Aku yang membunuhnya Ya? Di sana? Aku yang membunuhnya Kalian mungkin bertanya-tanya kenapa aku membunuhnya Aku membunuhnya karena Karena Matanya Ya? Matanya Matanya bagaikan orang yang sedang memangsa Dan ketika mangsanya lengah Aku tidak suka matanya Matanya selalu menatapku Meremehkanku Ia yang merebut kebebasanku Ia yang mencabut bulu-bulu di sayapku Ia yang merampas semuanya dariku Ia juga yang mengurungku di santar besi ini Padahal aku hanya ingin terbang Memangnya enak kan? Punya sayap tapi tidak bisa terbang?
Aku tuh rutis mau kemauannya Tapi kenapa ketika aku ingin terbang Ya hanya berkata terbang Untuk apa? Teman-temanku, saudara-saudaraku, warga-warga ku semuanya bernyanyi Bernyanyi lah Tapi aku tidak bisa bernyanyi, Bu Aku hanya ingin terbang Terbang? Nanti kau akan jatuh Semuanya bernyanyi, jadi bernyanyilah turuti perkataanku Aku sayang padanya, maka aku paksakan diriku untuk bernyanyi Tapi kenapa ketika aku bernyanyi Ia undang teman-temannya, saudara-saudaranya, keluarganya, haaa?
Senangkan kamu memperbaikanku? Aku tidak bisa bernyanyi, aku hanya ingin terbang. Bak. Haa.
Bagaimana kalau ku gesekan paruhku ke sangkar besi ini? Ya, mereka selalu pergi setiap pagi lalu pulang tengah malam. Jadi, ketika sudah malam, ku gesekan paruhku ke besi sangkar ini. Pelan-pelan agar terlepas, ku gesekan paruhku. Eh, tidak bu, aku tidak mendengar suara apa-apa.
Aku tadi mendengar suara yang aneh. Suara apa itu? Eh, tidak bu, aku tidak mendengar. Mungkin ibu salah dengar kali. Baiklah.
Ya pergi, lalu kulanjutkan untuk menggesekkan panuku ke sangkar besi. Bu, tidak aku tidak dengar suara apa-apa, mungkin tetangga sebelah sedang merenovasi besi sangkarnya. Iya, dadah. untuk tidak curiga lalu melanjutkan gesekan parut ke besi sakar itu dan akhirnya dilepas aku harus menutupi dengan sesuatu ya eee eee Gue lupa-lupa, tidak apa-apa Lalu kututupi lubang sangkar besi ini dengan bulu-bulu sayap.
Dua, tiga Aku tinggal menunggu esok pagi Dan ketika pagi datang Aku bersiap-siap untuk keluar dari sangkar besi ini Aku singkirkan dulu bulu-bulu sayapku Pelan-pelan Dan sangkan bersih ini sudah terbuka. Sedikit lagi aku akan bebas. Lalu, aku hitung sampai tiga.
Satu. Lalu dua. Tiga! Akhirnya aku bisa keluar! Aku rentangkan sayapku lebar-lebar!
Aku terbang setinggi-tingginya ke sana, kemari, dan akhirnya sampai di sebuah rambut pohon. Hah? Lo?
Ternyata cacing-cacing itu bukan berasal dari tanah. Hah? Hah?
Dari tanah? Selama ini aku taunya dari bungkusan. Loh?
Banyak burung-burung sepertiku yang terbang bebas? Aaaaah... Ada lampu yang menggantung di langit besar sekali.
Aaaaah... Berarti sudah malam. Aku harus kembali terbang ke rumah. Lalu menutup lubang di sakan besiku. Lalu kembali duduk Rasanya lama-kelamaan membosankan Jika aku harus pergi pagi-pagi Pulang malam sebelum mereka pulang Bagaimana kalau mereka keburu saja Ya Ya Ya, mereka selalu pergi pagi-pagi Dan selalu bekerja di belakang gereja di hadapan orang-orang yang berbeda Dan pada paginya, aku terbang menuju sana Aku terbang menuju tempat kerja mereka dan ayahku sampai di pohon dekat tempat mereka bekerja Aku harus mencari sebuah balok kayu Hai teman-teman boleh tolong bantu aku ya tolong ambilkan balok layu itu ke sini Ayah aku bantu tapi tolong bantu Untuk apa?
Tidak, tidak untuk apa-apa. Hanya untuk di sini saja. Tolong bantu ya. Terima kasih.
Siap. Terima kasih. Dadah. Ya, ibuku masih ada di sana.
Akhirnya, Kucoba untuk mendorong balung kayu ini Dalam itu, kayu ketiga Tiga Dua Satu Wah! Ususnya keluar Matanya keluar juga Akhirnya aku bebas Lalu aku pulang kembali ke rumah Lalu duduk Menunggu ibu pulang Aku lapar Bu Ibu Bu aku lapar Bu Bu I BUMBUMBUMBUMBUMBUMBUMBUMBUMBUMBUMBUMBUMBUMBUMBUMBUMBUM