Transcript for:
Mengenal Diri yang Sejati

Hai Maka ikroklah kita ke dalam diri kita ini Insyaallah akan berjumpa kita Bapak Ibu Nah ini kita coba memahaminya siapa diri kita ini, jadi dengan rasa memahaminya Bapak Ibu Jangan main akal, kalau main akal Bapak Ibu panjang-panjang leleknya Beko Le tau panjang-panjang lelek? Nah itu lah Ini insan ya, insan Jadi supaya kita ini kenal dan sempurna ma'ribat kita kepada Allah, jalannya yang pertama kenali dulu diri. Yang kedua, kenali asal usul kejadian diri. Hai ya apa kata Rasul ini kita bermain dalil dulu Arofunas man Arofunas Arofunas Manusia yang ma'rifah, manusia yang arif, manusia yang mengenal itu adalah manusia yang mengenal akan siapa rahasia dirinya. Jadi kalau manusia itu belum mengenal siapa rahasia dirinya, belum dikatakan dia itu manusia yang ma'rifah. Makanya dikatakan man'arofah. man arofa napsahu pakat aropa robahu man arofa napsahu pakat aropa robahu siapa yang telah kenal akan rahasia dirinya pakat aropa robahu pasti dia kenal akan Tuhannya Siapa yang kenal dirinya pasti dia kenalkan Tuhannya Sekarang mana yang dikatakan yang diri itu Yang dikatakan diri itu Bapak Ibu Bukanlah yang dimaksud itu adalah jasmani Jadi yang dikatakan diri Bapak Ibu itu bukan jasmani Jasmani ini yang terdiri daripada kulit, daging, urat, tulang, limpa, jantung, rabu, empedu, buah punggung itu Ini namanya kisingnya Ini cangkangnya namanya nih ha Ini kotaknya, ini sarungnya nih Kalau dibilang bahasa orang sekarang kata Jamal ini yang kawinya Hai kawin ya yang kawi yang kehancuran kalau buka busuk hancur itu bukan itu yang diri Bapak Ibu ya Adam casingnya namanya ini cangkangnya namanya ya kalau lah jasmani ini adalah casingnya cangkangnya Lalu yang mana yang diri kita itu? Yang diri kita itu, ini yang disebut namanya dengan ruh. Ruh itu yang diri kita. Makanya dengan adanya ruh, dengan adanya ruh, Dengan adanya rulah, barulah tubuh ini bisa bergerak. Dengan adanya rulah, baru mata ini bisa melihat, baru telinga ini bisa mendengar, baru tangan ini bisa memegang, menggapai, barulah kaki ini bisa melangkah. Itu ruh itu sebenarnya. Cobalah perhatikan Bapak Ibu. Orang yang meninggal dunia. Dia punya mata, dia punya telinga, dia punya mulut, dia punya tangan, dia punya kaki. Dipanggil dia. Halo pak, jago lah pak, jago lah pak, kami dah sampai, maaf. Alih kena muanya bapak ibu. Bangun lah dia, dengar lah dia tuh. Padahal dia punya mata dan telinga. Berarti, yang mau lihat itu bukan mata. Yang mendengar itu bukan telinga. Mata ini alat untuk melihat, tapi bukan mata yang melihat. Telinga ini alat untuk mendengar, tapi bukan telinga yang mendengar. Mulut ini alat untuk berkata, tapi bukan mulut yang berkata. Buktinya dipanggil. tak nyaut dia tak dengar dia ini yang namanya diri yang kawi yang tak sebenarnya Bapak Ibu bahasanya jasmani lalu mana diri kita ini yang ruh ini yang mandangnya dengan mata zahir ini yang ruh Hai asetelah kita paham Bapak Ibu yang sebenar diri itu adalah roh tilih lagi dengan hati tadi dengan mata Zahir kandung tuh kemudian pilih lagi dengan pandangan hati pilih ke dalamnya Setelah kita tilik ke dalamnya, rupanya yang diri itu Bapak Ibu bukan ruh ini. Setelah kita tilik ke dalam, rupanya diri kita itu bukan yang ruh. Yang kawi itu, yang ori itu bukanlah ruh. Yang ori itu, itu yang si hayat itu. Hai inilah rupanya yang ori yang sebenarnya kalau tak ada hayat tak bisa bergerak tubuhnya Hai kalau tak ada hayat tak hidup batang tubuh nih kalau tak ada hayat tak melihat mata nih kalau tidak ada hayat taman dengarkan ini bukan kena roh tapi hayat makanya ditilik ke dalam Hai yang sorong ke dalam resek ke dalam baca diri di dalam diri ada diri-diri maksudnya nih diri yang ori tadi tapi di diri di dalam diri tadi itu di resek ke dalam rupanya di dalam diri ini masih ada diri Ania si Hayat ini yang sebenarnya diri kita nih yang hidup yang diri kita yang membuat batang tubuh ini bergerak hanya syariat atau mandangnya dengan hati mandangnya tuh Ada paham kita Bapak Ibu, yang diri Bapak Ibu itu yang hayat, ini yang ori. Tilik lagi ke dalam Bapak Ibu, tiliknya dengan mata hati. Mata hati pandangnya itu. Setelah kita tilik dengan pandangan mata hati, rupanya... Yang diri yang ori, yang sebenar-benarnya itu bukan hayat rupanya, itu adalah Nur Muhammad. Nur Muhammad itulah yang sebenar diri kita Bapak Ibu. Nur Muhammad itu yang sebenar diri kita. Inilah yang dikatakan kekasih Allah. Ini yang dikatakan Rasul. Inilah orang yang pertama kali mengenal Allah. Inilah orang yang pertama kali berliku dengan Allah. Inilah orang yang pertama kali bertatap wajah dan berwajah dengan Allah. Inilah yang pertama kali diciptakan dan dijadikan Allah. Kholaktuka li ajli, wa kholako alam li ajlika. Aku jadikan dirimu adalah untuk memandang akan kenyataan wujud diriku. Dan aku jadikan sekalian alam. segala yang ada segala yang wujud itu karena dirimu ini yang dimaksudkan Nur Muhammad itu Qodja'aqumina Allahi Nurun telah datang kepada kamu dari sisi Allah itu yang Nur itu Nur Muhammad ini yang dikasih Allah tuh maka siapa yang mengenal Nur Muhammad Hai sebagai kasih Allah sebagai Rasul maka dialah orang yang beruntung dialah orang yang selamat lepas daripada azab dan sisa neraka ini yang dikatakan oleh Nabi tuba manro'ani wa'aman Nabi waktu baliman ro'ahman ro'ani tuba manro'ani wa'aman Nabi beruntunglah orang yang melihat aku lalu ia beriman kepada aku maksudnya tidak masuk neraka orang yang melihat aku lalu dia beriman kepada aku waktu baliman roa-roa nih dan beruntung pula lah orang yang ia melihat orang yang mana orang itu telah melihat aku beruntung juga hai hai Hai apa maksudnya tuh Hai beruntunglah orang yang melihat aku lalu ya beriman kepada aku tidak masuk neraka orang yang melihat aku kemudian dia beriman kepada aku kita lihat namanya Ibu Lahab Ibu Jahang Ibu Ibu bukan Ibu Nazar ya ya Tuhan mahrum hai hai itu jamaah kita tuh maksudnya beruntunglah orang yang melihat Nur Muhammad yang mana Nur Muhammad itu telah sempurna pada diriku menjadi tubuhku menjadi ruhku Maka orang yang sudah melihat Nur Muhammad pada diriku ini, kata Rasul, yang sudah menjadi batang tubuhku dan sudah menjadi nyawaku, beruntung dia tidak masuk neraka. Karena memandang Nur, ini yang dikatakan oleh baginda Rasul kepada Umar bin Khattab itu. Hai wahai Umar apabila kamu sudah bisa memandang Nur Muhammad Nur Muhammad itu adalah tajalli Allah Nur Muhammad itu tidak wujud Allah yang mana Nur Muhammad tajalli dan wujud Allah telah nyata pada diriku sudah menjadi tubuhku sudah menjadi nyawaku sudah sama kamu way Umar memandang Allah hai hai Sudah sama hai Umar, kamu menyaksikan Allah. Sudah sama hai Umar, kamu sudah bertatap wajah dengan Allah. Jadi yang dimaksudkan beliau itu bukan fisiknya, bukan yang majazinya. Yang majazi itu yang fisik. Nih, yang disebut jasmani tadi bukan itu. Tapi memandang Nur Muhammad. Watu baliman ro'ah man ro'ani. Hai dan beruntung pula orang yang mana melihat orang yang telah melihat aku walaupun kita tak berjumpa dengan Rasul dengan itu tak sezaman lagi tak semasa lagi dah habis masa dan udah habis zamannya Rasul tuh udah berapa tahun kita ini berpisah dengan Rasul hai hai Hai beruntung juga Bapak Ibu kalau kita melihat orang Apakah itu ayah kita Apakah itu guru kita Apakah itu mursid kita yang mana ayah kita guru kita mursid kita yang mana beliau telah melihat aku dan ia beriman dengan aku hai hai artinya apa? apabila guru apabila murusid apabila orang tua kita yang mana dia telah menyaksikan Nur Muhammad sudah nyata dan sempurna pada dirinya dan kita menyaksikan itu pada diri beliau selamat juga kita itu bapak ibu sekeluarga selamatnya itu maka Nur Muhammad inilah wasilah untuk usul kepada Allah Hai inilah rupanya yang diri Bapak Ibu itu ya ini Nur Muhammad yang dikatakan oleh Allah maka Muhammadun Aba'ahadzim menrijalikum walakin Rasul Muhammad itu bukalah sekali-kali laki-laki diantara kamu tapi Muhammad itu adalah Rasul Allah mana yang Rasul itu pada diri kita yang Allah katakan qadja'akum rasulun min anpusikum lakotja'akum minnallahi nurun telah datang kepada diri kamu seorang Rasul dari dirimu sendiri telah datang kepada kamu seorang Rasul dari dalam dirimu sendiri, itu maksudnya Nur Muhammad makanya ketika ayat itu turun, Rasul menangis Bapak Ibu menangisnya karena beliau paham dan mengerti siapa Rasul yang ada di dalam dirinya itu beliau paham dan mengenal itu Hai ini yang diri kita itu sebagai wasilah kita untuk bisa kita berdua kepada Allah Nur Muhammad inilah mursid robbania dialah orang yang melihat Allah dialah orang yang menjadi kekasih Allah dialah orang yang menghantarkan kita untuk bisa liko dan sampai kepada Allah dari kalau kita sudah mengenal Muhammad sudah nyata pada diri kita Zahir dan batin udah sampai kita kepada Allah sudah usul kita kepada Allah Bapak Ibu Namun jangan kita bertahan kepada Nur Muhammad. Itu dulu. Ini udah usul namanya, udah sampai. Walaupun telah usul dan udah sampai. Jangan terhenti, jangan tertahan. Jangan berwukuf kita di dalam Nur Muhammad. Tilik lagi di dalam Nur Muhammad masih ada diri. Mandangnya itu. Dengan apa? Dengan hakikat mata hati. Nah, dipandang lagi kelam Nur Muhammad. Dengan pandangan hakikat mata hati. Siapa Nur Muhammad itu? Rupanya Nur Muhammad itu yang disebut namanya dengan sifat. Muhammad itu sifat tuh. Udah tau kita Muhammad itu yang dikatakan sifat. Sipat siapa itu? Sipat aku, kata Allah. Wah sipatilah gue iri. Sipat itu tiada lain aku. Maka setelah kita paham. Hai menilik ke dalam bahwa di dalam Nur Muhammad itu masih ada lagi itu rupanya sifat lah itu sebenarnya Hai rupanya yang diri kita itu yang diri yang siang sifat Allah itu yang sifat yang tujuh itu Bapak Ibu nah sifat 7 nih sama Basar, alam, ilmu, kudrat, apa lagi? Irodat, hayat. Setelah kita sampai pada sifat, pilih lagi ke dalam. Siapa sifat itu? Sifat itu, itu adalah aku, kata Allah. Nah, boleh ya? wasipatila ghairi sifatku itu tiada lain adalah aku siapa yang aku itu yang aku itu ya Allah yang sebenar aku tuh Allah innani anna Allah la ilaha illa'anha inna ni'anallah la ilaha illa anah sesungguhnya aku adalah Tuhan sesungguhnya aku adalah Tuhan namaku adalah Allah maksudnya La ilaha illa anna Tidak ada yang sebenar-benar wujud Tidak ada yang sebenar-benar hidup Tidak ada yang sebenar-benar nyata Melainkan yang sebenar-benar wujud, sebenar-benar nyata, sebenar-benar hidup Illa anna, melainkan aku Hai rupanya diri Bapak Ibu itu tiada lain aku aku Allah bukan akunya Bapak Ibu itulah aku yang sebenar-benar aku tuh Allah karena dia cuma yang wujud dia cuma yang ada dia cuma yang tunggal selain dirinya nggak pernah ada hai hai Kalaulah diri kita yang sebenar-benar diri kita itu adalah aku, yaitu Allah. Maka inilah yang dikatakan Allah itulah yang dikatakan yang sebenar-benar diri. Allah itulah yang dikatakan yang se-akmal diri. Allah itu yang dikatakan yang se-jatinya diri. Itu dia. Begitulah kita memandang. Di dalam pandangan hati kita, kalau kita telah mampu mengenal, menyilau, meresik, menyintar ke dalam diri yang sebenarnya aku itu adalah Allah, maka latilah pandangan kita 24 jam selalu. Ini yang diantarkan oleh orang-orang arif bila? Supaya kita tidak lengah. walaupun sedetik dalam mengingat akan aku Allah yang sebenar-benar itu sebab siapa yang lupa dengan aku yang sebenar-benar aku yang bernama Allah walaupun itu sesat atau sedetik kapirlah dia maka dilatih pandangan kita oleh orang-orang yang arif bila orang-orang yang telah sampai orang-orang yang telah kasar yang membimbing kita dunia dan akhirat zoe dan batin apa kata mereka suhudul kasrofil wahda ini artinya supaya kita berkekelan selalu suhudul kasrofil wahda Pandang yang banyak pada yang satu. Apa maksudnya itu pandang yang banyak pada yang satu? Maksudnya bahwa segala alam, segala yang wujud, itu adalah tajali daripada diri yang satu. Ustaz ulangi lagi, suhudul kasropil wahda pandang yang banyak pada yang satu. pandang segala alam, pandang segala yang wujud, bahwa sekalian alam segala yang wujud. Itu adalah tajalli diri yang satu. Diri yang satu itu, itulah dirinya aku, akunya Allah. Itu pandangnya itu. Yang kedua, suhudul wahda fil kasrah. Hai sudul wahdabil kasrah pandang yang satu pada yang banyak kebalikannya pandang yang satu pada yang banyak maksudnya pandang yang satu pada yang banyak bahwa Diri Allah itulah sebenar-benarnya yang wujud pada segala yang banyak ini. Pandang yang satu, maksudnya diri Allah itulah yang wujud, yang nyata, yang zohir, yang terang, yang jelas pada sekalian alam. Pada segala yang nyata, pada segala sesuatu. Karena segala yang ada, segala yang wujud, segala yang sesuatu, dalam bentuk rupa apapun, dalam bentuk wujud apapun, dalam bentuk nama apapun, tiada lain adalah dirinya semata-mata. Disitulah letaknya Allah itu bertahwil dalam segala bentuk dan rupa. Hai maka pandanglah Allah pada segala yang banyak ini pandang Allah pada segala yang wujud ini pandanglah Allah pada segala sesuatu itu yang menjadikan sesuatu itu yang jadi sesuatu itu pandangan kita melatih itu sehingga Zuhid dan Batid kita mampu memandang tahwilnya Allah itu dalam bentuk rupa yang bagaimanapun yang ketiga suhudul wahda pil wahda Pandang yang satu pada yang satu. Apa maksudnya pandang yang satu pada yang satu? Bahwa yang memandang dengan yang dipandang satu juga orangnya. Yang melihat dengan yang dilihat satu juga wujudnya. Artinya, Allah itulah yang memandang dan melihat dirinya di luar dirinya. Dia melihat dirinya di luar dirinya, di luar dirinya itu, itu yang disebut namanya Muhammad. Sedangkan Muhammad itu, tiada lain wujud diriku sendiri. Jadi kalau Allah yang wujud dengan sendirinya, maka yang terpandangnya dirinya juga. Di luar dirinya, di luar dirinya itu yang disebut namanya Muhammad. Muhammad itu tiada lain adalah nyatanya diri Allah. Itu maksudnya. Kemanapun kamu hadapkan wajahmu, mukamu. Hai ke barat ke timur utara selatan atas bawah kiri kanan luar dan dalam maka yang terpandang hanyalah aku semata-mata tak ada diri siapa-siapa di situ diri aku semata-matanya disitu itu dikatakan sudut wahda pil wahda Yang memandang dengan yang dipandang. Yang melihat dengan yang dilihat. Yang menyaksikan dengan disaksikan. Dia semata-mata. Maksudnya, dia yang memandang dan melihat akan dirinya sendiri di luar dirinya. Yang bernama Muhammad. Padahal Muhammad itu adalah wujud dirinya sendiri. Tidak ada siapa-siapa di situ. Nah inilah namanya. Pandangan yang sudah muka sahabat. Pandangan yang tidak ada lagi namanya dinding. Pandangan yang tidak ada lagi namanya batas, tabir. Itulah pandangan yang sudah tembus. Kemanapun mata dihadapkan. Maka yang terpandang Allah. Baik yang memandang itu juga Allah. Baik yang dipandang itu juga Allah. Hai inilah bahasa Alquran itu bahasa Tuhan wahwa ma'akum aina ma'kuntum dimana ada kamu disitu ada aku dimana ada kamu disitu ada aku kamu itu kan aku kalau kamu itu adalah nyatanya diriku makanya kemanapun kamu pergi melangkah aku juga tuh yang melangkah tuh aku yang berbuat tuh aku hai hai Memangnya ada diri yang lain lagi selain diri aku? Enggak ada. Dia cuma yang ahad. Dia cuma yang ada. Maka orang yang telah mampu mengenal Allah, yang telah mampu bermuka syabah dengan Allah, dengan cara dia berukup ke dalam diri, menilik ke dalam diri, menyilau ke dalam diri, meresik ke dalam diri. Ketika dia telah bersobok dengan Tuhan, ketika dia telah berlikau dan bermuajah dengan rohnya, ketika itu pula lah dirinya itu hapus, lenyap di dalam wujud keesan diri Allah. Man arofa robahu fasadal jasad. Barangsiapa yang telah mengenal rognya? Bahwa rog itu Tuhan yang itulah yang sebenar-benar wujud. Tuhan yang itu yang sebenar-benar hayat. Tuhan itu yang sebenar-benar sama, basar, kalam, ilmu kuda irodat. Fas adal jasad, hapus dirinya, karam dirinya, lebur dirinya, mati dirinya. Tak ada dirinya lagi disitu. Inilah yang dikatakan Allah itu. Innal abdi iza ahbab tuhu kotal tuhu. Fa iza kotal tuhu wa ana dia tahu. Innal abdi. Sesungguhnya hambaku. Sesungguhnya kekasihku. Sesungguhnya waniku. Iza ahbab tuhu Apabila aku telah mencintainya Aku dah jadikan dia sebagai wali ku, kekasih ku, hamba ku Kotal tuhu Maka aku bunuh dirinya Aku hapuskan dirinya, aku lenyapkan dirinya, aku hilangkan akan kiakun dirinya Tak ada lagi dirinya yang merasa dirinya itu yang wujud. Tidak ada lagi dirinya yang merasa dirinya itu yang hidup. Ketika dia telah aku bunuh, aku fanakan dirinya, aku hapuskan dirinya. Wa'ana dia tahu, akulah pengganti daripada dirinya. Kalau Allah sebagai pengganti diri Bapak Ibu. Karena diri Bapak Ibu telah dibunuh oleh Allah. Karena Allah telah memandang Bapak Ibu sebagai kekasihnya. Maka aku pengganti diri yang telah kubunuh itu. Akulah yang memandang itu. Pada matanya. Aku yang mendengar itu pada telinganya. Aku yang berkata itu pada lisannya. Aku yang berkuasa dan berkehendak itu pada dirinya. Aku yang mengetah itu di dalam hatinya. Aku yang hidup di dalam jiwanya itu. Tak ada siapa-siapa di itu. Itulah yang diri yang seakmal diri. Itu yang diri yang sesempurnanya diri. Ya aku, kata Allah. Peganglah ini Bapak Ibu dengan iman. dengan rasa yang sudah terpaktri ke dalam hakikat rahasia diri Bapak Ibu itu Wallahu napsiyun wa ana napsahu ujudaku Allah diriku, diriku nyatanya wujud Allah itu bukan kata kita, kata Allah Allah punya diriku kata Allah itu Allah mengatakan kepada dirinya Allah itu diriku diriku inilah yang diri Allah itu makanya namaku adalah Allah wujudku bernama Muhammad rupaku bernama Adam rahasiaku bernama Hai bingung sahab Jadi insan itu ya aku tau lah, itu yang dikatakan oleh Allah tuh, al-insanu. Siri, wa siri sipati, wa sipati la ghairi. Insan itu, itu adalah rahasiaku. Rahasiaku itu, itu adalah sipatku. Sifatku itu, itu tiada lain adalah aku. Jadi insan itu sifatku. Kalau lah insan itu sifatku, maka sifat itu adalah aku. Itu maksudnya, insan itu ya aku. Walaupun Bapak Ibu disebut orang, kita ini orang, tapi orangnya Bapak Ibu bukanlah kenyataan diri Bapak Ibu. Lo ngerti bahasa Ustaz dong? Walaupun orang mengatakan diri Bapak Ibu ini orang, tapi orangnya diri Bapak Ibu bukanlah kenyataan diri Bapak Ibu. Walaupun kita ini disebut insan, tapi insannya kita bukanlah kenyataan diri kita. Itu yang lo bukakan rahasia kita. Yang dirimu itu bukan dirimu. Yang dirimu itu aku. Aku nih yang jadi dirimu. Kalau aku ini yang jadi dirimu, aku ini yang dirimu. Haa, tuh ya. Tuh maksudnya. Anta-ana, ana-anta. Engkau itu aku, aku itu engkau. Engkau itu tak ada. Yang ada itu aku. Maka yang sebenar-benar aku, ya aku. Yang sebenarnya engkau juga aku. Kalau sudah sampai di situ Bapak Ibu, ini yang Ustaz katakan. Kata yang tidak terkatakan. Diam aja lagi Bapak Ibu tuh. Diam di dalam hening, hening di dalam keheningan. Itu yang diam seribu kata. La sotun wa la kharfun. Bil haqi ilallah.