Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Aynakhtak al-hadithi kitabullah wa khair al-hadi hadiu muhammadin salallahu alaihi wa ala alihi wasalam wa sharr al-umuri muhdathatuhat fainna kulla muhdathatin bid'ah wa kulla bid'atin dhalalah wa kulla dhalalatin finnar hadirin shalian Serta daurah usul fikir Rahimani wa rahimakumullah Alhamdulillah pada sore hari ini, hari Jumat tanggal 25 Rabiul Awal tahun 1432 Hijriah tepatan dengan tanggal Tanggal 17 Februari tahun 2012 Alhamdulillah kita memuji Allah SWT Yang memudahkan liqah ini, pertemuan ini Saya berharap kepada Allah SWT Semoga dijadikan sebagai suatu pertemuan yang berberkah Membawa kebaikan dan manfaat untuk kita semua di dunia dan di akhirat dan semoga Allah SWT menjadikan pembahasan kita mengkaji kitab ini sebagai hal yang selalu bernilai dalam kehidupan bermakna untuk kita semua di dalam menuntut ilmu agama serta berarti untuk kita di dalam mengarungi kehidupan ini sebagaimana yang tampak dari Pengumuman apa yang telah diterangkan bahwa pembahasan kita pada daurah usul fikir kali ini adalah mengkaji kitab al-usul min ilmi al-usul karya al-sheikh al-allama al-imam Muhammad bin Salih al-Uthaymin rahimahullahu ta'ala.
Sebelum kita masuk membaca kandungan dari buku ini, saya ingin memberikan beberapa pendahuluan. Pendahuluan yang pertama berkaitan dengan judul buku dan berkaitan dengan penulis. Berkaitan dengan judul buku ini, judulnya sebagaimana? Yang tertulis di sampul buku adalah Al-Usul Min Ilmil Usul.
Kalau diterjemahkan artinya pokok-pokok pembahasan, dasar-dasar pembahasan dari ilmi dari ilmu usul fikir iya, tanpa dari judul bahwa manhaj atau metodologi penulis di dalam buku ini adalah beliau menyebutkan pokok-pokok pembahasan di dalam ilmu usul fikir Tidak seluruh pembahasan ilmu sulfiqih beliau terangkan di dalam buku ini, tapi beliau terangkan pokok-pokok pembahasan. Dalam pembahasan ahkam misalnya, beliau sebutkan ahkam at-taklisiya dan ahkam al-wadaiya. Ahkam at-taklisiya beliau sebutkan lima perkara. Beliau sebutkan di dalam buku ini dua perkara yang ahkam al-wadaiyatnya sendiri ada lima masyurnya di kalangan ulama usul fikir dan ada yang menyebut sampai sepuluh.
Dan ahkam taklifi ada yang menambah yang keenam. Demikian pula di pembahasan adillah beliau hanya menyebutkan Empat pokok dalil, Al-Quran, Sunnah, Ijma'dan Qiyas. Yang dimaklumi bahwa para ulama'usul fikir ada pembahasan di masalah Qawlus sahabi, ucapan sahabat, di dalam masalah lispis hab, di dalam masalah al-masalih, al-mursalah, di dalam masalah al-urf, kemudian di dalam masalah syara'man qablana.
syariat orang-orang sebelum kita dan selainnya dari beberapa adillah ada yang diterima dan ada yang tidak dipakai di kalangan jumhur al-ulama jadi buku ini hanya memuat pokok-pokok pembahasan di dalam ilmu usul fikir namun keistimewaan buku beliau ini Buku Asyik Rahimahullah Ta'ala disini mengumpulkan inti sari pokok yang diperlukan oleh seorang yang ingin mempelajari usul fikih. Kemudian beliau di dalam pembahasannya memberikan hal yang murni sesuai dengan pembahasan usul fikih di kalangan ahli sunnah. Karena dimaklumi banyak dari buku-buku usul fikih. Masuk di dalamnya pembahasan dari ilmu kalam, dari ilmu filsafat, hal-hal yang sebenarnya tidak terhitung dari ilmu syariat. Karena itu di dalam buku beliau ini adalah pembahasan usul fikir salafi yang sesuai dengan jalan as-salaf dan beliau mengerangkan di dalamnya.
Apa yang harusnya menjadi pondasi dasar bagi seorang penuntut ilmu. Kemudian berkaitan dengan biografi penulis, Asyik bin Usaymin rahimahullah nama lengkapnya. Adalah Muhammad bin Salih bin Muhammad bin Sulaiman bin Abdurrahman al-Uthaymin.
Kunyabliyo Abu Abdullah. Iya. Tunama anak beliau yang tertua, Abdullahi bin Muhammad bin Salih al-Uthaymin. Al-Uthaymin adalah sebuah... Keluarga yang maruf berada di wilayah Pasim walaupun sudah berpencar di berbagai wilayah di Saudi Arabia Asyik bin Usaymin rahimahullah dilahirkan pada malam 27 Ramadan tahun 1347 Hijriah di Uneza Salah satu dari kota yang masuk dalam provinsi Al-Qasim.
Hodi Arabia semenjak kecilnya beliau membaca Al-Quran dari kakeknya kakek dari arah ibunya yaitu pada Sheikh Abdurrahman bin Sulaiman Al-Udhamir kemudian beliau menghafal Al-Quran setelah beliau menghafal Al-Quran beliau pun Menuntut ilmu, mempelajari al-khat, menulis al-kisab, berhitung, dan mempelajari sebagian dari ilmu-ilmu adab. Iya, ilmu-ilmu adab. Dan waktu itu, al-Sheikh ibn al-Syamin, rahimahullah, karena beliau tinggal di Qasim, beliau berguru kepada al-Sheikh Abdurrahman bin Nasir, al-Syidi, rahimahullah.
Ulama Negeri itu dimasanya dan muftinya, beliau tidak langsung diajar oleh Sheikh Abdurrahman As-Syidi, tapi beliau dibimbing oleh dua murid seniornya, dari keduanya lah Sheikh Ibn Uthaymin, mempelajari buku-buku dasar seperti Mukhtasar Akidah Wasitiyah, Minhajiz Salikin, keduanya karya Sheikh Abdurrahman As-Syidi. dan lajurumia dan beliau juga membaca ilmu faraid, ilmu fikih setelah itu beliau pun belajar langsung kepada Syekh Abdurrahman bin Nasir Syedi Rahimahullah dan mulazzamah terhadapnya membaca berbagai cabang ilmu beliau mempelajari dari Syekh Abdurrahman al-Syedi pembahasan tawhid, tafsir Hadith, Fikih, Usul Fikih, Farais, Mustalah Hadith, Nahw, Saraf, dan selainnya dari Ulum Syariah. Iya.
Kemudian dimaklumi bahwa ketika Asyik Abdurrahman atau ayah Asyik Ibn Masyamin pindah kriyat, maka beliau pun ingin mengikut sertakan anaknya ikut kriyat. Nah. Dan waktu itu, Sheikh Abdurrahman As-Syedi menulis kepada ayahnya bahwa beliau menginginkan Sheikh Ibn Uthaymin tetap di UNIZAH.
Namun Allah SWT menakdirkan beliau duduk beberapa lama di Riyad dan di belakang takdirnya Allah SWT menghendaki berbagai kebaikan untuk beliau. Beliau belajar kepada Sheikh Abdul Aziz Ibn Baz Rahimahullah Ta'ala Dan beliau ini dianggap guru beliau yang kedua Dan guru besar beliau Beliau membaca Sahih Al-Bukhari Dan sebagian rasail dari Sheikh Sheikhul Islam Ibn Taymiyyah Dan sejumlah buku fikir Sebagaimana beliau juga berguru kepada Sheikh Abdul Razak Afifi Rahimahullah Juga beliau berguru kepada Sheikh Muhammad Al-Amin Al-Shinkiti. Juga beliau berguru kepada Sheikh Abdul Aziz Ibn Rashid.
Atau Ibn Rashid. Nah, ini yang menulis Syarah Wasitiyah. Dan beliau juga berguru kepada Sheikh Abdul Rahman Al-Frisi. Ini nama ulama-ulama senior di masa itu.
Ulama-ulama besar di masa itu. Iya. Nah.
Dan tidak disebutkan disini bahwa beliau mengambil langsung dari Asyik Muhammad bin Ibrahim al-Syikh. Tapi ada kemungkinan beliau berguru dari Asyik Muhammad bin Ibrahim al-Syikh. Sebab ulama besar yang lahir di masa itu, Pertusyik Bimbas dan selainnya itu semuanya adalah murid-murid Asyik Muhammad bin Ibrahim al-Syikh. Hingga hari ini para ulama, mufti-mufti besar di Saudi Arabia semuanya adalah murid dari Sheikh Muhammad Ibrahim al-Sheikh mufti Saudi Arabia yang pertama sebelum Sheikh bin Bas r.a iya, ini secara global tentang nama beliau dan riwayat belajar beliau setelah itu pada tahun 1371 beliau duduk mengajar di Al-Jami'al-Kabir Pian Dan berlanjut berbagai keadaan bersama beliau hingga tatkala Sheikh Abdurrahman bin Nasir al-Syidi meninggal, Sheikh Ibn Uthaymin pun ditunjuk untuk menggantikan kedudukan beliau sebagai imam di Masjid Unayzah dan mengajar di masjid tersebut.
Dan duduklah beliau mengajar di negeri itu hingga... akhir hayatnya dan dimaklumi bahwa Sheikh bin Uthaymin mempunyai berbagai kegiatan, berbagai pekerjaan dan jadwal-jadwal rutin di ruwagi tempat apakah itu di masjidil haram di riyad maupun di lainnya dan beliau salah seorang dari ulamak besar di masa ini rahimahullahu ta'ala beliau meninggal pada hari Rabu Menjelam Maghrib tanggal 15 Syawal tahun 1421 Hijriah Beliau mempunyai karya tulis yang sangat banyak sekali Belakangan ini anak-anaknya membuatkan untuk beliau yayasan tersendiri Yang menggarap seluruh karya-karya ilmiah beliau dan peninggalan beliau dari sisi ilmiah dan telah keluar dari usaha tersebut berbagai buku al-Sheikh ibn al-Uthaymin rahimahullahu ta'ala hingga hari ini masih terus keluar dari karya-karya beliau yang sangat bermanfaat bagi manusia salah satunya adalah buku yang kita kaji pada duro kali ini yaitu kitab al-usul min ilm al-usul nah, terus secara ringkas tentang biografi asyik Muhammad bin Salih al-Uthaymin rahimahullahu ta'ala dan banyak sekali sisi dari kehidupan beliau dan hal-hal yang indah sebenarnya dari uslub beliau mengajar dan cara beliau menanamkan ilmu dan dari sini seorang penuntut ilmu Anda ingin mengetahui bahwa para ulama kita yang menjadi panutan manusia di masa ini semuanya adalah orang-orang yang memiliki guru semuanya adalah orang-orang yang memiliki guru dan berguru kepada para ulama di masanya karena itu penting sekali ilmu itu diambil dari guru dipahami dari guru agar supaya Ilmu itu menjadi kuat pada diri seorang hamba, menjadi fondasi yang sangat membangun sisi ilmiahnya. Dan banyak sekali manfaat di dalam seorang mempelajari ilmu-ilmu itu dari guru secara langsung. Dan ini tentunya adalah hal yang dimalumi. Dan buku yang akan kita bahas pada kali ini, ini disyarah oleh sejumlah ulama diantaranya Syekh bin Uthaymin sendiri mensyarah buku ini dalam puluhan kaset rekam, kemudian kaset-kaset tersebut ditranskrip dan dicetak sebagai buku.
Awal cetakannya adalah cetakan Mesir, kemudian beberapa bulan terakhir ini, Sheikh Ibn Uthaymin itu sudah menerbitkan syarah khusus Sheikh Ibn Uthaymin rahimahullahu ta'ala dari kaset-kaset itu. Nah, dan tentunya terbitan dari yayasan beliau itu lebih bagus, lebih detail, karena mereka berjalan di atas kaedah-kaedah dan yang mengelolanya di dalam setiap buku yang dikeluarkan itu diperiksa oleh tim-tim ahli dari dosen-dosen dan... pakar yang berada di Saudi Arabia dari kalangan para ulama maupun dari kalangan para penuntut ilmu baik ini secara global pembahasan kita yang pertama berkaitan dengan judul kita Al-Usul Min Ilm Al-Usul Karya Al-Sheikh Muhammad Bin Salih Al-Uthaymin Rahimahullah Ta'ala kemudian yang kedua yang ingin saya ingatkan disini Bahwa Kedua yang ingin saya ingatkan adalah pembahasan tentang pentingnya mempelajari ilmu usul fikir.
Sisi pentingnya ini adalah hal yang mewarnai dan mendasari kenapa kita mengadakan daur khusus berkaitan dengan ilmu usul fikir. Karena di dalam memahami syariat ini dibangun di atas dasar, dibangun di atas fondasi-fondasi. Para yang ingin memahami agama, dia harus memahaminya dengan melalui jalannya, berpijak di atas fondasi-fondasinya.
Karena... Tidak mungkin seorang itu sampai kepada apa yang dia cari, kecuali kalau dia melewati jalannya, dia mengambil jalannya, mengambil perbekalannya untuk ke sana. Ya dari situlah ucapan sebagian ulama, من حرم الأصول حرم الوصول Siapa yang diharamkan dari ilmu usul fikir, Maksudnya dia tidak paham ilmu sulfiq, tidak mempelajarinya, maka dia tidak bisa sampai, tidak akan mungkin dia mencapai apa yang dia inginkan.
Iya, baik. Di dalam mempelajari ilmu sulfiq ini akan disinggung oleh Sheikh nanti, sejumlah manfaat dan faidah bagi siapa yang mempelajarinya. Tentunya, manfaat dan faidah tersebut sangatlah banyak sekali.
Di mukaddim ini saya ingin terangkan beberapa fawaid, beberapa manfaat dan faidah seorang hamba mempelajari ilmu usul fikir. Di antara faidah tersebut, yang pertama adalah memahami Alkitab wa sunnah, muhammi al-Quran dan sunnah dengan pemahaman yang benar. Dengan pemahaman yang benar.
Ini faidah yang pertama, seorang mempelajari ilmu usul fikir. Supaya ia memahami al-Quranul Karim dengan pemahaman yang benar. Kalau dia mengambil sebuah ayat sebagai dalil, pendalilannya adalah pendalilan yang benar.
Pendalilan yang benar. Dan dari Al-Quran tersebut, dia selalu mengambil pelajaran, mengambil manfaat. Walaupun itu terjadi pada kejadian-kejadian baru muncul di masa ini. Baru muncul di masa ini. Pemahaman inilah yang harus dimiliki oleh seorang yang ingin berbicara tentang agama.
Dan ini tidak akan didapatkan kecuali dengan mempelajari ilmu usul fikir. Demikian pula hadith-hadith Rasulullah SAW. Hal itu dipahami, harus dipahami dengan pemahaman yang benar. Hadith Nabi harus dipahami dengan pemahaman yang benar. Dan ukuran pemahaman yang kuat dibangun di atas fondasi, yang lurus, di atas kaedah yang dimaklumi, itu pembahasannya di pembahasan usul fikih.
Kemudian yang kedua, dari manfaat dan faedah mempelajari ilmu usul fikih ini adalah seorang hamba meraih rida Allah Azza wa Jalla. Karena tafakuh dalam agama, memahami agama adalah hal yang diperintah. فَلَوْ لَا نَفَرَ مِنْ قُلِّ فِرْقَةٍ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُ فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ Iya.
Andi kata ada, andi kata sekelompok dari mereka, mereka itu pergi. mempelajari agama supaya memberi peringatan kepada kaumnya, apabila mereka kembali kepadanya. Dan di dalam As-Suhih Hain, dalam hadith yang diruidkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim, dari hadith Muawiyah, Rasulullah SAW bersabda, من يريد الله بك خيرا يفقه في الدين Siapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan.
Maka dia akan dibuat faqih di dalam agama. Dibuat paham dalam agama. Iya. Sebab orang yang mengerti ilmu sulfiqi, dia akan mampu untuk memahami permasalahan-permasalahan. Walaupun itu tidak dihadirkan di benaknya.
Tidak dihafal. Tapi kalau dia mengerti ilmu sulfiqi, dia akan tahu bagaimana cara membahas masalah tersebut. dan mengeluarkan masalah tersebut.
Karena itulah kita lihat dari kalangan sebagian ulama, dari masa dahulu hingga pun masa hari ini, mereka di pembahasan tertentu, karena pekerjaannya di situ, misalnya dia sebagai seorang qabi, seorang hakim di pengadilan, kaitan pembahasannya banyak berkaitan dengan masalah hukum. Masalah al-khusumat, masalah al-hudud, kemudian pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan dia dan semisalnya. Diketemukan alim ini pada masalah-masalah tersebut ketika ditanya, sangat kuat sekali jawabannya. Jawaban yang sangat kuat.
Tapi di pembahasan lain, di pembahasan mu'amalah misalnya, kadang dia menjawab tidak sekuat pembahasan dia di pembahasan awal. Di pembahasan Qabar. Tetapi kalau diminta kepada si alim tersebut.
Untuk menjawab sebuah pertanyaan tentang mu'amalah. Dia akan mampu menjawabnya. Sebab dia punya dari ilmu usul fikir. Yang membantu dia untuk mengeluarkan masalah tersebut dan membahasnya. Dan keluar dengan hasil kesimpulan.
Dan dia ingat kembali apa yang lalu dia telah pelayari. Dan disini dari. Pentingnya mempelajari ilmu ini, kadang seorang alim ditanya dengan sebuah pertanyaan, dia tidak hadirkan dari masalah tersebut.
Karena mungkin masalah itu sudah lama dia tidak bahas, tidak dia baca, tapi begitu dia ditanya dia mampu menjawabnya. Karena dia memiliki dasar dari ilmu usul fikih yang mengarahkannya untuk menjawab pertanyaan tersebut. Kemudian yang ketiga.
Dari manfaat mempelajari ilmu usul fikih adalah agar supaya seseorang itu mengetahui bahwa syariat ini adalah syariat yang sempurna. Syariat yang sempurna, yang berkesesuaian, selaras, tidak ada pertentangan, tidak ada kontradiksi di dalamnya. Dan memahami syariat dengan makna ini adalah hal yang sangat penting bagi setiap muslim dan muslimah.
Yang harus meyakini bahwa syariat islam ini adalah syariat yang lengkap dan indah. Dan dia tidak akan mungkin masuk ke dalam hal ini, memahaminya secara sempurna, kecuali kalau dia memahami ilmu usul fikir. Apabila dia tidak memahaminya, maka keadaan dia dihadapkan. kepada permasalahan-permasalahan dia anggap bahwa ada kontradiksi di dalam hal tersebut padahal hakikatnya yang kontradiksi itu adalah pemahamannya sendiri adalah dirinya sendiri ada pun syariat, syariat tidak seperti itu, dan insyaallah akan datang nanti di salah-salah pembahasan kita penjelasan yang lain dalam tentang ini, baik kemudian manfaat yang keempat dari mempelajari ilmu sulfiqi Supaya seorang itu memahami ucapan para ulama sebagaimana mestinya.
Supaya seorang memahami ucapan para ulama sebagaimana mestinya. Kadang seorang alim dia ditanya oleh seorang pertanyaan dengan suatu pertanyaan. Si alim menjawab tidak boleh. Ditanya lagi dengan pertanyaan yang sama oleh orang yang lain. Si alim tersebut menjawab, iya tidak ada masalah.
Sebagian orang menganggap bahwa alim ini ada kontradiksi di dalam menjawab. Si A bertanya, dia jawab boleh. Si B bertanya, dia jawab tidak boleh. Padahal pertanyaannya sama. Padahal pertanyaannya sama.
Iya. Maka anggapan yang seperti ini, ini karena dia tidak mempelajari ilmu usul fikir. Kalau dia paham dari ilmu usul fikir, maka insya Allah dia akan mengerti. Kenapa seorang alim itu menjawab, kadang pada orang tertentu pertanyaannya sama tapi jawabannya berbeda.
Jawabannya berbeda. Karena keadaan orang-orang yang bertanya itu berbeda-beda. Walaupun pertanyaannya sama, tapi ada sisi dari keadaannya yang mempengaruhi jawaban.
Dan ini ada di dalam hadith-hadith Nabi SAW. Contoh di dalam hadith Abu Hurairah, di riwayat sebagian ahli sunan. Nabi ditanya oleh seorang... Tentang memeluk istri di bulan Ramadan. Nah, dia berkata tidak boleh.
Iya, tidak boleh. Datang lagi orang yang sama atau orang yang lain, bertanya dengan pertanyaan yang sama. Hukum memeluk istri sedangnya berpuasa.
Nah, dia berkata tidak ada masalah. Tidak apa-apa. Jadi yang pertama jawabannya boleh, yang kedua jawabannya apa?
Tidak boleh. Atau yang pertama jawabannya tidak boleh, yang kedua jawabannya apa? Jawabannya boleh. Ternyata yang bertanya pertama, itu adalah seorang anak muda.
Kalau dia dikasih hukum boleh, dia akan jatuh ke dalam apa? Hal yang mungkin bisa membatalkan puasanya. Karena itu tidak diperbolehkan, menutup dari A ke sana. Tapi yang kedua yang bertanya adalah orang tua. Biasanya orang tua tidak terlalu berpengaruh hal itu pada dirinya.
Karena itu Nabi memberi keringanan pada yang kedua. Maka di sini... Jawaban Rasulullah SAW berbeda padahal pertanyaan yang ditanyakan adalah sama. Ini pula yang terjadi pada sebagian dari ulama kita. Sebagian dari ulama kita ada yang kadang ditanya sebuah pertanyaan.
Dia jawab boleh. Ditanya di tempat lain, beliau katakan tidak boleh. Tidak boleh. Padahal pertanyaannya sama. Pertanyaannya sama.
Dan ini kita saksikan di masa ini, saya pernah melihat Syekh Salil Pauzan ditanya oleh sebagian orang tentang menghafal matan-matan hadith Kata beliau, kamu tidak usah menghafal Tentang menghafal matan ya, matan fikir maupun matan ilmu Kata beliau, kamu tidak usah menghafal Yang paling penting kata beliau adalah al-faham, kamu memahami Kamu memahami Tapi di kesempatan lain, beliau menganjurkan para penuntut ilmu untuk menghafal ilmu itu. Di kesempatan lain. Kenapa?
Sebab di sini Sheikh memberikan untuk orang tersebut sesuai dengan keadaannya. Mungkin sebagian orang, dia kalau hafal pun tidak terlalu bermanfaat baginya. Sebab yang paling penting bukan seorang menghafal.
Yang paling penting dia apa? Dia memahami. Apalagi di tabiat Saudi sekarang ini, banyak sekali halaka-halaka dalam sebulan bisa hafal Quran, program sebulan hafal Bukhari, hafal Muslim, itu banyak dibuat daura-daura.
Tapi keluar darinya orang-orang yang hanya punya hafalan tapi tidak paham apa yang dihafal. Tidak paham apa yang dihafal. Dan menjadi musibah orang-orang ini setelah merasa dirinya hafal Quran, merasa dirinya hafal Bukhari, hafal Muslim, tiba-tiba ingin menjadi mufti besar. menjadi imam jarhut ta'dil dan menjadi hakim di tengah manusia padahal dia tidak mengerti apa yang dia hafal tersebut dan ini musibah sebenarnya ini musibah demikian pula sebagian ulama kita ditanya di masa ini dan ini termasuk masalah yang belakangan ini diangkat oleh sebagian orang-orang jahil yang tidak mengerti dari fatwa-fatwa para ulama kita sebagian orang di masa ini mengatakan Sheikh Robi itu pelimplan tentang masalah yayasan kadang-kadang beliau bolehkan, kadang-kadang beliau tidak bolehkan kadang-kadang beliau bolehkan, dan kadang-kadang beliau tidak bolehkan dan itu ada, ditulis oleh sebagian orang terhadap beliau dan muncul lagi sebagian orang yang menganggap bahwa pembicaraan beliau tentang masalah yayasan itu adalah hukum mutlak, tidak boleh ini semua pemahaman-pemahaman karena tidak belajar ilmu sulfiki atau kurang memahami ilmu sulfiki. Nah, dan fatwa para ulama kita di dalam hal ini adalah hal yang mudah untuk dipahami, hal yang mudah untuk dipahami dasar untuk memahami fatwa beliau di dalam masalah yayasan kembali aja kepada dua hal hal yang pertama akan kita bahas nanti di pembahasan fatwa di akhir pembahasan kitab fatwa ulama itu ada yang sifatnya umum dan ada yang sifatnya pada keadaan-keadaan tertentu kondisi-kondisi khusus Kalau beliau menjawab di kondisi khusus, fatwa itu tidak boleh dibawa sebagai fatwa umum.
Tidak boleh dibawa sebagai apa? Sebagai fatwa umum. Karena itu clear orang yang memahami bahwa beliau memberi fatwa secara mutlak, Yayasan itu semuanya tidak boleh. Dan ini clear.
Dan orang yang seperti inilah yang mempertentangkan ucapan-ucapan Sheikh. Karena Sheikh Rabi'i Hafizahullah, beliau memuji ulama India. Yang mereka punya jam iya, punya ormas, organisasi, ahlul hadith, yang dibawa mereka berbagi sekolahan-sekolahan.
Dibawa mereka berbagi sekolahan-sekolahan. Dimalumi bahwa jam iya itu sifatnya lebih luas daripada muassasa, daripada iyasan. Jam iya itu kadang dibahasakan dengan bahasa ormas di sini ya. Dengan bahasa ormas. Punya cabang-cabang, punya apa namanya, punya...
kantor pusat, itu ormas namanya mirip dengan itu karena memang di pemerintah India tidak diidinkan sama sekali membuat kegiatan apapun kecuali dengan badan lembaga resmi yang diakui oleh pemerintah dan beliau memuji lembaga tersebut karena dengannya para ulama bisa mendirikan sekolah-sekolah yang bermanfaat bagi manusia bermanfaat bagi manusia dan ini tentunya Bagi orang yang mengatakan Sheikh Rabi tidak membolehkan secara mutlak, ini akan mempertentangkan ucapan Sheikh. Dasarnya itu tadi, karena tidak paham apa yang dimaksud dengan fatwa ketika para ulama memberi fatwa. Kemudian yang kedua, dasar kekeliruan yang kedua adalah tidak memahami arti ucapan seorang alim itu kalau dia berkata tidak boleh. Apa artinya? Sebab seorang kalau seorang alim berkata ini tidak boleh, kadang tidak bolehnya.
Pengharaman ia terhadap sesuatu itu karena tiga hal. Karena hal itu haram lidatihi. Mungkin karena pada adatnya hal itu adalah haram. Yang kedua mungkin karena hal itu haram liwasfihi. Karena ada sifat tertentu yang menyebabkan dia diharamkan.
Dan ada haram yang ketiga namanya haram ligairihi. Dia diharamkan karena suatu hal yang lain. Pada dasarnya mungkin dia bisa dibolehkan pada keadaan tertentu.
Tapi di keadaan, di banyak keadaan tidak dibolehkan. Ini dinamakan haram niyairihi. Mereka tidak paham. Datang saja Sheikh Rabi mengatakan, saya melihat bahwa ayasan-ayasan itu mucabalah, kalian tinggalkan.
Datang orang-orang jahil ini, mengatakan bahwa Sheikh memberi fatwa, semua ayasan haram secara mutlak. Dan ini secara tidak langsung berdusta atas nama ulama. Berdusta atas nama ulama.
Karena beliau sendiri tidak memaksudkan dengan fatwanya, hal yang seperti itu. Dan ini dasarnya kenapa tidak memahami ucapan ulama itu dengan pemahaman yang benar. Karena itu penting seorang yang mempelajari ilmu usul fikir.
Kemudian diantara manfaat dan faidah dalam mempelajari ilmu usul fikir ini, seorang akan mampu memahami ucapan manusia, ucapan orang-orang dengan pemahaman yang benar. Dengan pemahaman yang benar, apalagi kalau dia duduk sebagai seorang mufti, seorang yang ditanya oleh manusia pertanyaan-pertanyaan agama, dia duduk sebagai seorang khalid, seorang hakim. Ketika datang orang yang menyampaikan tuntutan, maka harus dia dengar tuntutan itu apa sifatnya, bagaimana bentuk tuntutannya, apa makna tuntutan tersebut, kandungan dari tuntutan ini bagaimana, ini semuanya.
Tidak mungkin dipahami oleh seorang kecuali kalau dia punya pemahaman tentang dalalat al-alfat. Makna-makna lafat yang digunakan. Dan dalalat al-alfat itu pembahasannya di pembahasan usul fikir. Ada di pembahasan usul fikir. Karena itu, di antara musibah yang banyak terjadi sekarang ini, orang-orang yang menukil, ini menukil dari si A, menukil dari si A, si F, dan si itu.
Nukil ucapan-ucapan, dia sendiri tidak paham apa maksud ucapan orang tersebut. Apa maksud dari ucapan orang tersebut. Akhirnya terjadilah fitnah di belakangnya.
terjadilah fitnah di belakangnya nah, kemudian dari manfaat mempelajari ilmu usul fikir, adalah seorang bisa mengetahui hukum-hukum anawazil atau sebelum kita masuk dalam hal itu, dia bisa mengambil istimbat hukum-hukum dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah s.a.w. Karena istimbatul ahkam, seorang mengambil. Istimbat pendalilan-pendalilan hukum. Dari sebuah lafad.
Dari sebuah kata. Ini pembahasannya di dalam pembahasan ilmu usul fikir. Di pembahasan ilmu usul fikir.
Sekarang misalnya seorang berkata. Seorang ditanya. Nah, perempuan yang di masa iddahnya.
Dia ditalak oleh suaminya dalam keadaan hamil. Setelah dia ditalak oleh suaminya dalam keadaan hamil, selama beberapa menit setelah itu, dia melahirkan. Apakah masih ada iddah bagi dia atau tidak? Ada iddah atau tidak?
Jawabannya tidak ada, sebab iddah perempuan yang hamil adalah apa? Dengan melahirkan. Berdasarkan firman Allah, dan para perempuan yang hamil iddahnya sampai dia melahirkan kan begitu sekarang beberapa menit kejadiannya setelah dia ditanak melahirkan maka tetap hukumnya dia sudah lepas iddah setelah itu boleh langsung menikah boleh langsung menikah lo dari mana bisa memahami seperti itu jawabannya inilah pentingnya mempelajari Ilmu usul fikih. Pentingnya mempelajari ilmu usul fikih. Sebab kandungan dari ayat itu bersifat umum.
Dan mencakup keadaan yang seperti ini. Kita mengambil dari lafab ayat. Karena ayat dikatakan, dan perempuan yang hamil, batasan iddahnya ketika melahirkan. Dan ini melahirkannya kapan saja?
Apakah satu bulan setelah dia melahirkan? Atau satu detik? Atau satu menit?
Atau satu jam, semuanya sama saja Tercakup di dalam kandungan ayat Jadi ini diketahui dengan mempelajari apa? Dengan mempelajari ilmu usul fikir Kemudian diantara manfaat mempelajari ilmu usul fikir Adalah agar kita mengetahui kejadian-kejadian yang baru terjadi Masalah-masalah kontemporer Yang sebelumnya belum pernah ada Dan di masa ini banyak terjadi permasalahan-permasalahan Ada masalah bayi tabung, ada masalah mencangkuk hati, ada masalah menjual organ tubuh, ada masalah internet, ada masalah menggunakan mata uang, ada pembahasan menggunakan alat bantu pernafasan bagi orang yang sakit. Bagaimana kalau dia sebenarnya apabila alat pernafasan itu diangkat.
Dia sebenarnya sudah mati. Ini pembahasan-pembahasan kekinian baru terjadi. Tidak ada terjadi sebelumnya.
Tapi subhanallah kita tak mati. Kita dapati para ulama kita di masa ini. Mereka menjelaskan hukum-hukum tentang masalah-masalah yang baru terjadi itu. Dari mana mereka menjelaskannya?
Inilah pembahasannya di pembahasan apa? Di pembahasan ilmu usul fikir. Nah, kemudian...
Di antara manfaat yang besar juga seorang mempelajari ilmu sulwiki, supaya dia mengetahui bahwa ijitihat-ijitihat para ulama itu bukan hal yang mengada-ada. Mereka ketika berijitihat, berucap sesuatu, itu adalah hal yang berlandaskan dengan pengetahuan, berlandaskan dengan pemahaman ilmiah. Nah, dan ini tampak sekali di fatwa-fatwa para ulama kita.
Apabila mereka berijitihat pada sesuatu, maka kelihatan dasar kokoh yang merupakan bangunan ijitihat mereka itu terlihat sangat kokoh dan kuat sekali. Terlihat sangat kokoh dan kuat sekali. Sehingga jawaban-jawaban mereka di berbagai keadaan tidak goyah. Tidak goyah.
Dan ini juga diantara manfaat mempelajari musuh psikik. Agar seorang itu kokoh di atas ilmu. Kokoh di atas ilmu.
Karena itu kalau kita lihat dari... Keadaan para ulama kita di masa ini, karena kuatnya mereka di dalam pembahasan ini, terlihat jawaban mereka ditanya di kondisi apapun, jawabannya sama. Kuat jawabannya dibangun diatas dasar dibangun diatas usul ilmiah Dan ini subhanallah adalah hal yang sangat kita saksikan Dan saya biasanya lebih tajub dan lebih kagum melihat kondisi para ulama kita di musim haji Di musim haji Tanpa sekali bagaimana kedalaman ilmu di musim tersebut Musim yang manusia berkumpul orang sibuk dengan urusannya masing-masing Manusia sangat banyak sekali.
Bersama dengan itu, jawaban-jawaban mereka terhadap masyail-masyail ilmiah, hal yang sangat kokoh sekali. Hal yang sangat kokoh sekali. Ini terlihat.
Awal kali saya di musim haji, saya melihat Sheikh Bin Bas, rahimahullah. Beliau memberi fatwa. Dan tampak sekali seorang alim yang sangat kuat keilmuannya.
Yang hingga hari ini saya belum pernah melihat orang yang semisal beliau di dalam masalah memberi fatwa dan kedetailan beliau di dalam menjawab disertai dengan dalil-dalil. Disertai dengan dalil-dalil. Juga kita melihat Sheikh Ibn Uthaymin rahimahullah. Juga tampak sekali bagaimana kekuatan dan kedalaman ilmu beliau. Juga kita melihat gurugannya Sheikh Salih Al-Fawzan.
Hadith Allah Ta'ala di berbagai kesempatan di musim haji sangat kuat sekali jawaban-jawabannya dan berapa kali terjadi musim haji, saya saksikan beliau dalam sejumlah pertanyaan, kelihatan sekali fatwanya tidak pernah berubah, kokoh di atas fondasi, penuh dengan adillah, dan inilah para ulama, sebab mereka ketika berbicara bukan berbicara Dengan sesuatu yang tidak dibangun di atas landasan dan fondasi. Mereka punya pijakan. Sehingga fatwa-fatwa mereka adalah hal yang sangat kokoh sekali. Hal yang sangat kokoh sekali. Baik.
Kemudian diantara manfaat juga mempelajari ilmu usul fikir adalah. Dengan mempelajari ilmu ini seorang naik ketingkatan ijtihad. Dia bisa berijtihad.
Dan ini insyaallah ada pembahasannya, pembahasan tentang ijithat, di akhir pembahasan usul fikih, kita akan uraikan disitu. Dan seorang yang ingin sampai ketingkatan mujitahid, dia harus mempelajari dari ilmu usul fikih, agar supaya digolongkan ke dalam orang-orang yang mampu untuk berijithat. Dan yang terakhir, dari manfaat seorang itu mempelajari ilmu usul fikih.
adalah supaya dia mengenal kadar dirinya sendiri. Supaya dia mengenal kadar dirinya sendiri. Tentunya pelajaran usul fikir yang kita pelajari di sini, kita tidak meniatkan setiap dari kita yang belajar keluar sebagai ahli ijtihad. Setiap dari kita keluar sebagai seorang mufti, kemudian mampu berijtihad, tidak. Tapi yang kita inginkan, dengan seorang mempelajari ilmu usul fikir, adalah supaya dia mengenal kadar dirinya masing-masing kadar dirinya masing-masing setelah dia mengenal ternyata cara berdalil itu begini dan begini dan begini orang yang sampai ke darahnya itihat itu disyaratkan begini dan begini maka dia tahu sendiri dirinya itu dimana kedudukannya dimana?
kedudukannya kalau dia sudah tahu dimana kedudukannya maka dia tidak berani berbicara di dalam masalah agama Allah apa-apa yang bukan haknya untuk berbicara di situ Nah, dan ini termasuk pembahasan yang penting. Apalagi di masa sekarang ini, banyak para penuntut ilmu yang kadang masuk di dalam perkara-perkara yang bukan haknya untuk berbicara di situ. Nah, bukan haknya untuk berbicara di dalam pembahasan-pembahasan tersebut.
Bahkan kadang kita melihat... Sebagian orang yang tidak pernah belajar dari ilmu syari'i, tapi bersama dengan itu hukum-hukumnya melebihi hukum-hukum para ulama besar. Seakan-akan dia adalah mufti seluruh dunia sudah. Apalagi kalau sudah menulis di internet, sudah tidak ada lagi lawannya. Nah, demikian.
Ini keadaan sebagian orang. Karena itu... Memperbanyak membahas tentang ilmu sulviki Di kalangan ikhwa di masa sekarang ini, saya anggap sebagai suatu perkara yang sangat penting.
Banyaknya terjadi permasalahan, ribut-ribut, fitnah. Ini karena adanya orang-orang yang berbicara tanpa ilmu. Berbicara tanpa apa? Tanpa ilmu. Si A mengeritik si B.
Si B mengeritik si C. Setelah diusut, apa masalahnya? Sebenarnya masalah-masalah yang bukan harus dipersilisihkan. Bukan pembahasan yang seorang di situ dibidakkan kalau dia salah di dalamnya. Tapi sebagian orang jatuhi dalam hal ini karena tidak mengerti cara berdalilkan bagaimana, cara menghukumi orang bagaimana.
Ini semuanya ada pembahasan-pembahasannya. Ada dari konsekuensi ilmu yang harus diikuti di dalamnya. Karena itu... Ikhwanifillah Sekali lagi Seorang Ya penting untuk mempelajari ilmu usul fikih Para ulama menyebutkan Tentang hukum mempelajari ilmu usul fikih Apa hukumnya?
Ya Mempelajari ilmu usul fikih Nah Ini adalah Hal yang Saya kira Cukup penting untuk Kita perhatikan Ya Dan para ulama kita menyebutkan Bahwa Ilmu syariat termasuk di dalamnya ilmu usul fikih ada yang sebagiannya dianggap dari fardu ayn dan ada yang sebagiannya dianggap dari fardu kifaya. Walaupun hukum global pada ilmu usul fikih hukumnya adalah apa? Hukumnya adalah fardu kifaya.
Apa artinya fardu kifaya? Kalau sudah ada sebagian orang yang mempelajari maka gugur bagi sebagian yang lainnya. Tapi harus diketahui bahwa cakupan pembahasan ilmu sulti itu banyak.
Banyak cakupannya. Ada sebagian masalah yang kadang orang awam pun, orang awam pun, dia wajib mempelajarinya. Seperti cara bertanya. Ini ada dalam istifta.
Cara bertanya itu bagaimana? Dia harus pelajari bagaimana cara bertanya yang benar. Agar supaya dia tidak jatuh di dalam kesalahan.
Kemudian kalau ingin dia nukil fatwa seorang alim kepada orang lain. Bagaimana cara dia menukil fatwa? Ini juga harus dia pelajari dari ilmu usul fikir.
Jangan sembarangan. Main nukil-nukil saja. Dan muncul suatu hal yang aneh bin ajaib di masa ini. Masalah-masalah banyak sekali. Dan sifatnya aneh bin ajaib.
Ketika dia tanya apa dalilnya? Oh saya baca di Fatwa Sheikh Pulan. Ternyata di Fatwa Sheikh Pulan itu, pembahasan lain, bukan pembahasan yang dia maksud. Pembahasan lain. Hanya saja dia kiaskan.
Kalau itu saja tidak boleh, berarti ini juga apa? Ini juga tidak boleh. Dan inilah letak kesalahan. Karena itu saya sering ingatkan, bahwa mengkonsumsi buku-buku Fatwa, Dari para ulama kita itu, tidak semuanya orang punya keahlian untuk membacanya. Tidak semua orang punya keahlian untuk membacanya.
Sebagian dari fatwa yang ada sekarang ini yang diterjemahkan, ada fatwa yang sifatnya khusus. Untuk orang tertentu. Disebut di situ untuk dipelajari.
Yang membacanya kalangan khusus supaya dia paham. Kalau dia dapati keadaan khusus seperti itu, dia bisa kondisikan fatwa seperti itu. Di keadaan khusus pula. Dan ini penting untuk diingatkan.
Sobat para ulama kita mengingatkan hal ini. Mengingatkan hal ini. Iya.
Sangat banyak sekali yang menukil dari para ulama fatwa-fatwa. Dan dari nukilan tersebut sebenarnya dia tidak dianggap benar menukilnya. Bahkan mungkin dianggap berdusta terhadap alim tersebut.
Dianggap berdusta terhadap alim tersebut. Dan ini banyak sekali terjadi. Apalagi pembahasan masalah hukum-hukum terhadap orang.
Osipulan Hizbi. Sipulan Sururi. Sipulan apa namanya?
Haddadi. Nah ini hal yang sangat banyak sekali diukir oleh para ulama kita. Kalau ditanyakan kepada ulama tersebut.
Dia akan marah besar mendengarnya. Nah ini kejadian. Kejadian.
Ada terekam dalam suara. Dan saya diceritakan oleh ikhwa yang hadir. Di majelis itu. Sheikh Rabi pernah mencari seorang di majelis.
Mana si Muhammad nama orang itu? Cari hemoblio Orangnya tadinya sembunyi-sembunyi. Setelah Sheikh ulangi berapa kali, baru dia ngomong. Ya saya Sheikh.
Maka Sheikh bilang, kamu sakit. Harusnya sebelum datang ke sini, kamu berobat dulu di rumah sakit. Kemudian dengan penyakitmu itu kamu merusak orang-orang.
Kita beliau kamu nukil dari fatwa-fatwa yang Sheikh tidak pernah ucapkan, kata Sheikh. Saya tidak pernah berkata Bakar Abu Zaid itu Muqtadi, tidak pernah saya ucapkan itu. Betul saya membanta Bakar Abu Zaid, ada buku beliau membanta Sheikh Bakar Abu Zaid.
Tapi beliau berkata saya tidak pernah mengatakan dia itu Muqtadi, Ahlul Bida. Orang ini menukul dari Sheikh apa? Sheikh Bakar Abu Zaid apa? Muqtadi. Mungkin karena dia pernah mendengar Sheikh Robi menjelaskan bantahan terhadap Sheikh Bakar Abu Zaid dengan bantahan-bantahan ilmiah.
Dia anggap bahwa Sheikh Robi menganggap Bakar Abu Zaid apa? Moktadik, dan ini keliru pemahaman dia sendiri. Bahkan beliau berucap kalimat yang bijaksana. Kata beliau, saya sendiri tidak pernah mempitaakan orang dari diri saya, kata Sheikh.
Salman al-Awda Safar Hawali, bukan saya yang mempitaakannya. Para ulama yang mempitaakan dia. Sheikh Bin Bas dan selainnya, kata Sheikh Rabi'ah.
Nah, dan ini beliau di keadaannya yang seperti ini. Yang Sheikh Al-Albani mengatakan bahwa beliau adalah imam jarakwat ta'adil di masa ini. Beliau tidak sembarang memberi hukum kepada orang.
Ada pun sebagian orang baru keadaan belajar, baru duduk di sebuah tempat setahun, dua tahun, ada yang empat tahun. Setelah itu, Masya Allah, keluar sudah jadi Imam Jarhu wa Ta'dil. Sipulan muddari, sipulan begini dan begitu. Dan ini semuanya dari hal-hal yang tidak benar untuk digambangkan.
Tidak benar untuk digambangkan. Sampai ini akan membuat orang-orang jahil itu lancang terhadap agama, lancang terhadap para ulama. Lancang kepada orang-orang yang harusnya.
Kita lebih bersikap adil terhadapnya. Maka ini beberapa hal yang hendaknya. Saya ingatkan disini. Jadi sekali lagi mempelajari ilmu sulfiki.
Mempelajari ilmu sulfiki. Dasarnya dia adalah apa? Fardu kifaya.
Tapi pada keadaan tertentu bisa menjadi farduain. Apabila seorang misalnya. Dia ingin mengajar. Atau dia ingin memberi fatwa.
Maka dia wajib mempelajari ilmu sulfiqih disini. Hukumnya farduain dia mempelajari ilmu sulfiqih. Agar supaya dia jangan berbicara tentang agama Allah tanpa ilmu.
Nah. Tapi kalau dia cerain daripada itu. Ya. Maka telah kita terangkan tadi.
Dari pembahasan-pembahasan ilmu sulfiqih itu. Ada juga yang orang awam juga. Perlu di dalam pembahasan tersebut.
Ya wallahu ta'ala alam. Nah. Ya, dan ada pembahasan-pembahasan yang sebenarnya juga cukup menunjukkan pentingnya mempelajari ilmu usul fikir. Ketika seorang mempelajari ilmu usul fikir itu, dia bisa mengetahui dari ucapan-ucapan para ulama itu, dari mana dasar dan sumbernya.
Dari mana dasar dan sumbernya. Apalagi kalau di masalah-masalah tersebut dimasuki pembahasan akidah. Dan ini semua orang bisa paham hal-hal yang seperti ini. Nah, karena itu sekali lagi, buku Syekh Ibn Usaymin ini, buku yang apa, sangat indah, memberikan kepada kita ilmu usul tikih sesuai dengan jalan salafi.
Manhat salafi. Iya. Nah, kalau seorang membaca buku yang lainnya, yang sudah dimasuk ilmu kelam, itu harus dia baca melalui perantara guru. Jangan dia baca sendiri.
Sebab mungkin saja dia jatuh di dalam kesalahan-kesalahan akidah, sedangkan dia tidak memahaminya. Iya, sedangkan dia tidak memahaminya. Di sebagian pembahasan ilmu usul fikir, banyak dari mereka, dari para ulama ahli usul, mereka mengeluarkan pembahasan akidah dari ahkam syariah.
Nah, bukan sebagai pembahasan istilah dikeluarkannya, akan datang ya, nanti kita tafsir di ucapan Sheikh. Ya dikeluarkan karena... Bagi mereka pembahasan akide itu tidak diambil dari dalil syari'i, tapi diambil dari akal. Karena itu mereka tidak masukkan di pembahasan usul sifif. Dan ini ketelginiciran.
Karena itu kalau orang tidak memahaminya, kadang dia jatuh dalam kesalahan, dia tidak menyadarinya. Sama dengan pembahasan misalnya, di pembahasan perintah. Al-amru bish-shay'i, perintah terhadap sesuatu.
Apakah dia bermakna nahyun amdiddihi? Bermakna larangan dari kebalikannya? Iya. Larangan dari kebalikannya, ya kalau diperintah sholat, apakah itu maknanya larangan meninggalkan sholat? Iya, larangan meninggalkan sholat, ini ada ya pembahasannya, akan datang bersama kita insyaallah ta'ala.
Nah, sini ada tiga madhab, ada yang mengatakan perintah pada sesuatu itu, larangan dari kebalikannya melalui perantara lahab. Kalau dia berkata, misalnya, Kum, berdiri. Perintah kan?
Perintah apa? Berdiri. Katanya, itu artinya.
Kalau dia berkata berdiri, artinya jangan duduk. Jadi lafad berdiri itu pula artinya jangan duduk. Secara lafad.
Ingat ya, secara apa? Secara lafad. Dan ini badhabnya orang-orang asy'ariya.
Dasar kesesatan mereka kenapa? Di pembahasan akhidat. Karena mereka memahami Bahwa kalam itu adalah ma'ani naqsiyah.
Jadi kalau dia ucapkan sesuatu di dalam dirinya terkandung, maka dilafatnya sudah cukup. Ma'ani naqsiyah. Jelas ya? Madhab yang kedua, madhabnya orang-orang mu'tazilah. Dia katakan, Larangan dari sesuatu, atau perintah untuk melakukan sesuatu, Itu bukan larangan dari kebalikannya.
Bukan larangan. Kenapa? Sebab mereka mensyaratkan apa?
Mensyaratkan irodah. Mensyaratkan irodah. Dan mereka ini tidak membedakan antara dua irodah.
Kaunia dan irodah. Apa namanya? Syariah. Orang-orang mu'atazilah. Ini diantara hal yang menyebabkan mereka jatuh di dalam kesesatan.
Jadi mereka katakan kalau diperintah berdiri. Itu bukan artinya larangan jangan duduk. Bukan berarti. Sebab kalau dia katakan jangan duduk, itu harus dia niatkan sendiri. Dia inginkan.
Mana itu sendiri. Dan ini pembahasan kenapa diambil dari masalah akidah. Ada pun ahli sunnah mereka katakan, an-nahyu al-amru bishay'i.
Perintah pada sesuatu dengan sesuatu itu, nahyun amdiddihi an-tarikil ma'ana. Itu ahli sunnah. Mereka katakan bahwa, Perintah melakukan sesuatu, itu adalah larangan dari kebalikannya, dari sisi makna. Ya kalau misalnya seseorang dikatakan jangan berdiri, atau dikatakan pada seseorang berdirilah, perintah berdiri, maka itu maknanya jangan apa? Jangan duduk.
Itu maknanya. Dan ini madhab ahli sunnah di dalam hal ini. Dibangun di atas apa?
Fondasi-fondasi yang kuat sekali. Dan ini banyak sekali di pembahasan-pembahasan. Karena itu hati-hati.
Seorang masuk. Baca buku, dia baca buku sendirian, tidak mengerti apa maknanya, tidak mengerti apa pendalilannya, apa sudut ininya. Dari sisi ilmiahnya, akhirnya dia kadang jatuh di dalam kesalahan-kesalahan yang dia tidak menyadarinya. Dia tidak menyadarinya.
Dan ini banyak terjadi. Apalagi kalau misalnya dia mengikut seorang imam. Yang imam itu dianggap oleh para ulama yang lain keliru dalam hal itu.
Nah, saya kadang memberi contoh, ada sebuah buku ditulis di masa ini oleh seorang penulis yang bernama Ali Hassan Al-Halabi. Dia menukir dari Al-I'tisam, karya Imam Al-Shatibi. Pembahasan bahwa, ini pembahasan usul fikir juga ya.
Jadi dalam masalah tahsin wa taqbih al-akliyaini. Jadi katanya dalam buku itu, dia sebut, al-hasan ma hassanakushyari, wal-qabih ma qabbahakushyari. Dia nukil dari asyatibi. Periksa al-i'atisam kari asyatibi. Oh kuat, seakan-akan apa?
Itu ucapan seorang imam besar. Tapi ini madhab, sesuai dengan madhabnya orang-orang asyaria, diatas madhab jabriya. sebab mereka mengatakan yang baik itu dianggap jadi arti ucapan itu yang baik adalah apa yang dianggap baik oleh syariat yang jelek adalah apa yang dianggap jelek oleh syariat ini bagus ucapan ini tapi orang-orang jebriya maksudkannya apa yang baik itu semuanya dari Allah yang jelek semuanya dari Allah bukan dari perbuatan Allah Hamba tidak ada masuk di dalamnya, tidak ada akal hamba yang masuk di dalamnya. Inilah madhab apa?
Orang-orang Jebria. Madhab orang-orang Jebriyah, berbeda dengan ahli sunnah, ahli sunnah mengatakan bahwa yang at-tahsin dari Allah, at-taqbih dari Allah, tapi akal itu bisa memahaminya, akal bisa apa? bisa memahaminya, dan apabila akal tidak bisa memahaminya maka dia harus tunduk kepada ketentuan Allah SWT, berbeda dengan orang-orang Jebriyah, sama sekali tidak disinggung akal di dalamnya karena memang akidahnya mereka apa?
Tidak menetapkan akal masuk di dalamnya. Karena itu orang-orang Jabriya berkata bahwa hamba ini berjalan di atas muka bumi. Dia itu bagaikan bulu yang diterbangkan oleh angin. Dimanapun dia dilempar, dihembuskan, dia menghadap ke sana. Ada angin dari timur datang, dia menghadap ke mana?
Ke barat. Demikian. Dan ini semuanya, sekali lagi, pembahasan perlu seorang itu duduk dan mengambilnya dari guru. Agar supaya dia bisa paham.
Letak-letak pembahasan ini, kemana arahnya, bagaimana cara memahaminya. Ya, Sheikh Ibn Uthaymin juga pernah menyebutkan di syarah beliau, kalau saya tidak salah di mukaddimah pembahasan beliau, men-syarah al-Baikuniyah tentang pengucapan basmala, Bismillahirrahmanirrahim. Ba'disitu apa maknanya?
Apakah ba'lil-ishtiana atau ba'lil-masahaba? Karena kan disebutkan dua makna di dalam Ahlinakhu. Beliau disebutkan dari Az-Zamakhshari.
Bahwa Az-Zamakhshari mengatakan, Ba'nya di sini, Lil-Masahabah. Nggak ada yang lain. Ya kenapa kata Sheikh? Karena memang madhabnya, Apa? Az-Zamakhshari adalah madhab Mu'tazilah.
Dawar-awaral Mu'tazilah mengatakan bahwa, Perbuatan hamba adalah perbuatannya sendiri. Ya karena itu dia tidak ada istihanah kepada Allah. Tapi perbuatan-perbuatan apa? Perbuatan dia sendiri.
Kembali kepada madhabnya. Jadi subhanallah dari sisi bahasa pun kadang dia masukkan bid'ahnya di dalamnya. Dia masukkan bid'ahnya di dalam pembahasan tersebut.
Karena itu sekali lagi, ini semuanya saya jelaskan di sini. Untuk mengingatkan bahwa ilmu itu punya kedetailan-kedetailan. Harus selalu diulangi, dibahas. Nah, tidak cukup kita mengkaji satu, dua. Kitab dalam satu ilmu, misalnya dalam ilmu sulfiqi, kita bahas satu buku, dua buku, setelah itu selesai.
Tapi dia banyak mengulanginya. Ini dalam ilmu sulfiqi, apalagi di ilmu yang lainnya. Di ilmu akidah, di ilmu fiqi.
Ini hendaknya selalu diulangi dan diulangi. Agar supaya seorang itu tajam keilmuannya dan kuat keilmuannya. Dan sekali lagi saya ingatkan bahwa pembahasan ini, insyaallah ta'ala pembahasan yang mudah di dalam buku ini bisa dipahami. Hanya saja butuh kesabaran, butuh kesabaran dan mungkin ada dari sebagian hadirin, pada sebagian pembahasan mungkin agak pening-pening mengurutkan sedikit alisnya untuk berpikir lebih tajam, tapi harusnya tersebut dihitung sebagai suatu bentuk ketaatan di dalam seorang yang bersabar, yang menuntut ilmu, paling tidak kalau satu pembahasan tidak dia pahami mungkin di pembahasan yang lainnya bisa Dia pahami dengan baik.
Nah, baik ini awal pertemuan kita. Pendahuluan-pendahuluan. Dan insyaallah ta'ala di pertemuan setelah sholat maghrib nanti, kita akan mulai membaca isi dari buku ini. Nah, dan insyaallah ta'ala buku ini kita berusaha menyelesaikannya dalam waktu yang telah disediakan hingga hari selasa nanti. Insyaallah ta'ala.
Baik, jadi untuk sementara saya cukupkan dulu sampai sini, kita siap-siap untuk sholat maghrib.