PASCA KERAJAAN BELANDA Pasca Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat tahun 1949 tidak berarti persoalan selesai hal itu ditandai dengan munculnya gerakan separatis di beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia Serikat Pada tanggal 25 April 1950, muncul gerakan separatis yang dipelopori Kristian Robert Stephen Soumokil dengan memproklamirkan berdirinya Negara Republik Maluku Selatan, RMS. Soumokil menyatakan bahwa Maluku berdiri sendiri, lepas dari Republik Indonesia Serikat maupun Negara Indonesia Timur. Karena Maluku bagian dari wilayah Republik Indonesia Serikat, Soekarno selaku Presiden RIS bertanggung jawab menyelamatkan rakyat dan wilayahnya.
Pada awalnya, pemerintah Indonesia masih memberikan kesempatan kepada Sowomokil agar masalah bisa diselesaikan secara damai, namun Sowomokil menolak mentah. Akhirnya pemerintah Indonesia harus mengambil langkah tegas. Dengan operasi militer, tentara Indonesia yang baru saja bermain api dengan tentara Kenil di Makassar kini siap bermain dalam palagan yang lebih besar. Sebelum melangkah lebih jauh, siapakah sebenarnya Soe Mokil? Christian Robert Stephen Sowomokil, nama populer Sowomokil, lahir di Surabaya Jawa Timur, pada tanggal 13 Oktober 1905. Ayahnya bernama Amelius Thomas Sowomokil, pegawai kantor pos di Surabaya, dan ibunya bernama Augusta Francia van der Heijee.
Setelah tamat HBS di Surabaya, Soumokil melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Leiden, Belanda dan lulus tahun 1934. Sejak masa-masa kuliahnya di Leiden, Soumokil menunjukkan diri sebagai warga negara Belanda yang baik. Selama di Belanda, Soumokil pernah ikut wajib militer Belanda yang sifatnya sementara. Dia ditempatkan dalam artileri Medan. Sekembalinya ke Indonesia, Soumokil menjadi jaksa Hindia Belanda.
Ketika Jepang menduduki Indonesia, Soumokil tetap setia kepada Belanda, sehingga ia ditawan oleh Jepang dan menjadi penghuni kam interniran bersama warga Belanda lainnya. Tak lama kemudian, tentara Jepang membawa Soumokil dalam kerja paksa, membuat jalan kereta api di Thailand. Setelah Jepang kalah, Soumokil kembali ke Indonesia, kemudian menjadi Menteri Jaksa Agung di negara Indonesia Timur. Dalam tahun 1946 sampai tahun 1950, Soumokil adalah sosok jaksa yang mengeksekusi mati Walter Mongisidi.
Lantas, ketika Soumokil bersama pasukan Kenil yang pro-Belanda, mendirikan negara Republik Maluku Selatan, akhirnya ia juga harus menjalani eksekusi mati. Pada waktu menjadi jaksa agung di negara Indonesia, Timur. Soumokil berhasil mempengaruhi Andi Aziz melakukan pemberontakan di Makassar yang didukung tentara Kenil.
Namun ketika Andi Aziz menyerahkan diri kepada tentara Apris, Soumokil melarikan diri. Pada tanggal 18 April 1950, Soumokil meninggalkan kota Makassar menuju Manado dengan menumpang pesawat bomber milik militer Belanda. Setibanya di Manado, Soumokil melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh-tokoh setempat, lantas mempengaruhi melakukan gerakan seperti di Makassar, namun tidak mendapat tanggapan.
Karena tidak mendapat tanggapan, Soumokil melanjutkan perjalanan menuju kota Ambon, dan mendarat sore harinya di lapangan terbang Laha, sekarang Bandar Udara Patimura. Sebagai jaksa agung, Soumokil meninggalkan tugas tanpa sepengetahuan pemerintah negara Indonesia Timur. Sehingga pada tanggal 22 April 1950, ia dipecat dari jabatannya, dengan alasan meninggalkan tugas secara diam-diam tanpa izin, dan melakukan kegiatan yang mencurigakan. diikakan.
Sejak itu, untuk memperoleh dukungan, Soumokil aktif melakukan propaganda di wilayah Maluku Selatan. Soumokil menerangkan bahwa ia mendapatkan dokumen tentang kekejaman tentara apris terhadap orang-orang Maluku di Makassar, Manado dan tempat lain. Dalam upaya menghasut warga Maluku, Sou Mokil menerangkan salah satu cara orang Maluku agar bebas dan terhindar dari kekejaman tentara Indonesia, yakni dengan mendirikan negara sendiri Berkat propaganda yang dilakukan dengan cermat, baik melalui surat kabar, maupun melalui pertemuan dan rapat-rapat, Soe Mokil berhasil menghasut beberapa tokoh Maluku, diantaranya Dr. Insinyur Manusama, seorang guru di Maluku, lulusan teknis Sehoge School TE Bandung, tahun 1940, sekarang Institut Teknologi Bandung. Tak hanya itu, Sowomokil juga secara masif dan berhasil mempengaruhi tentara Kenil dari warga pribumi Maluku untuk melawan tentara Indonesia, APRIS. Setelah merasa perencanaan cukup matang dan didukung tentara Kenil, Sowomokil dan kawan-kawan menentukan waktu yang tepat untuk melakukan gerakan besar, yakni mengumumkan proklamasi pendirian negara Republik Maluku.
Selatan RMS pada sore hari tanggal 25 April tahun 1950 bertempat di gedung Batu Gajah Ambon sekarang markas Kodam 15 patimur Soe Mokil dan kawan-kawan mengambil alih pemerintahan dan memaksa aparat pemerintahan setempat turut hadir dalam pembacaan proklamasi. Ada pun teks proklamasi Republik Maluku Selatan berbunyi. Yang berbentuk Republik lepas daripada segala perhubungan ketatanagaraan negara Indonesia Timur dan Republik Indonesia Serikat beralasan negara Indonesia Timur sudah tidak sanggup mempertahankan kedudukannya sebagai negara bahagia selaras dengan peraturan-peraturan mutamar dan pasar yang masih syah berlaku juga sesuai dengan keputusan Dewa Meluku Selatan tentang 11 Maret 1947 Sedang Republik Indonesia Serikat Sudah bertindak Bertentangan dengan keputusan Konferensi Meja Bunda Dan undangan-undangan dasarnya sendiri Ambar 25 April 1950 Pemerintah Meluku Selatan Yeiha Manuhutu A.W. Rizal tanpa setiap pertentangan kunjungan dengan negara Indonesia dan negara Indonesia yang berkaitan dengan negara Indonesia.
Karena negara Indonesia tidak bisa menjadi negara yang berkaitan dengan negara Indonesia. Ambon 25 April 1950 Was getekend De regering van de Zuid-Mulukken Je haman hutu Awa irisan Sekali proklamasi Tetap proklamasi Minara Sehari setelah mencetuskan proklamasi, Pemerintah Republik Maluku Selatan, RNS, kemudian melakukan perekrutan pada pemuda-pemuda sebagai sukarelawan mempertahankan wilayah Republik Maluku Selatan. Setelah itu membentuk Kabinet Pemerintahan RNS. Rapat pembentukan kabinet dipimpin oleh Presiden RMS, Johannes Hermanus Manuhutu, dan Albert Wairisal sebagai Perdana Menteri.
Kemudian Menteri Dalam Negeri oleh Daniel Johannes Gaspers. Menteri Keuangan oleh Johannes Benjamin Patirajawane Menteri Luar Negeri dijabat oleh Soumokil Menteri Pendidikan oleh Johannes Alvarez Manusama Sementara, Menteri Lalu Lintas dipegang oleh Frederick Hendrik Peter Kemudian Panglima Tentara RMS dipegang oleh Dance Jacob Samson Selanjutnya, Kepala Staff Angkatan Perang RMS Dijabat oleh Thomas Nussi dan sejumlah departemen lainnya seperti Departemen Kesehatan Sosial, Perekonomian Sandang Pangan Kehakiman, Penerangan dan pertahanan. Namun tak lama kemudian, pada tanggal 3 Mei 1950, Soumokil menggantikan Johannes Hermanus Manuhutu sebagai Presiden RMS hingga tanggal 12 April 1966. Gerakan separatis RMS menimbulkan gangguan keamanan di dalam negeri tidak saja mengancam keamanan dan keselamatan negara tetapi juga terhadap keselamatan masyarakat Atas desakan rakyat Maluku pada hujan Khususnya, pemerintah Indonesia mulai merancang misi untuk menyelesaikan peristiwa di Maluku. Setelah melalui pertimbangan yang mendalam, pemerintah Indonesia mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah RMS.
Langkah pertama dengan melakukan perundingan damai, mengingat rakyat Maluku adalah bangsa Indonesia juga. Pemerintah berusaha untuk menghindari jatuhnya korban jiwa. Oleh sebab itu, pada tanggal 27 April 1950, pemerintah Indonesia mengirim misi ke Maluku Selatan, diketuai oleh Dr. Leimena, didampingi oleh Insinyur Putuhena, Pelu Pesi, dan Dr. Rehata.
Pada tanggal 28 April 1950, Dr. Leimena mengirim seruan damai kepada pemimpin RMS. Kemudian ia bersama tim berangkat menuju Ambon dengan kapal Hang Tua, dan tiba pada tanggal 1 Mei 1950. Dalam seruan itu, Leimena berharap pemimpin RMS datang menemuinya di kapal Hang Tua untuk berunding secara damai. Namun sayang, seruan damai itu tidak berakhir. itu ditolak pihak RNS. Mendengar kabar gagalnya misi perdamaian itu, sejumlah organisasi rakyat dan pemerintah Indonesia sangat kecewa, sebab pemerintah Indonesia tidak ingin masalah Maluku diselesaikan dengan pertumpahan darah.
Namun karena upaya diplomasi damai mengalami kegagalan, akhirnya memaksa pemerintah Indonesia mengambil tindakan pamunggas. Sementara itu, sejak tanggal 15 April 1950, Kolonel Kawilarang diangkat sebagai Panglima Tentara Territorium 7 Indonesia Timur, wilayah teritorialnya termasuk Kepulauan Maluku. Kawilarang menghadapi dua tanggung jawab besar, persoalan pemberontakan Kenil di Makassar yang dipimpin Andi Aziz, dan separatis di Maluku Selatan. Sebenarnya masalah Maluku Selatan merupakan rentetan peristiwa Makassar Semuanya didalangi oleh Soe Mokil Kendati Andi Aziz telah menyerahkan diri Namun kontak senjata dengan sisa-sisa pendukungnya dari kalangan tentara Kenil Masih sering terjadi, kota Makassar belum benar-benar kondusif Namun masalah RMS tidak boleh dibiarkan berlarut-larut Pemerintah Indonesia kembali mempercayakan Kolonel Kawilarang sebagai Panglima Operasi menyusun langkah-langkah untuk menumpas RMS tugas komando diserahkan kepada Lieutenant Kolonel Selamet Triadi untuk menyelesaikan masalah RMS tidak bisa dipandang ringan karena pasukan RMS terdiri dari beberapa anggota Barret Merah dan Barret Merah Barat Hijau Kenil yang profesional dan terlatih dalam bidang kemiliteran untuk penumpasan RMS dibagi dalam tiga grup diantaranya grup 1 dikomandoi Mayor Ahmad Wiranata Kusuma dalam grup ini melibatkan batalion 3 Mei dipimpin oleh Mayor Alex mengkow batalion Lukas dipimpin Kapten Lukas Kastarjo batalion Patimura dipimpin Letnan Nusi dan batalion poniman dipimpin Mbienkatenponiman. Kemudian, grup 2, dikomandoi Letnan Kolonel Selamet Riyadi, terdiri dari Batalion Worang, yang dipimpin oleh Mayor Worang, Batalion Klaport dipimpin oleh Kapten Erwin Klaport, Batalion Mahmud dipimpin oleh Kapten Mahmud Pasa, Batalion Suraji, Pimpinan Mayor Suraji, Batalion Pelupesi, dipimpin Mayor Pelupesi, KV Lery Teng, dipimpin oleh Kapten Erwin Klaport.
oleh Kapten Klis. Selanjutnya, Group 3, di Komadoi Mayor Surjo Subandrio, terdiri dari Batalion Tengkorak Putih, dipimpin Mayor Surjo Subandrio. Batalion 352 Gajah Merah, dipimpin oleh Mayor Suraji, Batalion Sutarno, dipimpin oleh Mayor Sutarno, Detasemen Fah, dipimpin oleh Kapten Fah, Batalion Banteng Merah, dipimpin oleh Mayor Yusmin, didukung oleh Detasemen Artileri Medan, Skuadron Panzer, dan Zeni Pionir. Dari Angkatan Laut Indonesia, dipimpin oleh Laksamana John Lie, dengan melibatkan beberapa kapal diantaranya KRI Pati Unus, KRI Raja Wali, KRI Hang Tuah, KRI Banteng KRI Namlea, KRI Anggang, KRI Andres, KRI Amahai, KRI Piru, Kapal Pendara Teng, dan 3 buah kapal KPM, yaitu KPM Waikelo, KPM Waingapu, dan KPM Waibalong.
Dari Angkatan Udara Indonesia, antara lain pesawat bomber B-25 dengan pilot Mayor Nordraven dan Lieutenant Ismail serta dua buah pesawat Catalina Sementara itu, pasukan anti-Kerilya melibatkan dua batalion yaitu Batalion Matalata dipimpin oleh Mayor Andi Matalata dan Batalion Rifai dipimpin oleh Mayor Rifai Itulah kekuatan yang dipersiapkan untuk menumpas RNS Pada Juli 1950, Panglima Kawilarang mengeluarkan surat instruksi dan menyatakan wilayah Maluku menjadi daerah tertutup dari laut, darat, dan udara. Selanjutnya, memblokade Maluku lewat laut dengan mengerahkan KRI Korvet Raja Wali, KRI Korvet Pati Unus, dan KRI Korvet Hang Tua. Untuk menumpas separatis Republik Maluku Selatan, Panglima TT7 Indonesia Timur menerapkan satu komando operasi militer yang disebut Kompas Malsel atau Komando Pasukan Maluku Selatan.
Dengan Komando Pasukan Maluku Selatan menjadi sumbu api yang menandakan palagan besar akan menyala dengan sasaran merebut Pulau Buru, Pulau Seram, Pulau Ambon, dan Pulau Lease dari tangan. RMS berdasarkan perintah operasi pada tanggal 13 Juli tahun 1950 tentara Indonesia mulai bergerak untuk merebut Pulau Buru Untuk merebut kembali pulau penghasil tanaman kayu putih terbesar di Indonesia ini, Angkatan Darat melibatkan Batalion Patimura dipimpin Mayor Pelu Pesi, Batalion 352 dipimpin Mayor Suraji, dan Batalion 3 Mei dipimpin Mayor Menggo. Sementara Angkatan Laut melibatkan KRI Pati Unus, KRI Hangtua, dan KRI Banteng serta sejumlah kapal angkut seperti KMY Kelow dan KM General Van Gen Pada tanggal ini, KRI Banteng dan KRI Banteng melibatkan KRI Pati Unus, KRI Hangtua, dan KRI Banteng melibatkan KRI Pati Unus, KRI Banteng melibatkan KRI Banteng melibatkan KRI Banteng melibatkan KRI Banteng melibatkan KRI Banteng melibatkan KRI Banteng melibatkan KRI Banteng melibatkan KRI Banteng melibatkan KRI Banteng melibatkan KRI Banteng 14 Juli 1950 sekira jam 6 pagi, tentara Indonesia berhasil mendarat di pantai Lala Ubon, sebelah utara Namlea.
Pendaratan pertama Batalion Patimura, disusul Batalion 352, kemudian Batalion 3 Mei. Pendaratan pasukan tidak mendapat perlawanan dari pihak musuh. Pasukan Indonesia terus bergerak menuju kota Namlea.
Pada tanggal 16 Juli 1950 sekira jam 5 pagi, dengan menerobos alang-alang dan hutan kayu putih, pasukan darat Indonesia menyerbu kota Namlea. Kendati tentara RMS melakukan perlawanan, namun dapat dipukul mundur, bahkan tentara Indonesia berhasil menangkap Sersan Lestaluhu, komandan pasukan RMS Dinamlea. Untuk menyelamatkan diri, pasukan RMS lari pontang-panting menuju pantai, untuk kabur dengan perahunya, tapi sayang dicegat oleh kapal tempur Indonesia, entah bagaimana nasibnya.
Pada jam 7 pagi, seluruh Namlea sudah berhasil dibebaskan oleh pasukan Indonesia. Meski demikian harus diakui, tentara LMS merupakan tentara kenil yang cukup terlatih dan menguasai. Asai Medan Selama pertempuran di Pulau Buru ini, tercatat 61 prajurit Indonesia gugur Setelah Pulau Buru berhasil dibebaskan dari tangan RMS Target berikutnya merebut Pulau Seram, di sebelah utara Pulau Ambon.
Operasi pembebasan Pulau Seram dari penguasaan RMS disebut Operasi Fajar. Panglima TT-7 Indonesia Timur Kolonel Kawilarang, kembali mengeluarkan surat perintah operasi. Perintah operasi ini ditindak lanjuti Letnan Kolonel Selamat Riadi sebagai komandan operasi pasukan. Dalam usaha merebut Pulau Seram turut sempat. serta Panglima Komando Operasi Kolonel Kawilarang bersama Panglima Operasi Kompas Maluku Selatan Letnan Kolonel Selamat Riyadi.
Sesuai dengan perintah operasi, pada tanggal 21 Juli 1950, sekira jam 6 sore, pasukan meninggalkan Namlea, Pulau Buru dan bergerak ke Pulau Seram. Pasukan Indonesia yang akan mendarat pertama di Pulau Seram adalah Batalion 3 Mei yang dipimpin oleh Mayor Alex Mengkol dengan sasaran utama merebut Kota Piru Kemudian menyusul Batalion 352 Gajah Merah pimpinan Mayor Suraji, untuk mengamankan pendaratan, pasukan dilindungi KRI Pati Unus dan KRI Rajawali. Sebelum matahari terbit, pasukan mulai melakukan pendaratan di Teluk Biru, Batali, batalion 3 Mei dari arah kiri dan batalion 352 mendarat diarah kanan setelah pendaratan pasukan bergerak ke kampung Telaga sekitar 14 km dari kota Piru sebelum menyerba ke Kota Piru terlebih dahulu mengutus Letnan Satulangi, Sersan Daud Lestiluhu dan Sersan Kaicili berangkat ke Kota Piru untuk berunding tentara Kenil yang bergabung dengan RMS agar menyerah Sersan Daud Lestaluhu merupakan tentara Kenil Baret Hijau dan menjadi komandan tentara RMS Dinamlea Pulau Buru namun ia ditawan oleh tentara Indonesia ketika menyerbu pulau itu bahkan Sersan Daud Lestaluhu banyak teman seperjuangannya di Batalion 3 Mei sewaktu di Manado Batalion 3 Mei terbentuk pada tanggal 3 Mei 1950, di Manado, anggotanya merupakan bekas tentara Kenil yang memilih bergabung dengan Indonesia. Pada tanggal 22 Juli 1950, sekira jam 5 sore, pasukan Indonesia sudah berada sekitar 1 km dari kota Piru, dan langsung membentuk formasi untuk melakukan penyerbuan. Tepat jam 6 sore, pasukan Indonesia menyerbu Kota Piru, tentara RMS melawan.
Pasukan Indonesia terus maju dan merebut markas tentara RMS di Kota Piru. Ternyata Letnan Satulangi, Sersan Daud Lestiluvu dan Sersan Kaicili sudah menjadi mayat mengenaskan. Mereka bertiga dihabisi oleh tentara kenil temannya sendiri yang bergabung dengan RNS. Setelah membunuh mereka melarikan diri masuk hutan, lantas diburu oleh Batalion 3 Mei, dan tentara kenil yang mendukung RMS itu, sebagian juga dihabisi oleh pasukan Batalion 3 Mei, pimpinan Mayor Alex Mengko.
Pada tanggal 22 Juli 1950, sekira jam 7 malam, kota Piru yang merupakan ibu kota Kabupaten Seram bagian barat itu, dikuasai sepenuhnya oleh pasukan Batalion 3 Mei. bukan Indonesia. Setelah berhasil merebut pulau seram dari penguasaan RMS, sasaran berikutnya adalah merebut pulau Ambon. Pulau Ambon merupakan pusat pertahanan RMS yang memiliki kekuatan tentara berjumlah banyak berasal dari tentara Kenil. Meski begitu, tentara Indonesia tak surut hanya karena gelombang.
Berdasarkan Surat Perintah Panglima Kawilarang, operasi militer untuk merebut Pulau Ambon diberi nama Serangan Umum Senopati dengan sasaran utama menghancurkan pusat pertahanan RMS di Pulau Ambon. yang berjuluk Ambon Manise itu. Dalam operasi militer untuk merebut Pulau Ambon dari tangan RMS, Indonesia melibatkan kekuatan angkatan darat, laut, dan udara. Angkatan Darat melibatkan beberapa batalion diantaranya Batalion 352 Gajah Merah dipimpin Mayor Suraji Batalion 3 Mei dipimpin Mayor Alex Mengko Batalion Worang dipimpin Mayor Worang Batalion Banteng Merah dipimpin Mayor Yusmin Batalion Tengkorak Putih dipimpin Mayor Suryo Subandrio Kemudian Kompi Pisok dipimpin Leto Kapojos Kompi Pasukan Terpendam dipimpin Leto Kapojos Letnan 1M Kimaruapai, Komando Treop dipimpin Letu Lumanel, serta Staff Deking dipimpin Letnan 2 Sumardi. Kemudian Angkatan Laut Indonesia melibatkan KRI Pati Unus, KRI Rajawali, KRI Hang Tua, KRI Banteng, KRI Namlea, KRI Andres, KRI Amahai, KRI Piru, didukung sebanyak 10 kapal pendarat, dan 3 KPR.
KPM Yaitu KPM Y Kelau, KPM Y Ngapu, dan KPM Y Balong Sementara Angkatan Udara Indonesia mengerahkan 2 buah bomber B-25 dan 2 buah Catalina. Operasi Senopati pertama, pasukan Indonesia mulai mendarat di Hitulama dan Tulehu, sebelah utara kota Ambon, pada tanggal 28 September 1950. Pendaratan di Hitulama dan Tulehu, Sama diawali Batalion Banteng Merah, sementara pendaratan di Tulehu dilakukan Batalion 3 Mei. Pendaratan di Tulehu ini turut serta Letnan Kolonel Selamat Riyadi dan mendarat di bagian selatan Tulehu. Sementara Kolonel Kawilarang bersama Kapten Andi Yusuf, Leo Lapulisa, dan Mustika mendarat di bagian utara Tulehu.
Dalam operasi senopati pertama untuk merebut Pulau Ambon ini, pasukan Indonesia di sektor Tulehu dan Hitu mengalami kesulitan besar, sehingga untuk mencapai kota Ambon sebagai pusat pemerintahan RMS. mengalami kegagalan. Pasukan Indonesia dipukul mundur oleh pasukan RMS di Telaga Kodok dan Waitatiri.
Pasukan RMS selalu melakukan penyerangan secara tiba-tiba pada tempat persembunyian yang telah dikuasai. Oleh karena itu, rencana untuk menguasai Pulau Ambon dalam jangka waktu lima hari tidak berjalan sesuai dengan rencana. Kegagalan pasukan di daerah Waitatiri dan daerah Telaga Kodok merupakan pelajaran yang berharga pasukan Indonesia.
Gagalnya gerak operasi senopati pertama menjadi pengalaman berharga pasukan Indonesia. Indonesia untuk lebih teliti dalam membuat rencana-rencana selanjutnya. Oleh sebab itu, Panglima Operasi Kolonel Kawilarang, memutuskan untuk segera membentuk pasukan gabungan yang lebih baik dari sebelumnya. Operasi selanjutnya bernama Operasi Senopati II.
Operasi ini dengan tujuan menumpas abis pertahanan pasukan RMS, di Pulau Ambon dan Pulau Lease. Dalam operasi Senopati ke-2 ini, pasukan dibagi menjadi 3 grup. Grup 1, mendarat di Telaga Kodok, dipimpin Mayor Suryo Subandrio. Dalam grup ini, melibatkan Batalion Banteng Merah. batalion tengkorak putih dan batalion sutarno sementara itu pasukan yang tergabung di grup 2 mendarat di Waitatiri dipimpin letkol selamat riadi dengan melibatkan Batalion Worang, Batalion Klaport, Batalion Mahmud, Kompi Fah, 2 buah artileri, eskader pancer, dan pasukan Zeny Pionir.
Kemudian, grup 3, mendarat di Pionir. Pantai Ambon dipimpin Mayor Ahmad Wiranataku Sumah, melibatkan Batalion 3 Mei, Batalion Siluman, Batalion 1513, serta Pasukan Angkatan Laut dan Udara. Pada tanggal 3 November 1950, sesuai rencana, pasukan mulai bergerak ke wilayah masing-masing. Pasukan Grup 1 yang dipimpin Mayor Suryo Subandrio bergerak menuju sasaran. Di Telaga Kodok, melalui jalan pintas menerobos belukar, Batalion Banteng Merah dikomandoi Mayor Yusmin, menyerang pertahanan pasukan RMS.
Pertempuran sengit berlangsung, korban kedua pihak berjalan. Tuhan. Namun, strategi terencana pasukan Indonesia yang tergabung di grup 1, dibawah Komando Suryo Subandrio, akhirnya mampu menguasai Telaga Kodok. Pasukan Batalion Banteng Merah, Batalion Tengkorak Putih, dan Batalion Sutarno bertempur mati-matian. Dalam pertempuran di Telaga Kodok ini, pasukan RMS yang masih hidup melarikan diri.
Sementara itu, pada hari yang sama, tanggal 3 November 1950, pasukan yang tergabung pada grup 2 yang dikomandoi Letnan Kolonel Selamat Riyadi, Prajurit Kompi Fah mulai menangkap. membuka pendaratan di Toi Sapu, dekat Batu Gong. Pada jam 5 sore, pasukan Batalion Worang dan Batalion Mahmud dan Kompifah merangsek memasuki pertahanan musuh. Palagan mematikan tak terhindarkan.
Ternyata pasukan RMS telah menunggu. Pasukan RMS lebih mengetahui medan pertempuran dan sudah lama mempersiapkan diri. Untuk menghindari korban lebih banyak, pasukan grup 2 melakukan gerak mundur sambil mengatur serangan balik. Untuk itu, Lieutenant Kolonel Selamat Riyadi merancang serangan baru, sambil memperhitungkan segala kemungkinan. Mulai dari penyusunan strategi, hingga prediksi terhadap kekuatan lawan, dengan bantuan pasukan pendobrak, pancer dan pasukan kavaleri, kekuatan pasukan grup 2 bertambah banyak.
Setelah melakukan koordinasi yang matang dengan pimpinan batalion, akhirnya Letnan Kolonel Selametriyadi memerintahkan menyerbu pertahanan RMS. Asap Mesiu kembali membumbung setelah melalui pertempuran dahsyat pasukan Indonesia yang tergabung di grup 2 pada akhirnya dapat menguasai Wai Tatiri setelah membebaskan Wai Tatiri pasukan grup 2 merangsek masuk menuju kota Ambon untuk bergabung grup lainnya sementara itu di hari yang sama tanggal 3 November 1950 sekira jam 5 pagi pasukan yang tergabung grup 3 yang dipimpin Mayor Ahmad Wiranataku Sumah, telah berhasil masuk di Teluk Ambon. Dari Pelabuhan Tulehu dikawal oleh KRI Raja Wali, KRI Pati Unus, dan KRI Banteng. Tembakan-tembakan perlindungan dimulai dari laut dan udara dengan sasaran sekitar pantai, belakang benteng Victoria, batu merah dan daerah-daerah sekitarnya. Setelah itu, pasukan Grob Putiga langsung melakukan pendaratan pertama di sekitar pantai Wain itu.
Pendaratan dimulai satu kompi dari Batalion 3 Mei, disusul Batalion Siluman Pimpinan Kapten Poniman, dan Batalion 1513 Pimpinan Mayor Lukas. Pendaratan selanjutnya adalah pendaratan sisa-sisa pasukan dari Batalion 3 Mei, bersama sejumlah mobil panser lapis baja dari Kesatuan Kavaleri. Pendaratan Batalion 1513 pimpinan Mayor Lukas di Pantai Mardika, kemudian langsung menuju tengah kota Ambon. Kemudian menyusul pendaratan Komando Grup 3, Mayor Ahmad Wiranataku Sumah, langsung mendekati sekitar Benteng Victoria.
Sementara itu, pasukan Batalion 1513, pimpinan Mayor Lukas yang mendarat di Pelabuhan Mardika, langsung bergerak menyerang ke dalam kota Ambon untuk merebut benteng Victoria. Tak lama kemudian, pasukan dari grup 2 pimpinan Letnan Kolonel Selametriadi tiba di kota Ambon, bergabung untuk melumpuhkan titik pertahanan RMS di kota Ambon. Pada tanggal 4 November 1950, melalui pertempuran yang sengit Pasukan Batalion 1513 Pimpinan Mayor Lukas, akhirnya berhasil menguasai Benteng Victoria.
Namun, di luar dugaan, tidak lama kemudian benteng Victoria berhasil direbut kembali oleh tentara RMS Pasukan RMS yang didukung sejumlah panser, tiba-tiba muncul dengan menggunakan pakaian TNI, langsung mengadakan penyerangan ke dalam benteng Tentara RMS melakukan gerak tipuan dengan memakai seragam tentara Indonesia Sehingga kedatangannya tidak menimbulkan kecurigaan, pasukan Lukas mengira panser Panzer tersebut adalah milik pasukan Indonesia, sehingga tidak memberikan perlawanan. Akibatnya pasukan Lukas yang baru 2 jam menguasai Benteng Victoria, terpaksa menyelamatkan diri. Menyikapi keadaan itu, Lieutenant Kolonel Selamat Riyadi memberi komando untuk melanjutkan pergerakan ke Benteng Victoria. Pasukan Panzer bergerak perlahan, mulai mendekati Benteng Victoria.
Lieutenant Kolonel Kolonel Selametriadi naik panser, didampingi komandan pasukan Lapis Baja, Kapten Klis. Sekitar 30 meter dari jalan pertigaan, pasukan langsung disambut dengan tembakan dari pihak musuh, dan sebuah tembakan menghancurkan periskop panser yang dinaiki Letkol Selametriadi. Ketika pasukan panser Indonesia mencoba membalas tembakan tersebut, akan tetapi dicegah oleh Selamet Riyadi, karena yang menyangka pasukan yang ada dalam benteng adalah pasukan Mayor Lukas, dari Batalion 1513. Meskipun Kapten Klis berusaha meyakinkan Letkol Selametriyadi, bahwa tembakan itu adalah dari pihak musuh.
Namun Selametriyadi tetap ada keyakinannya. Oleh sebab itu, untuk mengetahui lebih jelas, Letkol Selamet Riadi langsung membuka kubah panser, dan turun untuk memeriksa situasi tersebut, sambil memperhatikan keadaan. Namun sial, tak lama kemudian, tembakan dari dalam benteng Victoria kembali menyalak, dan mengenai perut Letnan Kolonel Selamet, dan langsung robo. Melihat keadaan itu, Kapten Klis langsung turun menyelamatkan komandannya, bahkan sambil meringis kesakitan, Letkol Selametriadi masih sempat memerintahkan anak buahnya, agar membalas tembakan ke arah Benteng Victoria.
Sesaat kemudian, Kapten Klis langsung membawa Letkol Selametriadi ke Batu Merah, untuk selanjutnya dibawa ke Tulehu, untuk mendapatkan perawatan di kapal KMY Balong. Namun karena lukanya sangat parah, akhirnya Lieutenant Kolonel Selamet Riyadi mengembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 4 November 1950. Kemudian, komando pasukan diambil alih oleh oleh Mayor Lukas dan melanjutkan pertempuran dengan pihak musuh di Benteng Victoria dan daerah lainnya akhirnya pada tanggal 15 November 1950 kota Ambon dapat dikuasai sepenuhnya oleh tentara Indonesia Berdasarkan data, operasi penumpasan RMS menimbulkan korban yang tidak sedikit di pihak APRIS. Jika direkapitulasi, diperkirakan mencapai 2.165 korban jiwa. Mereka gugur dalam mempertahankan kedaulatan negara Republik Indonesia. Setelah berkelana beberapa tahun, hingga pada akhirnya, Kristian Robert Stephen Sow Mokil harus mempertanggungjawabkan tindakannya.
Ia dieksekusi mati di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, lepas. pantai Teluk Jakarta pada tanggal 12 April tahun 1966. Namun, lokasi eksekusi dan makam Soeumokil masih menimbulkan pro kontra. Pakar Sejarah Anhar Gonggong mengatakan menemukan lokasi makam mantan Presiden Republik Maluku Selatan Soumokil bagaikan mencari jarum dalam jerami Hal itu disampaikan Anhar Gonggong dalam menanggapi desakan aktivis RMS di Belanda mereka menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono waktu itu agar menjelaskan di mana keberadaan makam Soumokil Menurut Anhar Gonggong keadaan tahun 1910 1960-an, jauh berbeda dengan saat ini, jangan bayangkan seperti eksekusi terorisme yang disiarkan langsung di televisi Saat itu, segalanya dilakukan tertutup dan tidak ada yang mempermasalahkan hak asasi manusia