Salah satu pernyataan paling terkenal dalam filsafat adalah cogito ergo sum. Aku berpikir, maka aku ada. Yang menjelaskan kebingungan mengenai bagaimana kita bisa mengetahui sesuatu itu sebenarnya nyata, benar, atau eksis. Mungkin saja kita adalah a brain in...
nevad atau indera kita membohongi kita dan dunia itu sendiri mungkin saja adalah ilusi. Descartes akan bertanya, kalau saja tanganku tidak nyata atau bahkan dunia tidak nyata atau bahkan ingatanku sendiri itu tidak nyata, apakah itu berarti aku juga tidak nyata? Tidak eksis? Tidak ada.
Tidak. Descartes berkata, Aku pasti harus eksis dalam suatu bentuk. Kalau saja aku menolak keberadaanku sendiri, siapa yang melakukan penolakan tersebut? Ketika meragukan adalah bentuk dari berpikir, dengan meragukan bahwa aku berpikir, aku secara otomatis membuktikan bahwa aku sedang berpikir. Karena tindakan meragukan adalah bentuk dari berpikir itu sendiri.
Jadi, mustahil meragukan bahwa aku tidak berpikir, karena itu berarti aku berpikir bahwa aku tidak berpikir, yang menjadi kontradiksi dalam definisinya sendiri. Renit. Nedeckart dikenal sebagai bapak filsafat modern dan salah satu matematikawan terbaik yang hidup di era yang penuh dengan kebingungan.
Dimana dominasi skolastik semakin terpuruk sedangkan humanisme protestan memberikan peran baru bagi orang-orang dalam menggapai rahmat Tuhan. Di era kebingungan inilah, seolah-olah dia merasa tidak cukup, dia melakukan kebingungan terhadap dirinya sendiri. Apakah aku ada? Dari pertanyaan mendalam ini, kebingungannya menciptakan api baru di tengah era kebingungan. Menjadikan.
katalisator bagi zaman baru. Siapa sangka yang mengubah era kebingungan adalah kebingungan itu sendiri. Api dari dekat menciptakan era baru yang merupakan awal dari pemisahan radikal antara akal dan juga iman yang dikenal sebagai era pencerahan. Konsekuensinya pemikiran individu menjadi lebih tinggi daripada institusi negara bahkan gereja itu sendiri.
Konsep inilah yang dikatakan menjadi fondasi bagi demokrasi modern serta pengembangan pengetahuan dan teknologi nantinya. Dia Dia memperkenalkan metode deduktif yang ketat yang tidak hanya mempengaruhi sains tapi juga moralitas masyarakat. Namun masih banyak yang tidak terlalu mengerti apa sebenarnya esensi dari ungkapannya yang paling terkenal ini.
Apa yang dia bawakan sampai-sampai mengubah posisi akal di mata masyarakat yang menjadi meditasi panjang dekat dalam mencari kebenaran untuk memahami eksistensinya. Dia menulis, pikiran kita semua telah dibentuk oleh alam sedemikian rupa sehingga setiap kali kita memahami sesuatu dengan jelas kita secara terbuka. secara spontan memberikan persetujuan terhadapnya dan sama sekali tidak mampu meragukan kebenarannya.
René Descartes dilahirkan pada tanggal 31 Maret 1596 di A.N. Turin, sebuah kota kecil. di Perancis yang sekarang diganti menjadi nama Dekat untuk menghormatinya.
Dia merupakan anak ketiga dengan kakak laki-laki dan perempuan yang berasal dari keluarga katolik taat dan kaya. Pada usia 8 tahun, ia dikirim ke perguruan tinggi Yesuit yang baru didirikan di La Fleche, Maine. Menjalani kehidupan pembelajaran selama 8 tahun, di mana orang-orang pada masanya mungkin belum bisa merasakannya. Di sana, ia belajar tetap bahasa humaniora dan retorika yang diajarkan dalam bahasa Latin. Dan semua tugasnya, baik lisan maupun tulisan, juga dilakukan dalam bahasa Latin.
Namun, dia juga belajar bahasa Yunani dan juga Perancis. Dari Yunani, dia membaca Ovid dan Seneca Sitragis. Dia juga membaca Horace, Cicero, dan Ausonisus.
Dan dia memperlihatkan kecerdasan yang luar biasa dalam matematika. Descartes memiliki pengaruh Katolik yang sangat besar dalam pemikirannya, di mana mereka menaruh perhatian besar pada akal, seperti dalam pernyataannya Credo Ut Intelligam. Saya beriman supaya saya mengerti sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh-tokoh besar mereka seperti Saint Augustinus dan Saint Aquinas. Dan Descartes adalah seorang Katolik yang taat. Dia menulis, Saya tidak kekurangan buku seperti yang Anda kira, dan saya masih memiliki Suma St. Thomas, serta Alkitab yang saya bawa dari Perancis.
Setelah menyelesaikan sekolahnya dan menyandang gelar Bachelor of Law pada tahun 1616, René Descartes kemudian bertemu dengan ayahnya untuk mendiskusikan tujuan dari hidupnya. Descartes memilih untuk mengambil gelar hukum karena dia ingin meneruskan pekerjaan ayahnya dan menjadi anggota parlemen. Bagi Descartes, gelar hukum merupakan langkah awal yang penting menuju kesejahteraan, kekayaan, dan juga kehormatan. Namun pada usia 20 tahun, dia harus menghadapi kenyataan bahwa syarat untuk menjadi anggota parlemen adalah 27 tahun. Yang berarti dia harus menunggu 7 tahun lagi sebelum dia bisa meraih cita-citanya.
Di tengah kebingungan ini, tradisi pada masa itu memberikan pilihan kepada anak laki-laki kedua untuk menentukan nasib mereka. Apakah mereka akan dikirim ke gereja atau ke medan pertempuran? Dekat memilih untuk memasuki dunia pertempuran dan bergabung dengan pasukan romati. yang dipimpin oleh Pangeran Orange.
Keputusan ini bukan hanya sebuah pelarian dari penantian, tapi juga merupakan langkah yang mengantarkannya ke dalam perjalanan filosofis yang penting. Medan Pertempuran membawanya ke Belanda, sebuah tanah yang dikenal sebagai tempat berkumpulnya pemikir-pemikir besar yang menikmati kebebasan berpikir. Di sana, Hobbes menerbitkan karya terkenalnya, Leviathan. John Locke mengungsi ke Belanda ketika situasi di Inggris tidak stabil, Spinoza yang dikenal sebagai salah satu filsuf terpenting dalam sejarah, tidak mungkin menyelesaikan karyanya jika tidak tinggal di negara ini. Belanda menjadi latar belakang yang vital bagi perkembangan pemikiran Dekat.
Di lingkungan yang bebas ini, dia dapat mengekspresikan ide-ide bahwa baru tanpa batasan yang menghambat. Keterlibatannya dalam militer dan keberadaannya di Belanda memberikan pengalaman dan perspektif yang mendalam, yang gelak akan mempengaruhi karya-karyanya dan pemikirannya yang revolusioner. Setahun kemudian, setelah meninggalkan Belanda, dikarenakan meletusnya perang 30 tahun, mendorongnya untuk mendaftarkan diri sebagai tentara Bavaria, di Rady Jerman, selama musim dingin. Karena dia memiliki masalah terhadap cuaca dingin, Descartes menghangatkan badannya di perapian dan berdiam di sana sepanjang hari untuk bermeditasi.
Pengalaman tersebut dituangkannya dalam karyanya, yakni Discourse on the Method dan Meditation on the First Philosophy. Saat itu saya berada di Jerman, tertarik kesana oleh... atau hasrat apapun, saya menghabiskan seluruh hari dalam kesendirian, dengan kesempatan penuh untuk mengusatkan perhatian pada pikiran-pikiran saya sendiri.
Dekat pertama-tama mempertanyakan semua informasi yang diperoleh melalui panca Indra karena ia menyadari bahwa Indra seringkali menyesatkan. Namun, ia tidak sepenuhnya menolak kemungkinan bahwa kebenaran dan kepastian tertinggi dapat diperoleh melalui panca Indra. Oleh karena itu, Dekat menghancurkan agar kita berhati-hati dan teliti dalam menerima informasi dari Indra. Dalam perenungan terkenalnya tentang mimpi, Dekan mengamati bahwa ia sering mengalami mimpi yang tampak seperti kenyataan, sehingga sulit membedakan antara kondisi terjaga atau bangun dan juga bermimpi. Ia mencatat bahwa saat bermimpi, ia merasakan pengalaman yang sama dengan ketika terjaga.
Ia dapat menggerakkan anggota tubuhnya, merasakan hangatnya api unggun, dan menjalani pengalaman yang tampak nyata, baik dalam mimpi maupun dalam keadaan sadar. Mari kita anggap kemudian bahwa kita sedang bermimpi. Dan bahwa semua hal ini, yakni membuka mata, menggerakkan kepala, mengeluarkan tangan, hanyalah ilusi. Dan bahkan bahwa kita benar-benar tidak memiliki tubuh atau tangan yang utuh seperti yang kita lihat. Namun demikian, harus diakui setidaknya bahwa objek-objek yang tampak bagi kita dalam mimpi adalah seolah-olah representasi yang dilukis, yang tidak mungkin terbentuk kecuali dalam kemiripan dengan kenyataan.
Dan karena itu, objek-objek umum tersebut bagaimanapun, yakni mata, kepala, tangan, dan tubuh. tangan dan tubuh yang utuh bukan hanya kayalan semata, tetapi benar-benar ada. René Descartes menjelaskan fenomena mimpi melalui analogi seorang pelukis.
Ia menggambarkan bagaimana pelukis dapat menciptakan karya yang sangat imajinatif seperti menggambarkan kuda bersayap. Namun, meskipun imajinasi pelukis tampak bebas, unsur-unsur dasar dalam lukisan tersebut tetap berasal dari elemen-elemen yang nyata, seperti kuda dan sayap. Analogi ini menyuruti pandangan Descartes tentang dua kategori realitas.
Realitas pikiran, dan realitas perluasan. Menurut Descartes, realitas pikiran terdiri dari disiplin ilmu seperti geometri, aritematika, dan ilmu teoretis lainnya yang berfokus pada kondisi ideal dan sederhana. Dalam ranah ini, kebenaran matematis bersifat universal dan tidak bergantung pada keadaan seseorang.
Apakah sedang bangun atau bermimpi? Misalnya, 2 ditambah 2 selalu sama dengan 4, dan sebuah segi 4 selalu memiliki 4 sisi. Kebenaran-kebenaran ini mencerminkan kepastian yang tidak dipengaruhi oleh persepsi indrawi atau kebenaran. keadaan mental. Di sisi lain, realitas perluasan mencakup objek-objek yang dapat diukur, seperti panjang, lebar, tinggi, suhu, dan dimensi fisik lainnya, yang memungkinkan keberadaan objek di dunia material.
Objek-objek ini dipelajari melalui ilmu fisika, astronomi, dan kedokteran. Tetapi menurut Dekat, mereka lebih rentan terhadap keraguan dibandingkan objek-objek matematis. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan mereka pada indera dan persepsi yang seringkali tidak dapat diandalkan dan mudah menyesatkan. Oleh karena itu, Descartes berargumen bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui Indra lebih rentan terhadap keraguan daripada pengetahuan matematis yang dianggap lebih jelas dan pasti. Dengan pemisahan ini, Descartes berupaya menetapkan landasan yang kokoh bagi ilmu pengetahuan, yakni dengan memprioritaskan pengetahuan yang bersumber dari pikiran dan logika dibandingkan persepsi Indrawi.
René Descartes yang terpengaruhi dengan dalam oleh Katolik juga terpengaruhi oleh metode dan tradisi intelektual dalam filsafat dan teologi mereka, yaitu Skolatisisme, dan Dekat berusaha mengubah konsep-konsep tradisional tentang jiwa dan tubuh. Skolatisisme sebagaimana pandangan Aristoteles membagi jiwa menjadi tiga jenis, jiwa vegetatif yang mencakup kemampuan untuk tumbuh dan berkembang biak, jiwa sensitif yang mencakup kemampuan inrawi dan jiwa rasional yang mencakup kemampuan berpikir. Pada tubuh, filsafat alam baru Dekat menghilangkan gagasan tentang bentuk substansial yang sebelumnya dianggap melekat pada semua benda, baik yang hidup maupun tidak hidup. Dekat mengatributkan substansi material hanya pada satu esensi tunggal, yaitu perpanjangan matematis dalam tiga dimensi. Dalam pandangan ini, materi hanya memiliki sifat-sifat seperti ukuran, bentuk, dan jenis.
divisibilitas dan gerak. Sedangkan untuk jiwa, Descartes membatasi konsep ini hanya pada jiwa rasional manusia selain jiwa malaikat dan Tuhan. Kemampuan vegetatif yang menurut Aristoteles dimiliki oleh tumbuhan dan hewan diberikan penjelasan mekanis murni oleh Descartes.
Ia menjelaskan bahwa fungsi-fungsi ini terjadi berdasarkan ukuran, bentuk, dan gerakan bagian-bagian tubuh yang membentuk tumbuhan. atau hewan. Karena pandangan ini, Deckard berpendapat bahwa hewan non-manusia tidak memiliki jiwa atau pikiran. Semua fungsi sensorik dan ingatan hewan non-manusia dijelaskan melalui mekanisme material murni yang terdapat dalam tubuh mereka, yang Deckard analogikan sebagai mesin. Tubuh hewan menurutnya berfungsi layaknya perangkat mekanis yang terdiri dari serat, tabung, dan cairan yang memungkinkan pergerakan dan aktivitas fisik mereka.
Mengikuti pengaturan organ-organ mesin sama alamis seperti gerakan jam atau atomaton lainnya mengikuti pengaturan pemberat dan roda gigi. Dekat berpendapat bahwa ukuran, jarak, dan persepsi dapat dibangun melalui akal, menjadikannya hasil dari kalkulasi intelektual. Namun, ia juga menjelaskan mekanisme fisik untuk persepsi jarak yang tidak membutuhkan perhitungan menurutnya. mental secara sadar.
Pada awal abad ke-17, Johannes Kepler menemukan bahwa lensa mata membentuk bentuk citra di retina dan harus berubah bentuk untuk menjaga ketajaman penglihatan. Tergantung pada jarak objek, penemuan ini menjadi dasar bagi pemahaman penglihatan manusia. Descartes melangkah lebih jauh dengan menyadari bahwa perubahan bentuk lensa mata juga menjadi tanda fisiologis jarak. Ia berpendapat bahwa bentuk lensa dikendalikan oleh mekanisme di otak yang menyesuaikan kondisi sesuai jarak objek. Dengan demikian, perubahan fisiologis ini membentuk mata memperkirakan jarak secara otomatis tanpa perlu berpikir sepenuhnya.
dalam treatise of man dan treatise of optics Descartes menjelaskan konsep psikofisiologis persepsi jarak melalui dua mekanisme utama pertama, jiwa atau pikiran memproses informasi tentang jarak objek melalui variasi keadaan otak yang mengendalikan penyesuaian mata proses ini terjadi secara otomatis tanpa memerlukan perhitungan sadar memungkinkan otak dan mata bekerja sama untuk memahami jarak secara alami kedua, Descartes memperkenalkan konsep triangle of vision saat mata fokus pada suatu objek dapat dapat dibayangkan sebuah segitiga di mana jarak antara kedua mata berfungsi sebagai alas dan garis pandangan dari kedua mata menjadi sisi bertemu di titik fokus. Jika objek lebih dekat, sudut segitiga menjadi lebih besar. Jika objek lebih jauh, sudutnya lebih kecil.
Sudut-sudut ini berkaitan langsung dengan jarak objek. Melalui apa yang disebut sebagai geometri alami, pikiran menghitung jarak ke titik fokus dengan menyelesaikan ukuran segitiga menggunakan metode sudut-sisi-sudut. Dengan pendekatan ini, persepsi jarak melibatkan penalaran.
berbasis geometri yang terjadi secara otomatis namun didukung oleh prinsip-prinsip ilmiah. Dekat menggali lebih dalam tentang bagaimana tubuh memproses persepsi jarak, terutama melalui peran kelenjar pineal. Ia berteori bahwa kelenjar pineal membantu mengatur arah mata saat fokus pada objek.
Ketika objek lebih jauh, kelenjar pineal tetap tegak, tetapi saat objek lebih dekat, kelenjar ini condong ke depan. Perubahan sudut kemeringan ini terkait langsung dengan jarak objek yang terlihat. Dan dalam The Redis of Man, dekat menganggap tubuh manusia seperti seperti mesin di mana fungsi-fungsinya termasuk pengaturan kelenjar pineal terjadi secara otomatis tanpa keterlibatan pikiran.
Ia menyamakan kemiringan kelenjar pineal dengan gagasan tentang jarak konsep jasmani yang dibentuk oleh tubuh. Jika pikiran terhubung dengan tubuh, gagasan ini menghasilkan persepsi jarak dalam pikiran. Dengan demikian, Dekat menyimpulkan bahwa persepsi jarak adalah hasil dari interaksi antara mekanisme fisiologis tubuh, seperti perubahan di kelenjar pineal dan pengalaman mental.
Pendekatan ini menekankan bagaimana di mana tubuh dan pikiran bekerja sama untuk memahami dunia sekitar. Dari semua ini, terlihat bahwa Dekat meragukan hampir segala sesuatu, termasuk panca indera, realitas material, dan fungsi tubuh. Karena ia ingin menemukan dasar pengetahuan yang tidak bisa diragukan. Dia mulai melihat bahwa segala sesuatu yang di luar pikiran itu meragukan yang memulai tahap awalnya dalam perjalanan filosofisnya.
Dubito atau Aku Ragu? Dalam meditasi pertama, Descartes menyimpulkan bahwa Segala sesuatu di luar pikiran bisa diragukan. Namun, ia menemukan bahwa pikiran entitas yang meragukan, memahami, dan berpikir adalah satu-satunya hal yang pasti.
Seperti Arge Medes yang mencari titik tumpu yang menggerakkan dunia, Dekat menemukan kepastian. melalui kesadaran berpikirnya. Secara radikal, Dekat menganggap bahwa penglihatan, gerakan, perluasan, dan segala sesuatu yang berada di luar pikiran hanyalah ilusi atau fiktif. Semua hal tersebut menurutnya merupakan proyeksi dari pikiran.
Demikian, pikiran menjadi fondasi utama untuk membangun pengetahuan yang kokoh dan bebas dari keraguan. Dia menulis, Tetapi saya memiliki keyakinan bahwa tidak ada yang benar-benar ada di dunia, bahwa tidak ada langit dan tidak ada bumi, tidak ada pikiran maupun tubuh. Apakah saya tidak oleh karena itu pada saat yang sama diyakinkan bahwa saya tidak ada? Jauh dari itu, saya pasti ada karena saya diyakinkan.
Tetapi ada entah apa makhluk yang memiliki kekuatan tertinggi dan kecerdikan terdalam yang terus-menerus menggunakan semua kepandainya untuk menipu saya. Jelas maka saya ada karena saya ditipu. Dan meskipun dia menipu saya sesuka hatinya, dia tidak akan pernah bisa mengubah kenyataan bahwa saya bukan apa-apa.
Selama saya sadar bahwa saya adalah sesuatu. Sehingga harus pada akhirnya ditegaskan setelah segala sesuatu dipertimbangkan. dengan matang dan hati-hati bahwa proposisi ini, saya ada, saya eksis adalah benar secara mutlak setiap kali diungkapkan oleh saya atau dipikirkan dalam benak saya. Pada bagian inilah Deckard menencapkan fondasi filosofisnya dengan koko.
Meskipun sempat merasa diganggu oleh gagasan tentang setan kartesian yang licik, Deckard tetap yakin bahwa selama ia berpikir, ia pasti ada. Kesadaran akan keberadaan dirinya yang tidak dapat diragukan ini memicu keinginan untuk memahami lebih dalam apa yang dimaksud dengan dirinya. Dengan hati-hati, Descartes berusaha mendefinisikan dirinya.
Dia tidak sekedar menerima definisi konvensional seperti manusia sebagai hewan yang rasional, tetapi ingin mendefinisikan dirinya berdasarkan pemikirannya sendiri, yang muncul dan terinspirasi oleh dirinya sendiri. Dari titik ini, Descartes memperkenalkan konsep dualisme kartesian, yaitu pemisahan antara tubuh dan jiwa. Pikiran atau res cogitans yang merupakan substansi berpikir, entitas yang bersifat imaterial dan tidak memiliki perpanjangan fisik, yang melakukan aktivitas-aktivitas berpikir.
berpikir, meragukan, memahami, membayangkan, dan menghendaki, baginya ini adalah esensi dari diri manusia. Eksistensinya tidak membutuhkan tubuh atau dunia fisik, karena fakta bahwa saya berpikir sudah cukup membuktikan keberadaannya sendiri. Tubuh atau res extensa adalah substansi yang diperluas, entitas material yang memiliki sifat-sifat fisik, seperti panjang, lebar, tinggi, bentuk, dan gerak. Tubuh menurutnya adalah bagian dari material yang dapat diukur dan dijelaskan secara mekanis, namun tidak memiliki kemampuan untuk dikonsumsi.
untuk berpikir. Dalam pemikirannya, Descartes menggambarkan tubuh sebagai komponen fisik yang mencakup tangan, wajah, kaki, dan semua anggota tubuh yang tampak, bahkan setelah kematian. Sebaliknya, jiwa adalah sesuatu yang lebih dalam dan tidak kasat mata, entitas yang memungkinkan manusia untuk berpikir, merasakan, dan bergerak.
Bagi Descartes, jiwa adalah sesuatu yang unik dan halus, serupa dengan elemen seperti api atau angin yang tersebar di seluruh tubuh manusia. Meskipun tubuh dan jiwa dalam pemikiran Descartes adalah dua entitas yang berbeda, Dekat menekankan bahwa keduanya saling berhubungan dan berinteraksi. Tubuh adalah bagian dari aku yang menempati ruang fisik dan mampu merasakan pengalaman indrawi, serta dapat digerakkan oleh kekuatan eksternal.
Namun, jiwa adalah esensi yang menggerakkan tubuh, memberikan makna dan menjadi inti dari keberadaan manusia. Dengan demikian, dalam pandangan Dekat, pemahaman tentang manusia tidak hanya terbatas pada aspek fisik, tetapi juga pada keberadaan jiwa yang menjadi penggerak dan memberi makna bagi kehidupan manusia. Inilah yang menjadikan kuat.
konsep dualisme kartesian sebagai salah satu pijakan penting dalam filsafat modern. Hanya fungsi jiwa rasional yang menurut Descartes memerlukan agen non-material. Agen ini lebih sering ia sebut sebagai mind atau substansi berpikir daripada jiwa. Descartes mengonsepkan pikiran ini sebagai substansi imaterial yang tidak memiliki sifat perpanjangan. Secara formal, pikiran memiliki dua kekuatan utama, inteleksion atau persepsi, dan volition atau kehendak.
Inteleksion adalah kekuatan pasif yang berfungsi untuk merepresentasi ide-ide dan objek dalam pikiran. Volition adalah kekuatan aktif yang memungkinkan pikiran untuk menginginkan, mengafirmasi, atau menolak. Ketika pikiran dipertimbangkan sebagai substansi yang independen dari tubuh, Intellection menjadi kekuatan murni untuk berpikir.
Dengan objek-objeknya berupa pertama, ide-ide tentang Tuhan, kedua, pikiran imaterial, dan ketiga, materi sebagai perpanjangan matematis murni tanpa kualitas sensorik seperti warna atau panas. Sementara itu, Volition berfungsi untuk membuat penilaian dan keputusan terkait objek-objek ini. Evolution terbatas pada aktivitas seperti pertama, menilai Tuhan, pikiran dan perpanjangan murni.
Yang kedua, menginginkan kebaikan non-material seperti mencintai Tuhan atau membuat penilaian yang bijaksana. Selain itu, pikiran memiliki kesadaran tentang ide-ide yang dihasilkan oleh inteleksion serta keinginan-keinginan yang muncul dari volition. Dengan cara ini, Descartes menegaskan bahwa pikiran, meskipun imaterial, memiliki kekuatannya aktif dan reflektif, menjadikannya pusat aktivitas rasional manusia.
Meskipun pikiran dapat dipahami sebagai entitas yang independen dari tubuh, dalam keadaan alaminya, pikiran tetap memerlukan tubuh untuk berfungsi secara penuh. Tubuh diperlukan agar pikiran dapat mengalami sensasi. membayangkan gambaran dan mengarahkan keinginan pada gerakan tubuh.
Selain itu, tubuh juga berperan dalam sensasi internal, seperti rasa lapar atau haus, serta hasrat lain yang muncul dari kondisi fisik. Lebih jauh lagi, tubuh, termasuk saraf dan otak, dibutuhkan untuk semua bentuk hasrat yang nyata, seperti cinta, kebencian, atau keinginan. Hasrat ini berakar pada tubuh sebagai penyebab duniawi, berbeda dengan emosi intelektual murni, seperti kegembiraan yang dirasakan dalam merenungkan Tuhan, yang tidak bergantung. gantung pada tubuh sebagai respons terhadap sensasi dan hasrat.
Volusion atau kehendak bertindak dengan mengafirmasi penilaian tentang hal-hal yang dirasakan melalui indera atau dengan menerima atau menolak kecenderungan yang berasal dari hasrat tersebut. Dengan demikian, tubuh dan pikiran, meskipun berbeda secara substansi, bekerja bersama untuk membentuk pengalaman. manusia yang utuh.
Berpikir merupakan atribut dari jiwa, sebagaimana yang dijelaskan bahwa berpikir merupakan sesuatu yang meragukan, memahami, menegaskan, menyangkal, menginginkan, menolak, membayangkan, dan merasakan. Oleh karena itu, Dekat dalam Akaryanya The Principles of Philosophy menjelaskan beberapa masalah pengetahuan pada manusia. Yang pertama, untuk mencari kebenaran perlu untuk meragukan. Sebisa mungkin semua hal setidaknya sekali dalam hidup ini.
Dekat memperingatkan agar manusia tidak bertindak dengan kebenaran. tindak seperti anak-anak yang selalu memberikan penilaian secara gegabah terhadap pengalaman inrawi mereka. Memberi penilaian tanpa menggunakan akal secara utuh.
Manusia seharusnya tidak menggunakan keraguan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Meskipun penting untuk meragukan saat merenungkan kebenaran, dalam praktik hidup, seringkali seseorang harus mengikuti opini yang hanya bersifat probabilistik. Terkadang, meskipun dua pilihan tampak sama, tetap harus dipilih salah satunya.
Karena kesempatan untuk bertindak seringkali akan hilang sebelum dapat mengatasi. keraguan pada diri. Oleh karena itu, keraguan harus digunakan dengan bijaksana dan tidak menghalangi pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan semua ini, Descartes mencapai pemahaman selanjutnya mengenai keraguannya bahwa ketika dia meragukan, dia sedang berpikir.
Dan dengan penempatan akal sebagai esensi jiwa yang menggerakkan fisik, dia lanjut ke tahap selanjutnya, tahap terakhir dalam perjalanan filosofisnya, ergosum. Maka, aku ada. Setelah meragukan dan berpikir, René Descartes sampai pada penegasan eksistensi diri. Dia menulis, Saat kita menolak semua yang dapat kita ragukan, bahkan membayangkan bahwa itu salah, kita dengan mudah menganggap bahwa tidak ada Tuhan, tidak ada langit, tidak ada tubuh, dan bahwa kita bahkan tidak memiliki tangan, kaki, atau akhirnya tubuh. Tetapi kita tidak dapat menganggap bahwa kita tidak ada saat kita meragukan kebenaran hal-hal ini karena ada pertentangan dalam menganggap bahwa apa yang berpikir tidak ada pada saat itu berpikir.
Oleh karena itu, pengetahuan saya berpikir maka saya ada adalah yang pertama dan paling pasti yang muncul bagi seseorang yang melakukan filsafat secara teratur. Dekat menemukan bahwa keberadaannya tidak bergantung pada dunia luar atau tubuhnya, tetapi pada kemampuannya untuk berpikir. Selama ia berpikir, ia tidak bisa melakukan sesuatu.
meragukan keberadaannya dari sinilah ia membangun seluruh fondasi filsafatnya yang baru bagi dekat ergo sum atau makasih ada adalah kepastian fundamental yang tidak dapat diragukan selama menggunakan metode keraguan yang radikal untuk menolak semua yang dapat diragukan dekat sampai pada satu hal yang tidak mungkin salah fakta bahwa dirinya ada saat ia berpikir bahkan ketika ia meragukan segala sesuatu termasuk keberadaan tubuh dunia eksternal atau bahkan Tuhan fakta bahwa ia sedang meragukan adalah bukti bahwa ia ia pasti ada sebagai sesuatu yang berpikir. Ergo sum menjadi landasan pertama dan paling kokoh dalam sistem filsafat dekad yang tidak tergantung pada asumsi atau autoritas eksternal. Ini menjadi pijakan awal untuk membangun semua pengetahuannya yang lain. Baginya, saya berpikir maka saya ada bukan hanya pernyataan eksistensial, tetapi juga bukti keberadaan dirinya sebagai substansi berpikir. Res cogitans.
Dengan demikian, ergo sum menegaskan inti dari eksistensi manusia, bukan terletak pada tubuh atau dunia fisik, melintas. pada pikiran. Walaupun demikian, Descartes tidak memungkiri bahwa dasar metafisikanya adalah Tuhan yang sebagai satu-satunya substansi tak terbatas dan pencipta segala sesuatu. Berada pertama dalam urutan keberadaan. Dia berada di atas aku dan memungkinkannya untuk berpikir.
Konsepsi Descartes tentang Tuhan banyak meminjamkan. dari tradisi Kristen abad pertengahan. Tetapi perlu diketahui bahwa Tuhan yang dimaksud bukanlah Tuhan yang diakini oleh orang-orang religius pada umumnya, yang menghormati belas kasih, keadilan, dan cinta ilahi, melainkan Tuhan para filsuf yang menekankan kesempurnaan tertinggi dari infinitas.
Dan sesungguhnya, karena saya tidak memiliki alasan untuk mempercayai bahwa Sang Maha Kuasa adalah penipu, dan karena pada kenyataannya saya bahkan belum mempertimbangkan alasan-alasan yang mendukung keberadaan suatu di... dalam bentuk apapun, dasar keraguan yang hanya bersandar pada anggapan ini sangatlah lemah, dan dapat dikatakan bersifat metafisik. Namun, agar saya dapat sepenuhnya menghapus keraguan ini, saya harus menyelidiki apakah ada Tuhan.
Segera setelah kesempatan untuk melakukannya muncul, dan jika saya menemukan bahwa Tuhan itu ada, saya juga harus memeriksa apakah dia bisa menjadi penipu. Sebab tanpa pengetahuan akan kedua kebenaran ini, saya tidak melihat bahwa saya bisa yakin akan apapun. Dalam Meditation on the First Philosophy buku ketiga, Descartes menyajikan dua tribut ilahi utama, infinitas atau ketidakterbatasan atau imutabilitas atau keabadian.
Kedua tribut ini memainkan peran penting dalam argumen Descartes tentang keberadaan Tuhan. Infinitas merujuk pada gagasan bahwa Tuhan adalah makhluk yang tak terbatas atau infinite being. Menurut Descartes, gagasan tentang Tuhan sebagai entitas yang tak terbatas tidak mungkin berasal dari manusia yang terbatas.
Oleh karena itu, gagasan ini hanya dapat berasal dari Tuhan sendiri. Argumen ini menjadi dasar bagi argumen kausalitas yang menyatakan bahwa hanya sesuatu yang benar-benar ada dan tak terbatas dapat menjadi penyebab keberadaan gagasan tentang ketidak terbatasan dalam pikiran manusia. Prinsip kausalitas ini juga menjelaskan bahwa hukum Hukum alam bekerja berdasarkan hubungan sebab-akibat yang berakar pada atribut ilahi. Imutabilitas di sisi lain menegaskan bahwa Tuhan tidak berubah dan sempurna.
Sifat ini berarti bahwa semua atribut Tuhan tetap konstan tanpa perubahan. Keabadian Tuhan memberikan jaminan bahwa gagasan yang jelas dan terpilah atau clear and distinct ideas adalah benar. Lebih jauh, imutabilitas Tuhan memastikan bahwa dunia yang diciptakannya tunduk pada hukum-hukum yang tetap dan konsisten.
Yang menjadi dasar bagi kebenaran pengetahuan manusia tentang alam semesta. Dengan merujuk pada tribut ilahi infinitas dan imutabilitas, Descartes memperkuat sistem metafisika dan epistemologinya. Kedua tribut ini menjadi landasan bagi pemahaman yang mendalam tentang alam semesta.
Hukum-hukum. dan kebenaran pengetahuan manusia yang bersandar pada keabadian dan ketidakterbatasan Tuhan. Namun, atribut ilahi yang paling penting adalah kesederhanaan atau kesatuan.
Dalam konteks ini, Dekat menekankan bahwa kesempurnaan Tuhan bersifat tunggal dan tidak terbagi. Gegasan tentang keberadaan atau being sebagai sesuatu yang sederhana memiliki akar yang panjang dalam filsafat. Yang berawal dari tradisi filsafat Yunani kuno, para filsuf Kristen abad pertengahan mengembangkan konsep kesederhanaan ilahi sebagai cara untuk menjelaskan Menegaskan independensi ontologis Tuhan atau aseti, yakni kekasan bahwa Tuhan memiliki keberadaan dari dirinya sendiri.
Jika Tuhan bersifat majemuk, bukan sederhana, maka keberadaannya akan bergantung pada bagian-bagian penyusunnya. Ketergantungan ini dapat berubah spasial, terdiri dari bagian-bagian fisik, metafisik, atau memiliki sifat-sifat yang berbeda-beda atau jenis ketergantungan lainnya. Dengan menegaskan kesederhanaan Tuhan, Dekat memastikan bahwa Tuhan adalah entitas yang sepenuhnya independen, sempurna, dan tidak bergantung pada apa yang terjadi. apapun di luar dirinya. Konsep kesederhanaan memiliki konsekuensi yang mendalam bagi sifat Tuhan sebagaimana diterima oleh banyak filosof abad pertengahan dan dekad.
Kesederhanaan menyiratkan bahwa Tuhan tidak memiliki tubuh karena sebagai makhluk yang sederhana, ia tidak terdiri dari bagian-bagian spasial. Selain itu, kesederhanaan ini memastikan bahwa Tuhan tidak dapat mengalami kerusakan. Karena kerusakan hanya terjadi akibat dekomposisi bagian-bagian yang menyusun sesuatu. Lebih jauh lagi, kesederhanaan juga berarti bahwa Tuhan tidak akan mencari tidak memiliki bagian-bagian temporal.
Durasi keberadaannya tidak bersifat bertahap atau berbeda. atau berrutan, melainkan berlangsung dalam keabadian yang bersifat kekinian. Meskipun terdapat keselarasan antara pandangan dekat dan para filsuf abad pertengahan, ia memahami doktrin kesederhanaan ilahi dengan lebih ketat dan menarik konsekuensi yang lebih mendalam terkait penciptaan alam semesta. Meskipun terdapat keselarasan antara pandangan dekat dan para filsuf abad pertengahan, ia memahami doktrin kesederhanaan ilahi dengan lebih ketat dan menarik konsekuensi yang lebih mendalam terkait penciptaan alam semesta. Dalam hal ini, pandangan dekat Dekad tentang Tuhan mulai menyimpang dari ortodoksi tradisional.
Penolakan terhadap ortodoksi tradisional tersirat dalam sebagian besar formulasi Dekad tentang doktrin kesederhanaan ilahi, di mana ia secara eksklusif berfokus pada hubungan antara intelek dan kehendak Tuhan, atau antara aktivitas mengetahui, memahami, dan berkehendak mencipta. Dekad berpandangan bahwa semua tribut ilahi secara numerik identik, tetapi ia memberikan penekanan khusus pada dua tribut ini karena keduanya menjadi inti dari perdebatan Dekad dengan para filsuf pendahulunya. dengan mengirim Ketentifikasi intelek dan kehendak Tuhan sebagai satu kesatuan, Dekat secara eksplisit menolak pandangan tradisional tentang penciptaan.
Karena intelek dan kehendak Tuhan adalah satu dan sama, tidak ada kebenaran atau kebaikan yang mendahului kehendaknya. Posisi ini membawa Dekat pada Ada salah satu versi dilema FTVro yang terkenal, apakah kebenaran kekal itu benar atau baik karena Tuhan menghendakinya, atau apakah Tuhan menghendakinya karena mereka itu benar atau baik. Dekat dengan tegas mendukung pandangan pertama, yaitu bahwa kebenaran dan kebaikan adalah asli. apa yang Tuhan kehendaki. Dengan demikian, kehendak Tuhan bersifat netral.
Dalam arti bahwa tidak ada apapun, baik itu prinsip eksternal maupun gagasan internal yang menentukan atau membatasi apa yang dapat dia ciptakan. Pendangan ini menandai perbedaan radikal antara dekat dan ortodoksi tradisional yang biasanya memandang kebenaran dan kebaikan sebagai sesuatu yang ada sebelum atau terpisah dari kehendak ilahi. Namun, justru keadaan rene dekat memberikan pengaruh besar terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa pada saat itu yang masih menganut paham skolastik.
Pemikiran teosentris di abad pertengahan mulai bergeser ke dalam diri manusia. Manusia adalah pusat alam semesta itu sendiri. Di ranah filosofis, kritik terbesarnya berasal dari daratan utara Inggris. Locke dan Hume mempertanyakan konsep rasionalitas dalam menentukan eksistensi manusia.
Pengalamanlah yang membentuk manusia. Kritik terhadap Descartes yang tidak kalah penting mengenai pandangan fisikanya. Bagaimana sebuah benda bisa bergerak. Ketika masih belajar di sekolah jisuit, Descartes...
Descartes menjalin hubungan erat dengan Marine Merson, seorang teman yang kelap menjadi pengajar teologi dan filsafat sekaligus kepala biarawan katolik di Perancis. Meskipun Descartes kemudian memilih hidup mengembara, korespondensi mereka terus berlanjut menjadi wadah diskusi mendalam tentang berbagai wacana filosofis dan ilmiah. Melalui Merson, Descartes secara tidak langsung terhubung dengan pemikiran besar di zamannya, mulai dari para atomis, Aristotelian, hingga materialisme Hobbes. Relasi intelektual ini berperan penting dalam memperkokoh pemikiran Descartes, menunjukkan argumen terhadap Hadap skeptisisme, diskusi-diskusinya dengan Merson membantunya menegaskan bahwa kebenaran ilmiah tidak bergantung pada referensi ontologis objek yang nyata, melainkan pada proposisi yang dipahami melalui akal. Dalam pandangan Decats, materi tidak memiliki kausalitas intrinsik, tetapi digerakkan oleh penyebab eksternal.
Hal ini mencerminkan pandangannya bahwa alam semesta adalah mesin besar yang terus bergerak sejak penciptaannya. Untuk menjaga keseimbangan alam semesta ini, Decats berhipotesis bahwa Tuhan melestarikan kuantitas gerak secara konstan, sebuah konsep yang kelak menjadi landasan hukum-hukum mekanika modern. Namun, Descartes sering dikritik karena pendekatan geometrisnya terhadap fisika, terutama oleh Leibniz yang berpendapat bahwa benda memiliki gaya intrinsik atau vis viva yang menentukan gerak mereka.
Perdebatan ini, termasuk kritik dari Newton, mencerminkan bagaimana Descartes mencoba mengintegrasikan filsafat dengan mekanika awal modern. Meskipun ia tidak menawarkan hukum kuantitatif yang getat, Descartes menggunakan analogis mekanis seperti membandingkan sistem tata surya dengan pusaran air untuk menjelaskan fenomena alam secara rasional. Bagi Descartes, moralitas adalah kebijaksanaan tertinggi.
Kepada Putri Elizabeth dari Bohemia, ia menjelaskan bahwa pengetahuan harus berakhir pada moralitas. Dalam Passions of the Soul, ia menekankan pentingnya kemurahan hati, yaitu penghargaan terhadap kebesaran manusia yang diwujudkan melalui kebebasan kehendak yang bijak. Moralitas awalnya, seperti dijelaskan dalam Diskursus on Method, mencakup. cakup kode moral sementara dengan tiga prinsip mematuhi hukum dan adat istiadat, bertindak konsisten meskipun diragukan, dan mencapai kepuasan.
dengan fokus pada hal-hal yang bisa dikendalikan, mirip-mirip dengan Stoicism. Dengan demikian, seluruh filsafat itu seperti sebuah pohon. Akar-akar pohonnya adalah Metafisika, batangnya adalah Fisika, dan cabang-cabang yang tumbuh dari batang itu adalah semua ilmu lainnya, yang dapat diringkas menjadi tiga ilmu utama, yaitu Kedokteran, Mekanika, dan Moralitas. Dengan Moralitas, saya maksudkan sistem moral tertinggi dan paling sempurna, yang mengandaikan pengetahuan yang lengkap tentang ilmu-ilmu lainnya.
dan merupakan tingkat kebijaksanaan yang paling akhir. Seiring waktu, moralitas dekat berkembang menuju fokus pada kebajikan dan kebebasan individu. Ia menekankan bahwa kebesaran sejati terletak pada kemampuan untuk mengendalikan kehendak, bukan pada hal-hal eksternal seperti kekayaan atau pengetahuan. Setiap individu memiliki kebebasan kehendak yang setara, sehingga harus saling memperlakukan dengan egaliter. Prinsip ini menjerminkan moralitas yang lebih altruistik dan menekankan potensi semua orang untuk mengendalikan kehendak.
Tandanya dengan bijaksana, evolusi ini menunjukkan pergeseran dari moralitas sementara yang praktis menuju pandangan moral yang lebih matang, berbasis kebajikan, dan berakar pada sistem filsafat Cartesian. Dubito Cogito Ergosum adalah sebuah perjalanan mendalam, sebuah merita. ...pengalaman yang terjadi dalam pencarian kebenaran yang hakiki.
Di tengah lautan keraguan, Dekat menemukan satu kepastian yang tak tergoyahkan. Bahwa ia ada sebagai subjek yang berpikir. Dari titik itu, ia membangun kembali seluruh fondasi pengetahuan.
menjadikan akal sebagai kompas utama untuk menafigasi dunia yang penuh ketidakpastian, keraguan dekat, bukanlah kehampaan tanpa arah, melainkan sebuah strategi. Skeptisisme Cartesian adalah langkah awal, bukan tujuan akhir. Buah upaya untuk menyaring apa yang rapuh dan membangun kepastian yang tak terhuyahkan. Dalam keraguannya, ia tidak menyerah pada keputusasaan, melainkan mencari landasan yang kokoh untuk mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam. Keraguan itu radikal, tapi penuh harapan.
Ia merentukan keyakinan lama hanya untuk menemukan kebenaran yang lebih murni. Dekat juga menghadirkan visi tentang harga diri yang transcendent, yang tidak bergantung pada kepemilikan material atau status sosial, tapi pada kemampuan seseorang untuk mengendalikan kehendak. dengan bebas dan bijak. Harga diri ini adalah kesadaran akan kebebasan, penghormatan terhadap kebesaran manusia, dan pengakuan bahwa setiap individu memiliki kehendak yang setara.
Bagi Dekat, kebebasan sejati adalah kemampuan untuk menghormati kebebasan orang lain. Sebuah prinsip yang mencerminkan kedalaman moralitasnya. Dengan Kogito, Dekat tidak hanya menemukan dirinya, tetapi juga jalan menuju pemahaman dunia yang lebih luas dan penghargaan terhadap nilai luhur kemanusiaan.
Dengan Kogito. Tewir Gosum dekat tidak hanya mendefinisikan dirinya, tetapi juga membuka jalan bagi pemahaman baru tentang manusia, membuka era baru, era pencerahan, dan sekarang dalam dunia yang penuh keraguan, menjadi refleksi terhadap kita bagaimana kita sebagai manusia modern menggunakan keraguan atau akal untuk menemukan kebenaran di tengah ilusi dan kebisingan kehidupan sehari-hari. Terima kasih.