Ini adalah kita di desa Patugawemulyo, kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Beliau ini di usia muda sudah menjadi kepala desa ya mas ya, dari tahun 2019 sampai sekarang. Beliau ini merupakan mahasiswa S2 Magister Ekonomi Syariah.
UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta dan juga sebagai Sekretaris PAPDESI Kecamatan Mirip Kabupaten Kebumen dari tahun 2020 sampai sekarang. Dan seperti biasa diskusi kita kali ini tentu ditemani oleh narasumber kita yang tidak kalah hebatnya. Langsung saja izinkan saya, Yana Silva terlebih dahulu untuk menyapa ada Bapak M. Saddam M. Aka dari S. T.I.E. Hidayatullah sebagai narasumber Selamat malam Bapak Selamat malam Bu Yana Assalamualaikum Dan juga ada Dr. Dumairi M.A.
dari Universitas Gajah Mada sebagai penanggap Halo selamat malam Bapak Selamat malam Ya rasanya semangat sekali untuk mendapatkan ilmu baru dari kursi kali ini dan dari narasumber kita Untuk itu tanpa berlama-lama lagi Langsung saja kepada moderator kita Mas Anam untuk memandu jalannya Diskusi pada malam ini Silahkan Mas Terima kasih Mbak Yana atas Waktu dan undangannya Malam hari ini kita di Forum yang insyaallah Diberkai Assalamualaikum Wr. Wb Selamat malam Salam sejahtera, namo buddhaya, salam kebajikan, rahayu. Pada malam hari ini tentu sangat luar biasa dan senantiasa kita tidak lupa, senantiasa membajatkan bersyukur keadaan Allah SWT. Tuhan yang mahasiswa, semoga kita termasuk umat manusia yang penuh keberkahan.
Malam hari ini kita akan diskusi tentang ekonomi. Tartanan ekonomi yang berketuhanan dan di tengah-tengah kita sudah ada narasumber yang tentunya track record rekam jejaknya luar biasa dan punya pengalaman yang panjang dan aktivis sejak mahasiswa dan dulu aktivis di POSE, ekonomi syariah, kemudian sekarang di sekolah tinggi ekonomi. Ya, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Hidayatullah Depok, yaitu Bapak Muhammad Saddam M.A.K. dan saat ini juga masih menempuh pendidikan S3 di Universitas Pancasila dan ini sangat cocok dengan tema kita, lahir dari kampus Pancasila. Tentunya induk dari kampus Pancasila juga di sini ada, nantinya akan menanggapi guru kami.
Akhirnya bisa ketemu juga Pak Dumeiri, saya mengenal nama beliau itu sejak mahasiswa karena membaca dan mempelajari buku-buku beliau yang sangat benar. Bahkan dari mungkin mahasiswa dari Sabang sampai Merauke mengenal nama beliau. Saya kemarin kaget, Pak Dumeiri ini tahu saya itu dulu bukunya banyak.
termasuk perekonomian Indonesia dan matematika ekonomi. Langsung saja, waktunya Mbak Iyana ini berapa nanti? Satu pembicara.
Halo, Mbak Iyana? Oh iya Pak, mungkin untuk penyampaian materinya bisa 30 menit. Oh 30 menit ya, nanti dilanjutkan diskusi ya. Jadi malam hari ini karena temanya ini menurut saya doku falsafahnya juga masuk, kemudian secara filosofis juga masuk, dan secara idealisme juga masuk. Ini nanti malah sumber pertama Pak Muhammad Sabdam.
Kami berikan kesempatannya untuk menjelaskan dan memberikan pemamparan keilmuannya. Semoga nanti teman-teman yang... Sudah masuk pada grup, nanti bisa memaksimalkan, karena memang zoom ini kadang suaranya kan pedot-pedot, cara jawa pedot-pedot ya, putus-putus. Langsung saja, karena waktunya sudah cukup malam, nanti silakan Pak Saddam, kami persilahkan dengan materinya, nanti bisa ditampilkan Mbak Yana.
Terima kasih. Silakan Pak Muhammad Saddam. Baik, terima kasih Pak Anam. Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahillazi'alamu bilqalam alamat insanam alami'alam. InsyaAllah ilahi'l-Allahi'l-Muhammadan abduhu wa rasuluh. Allahumma salli ala Muhammad wa ala alihi Muhammad fil alameka hi'l-majid.
Yang kami hormati Pak Moderator Pak Anam Mufi. Yang kami hormati, Rok Dumairi, Masya Allah, ini satu kehormatan dan juga kebanggaan bagi saya pribadi bisa bertatap dan berdiskusi langsung dengan beliau. Karena tadi sebagaimana yang disampaikan sama Pak Anam, ya apa namanya, guru dosen matematika bisnis saya itu waktu S1 ya muridnya beliau.
Jadi Masya Allah ini. karyanya di kampus menjadi referensi utama untuk mata kuliah perekonomian Indonesia dan juga matematika bisnis dan ekonomi. Hari ini satu kehormatan dan juga kebanggaan buat saya pribadi dan juga kami ucapkan terima kasih banyak kepada Akademi Anato Nagoro yang telah memberikan kesempatan pada kami untuk sharing dan berbagi berkaitan dengan topik yaitu wujud ekonomi berketuhanan. Nah ini kenapa saya...
Mohon maaf, judulnya, judul slide yang akan saya paparkan itu adalah Wujud Ekonomi Pancasila Karena kita ingin coba lebih membumikan ekonomi berketuhanan itu dalam satu Aras konstitusi dari negara kita gitu. Hal mana di dalam konstitusi kita, di dalam pembukaan undang-undang dasar, yang mana terdapat lima sila di situ. Yang pertama adalah ketuhanan yang maesah gitu ya. Ini juga merupakan lanjutan dari diskusi sebelumnya, yang membahas tentang tatanan daripada bagaimana sih negara berdasarkan ketuhanan yang maesah itu.
Nah, ada empat konten yang akan kami... Sampaikan yang pertama adalah definisi-definisi mengenai ekonomi Pancasila. Terus kemudian juga kondisi kita, kondisi ekonomi kita. Kemudian juga sebetulnya apa sih isi ekonomi kita. Dan bagaimana hukum ASPOL itu menjawab terkait dengan wujud ekonomi Pancasila itu.
Yang pertama, kenapa definisi ini penting? Karena kita ingin, dari saya pribadi, ingin menyampaikan satu pengetahuan. Perjalanan daripada ekonomi Pancasila itu sendiri Yang memang juga secara diskursus Secara diskursus juga populer Lahir populer gitu ya Kalau lahir memang sudah cukup lama Setelah tahun 1970-an Diskursusnya itu pernah pertama kali terucap oleh Prof. Emil Salim Terus kemudian diseriusi Itu oleh Al-Mahmoud Prof. Mubiarto dari Universitas Gajah Mada Kita masuk ke Seksi 1 ya, definisi-definisi.
Yang pertama, ya saya mengutip tentu dari begawannya ya, mahrum promobiato gitu ya, bahwa teori ekonomi Pancasila itu adalah teori ekonomi khas Indonesia yang penerapannya multidisipliner dan transdisipliner. Ini yang saya halat-halat ini adalah poin-poin yang nanti bisa kita jadikan satu perspektif ya dalam memandang kondisi kita saat ini. Yang pertama adalah tidak menggunakan asumsi-asumsi keteris paribus.
Nah ini satu statement yang buat saya unik dari Perhubung Biharto, karena doktrin ekonomi saat ini yang kita pelajari, kalau misalnya kita belajar ekonomi mikro atau ekonomi mikro terutama ya, pantar ekonomi, itu pasti kata-kata ceteris paribus ini selalu muncul. Selalu muncul dan menjadi macam constraint daripada analisis ekonomi yang ada. Nah terus kemudian, Menganu lima asas, lima asas ini turunan daripada sila, pertama etika, kemanusiaan, nasionalisme, kerakyatan, otodemokrasi, dan keadilan sosial.
Jadi Prof. Muriato ini mengerucutkan ketuhanan yang maes itu dalam bentuk etika. Asasnya kekeluargaan dan kemasyarakatan sebagaimana tercantum dalam pasal 3.3 dan model ekonominya holistik. Tidak memisahkan masalah ekonomi dari masalah sosial, budaya, masalah moral, dan etik.
Nah ini sebetulnya highlight-highlight yang nanti akan kita kaji. Ini perspektif-perspektif yang akan kita kaji berdasarkan kondisi kita saat ini. Yang kedua, saya mengambil definisi juga dari Bapak Ginanjar Kata Sasmita, salah satu politisi dan semantan anggota DPR RI dan DPD RI.
Bahwa ekonomi Pancasila tidak semata-mata bersifat materialistis. Tadi sudah disampaikan juga sama Bu Yana bahwa ekonomi berketuhanan itu tidak satu arah saja. Karena apa?
Karena ekonomi Pancasila itu ya tadi, karena silap pertama itu adalah ketuhanan yang maesah, maka landasannya adalah keimanan dan ketakwaan. Nah, ekonomi Pancasila menurut Pak Gindanjar kata Sasmita itu dikendalikan oleh kaedah-kaedah moral dan etik, sehingga pembangunan nasional kita adalah pembangunan yang berakhlan. ini definisi kedua definisi ketiga menurut Pak Majid dan juga Pak Edi Suwasono ya, secara normatif ya landasan daripada ekonomi Pancisa tertanggung dalam pembukaan pembukaan tentu tadi ada 5 sila itu terus pasal 27N2, pasal 33 dan pasal 34, undang-undang dasar 1945, terakhir Prof. Budiono mengatakan bahwa sistem ekonomi Pancasila ini tidak sepenuhnya mengadopsi kapitalisme atau sosialisme tapi lebih pada integrasi dari keduanya dengan penekanan pada regulasi yang adil, patis-patis aktif negara dan ekonomi untuk menjaga kepentingan jadi kalau saya menggambarkan ini sintesa daripada kapitalisme dan sosialisme apakah demikian juga?
nanti kita akan coba kaji gitu karena sebetulnya dasar pemikiran dan definisi ini itu bisa kita jejaki daripada aspek yang lebih fundamental Itu tadi definisi-definisi yang berkaitan dengan sistem ekonomi Pancasila ya Bapak Ibu. Nah terus kemudian karena kita sudah punya definisi itu gitu ya, maka kita coba lihat kondisi kita, kondisi ekonomi kita saat ini itu seperti apa sih gitu ya. Yang pertama tentu saja mulai dari aspek yang paling penting gitu ya, karena tadi ekonomi Pancasila itu tidak setiap materialistik tapi materialistik gitu. Dan materialistik itu bisa kita lihat dari seberapa besar.
keutuhan bangsa ini dalam mendidik satu bangsa dan manusia. Tentu saja kita masih mendapati adanya ketimbangan pendidikan. Ketimbangan pendidikan ini kenapa saya sampaikan ini merupakan salah satu peristiwa ekonomi juga. Karena bagaimanapun pendidikan ini memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di sebuah negara atau bahkan di suatu individu. Kalau kita lihat ketimbangan pendidikan yang ada.
Ini hampir 8% desa belum memiliki standar pendidikan. Kita lihat kalau Pulau Jawa ya kita sudah mahfum lah ya. Tetapi walaupun Pulau Jawa ini sudah memiliki fasilitas pendidikan yang baik, tapi kita juga bisa melihat bagaimana kondisi dan kualitas dari pendidikan itu sendiri belum terus bermerata.
Kalau misalkan Jawa-Jawa, Jakarta sebagai pusat ibu kota, kita main sedikit ke Bogor. Atau jangan ke Bogor dulu deh, ke Bojong Gede, atau Cita Ayam, itu dekat sekali dari Jakarta. Kalau misalkan kita sandingkan dan bandingkan kualitas pendidikannya, atau output dari pendidikan itu masih jauh sekali. Nah ini menjadi fenomena, kenapa kok bisa ketimbangan pendidikannya terjadi.
Sementara kita memiliki satu definisi sistem ekonomi yang secara konstitusional itu kelihatannya holistik dan menyeluruh seperti itu. Yang kedua, ketimbangan ekonomi ya. Walaupun indeks rasio gini kita tahun 2024 ini 0,39 ya.
Tapi studi dari Celios ya melaporkan bahwa timpangan di Indonesia telah berada di titik di mana kekayaan 50 orang terkait dengan ini setara dengan kekayaan 50 juta masyarakat Indonesia. Jadi ya 1 banding 1 juta, 1 orang kaya itu mewakili 1 juta orang miskin. Dan...
Kesimpulannya dari Celius itu adalah butuh waktu 133 tahun untuk menghilangkan kemiskinan di Indonesia. Nah ini tentu pendapat pesimis ya. Pendapat pesimis jika sistem ekonomi yang diberlakukan masih tetap seperti ini. Nah ini kan menjadi satu anomali juga bagaimana konstitusi kita yang diturunkan dalam definisi sistem ekonomi Pancasila itu tidak mampu untuk mengatasi ketimpangan ini. Kemudian konflik horizontal, Bapak-Ibu.
Ini berita terbaru saya sampaikan, ada aksi buang susu sapi. Kenapa horizontal, Bapak-Ibu? Karena konfliknya itu antara perusahaan dengan masyarakat. produksi. Kenapa ini horizontal?
Karena dua-duanya ini bagian atau pilar dari ekonomi itu sendiri. Kalau vertikal kan berarti konfliknya dengan pemerintah. Ini antara privat itu jadi konflik.
Karena apa? Karena kebijakan impor yang dilakukan pemerintah dan sebagainya. Nah ini perlu kita dalami.
Apakah memang hanya karena kebijakan impor demikian? Apakah ada akar yang lebih... akar masalah yang lebih utama yang menyebabkan terjadinya konflik horizontal. Terus kemudian postur fiskal kita yang sangat ketat. Ini berita-berita di saya capture gitu ya, tahun 2025 Prabowo Gibran akan bergunga utang itu sebesar Rp552 triliun.
Itu baru bunga utang Bapak Ibu ya. Nah, pokok utangnya jatuh tempo berapa ini? Rp800 triliun. Artinya, Kalau misalkan APBN kemarin yang didok itu sekitar Rp3.000 triliun dengan sumber pemasukan itu sekitar Rp2.800 triliun dan ada penambahan pembiayaan utang sekitar Rp600 triliun, kita bisa membayangkan bagaimana nanti kebijakan anggaran yang akan dilakukan oleh pemerintah. Apakah mampu menyelesaikan masalah tadi, ketimbangan pendidikan, ketimbangan ekonomi, konflik horizontal.
Nah ini fosil fiskal kita sangat ketat, karena satu-satunya jalan untuk meng-encourage ekonomi yang dalam tanda kutip ya, dalam tanda kutip itu free, itu gratis, ya ini dari fiskal kita, seperti itu. Kalau dari moneter atau dari perbankan ya jelas itu basisnya adalah fiskal. Nah ini kita lihat ya, belanja pemerintah menurut jenis tahun 2025, ini masih RAPBN ya, pembayaran bunga utang Rp552 triliun.
Kemudian belanja pegawai Rp513 triliun. Artinya Rp1.000.000 itu sudah konsumtif. Itu hampir, kalau ini Rp2,6 triliun berarti Rp1.000.000 ya sekitar hampir separuhnya, 40 persenan. Sisanya belanja modal Rp190 triliun.
Memang arahannya Pak Prabowo menghentikan, menghentikan, mengerem bukan menghentikan ya, mengerem. projek-projek mercusual yang sifat infrastruktur atau investasi terus kemudian subsidi belanja hibah, belanja bantuan sosial hanya Rp152 triliun, nah ini bagaimana dengan kondisi yang tadi kita dapatkan walaupun secara alokasi, pendidikan masih tetap menjadi nomor satu, karena di undang-undang itu juga diatur satu-satunya mungkin yang diatur bahwa 20% dari APBN itu dialokasikan untuk pendidikan Itu pun masih jadi polemik gitu ya. Beberapa bulan terakhir itu menjadi polemik masalah anggaran pendidikan ini gitu. Larinya kemana dan seterusnya.
Nah ini jadi masalah kita juga dan kondisi ekonomi kita saat ini. Maksudnya fiskal kita yang ketat dan juga masalah fiskal yang harus kita cari di mana akar masalahnya. Nah jika kita melihat tadi definisi ekonomi Pancasila yang mana itu sudah termaktub dalam konstitusi kita gitu ya.
Terus kemudian kita lihat realita kita. Pertanyaannya adalah, apakah ekonomi Pancasila atau ekonomi berketuhan itu sudah mewujudkan begitu? Ya tentu kalau kita lihat realitasnya, tentu tidak.
Beberapa, termasuk tulisannya Prof. Dumairi juga, kalau Adam Smith ini bangun, nangis-nangis kemudian meminta dikubur lagi. Karena salah memahami sistem ekonomi yang ada. Orang-orang cuma baca wealth of nation lupa sama teori of moral sentimentnya Adam Smith. Nah, ini juga jadi satu diskursus.
Apakah kemudian ekonomi Pancasila itu utopis, relevan, atau bukan relevan. Apakah bagaimana kemudian membumikan ekonomi Pancasila itu menyelesaikan masalah-masalah yang ada saat ini. Seperti itu. Nah, saya pribadi melihat bahwa problem ekonomi kita itu ternyata jauh lebih paradigmatik dan tidak hanya sekedar teknikal gitu ya. Apa problem ekonomi kita yang paling utama?
Yang pertama adalah kegagalan kita dalam memahami manusia secara utuh. Nah ini adalah satu analisi saya gitu ya, bahwa sistem ekonomi yang saat ini berjalan dan para ekonomnya gitu ya, itu gagal melihat dan memahami manusia secara utuh bagaimanapun, manusia ini menjadi garda terdepan dalam menggerakkan ekonomi. Dan sistem itu atau kelembagaan itu kemudian...
yang mengatur bagaimana manusia ini bisa memaksimalkan dirinya secara utuh. Permasalahannya adalah kita tidak melihat manusia secara utuh. Hanya kalau bahasanya itu hanya manusia yang dipandang sebagai homo economicus saja. Atau melihat manusia itu dari unsur materialnya saja. Tidak melihat manusia dalam aspek imaterial yaitu ruh dan akal.
Apa konsekuensi dari kegagalan dalam memahami manusia itu? Yang pertama adalah lupa bahwa siapa sebetulnya yang menggerakkan manusia itu untuk berekonomi. Apakah nafsunya, akalnya, ruhnya, atau jasadnya tanpa ada yang kemudian mendrive.
Hal ini kemudian menyebabkan lupa juga bahwa manusia itu tidak hanya memiliki kebutuhan dan keinginan jasa dia saja, tapi juga membutuhkan... Dan memiliki keinginan yang terkait dengan Ruh, akal, dan juga nafsu Nah ini Inilah Apa namanya Problem paradigmatik menurut saya Problem akar Sehingga apa Konsekuensinya Konsekuensi yang pertama ya Konsekuensi mikronya Doktrin ekonominya menjadi keliru Dalam melihat apa sih sebenarnya masalah ekonomi yang utama Apakah Masalah ekonomi kita itu adalah scarcity Atau How to choice something karena kelangkaan, kemudian kita harus memilih nah ini kan jadi doktrin yang selalu menjadi patron dalam pembelajaran ekonomi kita ya kelangkaan terus kemudian ada pilihan terus kemudian nanti ada terciptalah karena adanya kebutuhan itu, transaksi nanti ada permintaan penawaran pasar bebas dan seterusnya nah ya Ini Bapak-Ibu, saya melihat bahwa konsep barat ini atau yang sekarang kita adopsi, itu menitikberatkan pada masalah sebatas material tadi. Sementara, pengkritiknya juga terlalu berat pada persoalan imaterial. Padahal material dan imaterial itu telah melekat dan terintegrasi dalam satu tarikan nafas.
Dalam aktivitas kita sebetulnya itu mewujud konsekuensi ekonomi. dan juga konsekuensi sosial dalam satu waktu. Sehingga apa? Sehingga definisi welfare, definisi scarcity, definisi choice, itu hanya berat pada sisi material semata.
Orang juga akhirnya kan tidak melihat hal-hal yang sepatu spiritual, pendidikan yang abstrak, yang tidak bisa terlihat, itu adalah status scarcity juga. Kita kekelangkaan dalam kondisi kelangkaan orang-orang yang bijak misalkan. Orang-orang yang terdidik dan juga bijak Orang-orang yang kemudian Mampu bersikap kesatria Itu kan sebetulnya hal-hal yang Kita tidak bisa nilai Atau bukan tidak bisa, tidak ingin menilai Apa namanya Suatu hal yang imaterial itu Nah inilah yang kemudian menjadi konsekuensi mikronya ini Nah kegagalan ini Berkonsekuensi mikro Ketika kita gagal dalam memahami Apa sih permasalahan mikro itu Kemudian akhirnya kita menjadi gagap dalam merumuskan satu kebijakan makro seperti itu. Apa yang terjadi?
Akhirnya, relasi antara individu, masyarakat, institusi, pemerintah, dan negara itu juga akhirnya tidak terbentuk secara utuh. Produksi, distribusi, konsumsi tidak terkoordinasi, mengibatkan adanya kelangkaan dan kemubaziran dalam satu waktu. Bayangkan ya, satu sisi kita mengalami kelangkaan, tapi... Pada saat itu juga kita mengalami kemubaziran. Contohnya tadi, susu dibuang.
Akhirnya bentuk protesnya produsen susu dan pengepul karena pabrik tidak menerima, susu itu kemudian dibuang. Tapi di satu sisi, di daerah lain, orang-orang butuh susu untuk meningkatkan gizi. Ini kan kelakaran dan kemubaziran dalam satu waktu terjadi. Itu karena apa? Karena tadi kita tidak bisa melihat secara mendalam bagaimana susu.
Sebetulnya manusia itu. Terus kemudian lahir ambiguitas hidup individual dan juga komunal. Ada orang-orang yang pihak-pihak yang karena basisnya di dalam pasar, individualis.
Ya sudah, kita melakukan sesuatu itu karena kepentingan kita sendiri. Kalau di web of nation itu disebutkan penjual daging itu. tidak menjual daging karena dia peduli sama konsumen, tidak, tapi karena memang itu untuk kepentingan diri sendiri nah, tapi satu sisi juga ada orang-orang yang senang hidup dalam komunitas berjamaah, gitu ya nah ini Hidup individual ini diakomodir dalam sistem makro kita, hidup komunal ini tidak diakomodir.
Orang-orang yang ingin berjamaah, berkumpul, guyup rukun, gotong royong, dan seterusnya, itu tidak diukur dan dihitung sebagai bagian dari produktivitas. Akhirnya apa? Akhirnya terjadilah tadi konflik atau ciotik horizontal dan vertikal di dalam pasar.
Nah, kegagalan yang kedua adalah kegagalan dalam menemukan metode pencatatan, pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan produktivitas secara utuh dan komprehensif. Bentuk kelembagannya seperti apa? Ya, sistem moneter kita akhirnya berbasis hutang dan bunga.
Jadi kalau misalnya kita tarik gitu ya, kenapa ada sistem moneter, ada uang, dan sebagainya, ini kan sebetulnya untuk mengkoneksikan produktivitas. Apa sih barang atau jasa yang dihasilkan? Itu masih sesuatu materialitas.
Belum, kita sadang ya. Bagaimana kemudian hal-hal yang sifatnya, sekarang Bapak Ibu, mohon maaf, aktivitas kita ini kira-kira aktivitas produktif atau enggak? malam ini. Jika produktif maka apakah sudah diakui, dicatat, diukur, dan diungkap nilai produktivitas itu.
Nah, nilai produktivitas itulah kemudian yang kita dalam modern ini kita sebut sebagai uang itu, sebagai alat ukur, alat hitung, alat tukar. Jadi, ini ada ada masalah di dalam kelembagaan moneter kita. Yang kedua adalah akhirnya sistem fiskal hanya berbasis pajak dan program.
Nah, ini adalah konsekuensi makro dari tadi, kegagalan dalam memahami manusia secara utuh. Lantas kemudian bagaimana hukum publik Aspol menjawab? Satu, kita harus memahami manusia, ontologi manusia secara utuh, bahwa ada memang individu yang beraktivitas atau berekonomik karena materialitas semata itu ada.
Ada juga individu yang berekonomik karena atau beraktivitas. Imaterialitas semata atau ruh semata Orang-orang yang Begitu Dermawan Saya punya Atasan itu Pak, penghasilan 100 juta yang diinfakin 120 juta Agak aneh Artinya ada orang-orang yang begitu Terus kemudian ada juga orang-orang yang Berlaku Beraktifitas itu karena materialitas dan juga Imaterialitas Ini kita harus akui. Kita harus akui spektrum manusia ini. Lantas kemudian bagaimana kelembagaan yang cocok.
Jika kita harus mengakui semuanya. Masalahnya adalah sekarang, yang diakui itu yang cuma berdasar materialitas saja. Artinya yang sifatnya materialitas kayak diskusi-diskusi begini.
Apalagi sudah sampai 91 seris. Pertanyaan saya kan, 91 series ini kemudian dihitung sebagai produktivitas nggak? Dalam sistem ekonomi kita Kalau dihitung kan sebetulnya menghasilkan satu nilai Nilainya itu kemudian bisa ditransaksikan dalam tanda kutip Nah ini kan tidak terjadi Ini juga kemudian yang menjadi penyebab ketimpangan pendidikan Bapak Ibu Coba bayangkan saya kebetulan di Setia Hidiatullah Ya kampus swasta Pendirinya itu menginginkan bahwa Kampus ini bisa diakses oleh semua golongan, terutama kaum luafa.
Makanya ada program beasiswa dan sebagainya. Tapi satu sisi, pendidikan murah dan sebagainya. Tapi satu sisi jika itu terjadi, SPP misalkan satu semester. Nah terus dosen ini dan pengurus dibayar pakai apa? Nilai dosen satu orang mengajar 40 di setia itu berbeda dengan satu dosen mengajar di 40 anak di UPH misalkan.
Beli Tak Harapan misalnya, saya sebut merek. Biasa di sana SPP-nya mahal, tapi kan yang bisa maksud semua orang-orang kaya. Sementara yang di sini, bagaimana dengan orang-orang yang tidak memiliki ekonomi yang cukup, dekat pendidikan. Nah ini kemudian menjadi satu faktor, dan ini meri jawaban, bahwa ekonomi Pancasila itu dalam definisi ASPOL harus mampu mengayomi dan juga mengakomodir spektrum manusia yang begitu luas.
Nah. di ASPOL juga disebutkan bahwa pendekatan mikro kita secara holistik karena tadi memandang manusia itu berbagai aspek, ada ru, jasad, akal ada materialitas, imaterialitas, dan sebagainya maka kesejahteraan, kelangkaan, dan pilihan itu juga tidak hanya terjadi pada materialitas semata tapi juga pada satu tarikan perilaku membawa pada dimensi imateri jadi bagaimana Bapak Ibu sekalian para ulama-ulama atau para ulama-ulama khos begitu ya yang sudah tidak mengejar dunia gitu kan, itu tetap kemudian mampu izahnya itu tetap tegak, karena aktivitas-aktivitas mereka itu dihitung dan diukur juga dicatat sebagai aktivitas produktif, mengajar kemana-mana kampung-kampung atau Pak Kades, Pak Anam ngasih penyuluhan apa segala macam itu adalah aktivitas-aktivitas yang memang harus diakui nanti jatuhnya seperti apa ketika ini dilakukan Maka akan terjadi yang namanya Orang-orang yang berilmu gitu kan Orang-orang yang memiliki spiritualitas dan keilmuan yang mapan Itu kemudian menjadi orang-orang yang dihargai gitu Seperti itu Beda sekarang kan siapa punya uang ya Siapa mengekor gitu Ada pada sistem politik kita sekarang Nah itu Kemudian atas dasar itu Dari situ kemudian Aspol juga melakukan pendekatan ekonomi makro yang adil Yang pertama Dia Bagaimana kalau kita lihat masalah-masalah ekonomi, ada inflasi, itu tindakan terjadi jika kelembagaannya disusun dengan baik. Yang pertama tadi, kita membentuk yang namanya jejaring small area yang melahirkan kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi yang terintegrasi dan koordinir. Sekarang ini Indonesia ini sebetulnya dibilang juga jelas juga.
Apakah kegiatan produksinya terkoordinir atau tidak? Proses distribusinya bagaimana dan selesai itu karena dari tadi. Kita ingin kegiatan produksi dan distribusi itu terkoordinir sehingga ini bisa mencapai satu kondisi ekonomi yang optimum. Tapi itu tidak diakui sebagai bagian dari produktivitas.
Kan repot. Karena apa? Karena sistemnya menitik beratkan pada hal yang simpatnya materialitas.
Nah, pada tatanan penyelenggara negara, ekonomi itu berbasis hak produktivitas, tuan bunga, dan bagi hasil. Jadi seperti saya bilang tadi, spektrumnya ekonomi Pancasila itu harus mengayomi semua. Tapi kita harus lihat juga kepalanya itu harus menghadap kanan. Kepalanya kan menghadap kanan ya Bapak-Ibu. Nah itu mengindikasikan bahwa pada tatanan puncak penyelenggara, dia harus mampu mewujudkan sistem ekonomi yang berbasis hak, berbasis produktivitas, non-bunga, dan juga bagi hasil.
Seperti itu. Bentuknya seperti apa nanti? Sistem monitor kita itu menjadi ada dua kamar.
Sekarang juga sudah terjadi, ada dual banking system, ada perspektif syariah, ada konvensional. Tapi masalahnya, sistem ekonomi syariah kita, Bapak Ibu, yang ada di Indonesia itu masih jadi subordinat dari sistem konvensional. Harusnya bank sentralnya ada dua, menurut saya.
Makanya kemudian, sistem monitor dua kamar ini memastikan orang-orang yang ingin menjalankan Aktivitas ekonominya dengan Guyup rukun, dengan berkelompok Berjejaring, berjamaah gitu kan Dan memang betul-betul tidak Tidak perspektifnya itu Printing money dengan Memain saham atau baris usang dan segala macemnya Atau berbasis produktivitas dan hak Itu terakomodir dengan yang namanya Operasi nanti saya tampilkan bagaimana struktur kelembagaannya Tapi orang-orang yang ingin Berkompetisi, menikmati bunga Uang berbunga dan seterusnya Ya silahkan aja Gak harus diakomodir juga Gitu Karena apa? Karena kalau misalnya tidak diakomodir, ya tentu akan ada perlawanan. Dan sekarang kan yang paling besar itu kan orang-orang yang, apa namanya, pihak-pihak yang menikmati sistem monitor uasis hitam dan bunga, apa yang kita sebut sebagai oligarki itu. Walaupun sebetulnya pada akhirnya, Bapak Ibu, mereka juga akan merasakan bahwa sebenarnya lebih enak hidup dengan sistem monitor basis produktivitas dan hak. Demikian juga dengan sistem fiskal kita, tidak membuaskan pajak, dan program, tapi berbasiskan bagi hasil dan juga berbasis individu dalam semua area ini nanti teknikalnya kita bisa diskusikan ya, nah ini definisinya menurut dokumen ASPOL ekonomi Pancasila huruf A sebenarnya ada lagi diatasnya, adalah kedotan NKRI dalam mengolah manajer dengan sistem tanpa bunga pada tingkat negara, satu paket, dua sistem mengolah uang rupiah, sistem bunga atau pajak, dan sistem tanpa bunga jadi tetap diakomodir Bapak Ibu tidak menghilangkan, tapi pada satu waktu gitu ya, dengan sendirinya Orang-orang yang atau sistem bunga ini akan hilang.
Sebagaimana kalau misalkan kita refer ke sejarah gitu ya, Nabi ketika di Madinah itu kan udah ada pasar Yahudi tuh yang penuh dengan kompetisi, ada ribanya gitu ya, tapi beliau tidak menutup itu. Beliau justru menghadirkan pasar baru gitu ya, yang itu adalah pengelolaannya bagi hasil tanpa bunga dan seterusnya. Beliau tidak menutup itu, tapi pada akhirnya gitu ya pasar.
Yahudi ini akhirnya mengalami kerugian sendiri, karena orang-orang lebih mendapatkan manfaat di dalam sistem pasar yang tanpa bunga dan juga berbagi-bagi hasil. Nah, sistem ekonomi kita, sistem ekonomi Pancasila, diskursusnya itu belum menyentuh pada kajian-kajian moneter, Bapak Ibu. Makanya Aspol ini kemudian menyajikan satu solusi bahwa ekonomi Pancasila itu bisa menyentuh aspek monitor juga. Bagaimana sistem monitor yang kemudian itu sesuai dengan dana Pancasila. Kita terbenturnya di situ, Bapak-Ibu.
Implementasi ekonomi Pancasila kita yang diwakilkan dalam bentuk kooperasi itu terbentur dengan sistem monitor. Nanti babakan kooperasi ini nanti Pak Anom yang akan jelaskan di seri selanjutnya mudah-mudahan. Nah ini kelembagaannya.
Koperasi sebagai sokoguru itu bukan koperasi sebagai lembaga keuangan yang sekarang ini beredar, bukan. Koperasi itu hanya sebagai penyelaras atau lembaga interpediasi antara kepemilikan pribadi dan kepemilikan bersama. Dia adalah institusi yang kemudian mencatat, terus kemudian menilai, mengukur produktivitas daripada anggota-anggota koperasi itu.
Di mana di dalam komunitas small area itu terdapat sistem dinamisator. Sistem produksi dan sistem distribusi. Dan yang paling penting adalah sistem pemikiran dan penyadaran kritis. Ini penting sekali.
Yang dalam bahasa kita adalah sistem pendidikan itu sendiri. Nah, ini kan jadi soal kalau misalkan seluruh fakultas ekonomi di Indonesia itu pengantar ilmu ekonominya yang mendoktrin masalah scarcity dan choice. Ini harusnya kita ubah.
Di tempat kami juga sudah kami ubah. Pengantar ekonominya nggak ada itu bebakan kelangkaan. Ya ada, tapi...
itu sebetulnya hanya masalah waktu saja untuk masalah keselamkaan. Ini alurnya, alur daripada individu-individu yang terkumpul dalam semua area. Jadi dimulai dari individu masyarakat, ada proses pendidikan atau penyadaran kritis, baik itu jasmani, ruhani, dan akal, di tingkat publik, private, dan masyarakat. Nah, dari situ akan kelihatan, gitu. Sebenarnya individu ini bisa apa sih optimalnya, gitu ya.
Yang ngajar, yang ngajar. Fokus ngajar, gitu ya. Kalau sekarang dosen, ya di tempat kami, mungkin di tempat lain tidak, gitu ya.
Karena SPP kami murah, gitu ya. Terus kami ada biasiswa, gitu ya. Ya, kami baru bisa menggaji dosen sebagaimana adanya.
Tapi karena saya punya pemahaman ini, ya kami catat produktivitasnya sebagaimana lazimnya. Bahwa uang yang diterima itu baru separuh, baru tiga per empat, yaitu adalah bentuk pencairan daripada produktivitas itu sendiri. Nanti kalau misalkan sistem ini sudah berubah, sistem moneter yaitu basis produktivitas dan hak, dosen-dosen yang di tempat kami itu akan mendapatkan sebagaimana haknya yang belum tertunaikan. Ini relasinya. Jadi Bank Indonesia itu yang tadi saya bilang, dia sekarang cuma jadi single moneter, itu akan diganti oleh Koperasi Indonesia.
Dengan paradigma, Koperasi Indonesia itu sebagai... lembaga penyelaras, lembaga intermediasi, dan lembaga untuk mencatat serta mengukur. Jadi dari small area ke dalam, small area ini nanti ada small area administratif, small area desa, small area kurahan, small area ormas, atau komunitas.
Di bentuk itu kemudian ditegrasi dengan Koperasi Indonesia dan Tataan Pusat. Ini bagi mereka yang ingin hidup di alam guyup rukun, gotong royong, berjamaah, atau berserikat dan berkumpul. Kalau yang mau privat ya silahkan nikmatilah konsep yang ada sekarang ini juga. Tapi tetap diadministrasikan. Oh Bapak ini tetap mau pakai semua areanya korporat.
Ya sebagai semarah sekarang gitu. Yaudah tetap Bapak produksinya apa dan segala macam. Sehingga ini nanti kenapa semua area itu penting dibentuk agar terjadi namanya kepastian pasar. Kalau sekarang kan pasar tidak pasti Bapak Ibu. Semua sekarang serba asetenti gitu.
Yang asetenti cuma suku bunga gitu ya. Itu pun tergantung bagi Indonesia bagaimana menentukan ininya. Nah ini payungnya, jadi lembaga moneter itu memang harus berdaulat, kalau misalnya ekonomi Pancasila harus punya lembaga moneter yang berdasarkan kooperasi. Baru kemudian ada dua, tadi ada dua sistem.
Atau yang saya bilang ini adalah sebetul-betulnya dual banking system. Jangan lagi kemudian syariah itu hanya jadi subordinat dari sistem bunga. Tapi dia kemudian setara.
Nanti kita lihat tuh, karena jadi subordinat, Bapak Ibu, banking itu yang awalnya profit loss sharing, sekarang jadi revenue sharing. Menurut saya apa bedanya? Kalau revenue sharing, dia nggak tahu beban-bebannya, kalau rugi tetap harus ada yang dibagi, karena berdasarkan revenue sharing. Kalau profit loss sharing kan kalau misalnya dikurangi beban, rugi, nggak ada bagi.
Kalau revenue sharing, asalkan ada revenue-nya, ada terjual barang seribu perak, tapi bebannya itu 5 ribu. yang seribu ini dibagi, terus perugiannya siapa yang nanggung itu karena lembaga syariah kita, ekonomi syariah kita itu masih menjadi subordinat dari sistem moneter berdasarkan bunga dan berisikan utang Barangkali itu yang bisa kami paparkan, kurang lebihnya mohon maaf, mohon nanti Prof. Dumairi memberikan satu elaborasi dan juga tambahan-tambahan, Prof. saya senang banget ini bisa bertatap-mukalasin dengan Prof. Dumairi. Terima kasih, saya kembalikan ke anak mubi. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.