Transcript for:
Perjalanan Karier dan Wirausaha yang Inspiratif

Hai mulai dari sekolah dasar itu sudah jualan pisang di SMA saya sudah jualan buku-buku yang saya cetak sendiri gitu diktat pada waktu itu ya bukan karena jiwa wirausaha pada waktu itu memang karena terpaksa Nah itu tapi membentuk satu disiplin untuk berusaha. Sehingga waktu saya balik ke Indonesia, sudah setahun di Amerika belajar di SMA, itu juga saya sudah dagang. Saya beli kopi, kemudian saya sortir, kemudian saya ekspor. Jadi ya memang sudah berdagang gitu.

Dan itu barangkali memberikan satu disiplin, bahwa dalam hidup ini orang harus berproduksi. Dan harus bisa menciptakan nilai tambah untuk bisa menghidupi diri sendiri dan masyarakat harus hidupnya berpola demikian lah gitu ya. Jadi itu memang barangkali pola bisnis gitu ya dan kehidupan yang berbasis kepada penciptaan sesuatu untuk bisa memperoleh imbalan dari apa yang diciptakan itu.

Kemudian kan saya kembali ke Amerika mengambil saya punya master ya yang waktu itu MBA. Program yang dua tahun, saya bisa selesai dalam satu setengah tahun. Nah, segera sudah saya selesai, saya langsung bekerja.

Karena sebelum tamat, saya sudah diterima oleh Union Carbide. Jadi, langsung saya bekerja. Jadi, betul-betul konsentrasi saya itu belajar, kemudian bekerja.

Saya balik ke Indonesia, setelah balik ke Indonesia ya, tahun 69 ya. Tahun 71 saya sudah menduduki posisi direktur. Waktu itu masih usia saya 29 tahun ya.

Statistiknya Union Carbide itu belum ada di bawah 30 yang jadi rektor di dunia manapun pada saat itu. Buku pintarnya Union Carbide itu memang 15 tahun baru bisa menduduki posisi itu. Tapi ini kan ada dua saya kira, dimanapun di dunia ini ada namanya faktor luck juga gitu ya.

Tapi di atas daripada itu, saya kira adalah dedikasi ya. Jadi komitmen sebagai seorang profesional, all out untuk melaksanakan tugas-tugas. Saya kebetulan, Bos saya yang Direktur Keuangan sakit.

Waktu dia sakit, seluruh pekerjaannya saya ambil ani. Berarti saya mengambil suatu risiko dan tanggung jawab. Pimpinan-pimpinan yang di atas itu, termasuk yang di Amerika, melihat bahwa ini anak selain punya kemampuan, karena selama setahun itu saya mengerjakan tugasnya seorang Direktur Keuangan, tapi juga dipercaya integritas itu. Nah, itu penting sekali.

Saya... Merasa ya di Union Carbide, waktu saya di Union Carbide, kita itu perusahaan afiliasi Union Carbide yang paling profitable waktu itu. Lalu saya masuk ke multi bintang, jadi yang paling profitable lagi di seluruh, dalam artian kualitasnya ya.

Jadi keuntungan dibandingkan dengan modal yang ditanam. Di Bakri ya cukup melonjak juga keuntungannya sampai krisis kan. Jadi saya tiga kali dibajak.

Dibajak oleh Heineken, lalu dibajak oleh Bakri, lalu dibajak oleh Pak Hartog. Kalau nggak salah majalah apa itu namanya? Ada majalah di mana foto saya di prong cover.

Itu manajer 1 miliar, itu yang melekat. Sampai sekarang juga masih ada. Itu waktu saya pindah dari Multibintang ke Bakri, ya pindah dalam artian menjadi eksekutif ya, karena di Multibintang saya masih komisaris ya, utama ya. Karena di Bakri juga cukup tinggi ya nunya salarinya, dan di situ juga di Multibintang semua salari jalan terus.

Dan pada waktu itu juga saya komisaris utama di BAT, dari Tersambilkan Tebakel. Juga komisaris di Bata. Jadi kalau Anda hitung-hitung itu memang gede gajinya. Sampai Pak Harto waktu saya diangkat jadi Menteri, yang pertama dia tanyakan kepada saya, Saudara tidak menyesal. Kenapa Pak?

Kan gajinya sebagai Menteri kecil. Saya tahu. Darah ini gajinya besar, sampai Pak Harto pun tahu waktu itu.

Saya mengatakan kepada beliau, Pak, itu nggak jadi masalah, Pak, karena saya sudah hidup berkecukupan. Saya tidak perlu lagi memikirkan gaji, saya bilang begitu sama dia, apalagi kita krisis pada waktu itu. Pada saat itu kan saya melakukan transformasi dan itu tidak gampang, itu salah satu tantangan, merubah karakter birokrasi ke karakter korporasi dan merubah intervensi.

Ya kan biar bagaimana tadinya menteri-menteri di 17 menteri itu kan punya kekuasaan di BUMN. Sekarang kan saya ambil alih, itu juga menjadi tantangan sehingga BUMN. Kalau saya disuastakan, yang penting pembegan saham mengatakan ini kau punya tugas, selesai kan?

Kalau ini menarik terus. Jadi itu berbeda, bagaimana berbeda. Makanya insting politik juga penting.

Saya salah memprediksi bahwa sebagai Menteri BUMN tugas saya itu hanya mengembangkan korporasi atau BUMN ini saja. Padahal secara politik tidak begitu. Nah itu barangkali kelemahan saya juga, karena memang saya tidak pernah bercita-cita jadi politisi.

Saya melihat bahwa baik di swasta maupun di pemerintah, kita masih kekurangan tenaga-tenaga profesional untuk mengelola korporasi baik pemerintah maupun swasta. Harus ada etikanya, dan harus ada tanggung jawabnya masing-masing. Karena kalau antara pengusaha dengan penguasa tidak berkomunikasi, maka masing-masing jalan ke arah yang berbeda.

Nggak bisa. Karena yang menciptakan kemakmuran itu bukan pemerintah, pengusaha. Termasuk BUMN.

BUMN kan pengusaha kan? Mereka lah yang menciptakan nilai kan? Kan bukan pemerintah.

Jadi kalau tidak ada hubungan atau komunikasi, maka tidak akan optimal proses penciptaan nilai atau kekayaan bagi negara itu. Jadi tetap, tetapi jangan kolusi. Jangan karena kepentingan pengusaha, penguasa bisa membuat kebijakan yang hanya menguntungkan pengusaha tertentu. Itu nggak boleh. Penguasa habisin duit, iya kan?

Tapi pengusaha menciptakan duit. Maka yang bisa dilakukan oleh penguasa, membantu pengusaha secara positif, secara etik, secara moral. Nah, itu sehat itu.