Transcript for:
Keberadaan dan Pentingnya Subak di Bali

Subak menurut peraturan daerah Provinsi Bali nomor 9 tahun 2012 adalah organisasi tradisional di bidang tata guna air di tingkat usaha tani pada masyarakat adat di Bali yang bersifat sosio-agraris, religius, ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang. Dahulu, subak dikenal dengan istilah kasuakan yang kemudian menjadi suak atau subak. Kata kasuakan tercantum di dalam sebuah prasasti Raja Purna Kelengkung yang berangkat tahun 994 Saka atau 1072 Masehi. Hal ini menunjukkan keberadaan subak yang telah ada dan berkembang di Bali selama kurang lebih seribu tahun. Sehingga keberadaan subak telah mengakar kuat dengan kebudayaan Bali. Berkembangnya agama Hindu di Bali pada saat terjadinya perkembangan subak memiliki konsep trihita karana. Oleh karena itu, sistem subak pun berkembang berlandaskan konsep trihita karana dan menjadi fondasi kelompok subak dalam menjalankan pertanian untuk memenjelaskan. permasalahan pertanian. Konsep inilah yang kemudian membuat sistem perairan sawah di Bali menjadi unik dan istimewa hingga pada tahun 2012 subak dinobatkan sebagai salah satu warisan budaya UNESCO yang wajib dilindungi dan dilestarikan. Namun sayangnya, dalam kurun waktu 20 tahun, lahan-lahan sawah di Bali yang termasuk ke dalam kelompok subak telah banyak yang beralih fungsi hingga lebih dari 6.500 hektare. Hal tersebut lompat laun akan mengancam eksistensi subak sebagai warisan budaya dunia yang sangat penting. Pada subak, masyarakat Bali memiliki nilai-nilai kepercayaan yang terinternalisasi seperti Pali dimanifestasikan sebagai Dewi Sri, Tanah dimanifestasikan sebagai Dewi Pertiwi, dan Air dimanifestasikan sebagai Dewa Wisnu. Sehingga sawah subak dianggap sangat sakral dan tidak ada satu hari pun tanpa persembahan untuk sawah. Selain itu dilakukan pula rutinitas ritual adat keagamaan untuk sawah yang dilakukan secara individu maupun komunal di Pura Subak. Ritual ini adalah bentuk dari nilai parahyangan yakni harmonisasi antara kelompok subak dengan Tuhan yang berfungsi sebagai permohonan agar dilancarkan dalam pertanian dijauhkan dari kegagalan dan rasa syukur atas hasil panin yang didapatkan Coba ini biar lestari, sepanjang zaman gitu maunya kalau bisa gitu. Ini kan pengaruh-pengaruh wisata ini dah, itu dah cukup ada dampak. Berpengaruh adalah, artinya kena imbas gitu. Kita kan memang selalu melestarikan apa ada budaya dan... Persumpahan karena persumpahan itu adalah sumber dari kehidupan masyarakat di Bali. Kan sumber mengatur air, penghasilan sawah-sawah, dia yang mengatur. Walaupun Anda masuk dari para wisata, tapi kita tetap sinkronisasi bagaimana yang tersebarnya tetap langsung. Karena subah itu juga berwajiban memperbaiki dan ada upacara di Kuro-Kuro, di Kuro-Kuro, di Kuro-Kuro. 10 tahun yang lalu ini tidak ada bangunan begini, karena eksisnya. Kalau 10 tahun lagi, apa tetap begini, apa nama bangunan-bangunan, itu makanya saya yakin eksis itu banget. Sekarang aja di sebelah sini, Surajala, tidak dapat air. Sebab aliran sungai, aliran air yang tersanai. Sudah, sudah kering. Yang namanya juga pasti tetap ada jumat jumlahnya akan tetap. Tetap? Pasti menurut saya. Saya waktu, sudah 10 tahun sudah ada. Ini jadi paketnya. Sudah sekian pembangunan. Gimana di tahun mendatang? Mendatang, ya. di Zibadi, kalau mungkin juga, tapi takutnya juga saya kan tak berani, kalau misalnya LV2 di Jalan, saya yakin LV2 juga akan di Zibadi. Kalau IP2 di Indonesia, itu tidak mudah bisa. Memang di program pemerintah besar kan juga harus mengharuskan itu. Semua, kalau pada imporan seluruh Indonesia, harus memiliki lahan yang berwaktu. Contohnya sebagai cagangan pangan juga kita, dengan ada nyaraan itu. Kalau bagi saya, sumpah itu tetap harus di lestari kami. Kalau tidak ada sumpah, karena sumpah itu adalah akar dari budaya Bali. Seandainya akar itu tidak ada, maka budaya Bali pun tidak ada. jadi tetap lestarikan Sumba karena dia merupakan akar dari budaya baru dan ketika apa namanya orang datang ke sini berwisata ketika tidak ada Sumba maka tidak ada apa yang akan terjadi Saya bilang, kalau dari pemerintah memperhatikan kita, tidak boleh membangun di D. Walaupun satu M pun satu R ini tidak bisa dijual. Bagaimana aturan peralaman untuk kita ikuti biar tidak melawan pengurus, kalau pengurus itu cuma mencatat, menerima masyarakat saja. Kalau itu dilanggar, menjatuhkan pengurus jadinya gitu. Itu jadinya, biar apa namanya... Yang mana atur kita ikuti gitu harusnya, jangan membatah. Yang bikin atur itu siapa? Kamu kan? Yang galik, ngancur itu kamu juga. Kan bunuh diri jadinya itu. Sebagai seorang fokasi pengurus itu sebenarnya menampung inspirasi masyarakat saja. Dia yang punya ide itu kita catat, kok idenya tidak bisa dipakai. Kalau keinginan saya itu, pakailah aturan awik gitu, biar berjalan dengan baik. Kalau memang atur itu dihancurkan, hancur aja jadinya semua. Apa ada berjalan. Akhirnya masalah-masalah-masalah. Saling rebut lah jadinya. Air berebutan itu aja jadinya. Ini kan, setidaknya air itu udah ada pembagian. Di sini masih begini, di sana masih begini. sudah ada pembagian. Kalau itu waktu sudah tidak ada, sudah hancur semuanya. Mudah-mudahan dengan program apa yang sudah diberikan pembintang kepada petani, mudah-mudahan petani bisa menghasilkan itu. Mungkin kalau ramai, mungkin karena keperluan pasangan-pasangan tersebut, mungkin sebab dengan air yang terlalu panas. yang diberikan oleh pengeluaran. Mudah-mudahan harapannya pertanyaan yang dulu misalnya untuk mengelola lakannya harusnya dengan campur, mungkin sudah ada seorang kakak yang diberikan. Mudah-mudahan bisa hasilnya lebih bagus dari yang sebelumnya. Mungkin itu harapan kita. Subak merupakan bagian dari kearifan lokal di Bali yang perlu untuk dilindungi dan dipertahankan eksistensinya. Sebagai bagian dari akar kebudayaan Bali, Subak memegang peranan yang sangat penting dalam mengimplementasikan nilai serta konsep terhita karana yang mengatur hubungan kepada Tuhan, alam, dan sesama manusia. Namun di sisi lain, Bali sebagai salah satu daerah pariwisata paling potensial di Indonesia dihadapkan oleh kondisi di mana pertumbuhan dan pengembangan infrastruktur pariwisata terus meningkat setiap tahunnya. Akibatnya, dampak yang terjadi adalah semakin berkurangnya lahan subak akibat penjualan maupun konversi lahan yang dilakukan oleh anggota subak kepada para investor. Oleh karenanya, upaya untuk mempertahankan lahan subak sangatlah esensial. Diperlukan kesadaran, tanggung jawab, dan sinergi dari berbagai pihak guna menciptakan dan mempertahankan subak agar tetap asri dan lestari.