topik gereja dan etnografi dengan pengajar dari Bapak Pendeta Kristanto Semarapan Paledung MTH. Halo Bapak Pendeta. Ya, selamat malam.
Malam Pak Pendeta. Malam Pak Pendeta. Bisa langsung kita mulai saja.
Waktu tempat-tempat saya serahkan kepada Bapak Pendeta. Oke. Selamat malam Bapak Ibu semua. Selamat malam.
Apakah suara saya bisa terdengar dengan baik? Terdengar dengan baik. Baik. Pertama-tama saya memperkenalkan diri. Umumnya saya dikenal dengan nama Rapan.
Tapi bukan Rapan Maranu ya, itu nama bus di Toraja. Saya Rapan Paledung, saya sekarang pendeta di Gereja Toraja Jemaat Ponglu dan Sarambu, klasis Pangala Utara, dan juga menjadi bagian atau anggota dari Institut Teologi Gereja Toraja di bidang penelitian dan publikasi. Jadi sedikit banyak saya membantu.
untuk penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ITGT. Nah, Bapak-Ibu, Saudara-saudara, mungkin banyak yang bertanya tentang kenapa atau apa etnografi ini kenapa sampai menjadi bagian dari percakapan kita di Timbo ini. Di beberapa sesi sebelumnya, kita sudah banyak... sudah menyelami atau berselancar di seputar gereja dan tradisi gereja dimana dalam masa yang sangat panjang, gereja itu hidup dalam tradisi yang sampai hari ini kita pelihara, lalu kemudian bersama dengan pendeta Alpius, kita juga melihat bagaimana gereja itu ditata sedemikian rupa atau kita kenal dengan penatalayanan gereja lalu Lalu dengan pendeta Christian Tanduk Kita melihat bagaimana gereja Pada dasarnya mengakar dari Tradisi perjanjian lama Sehingga sampai hari ini kita terus membaca Perjanjian lama Dan misi kita Misi gereja itu misi yang sudah Sudah dari zaman perjanjian lama Telah ditanugerahkan Allah Lalu bersama dengan pendeta Tommy Suprianto kita Melihat Bagaimana gereja hari ini bisa ada karena gereja yang berjalan dalam sejarah dan menuju ke purna.
Atau dari kata purna dan kalah. Yang artinya purna itu sempurna dan kalah itu waktu. Jadi rupanya dimulai dari perjalanan sejarah yang panjang dan bahkan dalam sejarah gereja Raja.
Dan kita sedang menuju kepada kesempurnaan kerajaan Allah. Di masa yang akan datang Nah lalu tiba-tiba kita hari ini Masuk ke dalam sebuah topik yang Kayak gak tau gitu Tiba-tiba ada barang ini Kenapa ada gereja dan etnografi? Saya akan terdapat mungkin membawa Bapak Ibu untuk mencicipi bagaimana kita memanfaatkan sebuah studi dalam dunia antropologi yang bisa membantu kita untuk mengelola gereja kita. membantu kita menata pelayanan gereja kita. Nah, pertama-tama saya mau menunjukkan sebenarnya etnografi ini apa.
Umumnya etnografi ini dalam dunia antropologi disebut sebagai daily life research atau penelitian sehari-hari. Nah, pendekatan ini atau penelitian ini memungkinkan kita, peneliti atau siapapun, untuk mengamati. Kenapa mengamati? Karena kalau hanya melihat, kita sekedar melihat selayang pandang saja.
Tapi mengamati itu kita seperti membuntuti. Jadi kita melihatnya secara seksama. Itu yang disebut dengan mengamati. Mengamati sebuah peristiwa, perilaku, interaksi, percakapan-percakapan, dan kebiasaan-kebiasaan yang... kita hidupi dalam masyarakat baik masyarakat maupun jemaat jadi bukan sekedar melihat saja tapi kita mengulik-ulik atau mengamati mengapa peristiwa ini terjadi apa efeknya pada kita atau perilaku pada seseorang atau perilaku pada sebuah kelompok tertentu nah kalau misalnya terutama Bapak Ibu yang ada di perantauan sana orang akan melihat oh perilaku orang Toraja ini ternyata seperti ini kalau misalnya saya kurang bisa membayangkan bagaimana masyarakat Toraja di Kalimantan, tapi sekiranya saya pernah hidup di Jakarta dan melihat orang Toraja ini punya perilaku yang berbeda dari masyarakat Batak misalnya, itu perilakunya berbeda interaksinya juga berbeda jadi kalau saya datang ke gereja-gereja non-suku misalnya, GKI, GPIB yang tidak berbasis budaya, itu biasanya beda rasanya kalau datang ke gereja Toraja.
Ada kekerapan yang berbeda dari gereja lain yang bisa saja mereka habis ibadah pulang begitu saja, lalu sementara kita biasa Toropeki isipan cerita, menghirup kopi, bahkan bapak-bapak PKB ini biasanya masih tinggal Maaceki. dan banyak hal yang jadi perilaku interaksi kita yang berbeda dan etnografi itu mencoba untuk melihat semua itu bagaimana interaksi, bagaimana kebiasaan kita atau gaya bertutur kita pun itu dilihat secara seksama dan karena itu sebenarnya dalam dunia etnografi atau antropologi kita yang mengamati tadi itu Disebut sebagai participant observer. Jadi kita peneliti, tapi sekaligus pembelajar. Jadi kita mengamati, tapi sekaligus di saat yang sama kita belajar untuk melihat sesuatu yang terjadi dalam kehidupan. Lebih seksama dan lebih tajam, lebih detail.
Jadi kita bagian dari sana, tapi juga kita meneliti. Kita mengamati. Hal yang paling real yang saya alami sebagai pendeta di kampung, biasanya kalau orang kota, kalau kita pergi orang mati atau pergi acara-acara, kan biasanya menghabiskan banyak sekali waktu.
Jadi kita pergi dari pagi, pulang sore, dan tidak bikin apa-apa. Jadi kita duduk saja. Lalu saya sebagai orang yang pernah sekolah di luar toranya, Merasa kok saya membuang-buang waktu.
Nah ketika saya mengalami hal itu, saya mengemati hal itu, rupanya ada sebuah perilaku yang berbeda. Dari masyarakat kebanyakan, masyarakat kota, dengan orang-orang saja yang ditampung, yang memperlakukan waktu berbeda. Jadi saya pun kemudian belajar, oke, cara saya memperlakukan kebiasaan ini harus berbeda.
Nah dari... dari orang-orang kebanyakan di kota misalnya. Jadi kita menjadi bagian dari sebuah peristiwa itu atau kebiasaan itu, tapi di saat yang sama kita mengemati, sembar kita belajar.
Pada kebiasaan-kebiasaan itu. Bapak Ibu, misalnya melihat gambar ini. Ini saya ambil 4 bulan lalu. Kami pergi orang mati di Lokok Uru. Itu 30 menit dari Jemaat Bonglu.
Lalu saya mengambil foto ini. Lalu, apa yang terlintas saat Anda melihat foto-foto ini? Ada yang coba...
yang sering-sering pulang kampung ini yang sering-sering pergi bak pesta, begitu ini apa yang terlintas atau sepintas lalu kemudian kalau diamati baik-baik apa yang sedang terjadi di sini, ada yang ini ada yang mau mencoba, tidak ada Saya fokus ke penjual balonnya itu, Kak. Nah, itu dia. Kenapa penjual balonnya? Sepertinya bisa membaca momen. Ada membaca peluang.
Oke, oke. Membaca keadaan peluang bahwa, oke, orang Toraja ini lagi ngumpul. Lagi banyak-banyak ngumpul di acara orang mati.
Ini kesempatan untuk menjual balon. Tapi kenapa balon? Ini biasanya ya, kalau tukang balon sudah muncul, dan bukan hanya tukang balon, tukang es krim. Jadi biasanya kalau mereka sudah muncul itu, ibu-ibu atau bapak-bapak ini biasa bilang begini, ah, saya mau mempatumangi pihak-pihak. Biasanya anak-anak ini akan merengek sekeras-kerasnya untuk bisa dibelikan balon-balon ini.
Tapi juga sebenarnya saya melihat, kalau mau mengamati lebih dalam lagi, kok saya membayangkan ya, oh ini yang jual balon kira-kira, yang jelas bukan orang Toraja ini dia mungkin orang Jawa lalu dia datang mengandung nasib di Toraja menjual balon sembari berharap bahwa jualannya laku jadi sebenarnya dari amatan sederhana ini sebenarnya kita bisa melihat bahwa disana ada perjuangan hidup disana ada nasib yang diadu yang diperjuangkan bukan sekedar, oke ada tuang jual balon, dia lagi cari uang, tapi ada hal yang lebih dalam dari itu. Kira-kira itu gambaran tentang etnografi. Etnografi ini bagi para peneliti menjadi sangat penting karena sangat membutuhkan waktu, komitmen.
Jadi tidak bisa sekedar, oke ada amatan, ada hal yang saya amati, ya sudah begitu. Tapi butuh komitmen dalam hal waktu. Kita betul-betul mengisihkan waktu untuk bisa melakukan hal ini.
Lalu selain itu juga para etnografer ini biasanya sering mencatat karena tidak bisa mengendalkan ingatan Bapak Ibu. Jadi kalau hari ini misalnya saya datang di kantor Sino DBPS lalu saya melihat bukan hanya orang gereja yang datang, orang Islam datang duduk di alang dan Anak-anak sekolah yang pulang sekolah datang nongkrong di ini sebelum alun-alun datang. Alun-alun ada ya.
Biasanya orang itu menghabiskan waktu di alang tanpa ngapa-ngapain. Tapi rupanya di situ saya melihat rupanya ada semacam ruang terbuka bagi siapapun yang ada di gereja. Jadi gereja ini ternyata ruang yang sangat terbuka buat siapapun.
Tidak ada yang ditolak di gereja. Kalau saya berefleksi... Tapi saya lupa mencatat Itu akan hilang Misalnya memori itu Jadi misalnya peneliti-peneliti ini akan mencatat Oke ini kantor Sinode Ada Alang Di sana juga ada banyak orang Entah kita memperhatikan perilakunya Memperhatikan kebiasaan-kebiasaan Yang terjadi di sana Interaksinya, percakapannya Lalu ya coba saya catat Supaya tidak hilang begitu saja Biasanya kalau ada terjadi percakapan, biasanya kalau saya langsung mencatat, merekam. Karena biasanya ya, kami ini generasi-generasi muda, sudah terlalu banyak makan micin.
Jadi biasanya kami cepat sekali melupakan. Yang berikutnya juga adalah, sebaiknya ditulis, diketik, ya minimal diketik. Karena lagi-lagi memori, atau kalau kita sudah lewat satu hari, biasanya hilang. Jadi etnografi ini juga tadi saya sudah sebutkan mengamati, tapi sebenarnya kita mengumpulkan data.
Mengumpulkan data dan banyak hal yang bisa kita lakukan, banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mengumpulkan data. Tadi merekam, menulis, mencatat di HP atau apa. Lalu biasanya segala macam indera yang kita... Pakai itu, punya itu bisa jadi manfaat. Misalnya saya berkunjung, lalu kopinya kurang gula misalnya.
Wah kayaknya mereka lagi kurang gula ini. Jadi indera pengecap saya, oke, artinya mereka kurang gula. Atau tidak terlalu suka menaruh gula dalam kopi.
Jadi sebenarnya ada banyak hal yang bisa dipakai. Dari... Bawu misalnya, tapi memang itu kita bisa melihat banyak hal dari sana. Selain itu juga etnografi atau pelaku etnografi itu sedapat mungkin melihat keadaan apa, fenomena atau peristiwa itu secara detail.
Karena tadi kalau kita lihat gambar ini. Mungkin kita hanya akan tertuju banyak orang baju hitam, ini di dalam kondisi maapesta, tapi juga sebenarnya ada hal-hal yang tidak kita yang kerap luput. Di sini kita, etnografi sebenarnya menolong kita untuk lebih tajam melihat sesuatu, lebih detail, lebih spesifik melihat sesuatu.
Bukan hanya sekedar ini. Bisa kita perhatikan misalnya di gereja kita, adakah ada antara kita yang secara detail memperhatikan frekuensi kedatangan warga jemaat kita ke gereja. Dan ada yang rutin, ada yang sekali-sekali, ada yang satu kali dalam satu bulan, malah ada yang tidak pernah tinggal awal dan akhir tahun. Mungkin kita tidak terlalu memberi perhatian, tapi coba perhatikan bagaimana frekuensi kedatangan mereka di gereja. Jadi etnografi itu menolong kita untuk melihat sesuatu secara lebih detail.
Saya tidak akan terlalu banyak masuk ke dalam hal-hal yang sifatnya teknis dalam etnografi. Nah, misalnya begini. Ketika bercakap dengan orang, seseorang misalnya gitu.
Misalnya kan ada gestur atau ada bahasa yang masak-masak. Sebenarnya itu juga memberi sebuah tanda. Orang mungkin tidak terlalu ngeh dengan keadaan itu, tapi itu sesuatu yang penting juga untuk diamati.
Kenapa dia gagap? Jangan-jangan dia menyembuhkan sesuatu. Percakapan dalam etnografi itu sedepat mungkin informal.
Karena kalau kita mewawancarai, biasanya kita akan jadi menginterogasi seseorang. Tapi etnografi itu mengalir saja. Jadi kita lagi-lagi belajar, kita mengamati, tidak usah terlalu strict. Jadi biasanya kalau misalnya saya pergi perkunjungan, gak ada jadwal makanya saya hitung-hitung aja oh ini belum pernah saya kunjungi atau ini baru berapa kali saya kunjungi lalu dalam misalnya suatu waktu saya pernah datang berkunjung dan si bapak ini lagi main-main ayam dan disitu saya banyak mendengarkan ceritanya saya teraku apa kontrol percakapan Saya hanya, wah, manuk apa itu? Manuk kanutipan dita.
Manuk sulit dipakai masong. Lalu dari situlah mereka akan banyak menceritakan tentang bahkan ketika mereka susah bertengkar dengan mamaannya, tidak habis uang untuk sabung sampai lupa membiayai anak, dan lain sebagainya. Jadi percakapan yang sifatnya sehari-hari, yang biasa banget di pokok, tapi kita punya radar.
Oh ini sesuatu yang menarik Oh ini polanya Oh ini peristiwanya Oh ini perilakunya Dan bahkan Ketika kita tidak merencanakan sesuatu, tapi tahu-tahu, wah ini menarik ini. Ini sesuatu yang perlu untuk diamati. Mungkin Bapak Ibu pernah yang dulu di Toraja sering naik mobil lurang dari Makale ke Rantepau. Kalau itu kalau naik mobil Rantepau ke Makale atau sebaliknya, mungkin tidak terlalu banyak yang sadar. Ternyata di mobil lurang Makale-Rantepau itulah.
Banyak sekali informasi yang kita bisa dapat Hal-hal yang sifatnya update Saya dapatkan di dalam naik mobil lurang itu Padahal ini cuma transportasi Kita hanya berpindah dari satu tempat ke tempat lain Naik mobil lurang ini Tapi rupanya ini menjadi sebuah tempat pertukaran informasi Hal yang jauh terjadi di mana begitu bisa didengarkan, bisa kita dapatkan informasinya atau minimal karena kita memasuk di bulan politik, pemilihan atau pilkada biasanya disitu tuh muncul oh ya aku pilih tuh calon gubernurnya tuh nah tak ada apa-apa disitu kita bisa melihat kira-kira begini keadaan kita hari ini begini, dan kita bisa kadang-kadang nimbrung oh ya nakuyah apalagi kita gak Gak saling mengenal Tapi bisa ada interaksi Kita bisa tajam mengamati Mendengarkan yang kita Dengarkan itu Jadi perlu KPKan Perlu radar Untuk melihat Kayaknya perlu ini Saya bisa mendapatkan sesuatu Saya bisa mengamati sesuatu dari sana Karena itu percakapan formal itu Tidak terlalu penting tidak terlalu dibutuhkan pada dasarnya karena biasanya ya itu pas sekolah biasanya kalau mana anak kuliah mau wawancarai biasanya yang dibawancarai akan sepersekian detik dia bisa menentukan oke saya mau bicara ini dan saya tidak akan bicara ini jadi kita tidak bisa menempatkan informasi yang akurat, jadi lebih banyak sesuai dengan apa yang dia inginkan oleh yang kita tanyai, tapi informal kita bisa mengalir saja, satu waktu di samping kerjaan Tepo itu, ada tukang jual bakso dan dari sana saya tahu ternyata sejak Ahok jadi Direktur Pertamina ternyata penggelapan-penggelapan tabung gas, itu mulai dipangkas oleh Ahok Jadi begini indikasinya. Saya tanya, mas, berapa itu tabung gas mau habis satu hari? Dia bilang, waktu berapa bulan yang lalu sebelum Ahok. Nah, dia nggak bilang, tapi saya bisa mengklik, oke, ini sebelum Ahok.
Beberapa waktu lalu, itu bisa 2-3 tabung gas. Tapi, belakangan ini bisa hanya 1 tabung gas dalam satu hari. Bisa Anda bayangkan, ternyata sebelum ini, satu tabung gas 3 kg itu dicuri sepersekian gasnya, sehingga orang akan terus beli dan terus beli.
Sementara setelah Ahok, full. Jadi sehingga satu hari itu bisa satu ini. Ada informasi yang saya bisa dapatkan dari ini.
Bahkan dia bercerita modalnya habis berapa, tapi balik modal berapa waktu, butuh berapa lama untuk habis. Pengalamannya dia pernah merantau ke samarinda lalu kesini Jadi rupanya percakapan informal ini lebih membuat orang mengalir menceritakan sesuatu Jadi percakapan yang sifatnya informal itu lebih cenderung realistik Jadi sesuatu yang lebih real dibanding yang formal-formal Dan karena itu kita sebagai orang yang Menjadi penanya atau Pemancara yang sifatnya informal itu Kita harus menjadi pendengar yang baik Karena dengarkan saja Karena dia akan ngomong terus, bicara terus Ceritakan semua hal yang Ingin dicerita Saya tidak akan masuk Dalam video lagi Nah, biasanya Kita perlu melihat keadaan Jadi keadaan misalnya Dia baru mau cerita saat Misalnya temannya tidak ada. Atau justru ketika dia sendiri, dia tidak berani bercerita, tapi ketika dia bersama orang lain dia mau bercerita. Jadi kepekaan pada situasi kepekaan pada keadaan itu betul-betul diperhatikan secara detail, jadi kita perlu sadar peka dengan banyak hal begitu, kalau kita bertanya misalnya kepada orang dalam percakapan yang informal itu jangan bertanya hal-hal yang sifatnya tertutup, maksudnya jangan bertanya pertanyaan tertutup, harus pertanyaan terbuka, misalnya makasih emang keman deh, makasih selesai pertanyaan terbuka itu pertanyaan yang yang memungkinkan orang untuk menjawabnya dengan urayan yang panjang karena yang tertutup itu ya atau tidak, kalau ya atau tidak selesai percakapan, tapi kalau pertanyaan terbuka, orang bercerita panjang lebar, maka kita bisa banyak mendapatkan informasi dari ini sebaiknya kita tidak terlalu banyak menggiring... Biarkan saja mengalir.
Apapun yang mereka cerita, itulah informasinya. Dan ini dia. Karena kita tidak hanya sekali mendapatkan atau bercerita, atau melihat keadaan, atau mengalami sebuah peristiwa. Kita perlu mengecek lagi.
Perlu double check answers. Jadi kita perlu, oke, saya mendapatkan informasi ini. Mungkin di waktu yang lain, di tempat yang lain, saya bisa memastikan lagi.
Kalau dia menjadi sesuatu yang mengulang-ulang, maka itu adalah kebiasaannya. Kalau misalnya itu hanya sekali, jangan-jangan mungkin kebetulan Marina Dento atau kebetulan terjadi, perlu kita cek lagi secara berulang-ulang. Supaya kita bisa memastikan, oke ternyata inilah yang terjadi, inilah perilakunya, inilah kebiasaannya, itulah karakternya.
Kita bisa bertanya secara hipotetikal Atau maksudnya bertanya Memberi asumsi Ya bisa Mungkin karena Jadi Tanpa bermaksud mengiring Tapi kita bisa bertanya secara Memberikan asumsi Atau hipotesis Ya bisa Tapi kita tidak bisa latongan si atau begitu jadi selain mengecek lagi tapi kita bisa memberi asumsi bisa memberikan hipotesis supaya kita bisa memastikan lagi, kita bisa memancing orang untuk bercerita dan jangan terlalu banyak bertanya hal-hal yang sifatnya sederhana, oke mungkin pertemuan pertama kita speak-speak saja spekul-spekul, tanya-tanya kabar Tapi di waktu-waktu yang berikutnya kita bisa lebih tajam lagi, lebih detail lagi melihat ini. Nah karena itu, bagaimana etnografi ini dilihat sebagai sesuatu yang bisa menolong gereja? Karena itu pertanyaannya adalah kemudian mengapa etnografi diperlukan?
Etnografi? Menolong gereja untuk memahami hal-hal yang paling sehari-hari dalam kehidupan warga gereja. Hal-hal yang mungkin luput dari kotba kita, luput dari program-program gereja kita, luput dari amatan majelis, amatan kita sebagai warga gereja. Bukan hanya ke majelisannya, tapi juga sebagai warga gereja. Jangan-jangan kita...
tidak terlalu memberi perhatian pada hal-hal yang paling sederhana atau hal-hal yang paling sehari-hari dalam kehidupan kita, baik sebagai warga gereja maupun sebagai warga negara, warga kerukunan, warga kantor atau sekolah, dll. Karena itu etnografi ini menjadi sesuatu yang sangat penting untuk memaksimalkan pelayanan. Kalau misalnya pelayanan kita tadinya hanya...
Ibadah-ibadah saja Maka kita dengan etnografi Kita bisa melihat hal yang paling fundamental Hal yang paling basic Hal yang paling mendasar Dari kehidupan warga jemaat kita Maka sebenarnya kita bisa Merancang program Yang lebih menyentuh Yang lebih relevan Yang lebih dibutuhkan oleh warga jemaat kita Nah karena itu misalnya begini Saya mengutip dari beberapa Akhirnya Kademisi, saya coba terjemahkan, etnografi itu sebenarnya mengganti anekdot. Anekdot itu cerita-cerita lucu. Karena biasanya kan ada cerita-cerita semua. Oh ya, Tentadolona, ya itu Totoraya, Maadasijongjong, Totemo, Maadasijomobarokona.
Kan itu anekdot sebenarnya, tapi kadang-kadang sudah tidak terlalu relevan. Karena toh hari ini orang Toraja bukan hanya berdasi, tapi tetap saja ada yang... yang tidak sekolah tapi masih berjuang untuk hidup jadi mengganti anekdot-anekdot cerita-cerita yang populer tapi sebenarnya tidak terlalu berhubungan dengan kehidupan kita cerita lucu saja begitu spekulasi-spekulasi kita bisa berspekulasi oh, ya itu daya, itu Jawa ya itu Jawa ya itu Jawa tapi di belakang sebenarnya tidak begitu Atau orang Papua itu kasar. Spekulasi-spekulasi yang sebenarnya didasari pada pengamatan yang suka-suka kita.
Atau cerita-cerita yang sebenarnya tebaran, tapi karena itu umum, populer, tinggal. Etnografi itu menolong kita untuk memahami pola yang paling dasar dari kehidupan kita. Interaksi kita dengan suku lain, interaksi kita dengan orang yang beragama lain Hal-hal yang paling sederhana, paling fundamental dari ini Karena itu sebenarnya, kalau misalnya kita memanfaatkan etnografi Dalam cara kita menggerja atau cara kita mengelola gereja kita Sebenarnya itu adalah tindakan diakonnya atau bahkan bisa disebut tindakan eskatologis Mengapa demikian?
Karena begini, Pak Kopong pernah bilang begini Karena memahami diri sendiri sebagai gereja baru setengah kebenaran. Dan setengah kebenaran bukan kebenaran. Kebenaran yang setengahnya lagi adalah kita harus mengenal dunia.
Kita harus mengenal di mana kita diutus. Nah sebagai orang percaya kita meyakini, percaya bahwa kita adalah orang-orang yang telah ditebus dan dikuduskan menjadi umat Allah. Yang diutus ke dalam dunia, ke tempat kita kerja, ke tempat kita merantau, ke tempat kita hidup.
Kalau kita hanya mengenal, oke saya gereja, saya orang dikuduskan, saya adalah umat pilihan Tuhan. Tapi kita tidak pernah tahu situasi, konteks di mana kita hidup, maka itu hanya setengah kebenaran. Dan setengah kebenaran tidak benar.
Karena itu kita ternung. mengenali lingkungan kita kita perlu mengenal interaksi kita karena Bapak Ibu Saudara saya tidak tahu ya Tarakan itu seperti apa, saya baru sekali sekali banget ke Karimantan, itu pun di Samarinda, itu pun cuma dua hari, jadi saya tidak terlalu tahu tapi saya bisa kira-kira kalau membayangkan dari sekian banyak warga jemaat di Jemaat Betlehem Tarakan ada yang setiap hari berinteraksi dengan orang-orang Islam Ada yang setiap hari berinteraksi dengan orang-orang daya Ada yang setiap hari hanya dengan orang Toraja Ada yang setiap hari hanya ini Jadi pertemuan mereka Interaksi mereka setiap hari Itu membentuk diri mereka Secara berbeda Dengan orang yang hanya berinteraksi dengan orang Toraja Misalnya saya Saya hanya ketemu orang Toraja setiap hari Berbahasa Toraja setiap hari Setiap hari berbahasa Toraja Jadi Jadi Kita harus mengenal keadaan kita. Gereja kita ini lingkungannya bagaimana? Ada gereja yang dekat dengan pasar, ini beda dengan gereja yang ada di daerah perkantoran. Masyarakatnya atau jemaatnya itu berbeda.
Interaksinya dengan masyarakat tertentu itu berbeda dengan orang yang di perkantoran. yang mungkin hanya sehari minggu mereka ketemu karena sewa tempat begitu, pasti berbeda. Itu yang harus kita kenali, itu yang harus kita pahami, supaya kita tahu di mana kita diutus, bagaimana cara kita memberitakan Injil, bagaimana kita menjadi seseorang percaya di dalam keadaan semacam itu.
Nah etnografi sangat membantu kita untuk memahami... Keadaan-keadaan itu. Nah, saya mau bercerita sedikit.
Ini umum di Eropa, di masa lalu sampai hari ini juga. Ini adalah gereja reform di sebuah kota kecil, di namanya Thun. di Swiss. Foto ini pernah saya ambil 2 tahun lalu, dan ini menjadi umum di Eropa, bahwa gedung tertinggi itu hanya boleh gereja.
Kenapa? Karena gereja itu pusat dari semuanya pada masa lalu. Jadi, kalau bicara soal ilmu ekonomi, gereja ahlinya. Kalau bicara soal ilmu perbintangan, gereja. Ilmu ke apa lagi?
Politik, gereja Semuanya gereja gitu Itu disimbolkan dari gedung yang menjadi pusat Dari kota di sekitar Nah Karena itu semua dikontrol oleh gereja Tapi hari ini Gereja bukan lagi pusat Gereja hanyalah satu dari sekian banyak Komunitas, kelompok Yang ada di luar sana Bisa saja misalnya Mungkin ada diantara Bapak Ibu yang lebih suka dengar khutbah di kantornya setiap hari Jumat dibanding dengar khutbah pendetanya di hari Minggu. Jadi, orang atau misalnya, aduh, saya tidak terlalu suka sebenarnya dengan ibadah yang cuma duduk berdiri, duduk berdiri, lagunya begitu-begitu saja, lolol nebang, kadang-kadang salah, lebih banyak salahnya lagi. Saya bisa pergi ke mana? konser yang lebih menghibur saya gereja hari ini bukan lagi pusat Anda akan bertanya soal kesehatan itu bukan ke gereja tanya ke rumah sakit Anda bertanya soal ekonomi, mau tahu soal bagaimana menata keuangan bukan lagi ke gereja tapi ke yang manajemen, ke yang ini mau bicara politik, gereja eh urus paham itu gereja pandita nah, eh politik ini kami, ini orang kami jadi gereja yang tadinya pusat Sekarang bukan lagi pusat dari sebuah kota atau dari sebuah masyarakat.
Belum lagi dengan agama lain. Ada masjid, ada suku lain, gereja lain, misalnya pasar dan lain sebagainya. Nah, ini keadaan kita hari ini. Kalau kita hanya bilang, oke saya adalah orang percaya, yang ditus Tuhan ke dalam dunia, supaya semua orang percaya, tapi tidak memahami keadaan kita hari ini, maka gereja kita akan tersesat.
Kita sebagai orang percaya tidak akan tahu bagaimana mengelola gereja kita. Bagaimana memberitakan Injil dalam hal yang paling sehari-hari. Kalau kita tidak tahu keadaan kita, lingkungan kita, situasi kita. Hal yang paling sehari-hari dari kita.
Karena itu etnografi satu, bantuannya, menolong kita untuk tahu. Teologi apa yang berkembang dalam jemaat? Saya misalnya di jemaat Punggung Lu, saya yakin, oke, warga gereja Toraja ini semua sudah memahami pengakuan gereja Toraja.
Tidak juga ternyata. Ternyata masih ada yang percaya nenek akan memberkati mereka, nenek akan memberikan berkat. Jadi rupanya etnografi ini menolong saya untuk memahami teologi yang sedang dihidupi oleh rakyat jemaat. Satu.
Dua. Konteks jemaat. Konteks jemaat itu lagi-lagi kita bisa tahu demografinya. Oh, itu masyarakat menengah, ada yang kelas atas, kelas bawah.
Hidup mereka berbeda-beda. Jadi konteksnya atau lingkungan yang paling umum misalnya. Tetangga kita siapa?
Orang-orang yang di lingkungan kita ini siapa saja? Yang ketiga adalah dengan itu kita tahu budaya kita. budaya atau identitas gereja kita. Karena budaya gereja kita adalah budaya yang seperti apa.
Identitas gereja kita ini jangan-jangan hanya sama aja dengan kelompok-kelompok yang lain, kelompok-kelompok doa yang lain, cuma beda nama saja. Kita gereja atau raja yang lain, kelompok apa misalnya. Tapi di situlah kita bisa mengetahui sebenarnya sudah sejauh apa atau identitas kita sebagai sebuah jemaat itu seperti apa.
identitas cemat Bethlehem ini apa? kalau misalnya Bapak Ibu ditanya identitasnya cemat Bethlehem Tarakan ini apa? maka saya yakin jangan-jangan kita gelakapan bingung, ya leh, identitas kita ini apa?
orang Kristen, ya yang lain juga Kristen tapi budaya gereja kita ini seperti apa? budaya yang bagaimana? apakah budaya kita ini budaya yang bergeria saja penting cukup, tidak usah menguruskan hal-hal yang lain, atau bagaimana. Yang keempat adalah, kita juga jadi memahami, lebih memahami dinamika kehidupan berjemaat.
Karena dinamika itu kan tidak ada sebuah komunitas atau kelompok yang datar-datar saja kehidupannya. Saya misalnya di Jemaat Penguluh itu cukup dinamis karena sudah berkali-kali pecat, tapi berkali-kali bersatu, kadang-kadang berantem dalam... internal, tapi kadang-kadang kalau berhadapan dengan kelompok lain bisa jadi satu hati lebih solid begitu, rupanya ada dinamika yang hidup dalam hidupan berjemaah, itu yang keempat yang kelima, potensi kita bisa jadi mengenal potensi nah kalau misalnya kita tidak mengenal hal-hal yang paling fundamental dari ini, kita tidak akan tahu potensi gereja kita ini apa saja, kita hanya tahu satu pemusik, padahal kita luput Ternyata ada yang punya potensi yang lain.
Atau hal-hal lain yang pernah kita sadari, tapi ternyata bisa kita temukan dalam etnografi. Potensi-potensi. Dari situ kita bisa mengelola jemaat kita. Saya kasih contoh, Bapak Ibu.
Kami di PPGT Kelas Panggala Utara sedang merancang sebuah program yang berbasis etnografi. Misalnya begini. Belakangan kami mengamati bahwa banyak anak-anak PPGT yang tamat SMA atau STM itu sudah tidak mau kuliah lagi. Jadi mereka maunya, saya mau langsung ke Morwali, ke Ternate, ke Kalimantan, bahkan banyak ke Papua, maka dulang bulan, cari, pokoknya yang penting kerjalah. Nah, dalam amatan etnografis kami, PPGT melihat, oke, kira-kira ternyata penyebab yang terjadi, yang mendorong fakta ini atau peristiwa ini terjadi adalah satu, ada faktor dari budaya Toraja yang terbanyak indan, misalnya orang tua akan bilang, lo mau ke mana-mana, menggunakan kisah ini, pakai banyak indan.
Itu yang paling umum, tapi faktanya kita bisa alami, bisa kita lihat. Yang kedua adalah memang ada faktor generasi. Generasi Z ini kan generasi yang paling rapuh. generasi yang paling rentan sebenarnya, itu tampak sebenarnya dalam aturan-aturan sekolah, misalnya anak-anak sekarang tidak boleh dimarahi, dipukul bahkan, karena itu akan kena pidana lah dulu, bapak-bapak bapak ibu, saya bahkan masih mengalami, yang tak salah di PKI mungkin, yang tak salah bisa mungkin disampapi, saya masih ingat dulu dipukul pakai sukul dan itu sakit sekali, lebih baik saya dipukul mister kayu daripada saya dipukul dipukul dengan suling begitu. Itu sakit sekali.
Tapi sekarang itu malah murid bisa menuntut gurunya. Nah itu tampak dari generasi ini, generasi yang sangat rentan, rapuh, dan bahkan untuk berjuang kadang-kadang mereka mikir, tapi ini keadaan yang sedang mereka alami. Yang ketiga, kami juga melihat keadaan di mana...
Banyak anak-anak sekolah yang tidak tahu Sebenarnya dia mungkin mau kuliah Tapi tidak tahu mau kuliah apa Akibatnya ikut-ikutan saja Akibatnya mereka Teman saya ikut teknik sipil, teknik sipil semua Makanya di Ukitoraja ini Fakultas yang paling banyak mahasiswanya adalah Teknik sipil Kalau ditanya, apa yang kamu kerja dari sini? Tidak tahu, yang penting saya kuliah saja Bahwa nanti saya kerja di toko terserah Kerja di tambang terserah, yang mana saja lah yang penting ini masih banyak sebenarnya, tapi dari sini kami melihat, oke ini keadaan kita, ini hasil yang kita amati. Dan juga kemudian kita melihat ke dalam diri gereja, sebenarnya gereja ini tidak terlalu memfasilitasi hal yang paling fundamental dari anak-anak kita ini. Karena itu misalnya kami merancang program untuk memfasilitasi anak-anak yang akan tamat.
SMA dan SMK Tapi oke Kami tidak punya banyak uang Untuk memanggil Kemateri Akhirnya kematerinya kami-kami saja Ini masih dalam rancangan Semoga akan berjalan ke depan Jadi ada yang kuliah akuntansi Oke Kau ajarkan Jadi pemateri Belajar akuntansi itu seperti apa Kerjanya nanti apa Kasih pemahaman supaya anak-anak celik. Oh iya ya, begini ternyata kalau kuliah ini. Yang PS, apa?
PSG? PGSD? Sorry.
Untuk guru-guru SD. Nah ini gimana? Apa yang dipelajari?
Apa kesenangan di dalam belajar ini? Apa kenikmatannya? Masing-masing, saya pun misalnya sebagai pendeta, saya akan sharing, kuliah teologi ini begini loh. Ini yang kita pelajari, nggak hanya cuma belajar Alkitab.
Kau tidak hanya akan jadi pendeta, tapi juga bisa jadi apa? Jadi guru, jadi dosen, dan lain sebagainya. Banyak hal yang bisa dari ini. Dari situ kami kemudian mengembangkan.
Bukan hanya itu. Dari situ kemudian kami menemukan hal lain. Oh ya, ternyata saya sebagai pendeta tidak terlalu tahu mengolah keuangan.
jadi rupanya kebutuhan itu bukan hanya kebutuhan saya, teman-teman PPGT oke, yang manajemen ajari kami hal yang paling simple dari manajemen keuangan supaya kami bisa belajar juga matematik apa, guru coba ajari kami hal yang paling sederhana dari ini, jadi setiap sesi kami kami bangsa siada kami saling mengisi kebutuhan, karena dari amatan etnografis kami juga akhirnya Oh iya ya, kita punya kebutuhan fundamental yang tidak dijawab gereja. Nah itu yang bisa saya ceritakan. Bapak Ibu, saya bagikan.
Sebenarnya ini masih sangat perkenalan saja. Bapak Ibu nanti bisa kemudian mengembangkan. Gereja kita ini bisa melakukan apa dari sini?
Bisakah nanti kita memanfaatkan... manfaatkan ini untuk kebutuhan pelayanan kita di Jemaat Betlehem Taha. Terima kasih, silakan. Mari kita berdiskusi.
Atau tidak jelas sama sekali, nggak apa-apa. Saya ulang dari awal. Terima kasih, Pak Pendeta, untuk pemaparannya.
Mungkin langsung saja kita buka sesi pertanyaan. Saya beri kesempatan tiga dulu untuk yang mau bertanya, silakan. Itu Bapak ada?
Iya ada yang mengkata, Paulus silakan. Ya halo, selamat malam. Selamat malam, Pak Kacamata.
Selamat malam, Pak Polus. Kurang terang. Malam, Pak Penyeda. Ya, malam, Pak Polus.
Selamat malam. Ya, saya mau bertanya, Pak. Mungkin juga Bapak bisa sharing ke kami, khususnya saya, tentang yang tadi slide terakhir tentang etnografi untuk potensi Jemaat pengembangan.
Apakah mungkin bisa dibagikan ke kami? Kiat-kiat dalam menggali potensi, kemudian contoh-contoh yang sudah dikembangkan potensi-potensi jemaat, dan bagaimana untuk memahamkannya ke jemaat. Karena kan, ya kembali lagi bahwa banyak orang memahami memang dalam berjemaat, kalau pelayanan ibadah berjalan, rutinitas ibadah berjalan, itulah pelayanan yang dilaksanakan dalam jemaat. Tapi masih jauh sekali ketika mengembangkan potensi jemaat, mengembangkan ekonomi jemaat, dan lain-lain. Jarang sekali masih dibilang itu peran gereja yang besar di situ.
Padahal kalau dilihat tadi dari peparan Pak Pendeta, banyak terkait dengan pelayanan yang memang bukan hanya sekedar menjadi pelayan dalam ibadah rutinitas, dan lain-lain. Bahkan dari pendidikan apa yang dilaksanakan. banyak manfaat, banyak apa yang bisa didapatkan dari situ.
Mungkin kami butuh itu, Pak, untuk bisa berbagi sharing ke depannya. Terima kasih, Pak Pendeta. Baik, terima kasih, Pak Paulus. Ini, Pak Octavianus, kita kumpul dulu atau gimana?
Silakan, Pak. Mau dijawab langsung, boleh? Kumpul aja deh.
Kumpul aja dulu. Tiga orang. Oke, siap.
Selanjutnya, Ibu Heriani Rusen. Ibu siapa namanya? Heriani.
Heri, Heri. Ibu Heriani. Aku ya? Ya, silahkan. Ibu Samsung.
SM. M1. Baik, Pak. Terkait menggali potensi ya, Pak ya.
Janti jemaat. Kebetulan kalau kami ditatakan sini, Pak. ada namanya lembaga balai latihan kerja. Balai latihan kerja dan setiap tahun itu membuka beberapa gelombang. Dan itu gratis, Pak.
Misalnya ada untuk menjahit, ada untuk memasak, dan ada juga teknik. Apa ya, teknik kalau salah ya. Tetapi kita juga sudah menginformasikan di grup-grup.
Tetapi sudah beberapa kali diinfokan, jemaat itu Pak, tidak ada yang berminat Pak. Jadi itu bagaimana sudah Pak, yang sudah begitu itu Pak. Padahal itu gratis Pak.
Terima kasih. Oke baik, apakah masih ada teknik kelas, pembuatan kue? Pak Arianto, Pak Arianto masih ke tangan? Belum, belum.
Oke, oke. Itu dulu ya berarti ya? Iya, sepertinya belum ada Pak.
Baik, tadi dari Pak Paulus ada pertanyaan tentang Giat-giat atau kiat-kiat menggali potensi Lalu bagaimana kita memahami atau memahamkannya Memberi pemahaman pada warga Jemaat supaya ini berterima Dan tampaknya itu kan berhubungan dengan pertanyaan Buku Samsung tadi ya Ini udah ada tapi gak ada yang mau begitu Jangan-jangan Itu bukan memang kebutuhan dari warga kita. Makanya tadi saya etnografi ini menolong kita untuk coba evaluasi dulu hal yang paling basic dari warga kita. Jangan-jangan teknik kelas, pembendaran AC, menjahit, itu bukan kebutuhan. Nah, mungkin itu sama kayak kita memberi pertolongan, tapi pertolongan itu tidak dibutuhkan. Makanya menurut saya, mari kita lisik lebih dalam, amati lebih dalam lagi hal yang paling sehari-hari dari warga jemaat kita.
Jangan-jangan yang kita lakukan ini tidak terlalu relevan buat mereka. Seperti yang tadi saya ceritakan, karena tadi Pak Paulus minta contohnya misalnya. Nah ini yang tadi yang saya cerita di akhir tentang... kami di PPGT Klasis itu melakukan hal yang program atau lagi mendesain program untuk kebutuhan pemuda berdasarkan hasil amatan kami. Saya belum bisa memberitahu apakah ini sudah merasa dibutuhkan oleh mereka, tapi dari amatan kami, ini kebutuhan PPGT kita hari ini.
Mereka sedang linglung, mereka tidak tahu mau kuliah apa tidak. Dapat biaya dari mana Bagaimana Rasanya kuliah itu Kita udah malas kuliah di sekolah Sekolah di sekolah Tapi ini mau kuliah lagi Makanya Mungkin dengan memberi mereka pemahaman Kuliah ini, oh begini rasanya Ini yang kita pelajari Di sini nikmatnya belajar teologi misalnya Atau belajar akuntansi misalnya Dari situ kita oke Kita bisa menjawab Kebutuhan mereka Nah, giat-giat menggali potensi, sebenarnya kreator saja sudah cukup lama untuk menggunakan appreciative inquiry. Mendesain banyak program berdasarkan apa yang ada pada kita, potensi-potensi yang ada pada kita, dan dari situ programnya bisa berbasis apa yang kita punya.
Tapi begini, kalau misalnya... Kalau misalnya kita tidak tahu menggali potensi atau masih belum maksimal menggali potensi, potensi ini kan banyak bentuknya ya. Dia bisa dalam bentuk aset, dia bisa dalam bentuk manusianya, sumber daya manusianya, bisa juga dalam hal lain misalnya.
Nah, kalau potensi yang kita aset, Kita punya banyak aset, gereja teraya punya aset Tarakan punya tanah Punya gedung, punya tempat Tapi kita juga punya sumber daya Tapi Menggali potensi itu harus berbarengan Dengan Keadaan kita, makanya tadi Kita harus mengenali Kebutuhan yang paling fundamental Sebenarnya dari Warga jemaat kita Bapak Ibu semuanya, kebanyakan, sebagian besar Anda Itu adalah rantau Dan biasanya, semoga saya tidak salah, perantau itu berusaha untuk datang ke tempat baru untuk mengadu nasib, untuk memperjuangkan kehidupan, untuk banyak hal lah untuk menaikkan taraf hidup atau penghasilan dan lain sebagainya karena itu dari situ kan kita bisa melihat ini salah satu kebutuhan yang paling fundamental, tapi kita bisa lebih tajam lagi lebih menukik lagi untuk melihat hal-hal yang Biasanya misalnya satu, orang Toraja ini rasa malunya terlalu tinggi. Mau kerja-kerja las itu malu. Maunya langsung kerja yang bagus gitu. Dapat uang yang banyak langsung gitu. Nah itu kan salah satu hal yang bisa kita lihat.
Sebenarnya kita punya rasa malu yang tinggi. Makanya mungkin kita bisa mendesain sesuatu yang lebih menjawab hal itu. Mungkin itu yang bisa saya bagikan Jadi lihat hal yang paling fundamental sebenarnya dari kita Bukan sekedar menjawab atau membuat sebuah program lalu tau-tau ini Lalu apakah kemudian Sebenarnya ini kan juga pemahaman ya Pemahaman teologi gereja kita, warga-warga kita Taunya gereja kerjanya beribadah aja begitu Nggak usah mengurus hal-hal lain Nggak usah mengurus kehidupan Betul bisa saja tergantung dari kita, tapi sebenarnya kan gereja, gereja atau raja dalam banyak dokumennya, itu percaya bahwa segala sesuatu yang kita, segala sesuatu hal dalam kehidupan warga gereja itu tanggung jawab gereja juga.
Misalnya gereja banyak bicara tentang judi, karena gereja merasa bahwa masa depan anak-anak kita ini perlu dipikirkan. Karena penjudi tidak akan pernah memikirkan, taunya yang penting ada uang untuk anak aku. Tapi kita tidak pernah ada yang luput.
Gereja merasa itu perlu untuk dijawab. Biasanya itu membuat anak, apalagi yang petarung-petarung, atau sabung-sabung ayam, anak-anak sudah kecil, sudah mengurus kerbau, malen kami petarung. Tapi gereja sadar, itu akan merusak generasi. Jadi...
Menurut saya gereja tidak bisa tidak hanya mengurus ibadah. Lihatlah hal yang paling fundamental dari kehidupan warga gereja kita. Memang kita bukan pusat lagi, tapi gereja bisa banyak berbuat untuk kemajuan atau kehidupan warganya, bukan hanya beribadah. Toh bahkan ya, beribadah pun bisa, misalnya begini, liturgi yang kita pakai setiap hari minggu kan, itu kiriman dari KLM kan, Karena kita udah males bikin tata ibadah berdasarkan kebutuhan kita, yaudah tinggal udah cocok. Yang nggak tahu, kitalah ganti.
Tapi kan sebenarnya juga, misalnya pengakuan dosa. Kita bisa meremuskan pengakuan dosa supaya lebih mengena pada kita. Kan pengakuan dosa yang dibikin KLM kan pengakuan dosa yang bikin.
Si pendeta yang bikin atau warga yang bikin. Atau anggota yang bikin. Tidak terlalu related dengan kita. Kalau misalnya liturgi yang kita pakai adalah liturgi yang dibuat langsung oleh pendeta atau majelis dari anggota majelis di jemaat biadran dan kerakan, kita bisa membuat rumuhan yang lebih menyentuh.
Waktu kita lebih sesuai dengan kebutuhan kita. Jadi bukan hanya mengurus liturgi, mengurus ibadah, bukan mengurus, bukan gila urusan, tapi memberi perhatian lebih pada hal-hal yang... sehari-hari dari waktu kita.
Oke. Yang pelan tadi. Pak Haryanto, silakan Pak.
Ada dua penanyaan. Silakan. Silakan Bapak Haryanto duluan.
Baik. Terima kasih Pak Pendeta. Selamat malam. Saya tadi menangkap satu kata, satu frase dari Pak Pendeta bahwa gereja tidak bisa hanya berfokus pada ibadah. Dan saya secara pribadi sangat sepakat itu bahwa saat ini memang kita tidak boleh hanya berfokus pada ibadah dan pada pembangunan-pembangunan yang sifatnya fisik saja.
Tapi jangan sampai kita melupakan ada pembangunan aset yang paling berharga dari sebuah gereja. Apa itu jemaat kita? Pembangunan di sini maksud saya seperti yang disampaikan tadi bahwa ada hal-hal yang perlu dikembangkan dari gereja.
Nah. di dalam pikiran saya bahwa apakah gereja sudah harus atau mungkin sudah urgent untuk bisa memberikan yang namanya pendidikan secara emosional dan pendidikan karakter dan pendidikan tentang bagaimana mengelola emosional seseorang, Pak. Karena kita melihat tantangan kita sekarang bahwa generasi-generasi gereja saat ini tergerus dan terbawa oleh suasana-suasana zaman sekarang.
Contoh, ketika anak-anak bermain, ketika anak-anak berada di lingkungan sekolah, berada di lingkungan sosial, kata-kata mereka sudah tidak lagi mencerminkan kata-kata orang yang mengikuti Tuhan Yesus. Jangan karena anak, orang tua juga kadang-kadang banyak yang seperti itu. Nah, bagaimana kemudian penanggapan Pak Pendeta mengenai hal-hal yang seperti ini? Apakah memang sudah harus ada arah yang kita tambah atau kita ubah mungkin? Terima kasih Pak Ariyato.
Bu Karisma, silakan Bu. Terus semangat Pak Pendeta. Menarik Pak Pendeta ya, karena bicara soal etnografi, awalnya saya berpikir ini mau dibahas apa ya, budaya apa ya, ternyata bisa dihubungkan dengan pelayanan dalam gereja. Karena setahu saya ini salah satu metode penelitian kualitatif yang kemudian lebih banyak biasanya meneliti budaya Pak Pendeta ya, atau kebiasaan-kebiasaan. dan ternyata bisa dihubungkan dengan pelayanan dalam gereja.
Kalau kemudian kita melihat bagaimana kehidupan dalam jemaat, sesungguhnya sadar atau tidak sadar, ini sudah biasa dilakukan oleh majelis gereja, Pak Pernita. Apalagi kalau majelis gereja yang punya keluarga binaan seperti itu, dia sudah melihat keseharian anggotanya atau binaannya itu seperti apa. dan juga memperhatikan kehadiran-kehadiran anggota di gereja itu sudah ini. Cuma tidak sadar kemudian, oh ternyata kita sudah melakukan penelitian itu.
Dan salah satu, saya kira salah satu munculnya kursus ini di Jemaat Betlehem juga karena ada refleksi dari penelitian seperti itu atau kesadaran-kesadaran bahwa ini kita butuh tentang kursus teologi ini. Di Jemaat Betlehem, Pak Pendeta cukup majemuk dalam pengertian dari segi profesi, dari segi bukan juga hanya orang Teraja ada di Jemaat Betlehem, suku yang lain juga ada. Tetapi kemudian menarik tadi bahwa salah satu hal yang cukup membantu kehidupan Jemaat tentang etnografi ini adalah melihat teologi-teologi yang berkembang dalam Jemaat.
Penelitian di zaman sekarang kan orang sudah bisa mendapatkan ajaran teologi dengan sangat bebas, dengan berbagai sumber secara online, itu tidak bisa kita batasi lagi karena orang sudah bisa mengakses. Jangankan orang tua, anak-anak pun itu sudah bisa mengakses luar biasa. Nah kira-kira... Bagaimana kita bisa mengantisipasi hal-hal semacam itu untuk memperkuat teologi anak-anak kita ataupun orang tua, supaya teologinya tidak berkembang bebas secara tidak terukur ataupun tidak sesuai dengan pengakuan gereja atau raja. Karena ini sudah sangat bebas, Pak Pendeta.
Saya kira itu dari saya. artinya kesadaran ini penting karena dari sini kita mulai resah dengan gereja kita ini kok cuma ngurusin ibadah ini sudah start yang penting artinya ini adalah potensi kita potensi bahwa kita menyadari gereja bisa lebih dari sekedar ini oke, ibadah bukan hanya sekedar Bapak Ibu dalam teologi Kristen kita mengenal istilah liturgi setelah liturgi Ada dua jenis liturgi. Yang pertama adalah liturgi ritual, yang sifatnya ritual, yang kita lakukan setiap hari minggu, kumpulan rumah tangga, kumpulan ini dan itu, perayaan-perayaan, dan lain sebagainya.
Tapi ada liturgi setelah liturgi. Liturgi apa itu? Itulah liturgi kehidupan.
Jadi misalnya, kita sebenarnya bisa bilang begini, kalau kita keluar gereja, di pintu keluar gereja itu harusnya kita tulis, selamat beribadah. Karena ketika kita keluar dari gereja, kita ibadah lagi. Karena kehidupan kita adalah liturgi.
Kehidupan kita adalah memuliakan Tuhan dalam setiap hal yang kita lakukan. Maka dari itu, kalau kita bilang bukan sekadar mengurusi liturgi, ya betul. Dalam arti program kita, tapi secara teologis, liturgi menjadi pusat semuanya.
Apa yang kita kerjakan adalah liturgi. Ibadah kita adalah liturgi Maka dari itu Kalau misalnya Pak Haryanto Atau juga jemaat di Bethlehem Tarakan sadar bahwa Kita harus keluar beribadah Dalam kehidupan kita Maka disitulah kita bisa mengatakan Oke gereja Dimanapun kita berada Segala sesuatu yang kita lakukan Itu juga Dalam kerangkaliturgi Maka dari itu mari kita Lebih dari Dalam kotak-kotak gereja kita Tapi mari kita keluar lagi Untuk melakukan hal yang Sesuatu yang lebih dibutuhkan warga kita Saya sepakat sekali Terima kasih karena kita Sudah mulai resah dengan gereja kita yang hanya Terbatas Di pagar-pagar gereja kita Nanti kalau saya bilang tembok-tembok gereja Ada yang bilang, loh kan kita juga berkegiatan Di luar halaman Tuhan Kita juga melampaui pagar-pagar gereja kita. Karena gereja, karena kita diutus ke dalam dunia.
Bukan ke dalam lingkungan gereja saja. Jadi terima kasih untuk sadar. Maka dari itu kita bisa bercakap lebih jauh lagi nanti. Bagaimana kita bisa melakukan ini. Supaya gereja kita bisa melakukan hal yang lebih dari ini.
Bukar Risma, warga kita ini beragam. dan yang lebih parahnya lagi lebih celakanya lagi, dunia hari ini akses sudah bebas apapun bisa kita temukan saya mau dengar kotbamil atok saya lebih suka kotbamil atok nonton, youtube atau siapa lagi ya pasti yang sering ini yang 1 yang ob Yandi Manobe Saya lebih suka kotbannya Atau di greater aja, saya lebih suka kotbannya Penetel pertangguh Itulah keadaan kita hari ini Itu juga hal yang paling fundamental Dari keadaan kita hari ini Kalau misalnya Dan kita tidak bisa Membatasi lagi orang Mau nonton apa Kita tidak bisa membatasi lagi Orang mau ngapain Karena orang punya akses pada di tangannya sendiri hari ini di gawai mereka yang bisa kita lakukan adalah dengan etnografi dengan etnografi sebagai pelayan Bapak Ibu Majelis yang melayani di sana kita perlu juga melihat bahwa Rupanya secara teologis Ada kebutuhan-kebutuhan yang kerap kita Tidak jawab dari Warga kita Misalnya kotbah Ada pendeta Alam dipanggala utara ini Apa ya Mungkin kita juga perlu Semakin mengabred diri Karena Hari ini tuh dunia seperti pasar, Bapak Ibu. Seperti pasar, saya bisa makan dimana saja, dimana saya mau.
Saya bisa menganyangkan diri saya, saya bisa menghibur diri saya, dimanapun saya mau. Saya punya pilihan, saya punya akses untuk itu. Nah, yang terjadi warga-warga kita juga gitu. Kalau mau yang lebih keras-keras tinggal tinggi ke garuja mana gitu.
Kalau mau yang dengar, yang lebih menghibur, kotbanya lebih... menuduhkan tinggal cari kerja mana begitu jadi faktanya itu dan sekarang apa yang kita bisa lakukan dari itu ya kita mengupgrade diri Bukan meniru, tapi melihat celah-celah yang ada pada gereja kita dan lebih memperkuat apa yang kita punya. Misalnya kalau gereja kita lebih banyak menekankan ritual, maka ritual, akta-akta yang kita punya itu bukan sekedar template dari KLM. Tapi juga yang tadi saya bilang, pemilihan lagunya...
Pemilihan kata-kata di pengakuan dosa, di berita anugerah, bahkan di dosya faatnya itu tidak melulu sama dari gereja lain. Tapi juga lebih menjawab kebutuhan gereja kita, warga kita. Nah itu hanya bisa kita tahu kalau kita dekat dengan warga kita, kita bisa mengamati.
Nah seperti yang Bu Karisma bilang tadi, ternyata kita sudah melakukan, betul. Tapi yang lebih utama lagi apakah kita mengamati polanya, apakah kita melihat. Kebiasaan mereka Perilaku mereka Dari sana hal apa yang mereka hidupi Dari sana apa yang mereka sedang cari Dari sana apa yang mereka sedang Butuhkan Dari situ kan kita tahu Gereja ini bisa bertindak begini loh Gereja ini bisa begini loh Begitu Faktanya sekarang kita bisa Banyak menghadapi keadaan yang Diluar jangkaun kita Tapi gereja bisa berbuat, bahkan ketika itu sesuatu yang sangat kecil, tapi itu bisa berarti, berguna buat warga kita dan nanti kembali nih ke warga Jemaat Bethlehem, etnografi kita dipakai untuk memahami warga kita, lingkungan kita pertumbuhan kerja kita, teologi kita dan banyak hal lain dari kehidupan bergerija kita.
Begitu, mungkin kalau tidak menjawab, ya itu yang bisa saya, walaupun terbatas. Terima kasih Pak Pendeta. Terima kasih Bu. Iya, selanjutnya dibuka tanya-jawab lagi. Ya sudah ada, ada tiga orang ya.
Yang pertama dari Pak Melona, silakan. Iya, selamat malam Pak Pendeta. Selamat malam Pak. Terima kasih. Nah, berhubungan dengan etnografi, pendeta, bagaimana kita memvalidasi proses etnografi yang kita sudah lakukan misalnya?
Karena tadi di dalam slide Pak Pendeta itu ada waktu, ada komitmen, ada data. Dan itu maksudnya pemahaman saya itu kan kalau kita melakukan proses etnografi, kita melakukan itu kemudian kita bawa dalam suatu sidang majelis misalnya. Bagaimana kita memvalidasi apa yang kita sudah lakukan supaya layak dibicarakan dalam kemajelisan sehingga bisa diambilkan sebuah program misalnya. Karena tadi berbicara tentang waktu, berbicara tentang data, berbicara tentang komitmen. Itu saja, pendeta.
Terima kasih. Baik, terima kasih, Pak. Ya, selanjutnya Ibu Ledi.
Selamat malam, pendeta. Ya, malam-malam. Saya sedikit merefleksikan tentang apa yang sudah Pak Pendeta sampaikan mengenai etnografi ini ketika saya melihat bagaimana gereja hendaklah punya kepekaan terhadap bagaimana sesuatu yang diperlukan jemaat.
Lalu saya sedikit mengarahkan pandangan kepada tugas. Majelis gereja sebagai, misalnya kalau dalam ibadah hari minggu itu sebagai penjemput tamu. Bagi saya, itu sebuah tugas yang bukan tugas yang gampang, bukan tugas yang bisa disepelekan. Karena kan biasanya kalau majelis gereja, kalau dia katakan bahwa sebagai penjemput tamu. Sebesarnya sebagai penjemput tamu, jadi akhirnya saja yang lainnya saja.
Padahal kalau saya melihat dan memahami, ternyata bahwa tugas sebagai penjemput jemaat ketika beribadah itu penting. Kenapa penting? Dari situlah kita biasa mendapatkan sebuah informasi, bahwa ternyata papanya ini tidak pergi gereja karena sakit. Berarti butuh untuk... dikunjungi butuh untuk didoakan di mana keberadaannya dan apapun yang diperlukan oleh jemaat lalu itu masuk dalam kehidupan sekolah minggu ada sebuah keputusan bahwa guru sekolah minggu diharapkan untuk juga bisa menjemput anak-anak sekolah minggu ketika mereka bersekolah minggu.
Kenapa? Karena mungkin ada anak sekolah minggu yang dari rumahnya saat dia bersiap-siap di merai orang tuanya karena lambat bangun dan segala macam. Saya pikir ini sebuah hal yang menjawab bahwa ternyata dalam hal sederhana dan mungkin bagi orang itu merupakan hal setelah ternyata gereja bisa menyatakan itu bahwa oh...
Ternyata saya di sekolah minggu ini saya diterima, saya disambut dengan baik. Mungkin juga kita bisa dapatkan ketika bagi anak-anak indri, anak-anak yang masih balita itu, sementara dibukakan sepatunya atau apa, biasanya mereka cerita, oh saya punya baju baru, saya punya tasbar. Itu kan sebuah hal yang, oh ternyata saya ini disambut oleh guru sekolah minggu saya. Saya pikir, saya sedikit merefleksi tentang itu Pak Pendeta, bahwa ternyata... sebuah hal yang sederhana dan mungkin disepelekan oleh majelis gereja oleh guru-guru sekolah minggu ternyata itu merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan iman pertumbuhan karakter seseorang mungkin itu Pak Pendeta terima kasih Ibu Lady selanjutnya Saudara Rinaldi terima kasih Oh ya boleh pak Pak Rinaldi ya Silahkan Ya Pak Pendeta Silahkan Terima kasih Pak Pendeta Mungkin dari saya kurang lebih hampir sama dengan Pak Melona Yang ingin saya tanyakan ini sebenarnya berapa lama waktu yang bisa atau yang kita perlukan dalam proses etnografi ini?
Karena tentu hasilnya dari proses ini yang akan kita, mungkin hasilnya nanti akan menjadi program pekerja, baik itu di jemaat atau di OIG masing-masing sesuai dengan kebutuhan jemaat dan anggota jemaatnya. Kemudian, apakah ada pembagian tahapan-tahapan dari proses? pelaksanaan yang akan kita lakukan etnografi ini, mungkin ada tahapan-tahapan yang harus kita lewati karena mungkin itu bisa dibagikan Pak dan ini nanti akan berkaitan juga dengan waktu yang akan kita perlukan dari proses penelitian etnografi, mungkin itu saja Pak, terima kasih terima kasih saya merespon yang pertama dan yang ketiga dulu Ini memvalidasinya gimana ini? Karena jujur saja kita ini bukan peneliti sebenarnya, bukan peneliti profesional atau bukan akademisi yang punya perangkat-perangkat atau punya punya apa ya, punya apa ya silanya ya.
Kita bukan akademisi yang punya perangkat, punya dasar. Tani Awam nih sebenarnya Saya pun diminta Bicarakan ini karena Apa ya Karena mungkin dibutuhkan Tapi saya selalu mengatakan Oke saya bukan ahlinya Saya hanya sedikit memanfaatkan Untuk pelayanan di gereja Tapi bagaimana memvalidasinya Dan berapa lama Waktu yang dibutuhkan Karena bahkan untuk peneliti, seorang peneliti yang profesional itu butuh waktu yang sangat lama bahkan misalnya Bapak Ibu kalau tahu buku-buku antropologi tentang Toraja itu yang ditulis oleh orang-orang Eropa misalnya, itu mereka paling cepat satu tahun di Toraja baru bisa dapatkan informasi ada yang sampai 3-4 tahun baru bisa selesai tapi gini, saya tidak akan mengatakan kita harus punya waktu terstruktur terstruktur, tapi etnografi ini bisa kita semacam apa ya, semacam membangkitkan kesadaran kita oke, kita tidak akan sedang membuang program lama kita yang sudah ada tapi lebih membuatnya lebih peka pada kebutuhannya jadi etnografi sedang mengingatkan kita bahwa kita bisa lebih memaksimalkan apa yang ada. Jadi kalau misalnya tadinya majelis yang cuma, dalam tanda petik, jadi penerima tamu, penjemput tamu, penjemput warga Jawa Barat, kita jadi bisa lebih sadar, oke, rupanya ini yang datang ini cemberut, jangan-jangan lagi ini, lagi berantem sama suami atau istrinya, atau dimarahi mamanya, begitu. Dengan kesadaran itu, kita bisa memperlakukannya dengan berbeda dari yang datang dengan ceria.
Jadi kalau saya tidak akan mengatakan Oke buang semua program kita Tidak Tapi cara kita memaksimalkannya Bisa dengan etnografi ini Jadi mungkin dengan etnografi Misalnya kita evaluasi Dengan percakapan dengan warga jemaat Se-informal sehari-hari saja Begitu ketemu dimana atau di gereja Habis ibadah Merokok-merokok atau apa dimana Cobalah tanya-tanya Bisa dari situ akan muncul, dari situ kita bisa mengevaluasi hal-hal yang ini. Jadi kita bisa memvalidasi. Kalau misalnya ngomong cuma satu orang, kalau dari jumlah yang kita tanya 20-30 orang, Mayoritas mengatakan, mungkin kita bisa. Ini lebih mencoba untuk memahami kelukusah mereka atau amatan mereka, perasaan mereka untuk apa yang mereka dapatkan di gereja.
Jadi bisa nanti memanfaatkan etnografi untuk memaksimalkan, tapi juga bisa untuk... apa ya namanya ya, untuk memulai sesuatu yang baru kita tidak punya banyak waktu ini saja sudah setengah sembilan sudah mau jam sembilan disini mungkin dipercakapan lain begitu Bu Lady, terima kasih sekali apa ya, saya selalu membayangkan kalau ada anak-anak kita anak sekolah minggu kita yang di sekolah dia dibully, di rumahnya dia dimarah-marahi lalu datang di gereja, mungkin karena di rumah dia harus diam, tenang, dipukul sama orang tuanya, dibully sama teman-temannya, lalu di gereja lah hanya dia bisa mengekspresikan dirinya, ribut ke sana kemana, lalu kita ikut marahi dia, maka jangan-jangan kita adalah pelayan yang tidak memahami warga kita. Dari situ kita bisa mendekati, kita bisa bertanya ke orang tuanya, kita bisa melihat perilakunya, dan lain sebagainya. Dari situ kita tahu mendekatinya Dari situ kita tahu cara bicara dengan dia Dari situ kita tahu Bagaimana mungkin kita bisa sedikit Bicara dengan orang tuanya Ada apa dengan dia, apa yang bisa kami lakukan Dan lain sebagainya Jadi saya sangat bersyukur Dapat refleksi ini Etnografi lagi-lagi Menyadarkan kita Untuk lebih bisa mengamati Bisa peka pada hal-hal yang Paling Tidak kita perhatikan selama ini Oke Bu Pendeta Pak Pangala Utara Selamat malam Pak Pendeta Salam kangen ke Pangala Utara Ini foto di Pongluk Bu Pendeta Iya-iya saya tahu Dari tadi saya mengamati ini di Pongluk Dan semoga kehadiran Pak Pendeta Di Pongluk dan Sarambu Di sana Ya, damai sejahtera semakin dinikmati oleh warga jemaat. Saya tahu persis tempat Bapak Pendeta sekarang seperti apa.
Nah, benar bahwa saya sudah jemaat keempat ini ya Bapak Pendeta. Etnografi sangat penting dan saya selalu berpikir seperti itu ketika di jemaat. Yang menjadi tantangan saya adalah di satu jemaat yang saya layan, ada satu jemaat yang sungguh susah untuk keluar dari pola pikir yang sudah ada. Ada satu, saya berpikir bahwa anak muda ini sangat membutuhkan fasilitas untuk olahraga. Ketika itu saya membicarakannya di jemaat.
Kesidangan Majelis Gereja Banyak Majelis Gereja yang katakan Oh itu belum Urjan Pupendeta Yang penting ini gedung gereja apa Dan segala macam Akhirnya itu tidak jadi Jadi saya merasa bahwa Saya tidak berhasil dengan hari ini Apa yang harus kita lakukan Dan memang ada beberapa jemaat bahwa Mereka menganggap berhasil itu ketika Ibadah-ibadah itu ketika Kegiatan kita dalam satu minggu itu Ada jemaat setempat pendeta dari Senin sampai Sabtu itu ada terus ibadah. Saya katakan kadang, loh, di mana istirahatnya kita di rumah dengan anak-anak, sudah kita kerja dari pagi sampai malam, itu masih ibadah, karena itu dianggap bahwa yang utama adalah ibadah. Yang lain dianggap tidak penting.
Nah, yang menjadi keresahan saya sekarang ini Pak Pendeta, mungkin ada Pak Pendeta bisa memberikan kiat, mau seperti apa kita lakukan. dengan anak-anak sekolah minggu. Kalau saya memperhatikan anak-anak sekolah minggu ini sekarang dengan adanya teknologi yang ada HP-HP Android ini, kadang-kadang anak-anak ini bahasanya sudah bahasa-bahasa dari TikTok. Kemudian anak-anak sudah sepertinya ini menjadi teman mereka.
Bukan lagi orang tua atau apa, tetapi ini menjadi teman mereka. Kira-kira, Mopendeta, seperti kiat apa yang kita mau lakukan di jemaat, supaya orang tua sadar ini bahwa anak-anak harus didampingi dengan penggunaan ini. Kadang-kadang juga ketika ada kegiatan, tidak dapat dipungkiri bahwa orang tua sendiri, ketika ada ibadah, untuk mendiamkan anaknya, dikasih handphone. Nah, bagi saya pribadi, secara pribadi saya tidak setuju dengan hal ini.
Cuma... Seperti apa yang harus kita buat di tengah-tengah jemaat, baik kepada orang tua pun, kepada anak-anak kita sekolah minggu, supaya hal ini tidak terlalu mempengaruhi mereka. Saya khawatirnya anak-anak terpengaruhi dengan ini karena ada beberapa anggota jemaat, anak-anggota jemaat, jemaat sebelum Bethlehem, banyak yang sudah matanya sakit. setelah berobat ke dokter dan dokter katakan ini pengaruh HP, setelah sembuh, masih tetap juga menggunakan HP karena orang tua tidak mampu membendung keinginan anak-anak. Mungkin karena di sekitarnya anak-anak semua pegang handphone, sehingga itu harus dilakukan.
Ini sekarang yang menjadi pergumulan saya, seperti apa mau mengarahkan orang tua. Dan juga di sekolah minggu, selaku guru-guru sekolah minggu, apa yang harus kita lakukan. Itu menjadi pengamatan saya saat ini. Seperti apa nanti ini masa depan gereja dengan anak-anak sekolah minggu yang ada sekarang ini.
Saya sangat datang di Bethlehem, Pak Pendeta. Saya begitu mendapatkan sesuatu yang sangat luar biasa. Karena jemaat tidak lagi, majelis gereja tidak lagi memprogramkan bahwa dalam seminggu ini harus ibadah. Mala... Selesai ibadah PWGT baru masuk dalam ibadah rumah tangga.
Supaya tidak berbenturan dan supaya ada waktu untuk bersama dengan keluarga di rumah. Dan salah satu kursus teologi ini adalah dengan refleksi pelayanan bahwa kita sangat butuh untuk seandainya HP untuk di-charge, untuk punya di- perlengkapi dalam pelayanan untuk lebih matang ke depannya. Jadi saya sangat bersyukur termasuk di Jemaat Betlehem banyak hal yang saya bisa belajar dan luar biasa ya bagaimana Majelis Gereja mau diperlengkapi.
Semoga ke depan kami dengan materi ini lagi kami semakin diperlengkapi untuk pelayanan-pelayanan selanjutnya. Terima kasih. Terima kasih Ibu Pendeta.
Salam Malik Mati. Oke, Ibu Marce. Silakan, Bu Marcia. Ini Bapak atau Ibu ya?
Ibu ya kalau Marcia. Ya, selamat malam, Pak. Saya pikir etnografi ini sama juga dengan... Silakan, Bu Marcia.
Kalau menurut saya... Maaf, maaf. Soalnya Ibu agak berputus-putus. atau mungkin saya yang ya selamat malam pak ya ya internet saya yang kurang bagus oke bisa pulang bu ya siap pak terima kasih Apakah etnografi ini sama juga dengan peneliti? Meneliti, Pak.
Karena saya pikir kalau kita sudah menjadi seorang, misalnya ini guru sekolah minggu yang sudah lama sekali atau seorang majelis yang lama juga, Pak, saya pikir pasti akan banyak suatu peristiwa, suatu data yang terkumpul yang nantinya akan menjadi sebuah penelitian gitu, Pak. Bagaimana caranya? Karena saya berpikir seperti ini, Pak.
Karena saya juga seorang guru sekolah minggu yang sejak lama berpikir perkembangan anak yang dari bayi sampai besar itu kita sudah melihatnya secara detail. Cuma bagaimana cara kita untuk menuliskan, maksudnya mau menjadi kayak akademisi gitu, Pak. Menjadi sebuah buku, Kak, supaya bisa nanti jadinya menjadi data dasar bagi gereja.
perkembangan selanjutnya. Sebenarnya menarik sekali kalau saya lihat, karena kan kita mengikuti anak ini, perkembangan anak ini, dari dia mulai kecil sampai besar, sehingga data itulah yang akan bisa kita menjadi dasar untuk perkembangan selanjutnya. Sebenarnya saya berpikir di gereja lah yang kita dapat data yang sangat baik untuk perkembangan anak-anak dalam hal rohaninya.
Seperti itu Pak Pendeta. Kalau menurut saya secara pribadi. Terima kasih, Pak. Ya, baik.
Kalau tidak ada lagi, saya respon. Oke, baik. Saya mulai dengan Bu Marce. Jadi, tadinya saya hanya bertujuan kira-kira paling tidak etnografi ini membuat kita lebih peka pada interaksi kita dengan warga jemaat, sesama warga jemaat, dengan...
pendeta, dengan anak-anak sekolah minggu, dengan PPGT, tapi kalau misalnya saya agak wahwu juga dengan respon Bukumar C, karena bisa gak kita bikin buku untuk itu untuk melihat perkembangan anak-anak kita, bagaimana melihat untuk lebih mem... mendokumentasikan kira-kira begitu semua yang kita sudah alami dan bagaimana itu kemudian kita jadikan sebuah buku, bisa saja Bu tapi kita butuh komitmen juga untuk itu, karena menulis buku itu bukan sesuatu yang mudah bisa saja kita asal ketik-ketik saja tapi supaya lebih lebih bisa dinikmati publik kita butuh resources kita butuh orang yang Bisa mengolah data-data kita, sumber-sumber kita, informasi kita untuk diolah menjadi buku. Bisa saja, Bu. Tapi saya pun harus menghala nafas agak dalam karena itu butuh komitmen yang besar. Tapi paling tidak saya mau mengatakan bahwa etnografi ini membuat kita lebih pekah.
Itu saya sudah cukup. Sudah cukup membuat kita... lebih mengamati, dengan itu kita bisa lebih berhikmat untuk berinteraksi, menyusun program, menyusun kata-kata kita dari mimbar, kata-kata sebagai seorang majelis, kata-kata terhadap warga kita. Paling tidak itu outputnya.
Bahwa kemudian kita bisa bikin lebih serius lagi untuk bikin program, untuk ini kita bisa bercakap. Lebih jauh lagi nanti Untuk Bu Pendeta Soal Gadget tadi Saya pernah baca Anak dari kecil Dikasih HP Lalu di umur 5 tahun Dia difonis kena autis Saya agak kaget Kenapa kemudian anak terlalu banyak Pakai HP lalu kemudian diponis autis Ternyata Itu tadi orang tuanya Memberi Mendiamkan anaknya dengan Kasih HP Nah rupanya di umur Di bawah 5 tahun itu proses yang paling vital Sangat vital untuk pertumbuhan anak Misalnya Di jalan autis kan susah bicara Terlalu hiperaktif dan lain sebagainya Tapi Fase itu, fase di bawah 5 tahun itu, dia harus satu, belajar bicara. Dua, belajar memahami.
interaksi dengan orang tuanya, memperupa lindon atau matuan, dan banyak hal. Nah, semua itu tersita hanya di HP, sehingga di umur 5 tahun, dia harus difonis itu. Jadi dia tidak bisa lagi bicara dan ini. Nah, kan dari sini sebenarnya kita bisa melihat, rupanya kita sudah mulai mengamati ini.
Orang tua tidak terlalu peduli pada anak. Satu. Dua, jangan-jangan orang tua yang tidak. tahu bahwa masa ini menjadi penting.
Kan kita bisa telisik lagi. Kita bisa mengamati mencoba untuk melihat beberapa ibu muda betul, anak biasanya menurut ekspresi gitu. Anak-anak yang terlalu kurang ekspresi jangan-jangan waktu kecil di bawah lima tahun, dia tidak pernah, orang tua yang tidak pernah ajar tidak pernah.
Jadi anaknya datar-datar saja. Dari situ kita bisa melihat orang-orang tua muda yang jangan-jangan mereka kurang memahami psikologi perkembangan anak. Dari situ kan kita bisa, oke, apa yang kita bisa rencana dari sini? Apa yang bisa dilakukan gereja pada keadaan ini? Kita bisa lebih dalam lagi.
Kenapa mereka melakukan itu? Kenapa mereka kurang peka pada pertumbuhan anaknya? Jangan kita juga bisa lebih jauh lagi.
memberi bertindak atau memikirkan masa depan anak-anak kita, masa depan keluarga di gereja kita jadi bisa saja sangat bisa, kita bisa memanfaatkan etnografi ini untuk hal-hal yang kita alami itu saja yang bisa saya beritahu saya bagikan apakah ada lagi? silahkan Bapak Ibu Mungkin masih ada yang bertanya, ada 54 perkusipan, mungkin yang belum pernah-pernah tanya. Sebenarnya kan timbo ini juga jadi bagian dari ini kan, mungkin etnografi, mungkin ini sudah melakukan etnografi nih, sudah melihat, sepertinya sudah bosan kita ibadah terus, coba deh yang lebih mengasah kita, atau lebih memperkaya kita.
Ya bukan berarti ibadah tidak memperkaya, kita sangat diperkaya secara iman, tapi... mengasah banyak hal juga dengan seminar ini, kursus ini juga penting, nah mungkin Jemaat Bethlehem sudah melakukan etnografi dan melihat, kita butuh ini kayaknya kalau tidak ada lagi maka pulanglah dan jangan berpedosa lagi Mantap Saya harus turun karena hujan terus Dan saya takut sinyal jelek Iya makanya saya bilang kok lancar Saya turun gunung tadi Tadi kami habis Mak Nenek dan acara puncaknya Jadi kami makan bersama-sama dengan warga habis penutup kubur. Iya, tadi saya ada lihat orang Punggul, anak kecil yang 37 tahun meninggalnya, masih utuh. Iya, masih utuh. Cuman biasanya yang sudah diformalin itu cepat hancur badannya.
Kalau yang Rakyat Ramon tempo-tempo dulu itu biasanya tahan lama. Iya. Hai ambil di dapur masing-masing kalau Pak Pemirsa udah keluarga di Toraja juga Pak Pemirsa saya belum keluarga Bu Allah disuruh kalau ada orang yang taruh disuruh yang kamera ini masih banyak juga yang bujang-bujang kepadanya merah-merah dulu enggak mudah Kamera dulu anak muda ya, tolong panggil tangan dulu.
Pendeta muda rupanya Pak Pendeta. Maju, maju. Indah sekali. Iya, iya, iya. Tangan dulu, berani-berani.
Berarti ini pertemuan pertama dengan Jemaat Betlehem Pak Pendeta ya.