Transcript for:
89 Majas dalam Al-Qur'an dan Penjelasannya

Alhamdulillah, syukurillah, ala ala ala, quwata illa billah, salatu salamu rasulillah, wa ala alihi wa sahabihi wa maulahi wa barakatuh. Kita gariskan siri pengajian bala wabatul quran kita. Ayo kita harus belajar di majas fitakib ataupun majas akli yakni majas yang menunggankan kalimat yang diisnatkan kepada kalimat lain Terima kasih. karena adanya alaqoh dan yang pertama telah kita percaya alaqoh sababiyah seperti mana jika Allah melarang atau mengingatkan kita La tulhim tijarah wa la bay'un an zikrillah La tulhikum an waluqum wa la awladukum an zikrillah Ilhaq Disebarkan ilhaq Kepada harta dan anak Karena harta dan anak menjadi sebab min asbabil ilhaq jangan kamu dilalaikan oleh harta kamu dan anak kamu daripada mengingati Allah atau daripada peringatan Allah diisnatkannya ilhaq kepada harta dan anak karena kedua-duanya min abwa asbab menjadi sebab ini namanya alakoh sababiyah yang kedua majas akli ini karena adanya alakoh namanya alakoh zamania Jadi antara musnad dan musnad ilaih antara kalimat yang disandarkan dengan kalimat yang disandarkan kepadanya kalimat lain musnad dan musnad ilaih ada alaqoh ada kaitan dan kaitannya yakni bersifat zamaniah bukan sababiah zamaniah zamaniah bersifat waktu dari aspek waktu masa Sebagai contoh, disitu disebutkan dalam surah Yunus ayat 67 Dalam surah Yunus 67 A'udzubillahimrashaytanirrojim, bismillahirrahmanirrahim. Waladzi ja'ala lakumul layla litaskunu fih walnaharo mubashira Huwa dialah Allah Allah telah menjadikan bagi kamu malam itu supaya kamu mendapat ketenangan tinggal diam untuk mendapatkan sakinah fihi padanya wanahara dan dia telah jadikan akan siang itu mubsyuran mubsyuran makna asalnya yakni melihat apsara yuksiru Bahor Nah disini ada majas Ya ini karena kalimah Mufsir wa naha ra mufsiran Dan kami jadikan siang melihat Bagaimana siang boleh melihat Bukan siangnya yang melihat bukan siangnya yang melihat tapi ayah ini bunyi dia dan dia jadikan siang itu melihat kan hakanya bukan siang yang boleh melihat jadi diisenatkannya disandarkannya muksir kepada nahab ini majas Karena an-naharu la yusyir Karena siang tidak boleh melihat Yusyiru ila an-nahu qad usnil al-absur ila al-zaman alati yakunu fihi wa'uwa nahr Sebenarnya yang dimaksudkan ayat ini Dan dia Allah telah menjadikan siang itu terang Dan dalam waktu ataupun masa terang itu kamu dapat melihat kan panjang sebab yang Allah jadikan siang itu terang dan dengan pada waktu terang itu kamu boleh melihat jadi yang melihat kamu bukannya siang Kemudian diisenatkan, disandarkannya, melihat basor kepada nahar, ini namanya majas akli, karena ada hubungan zamaniah, zaman itu masa, kamu boleh melihat siang hari. Karena siang hari aku jadikan terang. Jadi banyak dalam ayat ini yang dibuang. Kalau kita artikan secara hakiki, mana hakiki bukan mana majazi, malah kita tak dapat paham. Dan dia Allah menjadikan siang itu dapat melihat, malah tidak paham. Sebab bukan siangnya yang melihat. Jadi, Anal basor inam mahuwa bin nahar, wa nahar layupsir. Walaupun kalimah basor dalam ayat ini diisenatkan kepada nahar, sedangkan nahar, yang itu layupsir, kita lihat, yusir, ia memberi syarat, dihada ila anahu qad pusnidal ibsor ila zaman. Bahwa kalimat ifsor yakni disandarkan kepada zaman, zamannya yakni An-Nahar, Nahar itu zaman, bukan siang Siang itu zaman, masa Jadi ada Al-Aqah Zamaniyah Al-Aqah Zamaniyah ini diulas sangat menarik oleh mufassir-mufassir kalau mufassir dahulu yaitu Abu Ubaidah terus mengulasnya juga dan juga mufassir kemudian Syed Qutub dalam kitabnya bila Quran pun mengulas ayat ini At-tabin ala hadha n-nahwi tabirumu Sakhos wa ka'an namana har Hayyun yupsir wayaroh Dalam ayat ini digambarkan seolah-olah siang itu benda yang hidup Yang boleh melihat Seolah-olah Wa inna manna sumul ladini yupsirun fih Sedangkan hakikatnya manusia yang hidup di siang hari itulah yang boleh melihat sedangkan orang yang hidup di siang hari itu yang boleh melihat tapi dalam ayat ini diceritakan, diungkapkan siang itu seakan-akan benda yang hidup yang boleh melihat dan nahara buksir Coba kalau tidak ada ayat-ayat sebelumnya Kan ayat ini susunannya jumlah fi'is ismiah An-na-haru mub-sirun Asalnya begitu An-na-haru mub-sirun Siang hari itu mub-sirun adalah melihat Bagaimana itu? Kalau an-na-haru mub-sirun Nah itu sudah jadi Tasbih balik Anaharumupsirun namanya tasbih balik karena ini merupakan satu jumlah dan kami jadikan atau dia Allah telah menjadikan siang itu melihat maka sudah barang tentu ianya tidak boleh difahami secara hakiki karena waktu siang waktu siangnya bukan orangnya bukan kitanya siang itu jadi tak boleh buat apa-apa tapi disini digambarkan diungkapkan dipayangkan seolah-olah saat tadi siang itu adalah benda yang hidup yang boleh melihat walhal yang boleh melihat ya ini orang yang berada di siang hari maka disinilah ada alakoh antara isenat isenat adalah alakoh antara musenat yakni mupsir dengan musenat ilaih an-nahar musenatnya yakni mupsiroh itu musenat namanya sesuatu yang disandarkan Disandarkan kepada An-Nahara. An-Nahara itu musnad ilahinya. Jadi di sini ada alaqoh. Namanya alaqoh zamania. Contoh yang kedua. Di dalam surah. Al-Muzzammil. Contoh yang kedua dalam surah Al-Muzzamil ayat 17 Tolong ureannya dicatir sendiri ya Ureannya dicatir sendiri Karena urean tadi dicatir sendiri hanya diingat saya yakin Dia memangnat aja, memangnat aja. Al-ilmu syaidun wal-kitabatu qaiduhu. Ilmu itu adalah buruan. Dan catitan itu adalah tali pengikatnya. Ikat oleh kamu binatang buruan kamu dengan tali yang kuat. Kalau berburu, sudah dapat buruan, tak diikat, dapat baliklah. Ya, tak perlu menunggu satu malam, satu jam sudah lalu balik. Itu yang katanya berburu tadi jadi memenat. Kecuali kalau buru tadi hobi Jadi lepah pun tak apa Sebab dapat pun dilepaskan balik Itu namanya hobi Kalau berburu niatnya inginkan daging buruan Itu lain Kalau niatnya hobi Buru dapat lepah balik Itu hobi Muzzamil ayat 17 Allah subhanahu wa ta'ala berfirman fa kaifa tattaqun in kafartum yauman yaj'alul wildana shiban fa kaifa bagaimana tattaqun kamu dapat melindungi diri kamu ini bukan bagaimana kamu bertakwa Bagaimana kamu dapat melindungi diri kamu? Waqqa ya qibbiqqa ya Maksudnya, ini bukan pada orang-orang kafir Yang mereka fikir Fikir dapat melindungi diri mereka daripada azab daripada siksaan yang akan menimpa mereka sebab mereka kafir jadi mereka fikir boleh mengelak daripada azab Allah tegur mereka kaifat tatakun cemana kamu yakin kamu boleh melindungi dirimu daripada azab in kafartum jika kamu kufur atau jika kamu tidak mempercayai atau jika kamu ingkar ingkar akan yauman, akan hari ini bukan masa tetapi, eh bukan maf'ul fih, tapi maf'ul bih Jadi, kena dipahami dulu nahunya In kafartum jika kamu kufur Yauman akan hari, bukan pada hari Jadi, yang kamu kufuri adalah hari Yauman sebagai makhul bih, bukan makhul fi Kemudian, ciri yaum tadi Sifat yaum tadi Yaj'alu yang menjadikan Hari tadi menjadikan alwildana akan kanak-kanak Syibantua Syib maknanya uban, disini maksudnya tua Bagaimana kamu orang kafir, boleh yakin, boleh melindungi dirimu daripada azab? Jika kamu tidak percaya, atau jika kamu kufur, akan adanya hari yang hari tadi yang menjadikan kanak-kanak jadi tua. Akan tiba satu masa, akan tiba satu ya'um Di mana ya'um itu menjadikan anak budak-budak jadi tua Baik Ini tentu majas Di sini mesti majas, sebab mana ada hari boleh menjadikan anak jadi tua Ini majas Baik, pertanyaannya sebenarnya kenal dahulu Mana musnat dan mana musnat ilaih Itu penting dahulu Sebab memang disitu kata kunci dia untuk belajar majas ini Untuk belajar majas akli ini Kita kena tahu mana musnatnya Benda yang disandarkan Dan mana musnat ilaih Kalimat yang disandarkan kepadanya kalimat lain Sebab disini mesti ada isnat Ada isnat Mana musnatnya? Mana musnatnya? Ya Shiban Shiban musnat Kalau Siban musnat, mana musnat ilahnya? Bila dan? Itu bukan majas, memang budak boleh jadi tua. Memang, budak mentua saja. Nah, tak apa. Setiap satu kalimat, jawaban aja lamakan jumpa yang betul. Siban sudah salah, tak apa. Mana musnadnya, mana yang disebabkan kalimat yang disandarkan pada sesuatu kalimat lain Yang sebetulnya, yang sebetulnya kalimat itu tidak layak disandarkannya pun Tempat yang disandarkan musnad ilahnya tak layak Sebab memang tak boleh buat Kan itu namanya majas tuh Ya Yaj'alu Yash'alu itu musnad, dan musnad ilayhnya musnad ilayhnya yauman hari yang menjadikan hari yang menjadikan budak-budak jadi tua Hari yang menjadikan Yaj'aluk itu disandarkannya pada Yauman, kan teman? Domir dalam yas'alu, domir mustatil Takdirnya huwa Hua itu kembali pada ya'um Jadi isnatnya, disini majasnya itu ya'uman yas'alu Bukan budak jadi tua, budak jadi tua itu hakiki Budak jadi tua itu hakiki, bukan majasi Oh, budak-budak jadi tua. Itu bukan majazi, bukan kiasan. Memang betul budak jadi tua pada hari itu. Tapi, apakah hari yang menjadikan budak itu jadi tua? Kan bukan. Apakah hari yang menjadikan budak jadi tua? Hakikatnya bukan hari. Dinisbahkannya hari yang menjadikan budak jadi tua itu hanya majaz Yang menjadikannya jadi tua yaitu Allah Bila Allah menjadikan budak jadi tua Pada suatu hari, yaum Dan yaum itu adalah zaman Itu alakohnya antara Yaj'alu dengan Yaum Alakoh zamania Jadi ada penyandaran, ada isnat antara fiil Yaj'alu Dengan Apa? Yaum. Domain dalam Yas'alu itu kemudian berdiri dari Yaum. Yaum itu zaman. Ya'u fi'il fi'lu. Betul? Yaum itu adalah zaman. Masa. Masa apa itu? Ya'u fi'il fi'lu. Masa berlakunya sesuatu perbuatan. Perbuatan apa di sini? Perbuatan Perbuatan apa? Masa, ya um disini merupakan masa berlakunya perbuatan Perbuatan apa disini? Yaj'aluh Perbuatan itu fi'il, fi'ilnya yaj'aluh lah Takkan wil'dan itu fi'il, perbuatan itu fi'il Sayiban juga bukan fi'il Yaumun adalah masa dimana berlakunya sesuatu perbuatan perbuatan yang dimaksudkan yakni Yaj'alu bukannya tua, tua bukan fi'il nah itu kena paham lagi nahunya, pokok panggangan nahu Bila Nahu kacau memang ya saya sok sendiri lah Memang sulit sekali saya mengalami kesulitan untuk menjelaskannya Kalau yang itu tidak faham Sebab ibaratnya apa ya sudah melangkah jauh tapi yang bawahnya entah apa ya Ya saya cerita seribu satu malam Tapi saya usahakan, saya usahakan, ya tengok ya Jadi, ya hari yang menjadikan seseorang kanak-kanak jadi tua Ini pasti bukan hakiki Karena tidak ada hari yang menjadikan anak jadi tua Yang menjadikan sesuatu jadi tua, jadi muda, jadi besar, jadi kecil, jadi ada, jadi tiada adalah Allah Itu hakikatnya Tapi disini kalimah menjadikan, fiil menjadikan Dinisbahkan, diisnatkan kepada hari maka Yesh Ali itu namanya musnad yang disandarkan Yaum namanya musnad Iley, yang disandarkan kepadanya kalimat lain dan isnad disini penyandaran disini, karena ada alakoh alakohnya, ya ini alakoh zamania, sebab hari itu zaman Berbeza dengan di atas tadi Dalam masa sebelumnya Sebelumnya sababiah Maksudnya apa? Maksudnya tadilah hari Di sini Yaum Zahri adalah zaman Yaqo'u fihil fi'lu Masa Dimana perbuatan itu Berlaku Perbuatan apa, kejadian apa, kejadian janganlah. Itu fiilnya. Itu fiilnya. Jadi, haqiqatul isnat, sedangkan makna sebenar ayat ini Yauman yaj'alullahu fihi alwildan syaiban Makna, ayat-ayat ini asalnya panjang Yauman yaj'alulwildan syaiban Yauman Yaj'alul Wildana Shivan Asalnya panjang nih Hai asalnya iauman hari yaj'alu yaj'alunya bukan pada yao tapi dari Allah ya Allah hu kumdan Fihi Fih ini kepada yaum dan alwildan ini makhlubi ini Allah failnya ini makhlubinya ini makhlubi yang kedua di asalnya seperti ini Kan sepatutnya Yaj'alu itu disandarkannya kepada Allah Sebab hakikat sebenar yang menjadikan sesuatu itu berubah adalah Allah Jadi memahami ayat ini Hari yang menjadikan anak jadi tua Maksudnya ya ini Jika kamu kufur In kafartum Jika kamu kufur Ya kamu tidak percaya Akan Adanya hari Dimana Pada hari itu Allah Menjadikan Kanak-kanak jadi tua Itu baru hakiki Jadi kalimah Yaj'alu diisnatkannya kepada Allah Bukan kepada Yaum Sebab yang menjadikan tua adalah Allah Bila Allah menjadikan anak jadi tua Pada hari So, hari merupakan Masa Sebab itu jika kalimah Allah dibuang Fa'il yang sebenarnya itu dibuang Kemudian ditukar pula tempatnya Dengan hari Sedangkan hari itu masa berlakunya perbuatan, maka isnat ja'alah kepada ya'um, itu adalah majas. Dan alakohnya, hubung kaitannya, kaitannya yakni dari segi masa, dipanggil alakoh zamaninya. Macam tadilah Allah, kata Allah, aku jadikan siang itu melihat. Gimana siang melihat? Seolah-olah siang itu benda hidup yang boleh melihat. Walhasil siang tidak boleh melihat. Yang melihat ya ini orangnya. Jadi ayat tadi, Ayat lengkapnya lah, panjang Dan aku Allah, kata Allah, telah menjadikan siang itu terang Bukan melihat, terang Yang pada waktu terang itu kamu boleh melihat, panjang lah Sangat panjang Lalu diringkaskan, dibuang, dibentuk menjadi Majaz Nampak ya? Itu asalnya. Asalnya bukan, Yauk, Yauk, Yauk, Marius, Al-Ghidr, Nasjiman. Hari yang menjadikan kanak jadi tua. Asalnya, hari yang Allah yang padanya, yang pada hari itu, waktu itu, Allah menjadikan kanak-kanak menjadi tua. Jadi, tumpuan iya majasnya pada kalimah Yaum dan Yaj'alu Tidak lebih daripada itu Tumpuannya ke dalam ayat ini hanya pada dua kalimat saja Yes, alo yang diisenarkan pada Yahu. Itu saja. Tidak boleh tengok kanan, tidak boleh tengok kiri. Jangan tengok dari kaifanya, ditengok takut. Oh, kacau nanti. Yang ditengok jauh sangat. Saibanlah, wildanlah. Ah, itu dah tak ada kenemuan langsung. langsung contoh yang lain lihat dalam surah Ibrahim ayat yang ke 18 Surah Ibrahim ayat yang ke-18 Masalul ladhina kafaru bi rabbihim a'maluhum karamadi nishtaddat bihirrihu fi yaumin naasif. Setakat itu sahaja. Masalun ladin masalun perumpamaan aladzina orang-orang yang kafaru kafir Perumpamaan orang-orang kafir Birobihim kepada Tuhan mereka Perumpamaan orang-orang yang kufur kepada Tuhan mereka Yang Allah umpamakan, yaitu A'maluhum amalan-amalan mereka Amalan si kafir Karomadin Sepertimana Apa ya? Aromat? Debu, abuk halus Abuk yang sangat halus, debulah Ishtaddat bihirrih Ishtaddat yang menghembus, meniup, bihi dengan nye-nye-nye romat arrihu angin Mananya yang ditiup di angin, itulah. Sepertimana debu yang halus ditiup di angin, fi yaumin pada hari, asifin. Asif mananya? Bertiup kencang, berhembus kuat. Asif. Asif. Baik, di dalam ayat ini kita lihat nahunya dahulu, sebab modanya kena nahu dahulu. Terjemahnya sudah tahu, Perumpamaan orang-orang kafir kepada Tuhan mereka, Amalan mereka ini seperti debu, Abu halus yang ditiup di angin. Pada hari asif Pada hari yang ber Puting beliung ke, tufan ke, begitu lah Karena Ini saya tidak menjelaskan tafsirnya Menjelaskan balawahnya Sekarang kita lihat nahunya dahulu Istaddat bihirrihu fiyawmin asif Seperti debu yang menit meniupnya akan dia oleh angin maknanya debu yang ditiup di angin setakat itu kita sudah fahamlah debu ditiup di angin begitu pertanyaannya bila debu tadi tadi ditiup di angin anda bertanya bila kan kalau kita bahwa untuk mengingat ayat ini pertanyaan bila-bila debu tadi ditiup dengan bila peristiwa itu berlaku Oh peristiwa berlaku Fi yaumin asyfin yaumin asyfin yaumin asyfin ini adalah menunjukkan tempat atau sebab zaman merupakan masa kan kan pertanyaan tadi, bila jadi, berlakunya tadi, tiupan angin yang kuat tadi ya ini, yaumin asif menurutkan masa zaman coba perhatikan, fi yaumin asifin ini dari segi nahu dahulu asifin Asifin, kenapa dibaca Asifin? Yaumin Ya, karena sih sifat kepada Yaumin, jadi Yaumin Asifin itu sifat mausof bermakna Asifin itu sifat Yaumin mausof itu dari segi Nahwu atau juga disebut Asifin ini musnad Yaumin ini musnad ilaihi Betul? Betul Baik, bila setakat itu sudah faham Pertanyaan balohnya begini Betulkah ada hari yang bertiup kencang? Asif itu mana bertiup kencang? Tidak ada kan? Mana ada hari yang bertiup kencang? Asif, walaupun asif disini sifat pada yaum Itu hanya majas Hanya majazi, sebab hakikatnya secara hakiki yang bertiup berhembus kuat itu angin Tapi dalam ayat ini dari segi bahasa kita jangan, iyalah asif itu angin lah Nah itu bukan cerita bahasa Itu susah nak belajar, itu susah Iyalah asif yang berhubungan itu angin lah Salah lah dari segi jawaban bahasa, salah Yang asif ini sifat pada yaum Maknanya penyandaran kalimat asif, isnat Maksudnya penyandaran itu isnat lah Asif pada yaum itu majazi Dari segi akal tidak boleh diterima Secara hakiki akal tak boleh diterima Susah nak faham lah Cuman alhari bertiup kuat pula Yang berembus itu adalah anginnya Makanya dalam ini pasti ada majaz Ja'lul asfi lilyami wa walimafihi wahurri Dinisbahkan, disenangkan asli pada ya'um Itu albiak majazi Sebab hakikatnya yang Berhembus itu adalah? Rih Pertanyaan, bila rih itu berhembus, bertiup kuat? Pada hari itu Hari itu menurutkan apa? Hari Zaman Sebab itulah disini alakoh Alakoh mananya hubungan, kaitan Antara asif Dengan yaum Adalah alakoh Zamaninya Bagaimana sebut Al-Aqqah zaman ya? Maknanya iya Majaz Akli Namanya Majaz Akli Karena ada Al-Aqqah zaman ya Oke, faham sih itu? Contoh yang ketiga ini Oke ya, sekarang contoh yang keempat Surah Ad-Duha, kan ada lagi contohnya Habiskan saja, makin banyak makin bagus Banyak makin bagus Surah Ad-Duha Hai waduh awal leili ida saja waduh admi waktu duha Hai walayl demi waktu dan malam waduh admi waktu duha walayli dan demi malam ida saja Terima kasih. Bila saja itu mana telah berlalu dengan senyap dan gelap Sesuatu yang berlalu dengan senyap dan karena malam itu makin gelap itu naik saja Sajah ini maknanya tiga-tiga itulah, berlalu, bukan? Maknanya berlalu dan berlalunya dengan senyap-senyap, pelahan sehingga kita tak terasa dan akhirnya jadi gelap, tenang, hingga tengah malam, hingga pagi-pagi itu saja baik, demi duha dan demi malam, iza sajah, abu-la telah sajah Tanyaannya, mana musnad, mana musnad? musnat ilaihnya dahulu sebab disitu yang nak dibicarakan wadduha walayli idha sajak carikan musnatnya, carikan musnat ilaihnya dahulu Ya, musnatnya mana? Sajah Musnatnya sajah Musnat ilayhnya? Al-layl Al-layl Al-layl itu musnat ilayh Layl ini benda mati ya mas kalian Tidak punya nyawa Tidak punya keinginan Bahkan dipegang pun tak boleh, lail itu mana dipegang pun tak boleh Diajak cakap pun tak reti, dimana tempatnya, dimana rumahnya pun kita tak tahu Rupanya apa lail ini, adakah gelap itu malamnya Kalau setiap gelap itu malam, masuk bilik gelap pun malam lah itu Bukan juga Walaupun malam itu, Cik Satu Yafi'ah cirinya gelap, tapi gelap yang pasti bukan malam. Adakah gelap itu malam? Bukan. Adakah malam itu gelap? Juga bukan. Sebab ada malam hari pun terang benderang pun boleh. Siang gelap gulita pun boleh. Tapi di sini, malam seolah-olah digambarkan sebagai benda hidup. yang berkehendak yang boleh melakukan apa yang dia inginkan saja ini perbuatan saja ini fiil yang sebetulnya hanya boleh dilakukan oleh sesuatu yang punya kehendak ya, hakikatnya hanya bolehkan oleh sesuatu yang punya kehendak saja Tapi dalam ayat ini, saja yang diri kepada alail, ya tentulah majas, bukan hakiki, bukan hakiki. Saja bergerak, bergerak berlalu makin jauh dengan senyap-senyap. Dan dikaitkan dengan lail karena ada hubungan, ada alaqoh. Zama, zamaniyah. Al-layl in wusifahuna bisukun, fasukunuhu majas. Malam disini diberi sifat dengan saja, senyap, diam, sedangkan diamnya malam itu hanya majazi, sebab kita pun tak tahu malam diam dan malam tak boleh diam. Bukan hanya majas itu Oh malam ini betul-betul Malam yang sunyi senyap Yang hari itu malam itu bising Sebenarnya bukan malam dan Bukan malamnya kan yang sunyi Yang senyap atau yang bising Kan orangnya Bila pukul 10 malam bising Pukul 3 senyap habis Apulah malam disalahkan Jadi menisbahkan, mengisnatkan senyap, tenang, bising, tak bising kepada malam itu hanyalah majazi. Karena malam ini senyap ataupun bisingnya suatu disenatkan pada malam dan malam itu masa, maka alakohnya zamaniah. Sebab malam tidak boleh menerima Ghoiru Qabil Malam ini tidak boleh menerima pergerakan Secara langsung Tidak boleh menerima diam Sebab yang diam dan yang bergerak bukan malamnya Sesuatu yang ada pada malam itu Yang ada pada malam itu Majaz Contoh yang kelima Lihat surah Hud ayat 26 Hud 26 A'udzubillahimnashaitanirrahim di hujung ayat itu dia nyatakan bagaimana bunyinya ini aku takut aku takut ini sesungguhnya aku aku takut alaikum ke atas kamu Ini cerita siapa kepada siapa nih ya Ini firman Allah ini menceritakan siapa kepada siapa Siapa yang cakap kepada siapa Sebenarnya aku, aku ini siapa? Alaykum kumunikamu sapa Nabi cerita nabi siapa ini? nabi noh kepada? al-nyah nabi noh kata daripada sekian banyak perkhutbahannya satu diantaranya sesungguhnya aku, waikomku, aku takut alaikum keatas kamu apa yang aku takutkan menimpa kamu ala ba'yaumin alim Siksa, azab itu siksa, yaum, hari, alimin yang sangat pedih. Baik, lagi sekali kalau jamaah tengok terjemahan, pasti jamaah akan meyakini yang pedih itu azabnya. Gimana sih itu terjemahannya? Bagaimana perjawabannya? Azab Ya, baca Azab Aku takut keatas kamu, menimpa kamu Azab hari yang yang sangat pedih alim itu pedih kan sebab kita juga ada jumpa ayat lain azabun alim, azab yang pedih disini hanya ditambah yaum azabun alim, azab hari yang sangat pedih karena pedih selalu dikaitkan dengan azab jadi kita pun mungkin fikir alim disini pun sifat kepada azab Wahab, bila kita tengok nahwunya, adabah itu maf'ul bih kepada akhufu. Dipacah bah. Kemudian dimudhafan pada yaumin. Jadi adabah yaumin. Itu mudhaf ilaih. Lepas itu, alimin. Yaumin, alimin. Karena itu alim sifat kepada yaum. Yang alim itu bukan azabnya, tapi yang alim itu harinya. Betul? Sedangkan sekarang, mana ada yaum yang alim? Yang alim mesti azabnya. Jadi, alim diisnatkan, alim ini namanya musnat, dan yaumin namanya musnat ilaih. Menyandarkan sesuatu kepada sesuatu yang sebenarnya tidak layak baginya Ini namanya majas akli Bagaimana ada hari pedih, hari pedih, hari sejuk, hari pedih, hari apa ya Hari pedih, hari manis, hari... Bagaimana? Jadi, alim yang menjadi sifat kepada yaum, itu hanya majazi. Sifat majazi. Sebab hakikatnya, yang pedih bukannya hari, yang pedih adalah azab. Yang pedih adalah azabnya, bukan harinya. Bukan harinya. Nah, tanyanya, bila azab yang sangat pedih itu berlaku? Pada hari yang disebutkan itu, yang Nabi Nuh takutkan itu. Nah, azab yang penuh itu karena berlaku pada hari itu, jadi ada hubungan di sini. Ada kaitan. Jadi, kaitannya bersifat zamaniyah. Wasfuhu bil alim. Disifatkannya hari dengan alim. Itu hanya isnat majazi. Semata-mata, bukan hakiki. li'anal mu'alim karena yang menimbulkan rasa sakit, rasa pedih dan seterusnya ya akhirnya Allah SWT melalui asbab azab Tapi berlakunya pada hari yang Nuh takutkan itu Maka dalam azaba yaumin alim, yaumin alim Itu ada majas akli Atau majas fitarkib Karena ada alakah zamaninya Kada alaqah zamaniyah Antara Apa? Alim dan yaum itu Baik, contoh berikutnya Al-insan Ayat 10 Apa? Makin banyak, makin bagus Al-Insan Ayat yang ke-10 Yang tadi, sama dengan ayat ini Kalau tadi kan bahwa Al-Yawmulay Salim Hari bukannya pedih Innamah wal-Mu'lim Wal-Alim Ismul Dalam surah Al-Insan ayat yang ke-10 Allah SWT menceritakan Salah seorang ahli surga Sifat ahli surga Cara hidup Sifat ahli surga semasa di dunia lagi Calon ahli surga ini Sudah ada tanda-tanda Semasa di dunia Mereka ada sifat-sifat yang dengan sifat itu Melayakkan mereka kelap masuk surga Satu diantara sifat Manusia, masa hidup di dunia, yang melayakkannya kelak di akhirat masuk surga, ialah Inna na khofu mirrabbina yauman abusan komtarira Inna sesungguhnya kami, na khofu kami takut Mirabina Daripada Tuhan kami Yauman Akan hari Di sini makul bih bukan pada hari Sebab ia Makul kepada Nahofu Seperkara yang perlu diingat Jangan hanya karena isim Zorof Contohnya Umun kan, Zorof kan yang menunjukkan masa Jangan hanya karena kalimat itu Zorob, kemudian kita anggap sebagai Maf'ulfi. Kalau idah itu salah. Kalau Maf'ulfi, mesti terdiri pada isim Zorob. Itu betul. Tapi tidak semua isim Zorob jadi Maf'ulfi. Jadi jangan dibalik. Kalau dibalik, pasti salah. Makhul fi mesti isim Zorof Satu diantaranya, tapi Tidak sebaliknya Tidak setiap asal jumpa Zorofnya mesti mufi Jadi, kena betul itu Sebab kalau tidak nanti ya salah lagi Hai dia contoh setiap garam pasti masin betul pasti setiap garam pasti masin tapi tidak semua yang masin pasti betul ya kalau tak masin aja garam Oh kacau nanti Tuh, jadi karena ada nakhofu, nakhofu nufi'il muta'adin, dia perlukan maf'ul bih. Maf'ul bihnya yakni yauman. Jadi, kami takut akan hari, bukan kami takut pada hari. Artinya, orang-orang ini, yang di calon di surga ini, masa di dunia tadi, di dunia lagi, sudah takut. Yang mereka takuti yakni akan hari kiamat Bukan mereka takut pada hari kiamat Orang mu'min, ahli surga takut akan hari kiamat itu semasa di dunia Sementara orang kafir takut hari kiamat semasa dahdika kiamat Jadi takutnya lambat Orang mu'min takut azab ketika ia masih di dunia belum nampak azab Itu calon alisurga Orang calon alindraka takut azab ketika azab depan mata Itu calon alisurga calon aliraka jadi bezanya hanya bila ia takut bukan apa yang ditakuti yang ditakuti oleh calon alir surga dengan calon alir negara sama azab Allah Tapi masa dia takut tak sama. Si mu'min takutnya ketika masih di dunia, masa itu azab belum nampak. Bila itulah takutnya, masa itu dia takut, takutnya memberi manfaat. Dan bila rasa takut baru ada, ketika melihat azab di akhirat, tidak memberi apa-apa manfaat takutlah istilahnya tonggang langgang pun seakan jadi ini itu maf'ul bihnya itu kalau maf'ul fi'hnya, kalau katalah ini maf'ul fi'h ya terbalik makna dia, sesunya kami takut pada hari takkan orang mu'min takutnya di akhirat Ini ciri mu'min, itu jadi antara mafubi dan mufih pun bezanya jauh sekali Antara mu'min dan kafir, antara dunia dan akhirat Letaknya pada yauman itu nak dianggap sebagai apa Sesunya kami takut. Mirrobinah dari Tuhan kami. Yauman akan. Hadi. Naful B. Hari tadi sifatnya abusan. Daripada abasa. Abasa watawala anjahul amal. Masam. So, abus maknanya yang banyak masam. Susah lah. Kom Toriran Kom Toriran maknanya Apa dia? Yang sangat-sangat Susah, payah Tak ada kesenangan sedikitpun Tak ada rehat sedikitpun Susah memanjang Tidak ada sesaat pun berlalu meraihkan kesusahan Tukom Toriro Sebagaimana dalam surah Hud tadi Abus ini disandarkan kepada Yaum Abus itu adalah musnad, yauman itu musnad ilaih. Masalahnya manalah ada hari munyuk. Abasa ini munyuk. Abasa wa tawallal anjal muhammad. Muka dia munyuk. Muncung. Muka monyok, bibir muncung Wah, masam Jadi kalau itu yang monyok, muncung, masam, apa lagi? Bukan harinya hari Jadi yang muncung yang munyuk itu Ya ini tentulah ahli neraka Calon ahli neraka kelak Bila mereka itu makam susah Masam tidak ceria Pada hari Jadi hari itu sebagai zaman Maka Yauman abusan Disini ada majas akli Tak boleh diartikan Hakiki Difahami secara hakiki Pasti salah Pasti salah Sebab, ia majas. Dan banyak lagi, dan banyak lagi. Kalau mau cari lebih dari berpuluh-puluh yang sekalian, yang seperti ini dalam Quran. Ya, maksud saya, kalau kita tahu banyak contoh, lebih mudah memahami itulah. Makin faham, makin senang nak faham kalau banyak contohnya. Kalau satu belum, coba nak dua. Ya, ibarat itulah. Suruh rasa makanan, bambanya Kan, satu mangkuk Suruh makan Sup, satu mangkuk Eh, suruh minta, nilah Belum, belum boleh komen lah Sedap, buat lagi, dua mangkuk Dua mangkuk Kejap ya rasa Tersilap ada satu yang saya belum dapat merasa dengan betul Setelah lima baru Ya sedap Kena lima mangkuk baru boleh berhasil beri komentar sedap tip top sementara yang lain perlu 4 mangkuk, dah boleh komentar yang lain 1 mangkuk, dah boleh komentar yang pakar, bukan 1 mangkuk 1 titik letak atas wah, sedap itu memang dah, expert lah jadi karena kita belum pakar Kena 5 mangkuk baru Iya saya Saya yakin Memang sup awak sedap Itu saya tahu Makin banyak makin bagus Tapi kalau Udah pakar Tidak perlulah 5 mangkuk Tidak akan nak merasa habis 5 mangkuk Kalau 5 mangkuk baru rasa Makan betul berapa Dengan Baldinya sekali Jangan contoh lah, bahasa demikian juga, pelajaran demikian juga Bukan pelajaran, bahkan dalam Al-Quran Orang yang tingkatan imannya tinggi Contohnya Ulul Albab Untuk meyakinkan dirinya akan kebesaran Allah Perlu bukti yang kurang Berbanding orang yang belum sampai peringkat Ulul Albab orang yang baru menggunakan akalnya takkilun mungkin perlu sekian bukti 2, 3, mungkin ada 7, ada 8 bukti baru yakin akan kuasa Allah tapi orang yang sudah peringkat ulur Al-Quran kata, dua bukti sudah Ya, saya yakin Maknanya makin kurang Bukti yang diperlukan Sedangkan dia sudah Yakin, itu mana imannya tinggi Orang yang imannya tinggi, tidak perlu Bukti banyak, untuk meyakinkan Dirinya bahwa Allah maha berkuasa Bila orang masih perlukan Bukti yang banyak, mana imannya masih Ya, itu Quran cerita Ya, contohnya Apa saja Dalam menikmati makanan Kalau lima mangkuk baru boleh komentar Cuman lidahnya belum biasa Tapi lidah yang Luar biasa Hanya satu titik Disentuhkan di hujung lidahnya pun Ah 100 markah awal Itu memang dah Bahkan ada yang super biasa Belum rasa dah tau Itu Itu super biasa itu Baik Sekarang alakoh yang ketiga Sababia sudah Zamania sudah Yang ketiga Yang dekat-dekat ini mudah Ya ini alakoh Makania dunia kaitannya bukan berkaitan dengan sebab kaitannya bukan ada kaitan dengan masa tapi kaitannya ada kaitan tempat berlakunya perbuatan tadi beritanya dengan masa berlakunya musnah Hanya itu saja Poin dia sebetulnya Tapi lagi sekali Nahu Sorok tidak boleh ditinggalkan Tidak boleh tidak sama sekali Ibarat nak berburu katalah mesti bawa pistol, bawa senapang Senapang tuh udah sentiasa di tangan Jadi nanti bila Dah jumpa rusak, tinggal lepaskan Bukan jumpa rusak baru, cuman anak tembak Apa itu tembak? Lah susah lah Awal lepaskan tembakan Tembak tuh apa? Lah kan susah, rusak sudah depan mata dah Lari lagi Itulah maksudnya Makan niah Jadi ala kohnya Ala koh tempat Makan itu tempat Jadi kalimat Di isnatkan pada kalimat yang lain Bersifat majazi Bukan hakiki. Sebab kalau hakiki, akal tak boleh menerima ta'limah mahmahnya. Dari segi akal, tak logik sama sekali. Mana ada benda seperti ini. Ini mesti bersifat majazi. Kenapa boleh majazi itu? Apa hubungan dia? Ya, karena kaitannya dengan makam. Firman Allah SWT yang pertama ini banyak sekali. Dalam surah Al-Baqarah ayat 25. Dan banyak lagi ayat yang sama makna dengannya. Al-Baqarah 25. Sudah ada kan? Al-Baqarah ayat 25 Wa basyiril ladhina amanu wa amilus salihat anna lahum jannatin tajri min tahdihal anharil ahil ayah Waudan Bashir berilah kabar gembira Wahai Muhammad Alladhi na amanu orang-orang yang beriman itu wa amlus salihat dan orang-orang yang beramal salih bagi diorang ini khabar gembira apakah khabar gembira bagi orang-orang yang beramal salih anna sesungguhnya lahum bagi mereka jannatin surga atau taman Tajiri yang mengalio Yang mengalio Minta hatiha daripada bawahnya, nyetaman, nyejannat Al-anharu, sunga, sunga Sunga, sunga Baik, pertama Dalam ayat ini ada majas Karena cerita majas berarti ada majas Saya tidak perlu tanya ada atau tidak Sebab sudah ada Majas dalam ayat ini Yaitu majas akri Atau majas fitarkib Sudah, saya beritahukan, saya tak boleh jawab Yang ketiga Kerana dalam majas ini, jadi majas takik atau majas yang agli ini Ada isnat Penyandaran kalimat pada kalimat yang lain, yang tidak sepatutnya Penyandaran itu bukan hakiki Tapi hanya majas Majazi Mana ada musnat? Ada musnat Ilehi Pertanyaannya, baru pertanyaan Mana musnatnya, mana musnat ilahnya Mulai daripada anna lahum sayah, tak payah daripada fashir Tak payah tengok sebelum, tak payah tengok selepahnya, tak payah sambung-sambung Bukan belajar tafsir pelajarnya balagoh jadi hanya anna lagum jannatin tajiri min tahtihal anhar dah paling tidak itu aja lah, itu pun sementara lu panjang sebelum dan selepasnya Allahnya tak perlu ditengok sebaiknya pelajaran pelaku bukan pelajaran tajwid kalau terjudik kena habis baca pertanyaan mana musnad mana musnad ilaih mana kalimat yang disandarkan kepada kalimat lain yang sebenarnya penjandaan itu hanya bersifat majas bukan hakiki ya mana musnad tajiri musnadnya tajiri betul mana musnad ilaihnya jangan lupa tempoh hari saya katakan fiil musnadnya kepada Kalau fiil dimusnatkan pada fa'il, kalau sifat pada mungsuf, kalau khobar pada mutadak, itu sudah koidah nahu. Ini fiil dimusnatnya mana? Mutadak. Ya, itu sampai di khurtum pun tak jumpa. Belajar sampai eritia pun tak jumpa. Nah, itu sudah bid'ah dolalah. itu nahwu termasuk bid'ah dolalah itu yang jadi bingung tuh bahasa bid'ah banyak sangat fi'il itu musnat ilahnya mesti fa'il dan kalau fi'ilnya ma'bni maklum musnat ilahnya Pak Eh kalau filmnya maaf dimacul menilainya eh kalau sifat misalnya Oh kalau naat misalnya lainnya itu udah udah pasti lah itu udah koidah daripada zaman Nabi Adam hingga boleh pada Adam hingga Pakcik Adam jadi musnatnya sudah jumpa Tajri musnat ilahnya Al-Anharulah kan itu fa'ilnya saya katakan cari fa'ilnya very simple ini sampai pencet mata pun boleh Ya, very very simple, emang. Jadi, al-anharu itu fa'il pada tajri, kan? Kan begitu fa'ilnya? Bukan janah. Bagaimana janah jadi fa'il pada tajri? Belakang sudah ada anharu. Nah, di situ saya tak perlu jelaskan. Sebab itu nahbu paling basic. Tak perlu itu. Baik, coba sekarang kita faham betul. Tajri itu mengalir. Al-Anharu itu sungai. Betulkah sungai itu mengalir? Air. Air. Air. Kan? Yang mengalir sungainya atau airnya? Sungai itu jadi apanya? Jadi tempatnya, betul. Mana ada sungai mengalir? Jadi dinisbahkan diisnatkannya mengalir kepada sungai itu hanya majazi Sebab yang mengalir bukan sungainya, yang mengalir air yang ada di sungai itu Sungai hanyalah tempat bagi air untuk mengalir Sebab itu isnat tajiri kepada anhar hanya isnat majaziyun Majaz akli Majas fitrkib Bolehkah di majas ini? Boleh, karena ada hubungan antara Tajri dengan Anhar Hubungan Makanya Jadi Anhar itu kan Hanya sebagai tempat bagi air Hanya kita selalu, oh sungai mengalir Deras, mana ada sungai Mengalir Itu dah bahasa Melayu pun majas juga Nggak ada tuh hakiki, nak mengalir kemana Sungai dari dulu disitu aja Soalnya itu ketika sungai kata kemarau panjang, sungai ini kering keruntang, orang tak kata Sungai mengalir ke apa? Apa yang mengalir? Air pun tak ada Jadi hakikatnya, secara hakiki, yang mengalir adalah airnya, bukan sungainya. Jadi dalam Al-Quran pun demikian juga. Disukai di sini. Jadi di sini ada majaz. إِسْنَادُ الْجَرْيِ إِلَى الْأَنْهَارِ Diisnatkannya Yajiri, Tajiri, kepada Anhar adalah isnat majazi. Bukan isnat hakiki. Bukan hakiki Karena dan ia boleh Inamai yajril ma' Apa namanya? Wahualwadi ladhi tajri fihil ma' Anhar Hanyalah satu tempat Tempat dimana air mengalir padanya Airnya Bukan sungainya Wa inna ma yajril ma Yang mengalir airnya Wal anharu makanun laha Wa awaw makanun lahu Dan sungainya Sebenarnya adalah tempatnya Wadhalika alasawil isnat lil majazi Maka disini Isnat Lajri pada anhar Yang isnat majazi Wa alaqotuhu almakaninya Dan alaqohnya Dan ini alaqoh makaniyah. Bersifat tempat sahaja. Ini banyak yang serupa dengan ini. Tapi kalau nak cari contoh yang lain, janganlah ayat yang sama ini juga. Oh, Tajri minta har, cari lagi. Tajri minta jempol anhar. Oh, iyalah. Contoh ketiga pun, Tajri minta. Iyalah. Itu contoh sepuluh pun kalau sama sekiranya satu. Betul, nak jadi contoh-contoh yang bunyi Dalam Quran kan selalu kita jumpa kan Mengalir di bawahnya sungai ini bukan satu ayat ini saja Puluhan Jadi maksudnya bila puluhan jangan contoh yang ini saja nanti Iyalah ini pun sungai juga yang disebut Dah Susah lah kalau macam itu nanti Kena yang lain Banyak disini ya contohnya Apa namanya Baik contoh yang mudah Yang mudah lagi Di dalam surah Az-Zilah Iza zilzilatil ardu zilzalahaa wa akhrajatil ardu afqalahaa zilzalah ayat kedua itu wa akhrajatil ardu afqalahaa Tidak apabila zulzilat telah digoncangkan al-ardu bumi zilzalah dengan segoncang-goncangnya wa akhrojadan telah mengeluarkan al-ardu oleh bumi atkalah bebanannya atau sesuatu yang membebankannya, yang sentiasa memberatkannya Asqolaha Baik, dalam ayat wa akhrojatil ardu asqolaha ada majas namanya majas akli, ada majas fitarkib karena disana ada isnat majazi Pertanyaannya, mana musnad, mana musnad ilaih? Musnadnya? Musnadnya? Askolun Askolun Musnad Munasilehnya? Al-Ardu Pertanyaannya Adakah Askol itu bebanan disangkakan pada bumi ini majas ataupun hakiki? Bumi ada bebanan, bumi ada gunung, bumi ada lautan, bumi ada manusia Itu hakiki atau majazi? Majazi Bebanan dikaitkan dengan bumi, majazi atau hakiki? Hakiki Eh memang bumi ada bukit. Kenapa majas-majas? Bebanan gunung itu bebanan bumi. Eh majas tuh, majas tuh, majas tuh. Musnadnya. Ah roja lah. Fi'il. Musnad. ilahnya, fah kan baru disebut tadi, isnat hanya itu, tapi kalau askol dengan bumi, apa hubungan isnat masnya? ya lah askol itu, apa ya askol maf'ul bi ala ardu fa'il mana ada maf'ul bi dimusarkan pada fa'il Sedangkan fa'il tak selalunya punya maf'ul bi Nah ini lagi bin ahdolalah kisah tuh Fa'il mana dimusnah pada maf'ul bi Jadi isna' meti fi'il fa'il Sifat mausuh Khobar muktadak Ada bin Ahdolallah, Mah'ul Bih, dan Fa'il Sampai Eritrea pun tak jumpa Jauh tuh Eritrea no Mana tuh Eritrea no? Sebelah Sudan gak? Ethiopia? Jiran Ethiopia Punya jauh Disitu ada Madrasah pun tak mengajur Akh roja itu senat al-ardu itu lai, jadi diisnatkannya ikhraj kepada bumi itu majas bumi mana boleh mengeluarkan bumi ini benda mati, tidak punya kehendak, tidak punya kemauan bila bumi nanti mengeluarkan isi perutnya semua laharnya dikeluarkan, dimuntahkan itu bukan kehendak bumi Tapi tengok dalam ayat ini, akh-rojat disebutkan pada bumi, seolah bumi sebagai failnya. Seolah-olah bumi yang melakukannya. Walha yang melakukan Allah. Jadi asalnya ayat ini, karena mukhri itu Allah, akh-rojat. Allahu minal ardi afqalaha. Asalnya begitu lah Akhroja telah mengeluarkan Allahu oleh Allah Minal ardi daripada bumi Afqolaha Segala apa yang menjadi bebanannya Ima yang dalam perutnya berupa gas Batu Nanti bumi akan muntah Pecah perutnya Terburai Dan itu bukan kehendak bumi, bukan kemohon bumi. Sebab Al-Mukhrij yang mengeluarkan Al-Haqqiqi adalah Allah. Tapi dalam ayat ini, Al-Mukhrijnya disandarkan kepada bumi. Sebab itu namanya Majaz atau Isnat Majazi. Kenapa dikaitkan dengan bumi? Apa alakohnya antara keluar dan bumi? Alakoh makaniyah. Kalau pertanyaan, di mana Allah akan mengeluarkan semua itu? Di bumi. Kan makanya namanya. Nampak itu? Nampak. Sama dengan tadi ya, sungai mengalir. Jadi contohnya yang berbeza ya. Baik, itu dua contoh. Banyak lagi, banyak lagi. Makin banyak, makin bagus. Maknanya makin yakin yang sup itu sedap bila dah habis. habis lima mangkuk kalau satu mangkuk kan belum karena memang kok satu badi baru yakin Allah huatnya berarti sana kalau tidak sadar adalah sedih kalah kasta