Transcript for:
Analisis Kebijakan Moneter dan Inflasi

The Fed akan sangat kesulitan jika terjadi Cost Push Inflation karena monetary tools yang mereka miliki itu hanya berpengaruh terhadap agregate demand itu suku bunga dinaikkan, diturunkan, QE, QT, dan sebagainya itu hanya berpengaruh terhadap agregate demand The Fed tidak berkuasa atas supply. Sahabat Akela yang saya kasih, dalam FOMC yang berlangsung sejak 6 hingga 7 Mei 2025 The Fed akhirnya kembali mempertahankan suku bunga di level 425 hingga 450 basis point dan ini sesuai dengan analisa Akela pada video sebelumnya yang berjudul Gara -Gara Tariff Trump, The Fed Batal Pangkas Suku Bunga Ini faktanya! Nah, dalam pers conference-nya pasca FOMC Jerome Powell menyebutkan tentang soft data dan hard Data. Untuk itu sebelumnya saya perlu menjelaskan apa itu soft data dan apa itu hard data. Supaya sahabat Akela benar-benar bisa terang dan jelas mengenai situasi yang tengah dihadapi oleh The Fed sekarang ini. Seluruh data macro-economy Amerika yang dirilis secara berkala pada dasarnya bisa kita kelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu soft data dan itu adalah segala data kualitatif yang bersifat subyektif biasanya berdasarkan persepsi, sentimen, atau ekspektasi para pelaku ekonomi misalnya konsumen, pelaku bisnis, atau analis Berikutnya ada hard data, yaitu data kualitatif yang bersifat objektif, diukur secara langsung, dan biasanya mencerminkan fakta atau realitas ekonomi yang telah terjadi Soft data contohnya adalah yang paling populer University of Michigan Consumer Sentiment Index kemudian ada Conference Board Consumer Confidence Index kemudian ada University of Michigan Inflation Expectation kemudian ada ISM atau singkatan dari Institute for Supply Management dan ISM ini ada dua, yaitu ISM Manufacturing PMI, PMI sendiri adalah singkatan dari Purchasing Manager Index, kemudian selain ISM Manufacturing itu juga ada ISM Service PMI, jadi ada ISM Manufacturing dan ada ISM Service. Nah, simak terus video ini karena nanti semua ini saya jelaskan satu per satu secara mendetil itu tadi adalah soft data selain itu ada juga indikator -indikator macro-economy yang tergolong sebagai hard data dan itu diantaranya ada ketiga indikator inflasi yang biasa kita bahas dan itu adalah Consumer Price Index atau CPI kemudian ada Core CPI kemudian ada Producers Price Index atau PPI dan Core PPI dan yang ketiga adalah PCE atau Personal Consumption Expenditure dan Core PCE dan jangan lupa kalau ada kata core itu artinya energi dan bahan makanan dikeluarin Nah, CPI dan PPI ini diterbitkan oleh Bureau of Label Statistics di bawah Departemen Tenaga Kerja sementara PCE, Personal Consumption Expenditure dan Core PCE ini diterbitkan oleh Bureau of Economic Analysis di bawah Commerce Department selain itu ada juga Unemployment Rate alias tingkat pengangguran kemudian JOLTS atau Job Openings and Labor Turnover Survey yang menunjukkan jumlah lowongan kerja yang tersedia kemudian ada Pertumbuhan GDP Tahunan atau Annual GDP Growth perhatikan ya, sebagai analis kita cenderung menggunakan data GDP tahunan bukan quarter over quarter Nah, sekarang ayo kita bahas satu per satu yang pertama adalah Consumer Sentiment Index ini adalah indikator ekonomi yang mengukur tingkat optimisme atau pesimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan masa depan survei ini dilakukan oleh University of Michigan dan pertama kali diplopori oleh George Katona di tahun 1940 dan sejak itu Consumer Sentiment Index ini adalah salah satu indikator utama yang membantu mengantisipasi perilaku konsumen dan tren ekonomi perhatikan sejak akhir 2024 Consumer Sentiment Index ini terjun bebas dan sekarang berada di level terendahnya sejak tahun 2022 sementara itu sebagaimana saya juga sudah jelaskan dalam video sebelumnya University of Michigan One Year Inflation Expectation menunjukkan kekhawatiran konsumen akan terjadinya lonjakan inflasi yang sangat tinggi bahkan hingga tembus 6,2% soft data berikutnya adalah ISM Manufacturing PMI ASM tadi saya sudah bilang Institute for Supply Management ini adalah sebuah organisasi nirlaba di Amerika Serikat yang didirikan pada tahun 1915 awalnya dikenal dengan sebutan NAPA singkatan dari National Association of Purchasing Agents dan pada tahun 2002 berubah menjadi ASM Institute for Supply Management ASM ini berfokus pada profesionalisme dan penelitian di bidang supply management pembelian dan logistik tiap awal bulan mereka selalu menerbitkan ASM Manufacturing PMI Purchasing Manager Index Indeks ini mengukur aktivitas manufaktur berdasarkan survei terhadap para manajer pembelian Indeks ini dianggap sebagai leading indicator untuk menganalisa tren ekonomi seperti ekspansi atau kontraksi ya kalau angkanya di atas 50 itu menunjukkan ekspansi berarti growing manufaktur, sektor manufaktur berarti bertumbuh di bawah 50 ini menunjukkan indikasi kontraksi dan sekitar 50 berarti menunjukkan stabilitas coba perhatikan sekarang sejak awal 2025 ISM Manufacturing ini terus melemah hingga bulan April lalu ditutup di level 48,7% yang menunjukkan adanya pesimisme industri manufaktur Amerika dengan angka di bawah 50 maka industri manufaktur Amerika saat ini sedang mengkhawatirkan terjadinya kontraksi ekonomi khususnya di sektor manufaktur alias resesi di sektor manufaktur ASM Service kendati pun masih di level 51 namun coba perhatikan sejak Oktober 2024 lalu hingga sekarang nampak jelas adanya tren penurunan tren negatif yang semakin bertambah negatif mengapa demikian? sebenarnya apa yang mereka khawatirkan? jawabnya lagi-lagi adalah kebijakan tariff resiprokal Trump jadi sentimen negatif dan kekhawatiran itu nyata adanya dan nampak jelas di berbagai indikator ekonomi nah sekarang ayo kita lihat hard data kendati pun soft data menunjukkan adanya tren sentimen negatif yang semakin bertambah negatif namun hard data belum merefleksikan hal itu dan ini bisa dipahami karena tariff resiprokal ini berlaku baru mulai bulan April tepatnya 2 April sementara semua hard data yang baru masuk itu adalah yang paling baru terakhir itu adalah bulan Maret angka GDP tahunan Amerika contohnya ini masih menunjukkan pertumbuhan positif 2% year over year dimana ini sejalan dengan proyeksi DeFed dalam FOMC Maret 2025 lalu dimana DeFed memproyeksikan GDP melemah ke level 1,7% hingga akhir 2025 ini data advance GDP yang dirilis belum lama ini memang menunjukkan angka negatif minus 0,3% namun angka GDP negatif ini ini bukan angka GDP tahunan melainkan quarter over quarter jadi dibandingkan antara quarter sebelumnya kuartal keempat tahun 2024 dibandingkan dengan kuartal pertama tahun 2025 dimana advance GDP ini bisa terjadi minus 0 ,3% walaupun quarter over quarter ini terjadinya juga karena adanya lonjakan impor yang sangat ekstrim sehingga mengakibatkan neraca perdagangan Amerika menjadi sangat negatif dan mengakibatkan GDP Q on Q ini jadi minus 0,3% lonjakan impor ini terjadi akibat adanya antisipasi para importer Amerika yang langsung memenuhi seluruh gudangnya dengan impor barang besar-besaran terlebih dahulu sebelum dikenakan tariff impor ya logikanya kan gampang kalau anda jadi importer diancam bakal ada tariff impor besar ya sebelum dikenakan tariff impor ya sudah impor aja dulu banyak-banyak gitu kan nah hard data berikutnya adalah inflasi dan seluruh data inflasi hingga bulan Maret 2025 menunjukkan penurunan yang cukup signifikan headline PPI menunjukkan angka 2,6% core PPI menunjukkan angka 3,3% headline CPI sudah turun ke level 2,4% dan core CPI berada di level 2,8% sementara itu headline PCE inflation sudah turun ke level 2,3 % dan core PCE inflation itu sudah turun ke 2,6% angka-angka ini bahkan sudah dibahas proyeksi The Fed dalam SEP atau Summary of Economic Projection. The Fed pada FOMC bulan Maret yang lalu proyeksi The Fed untuk headline PCE inflation adalah 2,7% hingga akhir tahun sekarang malah sudah turun ke level 2,3% core PCE inflation diproyeksikan 2 ,8% hingga akhir tahun sekarang malah sudah turun ke 2,6% sementara itu angka pengangguran tetap rendah di level 4,2% bahkan masih di bawah Nairu ya berarti kalau 4,2% Nairu itu adalah Non Accelerated Inflationary Rate of Unemployment itu adalah angka pengangguran yang tidak mengakibatkan terjadinya akselerasi atau percepatan inflasi dan itu berada di kisaran 4,5% jadi selamat dipaham 4,5% berarti Amerika masih berada pada kondisi Maximum Employment jadi kesimpulannya soft data yang seringkali digunakan sebagai leading indicator semua mengarah pada kenaikan inflasi dan angka pengangguran serta pelemahan ekonomi akibat kekhawatiran atas dampak kebijakan tariff resiprokal Trump administration sementara hard data memang belum merefleksikan hal itu dan hal ini karena semua hard data yang baru masuk, yang sudah masuk itu semuanya yang paling terakhir itu adalah bulan Maret 2025 dimana kebijakan tariff resiprokal ini kan kita tahu baru dimulainya baru diumumkan pada tanggal 2 April 2025 berulang kali Powell menegaskan bahwa job number masih tetap solid ekonomi tetap bertumbuh sementara inflasi turun menuju ke target The Fed alias soft landing scenario namun ketika ditanya kapan The Fed akan mulai memangkas suku bunga Powell menjawab bahwa nalurinya mengatakan bahwa ketidakpastian mengenai arah perekonomian kedepannya secara ekstrim sangatlah tinggi my gut tells me that uncertainty about the path of the economy is extremely elevated oke, kenapa Powell mengucapkan kalimat yang bernada pesimis seperti itu oke, simak pertanyaan dari reporter Matt Egan dari CNN yang mempertanyakan mengenai peluang terjadinya supply chain disruption akibat kebijakan tariff resiprokal Trump administration ini thanks chair Powell, Matt Egan with CNN so you mentioned earlier that you're monitoring the shipping data and we have seen in the shipping data that imports from China into the port of Los Angeles have plunged and that has raised concerns about potential shortages what tools if any does the Fed have to ensure that prices and inflation expectations don't get out of hand if tarifffs do cause significant supply chain disruptions I mean we don't have you know the kind of tools that are good at dealing with supply chain problems we don't have that at all that's that's that's a job for the administration and for the private sector more than anything you know what what we can do with our with our interest rate tool is we can support be more or less supportive of demand and that's that'd be a very inefficient way to try to fix supply chain problems but you know we don't see that we don't see the inflation yet we're of course reading the same stories and watching the same data as everybody else and uh you know right now we see inflation you know kind of moving sideways at a fairly low level Nah, guna menjelaskan kepada anda semua jawaban Jerome Powell saya perlu jelaskan dulu dasar teorinya ya dalam video lama Akela saya pernah menjelaskan bahwa pada dasarnya ada dua jenis inflasi ya ini inflasi yang diakibatkan oleh lonjakan demand jadi agregat demand-nya naik banyak dan ini dikenal dengan sebutan demand pull inflation dan inflasi yang diakibatkan oleh kelangkaan supply ini yang kedua dikenal dengan sebutan cost push inflation penjelasan singkatnya begini coba perhatikan ini adalah grafik short run agregat supply kita kasih label sras ya dan ini adalah agregate demand kita sebut ad1 nah persilangan keduanya itu adalah price level p1 pada sumbu vertikal dan agregate output atau real GDP pada sumbu horizontal ketika devet berusaha menurunkan inflasi maka yang mereka lakukan itu pada dasarnya adalah mengurangi jumlah uang beredar sehingga karena berkurangnya supply uang mengakibatkan daya beli yang beredar di masyarakat jadi berkurang akibatnya agregate demand jadi turun ke adi 0 sekarang perhatikan di adi 0 kini price level turun ke p0 dan real GDP juga turun ke y0 penurunan price level ini berarti penurunan inflasi dan itulah yang selama ini dilakukan devet dengan menaikkan suku bunga dan quantitative tightening alias QT penurunan inflasi memang akan dibarengi dengan adanya slowdown ekonomi selama pertumbuhannya tidak jadi negatif maka itu berarti target penurunan inflasi dicapai target 2% tanpa mengakibatkan ekonominya masuk ke resesi walaupun memang tetap slowdown itulah namanya soft landing sekarang bagaimana jika inflasi tersebut diakibatkan karena rusaknya rantai pasokan nah akibat supply chain disruption terjadilah cost push inflation dan perhatikan jika sras turun maka p0 naik jadi p1 sehingga ketika inflasi naik dan lihat real GDP nya juga turun dari y0 ke y1 devet akan sangat kesulitan jika terjadi cost push inflation karena moneteritus yang mereka miliki itu hanya berpengaruh terhadap agregate demand itu suku bunga dinaikkan diturunkan qe QT dan sebagainya itu hanya berpengaruh terhadap agregat demand devet tidak berkuasa atas supply nah mengenai hal ini harus diselesaikan oleh Trump administration sendiri alias pejabat pembuat kebijakan fiskal mereka yang memulai tariff resiprokal dan tariff resiprokal itu ranahnya ada di fiskal bukan di moneter devet ini adalah moneter devet tidak punya wawonang juga untuk masuk ke ranah fiskal menasehati Trump administration mengenai kebijakan fiskal mereka sebaliknya fiskal juga tidak punya wawonang untuk ngatur-ngatur moneter mesti ngapa-ngapain gitu ya keduanya terpisah dan kembali lagi tariff resiprokal dimulai oleh pemerintah dalam hal ini berarti trump administration maka untuk menyelesaikan mereka juga lah yang harus bertanggung jawab terhadap supply chain berita terakhir yang saya peroleh mengenai perang tariff US Treasury Secretary Scott Besen secara konsisten menyatakan bahwa tariff setinggi 145 persen yang diterapkan Amerika terhadap Tiongkok dan 125 persen yang diterapkan Tiongkok terhadap barang -barang dari Amerika itu tidak akan berkelanjutan bagi kedua belah pihak kenapa? karena dia menyebut bahwa situasi itu setara dengan embargo perdagangan antara keduanya yang sama sekali tidak menguntungkan siapapun baik Amerika maupun Tiongkok sama-sama rugi Besen telah menyampaikan optimisme tentang kemungkinan terjadinya de-escalation dalam perang tariff ini dengan prediksi bahwa ini bisa terjadi dalam waktu dekat pada April 2025 ia menyatakan bahwa de-eskalasi ini diperlukan sebelum negosiasi formal dapat dimulai tetapi menegaskan bahwa Amerika tidak akan mengurangi tariff secara sepihak Scott Besen bersama Kepala Negosiator Perdagangan Amerika ya ini adalah Jameson Greer dijadwalkan bertemu dengan Pejabat Ekonomi Senior Tiongkok, He Lifeng ini Vice Chairman di Genewa, Swiss pada tanggal 10 Mei 2025 Pertemuan ini merupakan langkah awal untuk meredakan ketegangan dalam perang tariff antara Amerika dan Tiongkok dengan fokus pada potensi de-eskalasi tariff yang saat ini mencapai 145% dikenakan oleh Amerika atas produk asal Tiongkok dan 125% yang diterapkan oleh Tiongkok atas produk asal Amerika akan tetapi dalam mewawancara dengan NBC News pada 2 Mei 2025 ketika ditanya apakah ia akan menurunkan tariff untuk membawa Tiongkok ke meja negosiasi Trump dengan tegas menjawab NO ia menambahkan bahwa Tiongkok sedang terpukul keras oleh tariff tersebut dan bahwa ekonomi Tiongkok sedang Collapsing ya ini kan kata dia sehingga ia yakin Tiongkok akan terpaksa tersudut untuk bersedia bernegosiasi pernyataan ini diperkuat oleh jurubicara Gedung Putih Caroline Leavitt yang pada 28 April 2025 menyatakan bahwa Trump tidak akan menurunkan tariff secara sepihak atau Unilateral Reduction tanpa kesepakatan perdagangan yang adil terlebih dahulu sementara itu, menurut laporan Bloomberg Departemen Perdagangan Amerika mengkonfirmasi bahwa pihaknya akan mencabut dan memodifikasi Framework for Artificial Intelligence Diffusion yang diterbitkan oleh pemerintahan Biden pada bulan Januari aturan tersebut yang dijadwalkan berlaku pada 15 Mei menggunakan sistem tiga level untuk membatasi ekspor chip AI ke berbagai negara bertujuan untuk mencegah penyelundupan chip ke Tiongkok melalui perantara Departemen Perdagangan mengkritik aturan tersebut sebagai terlalu komplikatif dan terlalu birokratis serta menyatakan bahwa aturan tersebut dapat menghambat inovasi Amerika sebagai gantinya, pemerintah Trump akan bernegosiasi langsung dengan negara-negara seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi untuk membentuk perjanjian antar pemerintah yang akan mendorong dominasi AI Amerika Berita ini langsung membuat saham Nvidia kembali memperoleh sinyal buy breakout top box dari Timo quantitative trading system yang kami pakai di Akella Sesudah sebelumnya pada saat sesi Akella live trading US stocks yang diselenggarakan pada hari Senin 25 April 2025 Timo juga memberikan sinyal buy, yaitu buy lautan pada waktu itu Nvidia masih berada di level 111 Selain Nvidia, pada Akella live trading hari Senin 25 April kita juga entry saham CRM, sales force di harga 267,85 dan kini CRM sudah berada di level 278,23 dan potensi bulis masih cukup besar terutama dengan adanya sinyal HOK 1 detected yang merupakan salah satu sinyal Timo yang paling kuat Bagaimana dengan kripto? Well, Bitcoin juga kembali bulis dan pada saat presentasi ini saya susun nampak ada buy sinyal pada beberapa koin dan token yang kita screening di Timo hasilnya adalah seperti ini karena itu pastikan diri anda sudah subscribe klik tombol like-nya silahkan share ke teman-teman anda yang membutuhkan semoga bermanfaat semuanya sukses selalu dan sampai jumpa