Transcript for:
Bea Masuk 200% Barang dari China

Luhut turun gunung, jelaskan rencana bea masuk 200% atas barang China. Artikel berikutnya, barang China mau kena pajak 200%, Faisal Basri teriak jangan. Nah untuk mengulas isu ini sudah hadir di studio CNBC Indonesia, editor CNBC Indonesia Damiana Cud Emeria dan juga chief economist CNBC Indonesia Anggito Abimanyu.

Selamat pagi Mbak Emel dan juga Pak Anggito, apa kabarnya? Alhamdulillah, terima kasih Mbak Sosa. Menarik sekali, di awal pekan kita akan ngobrol-ngobrol terkait dengan keriuhan, terkait dengan wacana rencana pengenaan bea impor hingga 200% barang-barang dari China. Saya kan ke Mbak Aimet terlebih dahulu, seperti apa redaksi CNBC Indonesia melihat terkait dengan wacana ini?

Apakah memang ini menjadi opsi yang cukup ideal begitu ya? Beberapa waktu lalu ini juga sempat menjadi sorotan bahwa salah satu industri dalam negeri TPT juga cukup terpuruk dengan adanya gempuran impor khususnya dari China. Kalau dari CNBC sih kita melihat ini kita ingin menegaskan, bukan meluruskan ya, tapi menegaskan bahwa BMAsuk yang dimaksud di sini adalah tindakan pengamanan perdagangan, anti dumping maupun safeguard yang sebelumnya sudah diumumkan pemerintah untuk dilakukan percepatan dalam penarapannya. Sebenarnya yang dimaksud di sini adalah biaya masuk yang mungkin bisa mencapai 200% itu adalah untuk keramik, impor, asal.

Tidak semua ya? Tidak semua, karena untuk menerapkan itu harus melalui proses-proses penyelidikan, pembuktian bahwa terjadi injuri di dalam negeri. Kita melihat di sini, untuk kasus ini mungkin ini sebagai katakanlah promosi pemerintah ya.

memperbaiki kesalahan di Permendak 8 kemarin. Jadi sepertinya ingin menutupi, kalau bisa dibilang menutupi, menembus kesalahan di Permendak 8 yang sudah membebaskan impor, akhirnya dicari jalan keluar yang sebenarnya penyelidikannya sudah berlangsung. Dan kalau dari keterangan ASAKI, Asosiasi Keramik, mereka sudah dapat tembusannya, memang Kadi, Komitmen Tidak Amping Indonesia, membuktikan telah terjadi. Injuri akibat dari serbuan impor krim Cina ini. Nah, yang menyebabkan isu ini bergerak liar pada sepekan terakhir adalah tidak ada penegasan atau hampir terjadi misleading bahwa biar masuk ini berlaku hanya untuk barang Cina.

Sebenarnya tidak. Tapi ini adalah tindakan yang akan disiapkan pemerintah tidak hanya untuk barang Cina, tapi untuk barang-barang impor yang nanti diselidiki dan terbukti melakukan injuri di... menimbulkan injury di dalam negeri.

Jadi tidak ada komunikasi yang clear begitu, sehingga menimbulkan keriuhan bahwa ada tindakan diskriminatif kepada khususnya China. Oke Pak Anggito, ini cukup menarik karena ada negara China yang dibawa-bawa, kita tahu ini adalah satu negara mitra dengan utama Indonesia, tapi satu sisi kondisi tanah air beberapa industri terpuruk karena adanya gempuran impor, khususnya impor ilegal. Seperti apa Anda melihat wacana atau mungkin sebetulnya berita yang... terjadi simpang silur terkait dengan penetapan 200% biaya impor dari untuk barang-barang China. Sebetulnya begini ya, kalau saya melihat, mengobservasi ya telah terjadi apa, tadi ya lonjakan, lonjakan barang impor dari China, karena China memang surplus ya sekarang ini.

Surplus 3 tahun terakhir ini sudah luar biasa sejak pascaw covid lah. Jadi barang-barang Cina khususnya yang food loose ya, seperti keramik, elektronik, tekstil, tpt, itu banjir ke tempat lain ya. Nah faktanya Indonesia itu tidak, mungkin satu-satunya ya negara tidak mampu untuk menahan gemburan itu ya. Kalau saya lihat datanya ya memang barang-barang di Cina itu lebih murah, kurang lebih sampai 60% lebih murah. daripada barang-barang yang sama di pasar.

Sehingga pasti dalam kondisi seperti itu, Indonesia mengalami oversupply, khususnya untuk TPT yang saya lihat. Nah, sebetulnya sudah 3 tahun yang lalu, jadi pemerintahan itu kemana aja nih sebenarnya 3 tahun ini ya? Telat berarti pemerintah, Pak? Sangat terlambat ya.

Padahal kalau di dalam pendidikan Kadi, kalau itu ada anti-dumping atau predator namanya, itu setahun sudah bisa. Bahkan bisa dilakukan yang namanya masuk sementara. Saya dulu kan ketua tim tarif ya, kalau ada begini-begini, sementara dulu dikenakan gitu.

Jangan usah nunggu sampai anti-dumping sesep. Penyidikan ini kan panjang ya, satu tahun kalau dalam ketentuan yang ada itu 1.012 bulan. Tapi 3 bulan pun sudah bisa.

Kalau sudah diketahui kan hanya melihat harganya berapa. Barang Cina masuk ke sini, barang Indonesia, bandingkan aja berapanya. Di Cina berapa, kan tanya orang dutaan sana kan sudah bisa.

Informasi itu lalu disebutkan, lalu telah terjadi yang namanya... Entah itu damping, entah itu predator, entah itu apa yang merugikan. Dibuktikan sebelum ada pembuktian 30 menit, kenakan saja sudah. Sehingga ada shock therapy gitu. Nah sekarang kan nunggu anti damping, kadi.

Nggak perlu kadi, kadi itu prosesnya panjang, satu tahun bahkan bisa lebih. Karena kan ada hak jawab dan sebagainya. Dan sebetulnya kalau ada anti damping pun atau ya... biar masuk imbalan safeguarding itu tidak menyelesaikan masalah.

Oke, apa dong Pak yang seharusnya dilakukan? Masalahnya itu di perabuhan. Kalau saya tanya sekarang, kan itu ada kode HS61, 62, 63. Ya, 61 tekstil, TPT, dan sampai garmen.

Pindah HS sudah tidak ketahuan. Karena kan sistemnya borongan. Satu kontainer, barangnya apa, ya pokoknya diklaim saja ini. Apakah itu ada TPT-nya, apakah ada barang penyedupan, ya tidak ketahuan.

Jadi ada dua nih, barang ilegal sama barang legal yang dikirim dengan harga yang murah. Kalau ilegal yaudah, bakar aja. Dan dia menjadi konser kan sebetulnya impor ilegal itu kan ya? Kalau ilegal nggak ada masalah, itu kan sudah dibuang, dikembalikan juga bisa. Atau dinyatakan sebagai barang ilegal.

Kalau barang legal ini yang masalah sekarang ini. Masuknya benar gitu, klaimnya benar. Tetapi dokumennya mungkin salah dan harus dicek oleh aparat-aparat di pelabuhan. Nah sebetulnya masalahnya kan di sini komplain dari teman-teman di asosiasi sudah cukup lama, sudah 3 tahun nih. Tidak hanya keramik, kalau keramik sih masih mudah.

Tekstil yang sulit sekali, karena barangnya kan nggak ketahuan, kain gitu ya. Ditumpuk sama apa juga nggak ketahuan. Tidak cukup hanya dengan biaya masuk, harus ada operasi militer di pelabuhan. Sampai operasi militer?

Saya kira iya, dan importirnya dicek satu-satu. Yang beli kan importir, kalau itu ilegal iya. Kalau importirnya aja dikenakan sanksi, yuk ngapain aja. Siapa yang mau diimport barang-barangnya mana, berapa harganya.

Jadi tindakan administratif menurut saya lebih penting. Saya itu berdua pengalaman, ngasih anti-demic, dia pindah aja. HS-nya diganti. Ada saja akalnya ya Pak? Akalnya.

Yang kena misalnya nanti dumping HS-61. Pindah jadi HS-62. Oke.

Kalah selesai. Udah gak ada. Tetap masuk barangnya itu.

Saya kan ke Mbak Eme. Tadi sudah disampaikan Pak Anggito juga bahwa ada celah-celah yang dilakukan ternyata Pak Mbak Eme. Dan sebetulnya tadi dikatakan juga sudah ada indikasi-indikasi dumping. Tapi selama ini pemerintah Belum tegas untuk mengambil sikap apa yang harus jadi ambil, seperti apa Anda melihat ini khusus dari kecematan redaksi CRBC Indonesia?

Betul tadi seperti yang dicelaskan Pak Andi, karena sudah pernah juga di dalam pemerintahan, sebenarnya ada tindakan-tindakan yang bisa langsung cepat dilakukan, tidak hanya dari mekanisme tindakan pengaman perdagangan, tapi juga ketika tadi terjadi pengalihan HS, itu sebenarnya itu yang jarang dilakukan, untuk tindakan pengamanan itu yang mengalihkan HS. Ketika dia sudah kena BMAD, eksportir dari sana mengganti AS-nya dan bisa bebas masuk sini tanpa kena BMAD tadi. Terus kemudian yang kedua, sebenarnya Permendag 36 tadi yang sebelumnya sudah diterbitkan tahun lalu, kembali ke situ saja, itu sudah paling benar, paling cepat.

Kalau ya ekstrimnya tadi yang disampaikan oleh Pak Anggito. Tapi kalau memang mau cepat pemerintah, balikin aja ke Permendag 36, ada PERTEK. Terus tambahin kebijakan-bijakan lain seperti SNI. Semua barang-barang, katakan misalnya barang-barang impor dari semua yang masuk ke Indonesia untuk pakaian tertentu, yang impornya terlalu tinggi atau impor borongannya banyak, kenakan aja kebijakan SNI. Itu ada sebenarnya, sudah, pemerintah sudah punya instrumen-instrumen ini, tapi tidak mau menerapkannya.

Akibatnya terjadi gini, perputaran-perputaran atau pernyataan-pernyataan yang memicu misli diingkiriuhan sendiri. Yang akibatnya pemerintah sendiri yang harus meluruskannya.