Transcript for:
Penerapan E-Voting di Indonesia

Vogue Populi, Vogue Day, suara rakyat adalah suara Tuhan Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Shalom, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan, Salam Sejahtera untuk kita semua Perkenalkan, kami dari tim Agusti Komti Dengan anggota saya Arina Indayatun Halisa sebagai pembicara opening dan closing statement Adila Anissa sebagai pembicara pro dan Khofifa sebagai pembicara kontra Pada perdebatan kali ini, kami akan membawakan mosi dengan judul Penerapan Pemilu Melalui E-Voting di Indonesia Dewan juri yang terhormat, seperti yang kita tahu Perkembangan teknologi telah memberikan banyak sekali manfaat yang signifikan Pemanfaatan teknologi juga menyebar luas ke berbagai sektor Termasuk dalam pelaksanaan pemilihan umum Yakni mengubah dari proses konvensional Menjadi model pemutang suara secara elektronik atau e-voting Kemudian e-voting sendiri ini merupakan suatu sistem pemilihan Dimana data dicatat, disimpan dan juga diproses dalam bentuk informasi digital Disamping itu BPPT juga sudah melakukan berbagai kajian Dan juga mempraktekan pemilihan umum secara elektronik ini pada 981 pilkades Dimana secara hasil dan juga bukti pelaksanaan pemilu dapat diperoleh hasil secara lebih cepat dan juga lebih efektif Kemudian di samping ini, kita juga dapat berkaca pada putusan MK no. 147 tahun 2009. Dapat kita ambil sebuah kesimpulan dari sini, bahwa norma-norma yang terkandung dalam e-voting telah sesuai dengan norma-norma yang harus ada dalam pencobosan, yakni dalam pasal 353 Undang-Undang Komilu, sebagaimana tercantum dalam pasal 85 Undang-Undang tentang Pilkada. Itu berarti, sudah ada kekuatan yuridis terkait adanya e-voting ini. Dewan juri yang terhormat.

Teknologi FOTing dapat menjadi pilihan yang baik dalam menjalankan pemilu Apalagi terdapat kekurangan-kekurangan dalam penerapan FOT pemilu secara konvensional Namun demikian, teknologi FOTing juga tidak ruput dari kekurangan-kekurangan Dan juga tanpa adanya batas waktu Dewan juri yang terhormat, alasan-alasan dari pihak pro maupun kontra ini Harus dipertimbangkan sebagaimana adegium yang kami sampaikan di awal Vogue Populi, Vogue Day Suara rakyat adalah suara Tuhan Jika rakyat sudah menyuarakan suaranya Maka hal itu harus didengar dan juga dijadikan pertimbangan Sebagaimana dalil Tuhan Karena baik pihak pro maupun kontra Memiliki dasar-dasar dan juga alasan-alasan yang kuat Untuk menyatakan kesetujuan dan ketidaksetujuan mereka Terlebih, pemilu ini akan dilangsungkan secara rutin di Indonesia Alasan-alasan tersebut selanjutnya akan dielaborasikan oleh pembicara kedua dan juga ketiga. Terima kasih. Digitalisasi teknologi menjadi solusi terhadap pelaksanaan demokrasi.

Dewan juri yang terhormat, saya Adhilanisa sebagai pihak pro sepakat dan setuju dengan adanya pelaksanaan pemilu melalui e-voting di Indonesia. Hal ini saya sampaikan berdasarkan beberapa argumentasi. Yang pertama, e-voting pernah berhasil dilakukan di Indonesia.

Di Indonesia, e-voting bukanlah suatu hal yang baru. E-voting sudah beberapa kali diterapkan, namun masih dalam skala kecil. Yang pertama kali dan dianggap berhasil adalah dalam Pilkardus di Jembrana, Bali tahun 2009. Selain itu, daerah lain yang juga mengaplikasikan e-voting, antara lain, Musirawas, Sumatera Selatan, Boyolali, Jawa Tengah, simulasi e-voting di Pandeglam, dan simulasi e-voting Pilkada yang digelar oleh KPU Bantai, Sulawesi Selatan, didampingi Universitas Hasanuddin dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi atau BPPT. Lalu, jika pemilihan melalui e-voting saja dapat dilakukan dalam pilkades, bahkan pilkada yang ruang lingkupnya masih menengah, maka hal ini tidak menutup kemungkinan jika e-voting dapat dilaksanakan dalam skala pemilu nasional.

Menurut data dari AIC Project, sampai Januari 2010, ada 43 negara yang sudah bersentuhan dengan e-voting. Di antaranya ada 24 negara yang baru sampai pada tahap perencanaan e-voting dan ada 4 negara yang memberhentikan e-voting. Maka jika berkaca pada fakta yang ada, tentu presentasi lebih banyak dimenangkan oleh negara yang berhasil menggunakan e-voting. Kemudian memasuki argumentasi kedua kami mengenai regulasi dan kebijakan e-voting, Dewan Juri yang terhormat. Saat digunakannya e-voting dalam pemilu di Jembrana, Bali, PMD Jembrana mengajukan judicial review terhadap pasal 88 UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah kemahkamah konstitusi pada akhir 2009. Permohonan tersebut terdaftar di MK dengan permohonan No. 147 garis miring PUU Strip 7 Strip 2009. Tak hanya itu, Bupati Jembrana pun mengeluarkan peraturan Daerah nomor 1 tahun 2010 Tentang perubahan atas peraturan daerah Kumpatan Jemberana nomor 27 Tahun 2006 tentang pencalonan Pemilihan, pelantikan, dan Pemberhentian perbekal Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang pemerintah daerah adalah Konstitusional bersyarat Terhadap pasal 28C Ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pemilihan Sehingga kata mencoblos dalam pasal tersebut diartikan pula menggunakan metode e-voting dengan syarat kumulatif yang pertama tidak melanggar asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Yang kedua daerah yang menerapkan metode e-voting sudah siap dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia, perangkat lunak, serta kesiapan masyarakat. Terima kasih, interupsi saya terima. Baik, terima kasih. Seperti yang dikatakan oleh pihak pro, bahwa dalam melaksanakan metode e-voting, dibutuhkan syarat-syarat pemuletin. Salah satunya adalah daerah yang menerapkan e-voting sudah siap dari segala sisi.

Apakah menurut pihak pro, keadaan Indonesia saat ini sudah siap untuk menggunakan metode e-voting dalam pemilu? Terima kasih. Terima kasih, interupsi saya terima. Silaunya argumentasi dari rekan kutip kontra, membuat mereka silau terhadap fakta dan data yang saya sampaikan. Berdasarkan APA, Rekamku menyatakan bahwa Indonesia secara keseluruhan belum siap menggunakan e-voting.

Bahkan secara teknologi dan digital, kita sudah layak dan siap untuk mengimplementasikannya. Dibuktikan dengan adanya pengguna internet di Indonesia mencapai angka 210 juta jiwa. Dewan curi yang terhormat.

Tentu hal ini menjadi relevan dan merupakan potensi yang harus dimanfaatkan. Kemudian, putusan MK tersebut dapat menjadi payung hukum bagi pelaksanaan pemilu melalui e-voting di Indonesia. Sehingga, Dewan Curi yang terhormat, e-voting ini sudah kuat dan siap dalam regulasi untuk diimplementasikan.

Kemudian, memasuki argumentasi kami yang ketiga mengenai impact digunakannya e-voting dalam pemilu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh IDA International, potensi penghematan biaya baik dari paperless system, pekerja pemungutan suara, bahkan penghematan biaya logistik dan... distribusi. Dewan curi yang terhormat, biaya e-voting pun justru jauh lebih terjangkau karena dapat digunakan berkali-kali pada pemilu beberapa tahun ke depan bahkan penggunaan e-voting ini telah menghemat anggaran lebih dari 60% terutama untuk kertas suara. Oleh karena itu, saya tegaskan kembali berdasarkan data dan fakta yang saya sampaikan saya sepakat dan setuju dengan adanya pelaksanaan pemilu melalui e-voting di Indonesia Baik, terima kasih banyak atas waktu yang diberikan.

Bila mana kebijakan masih menimbulkan keraguan, maka untuk apa kita implementasikan? Saya, Hofifa, sebagai pihak kontra, menolak adanya sistem e-voting dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia. Hal ini saya nyatakan dengan beberapa argumentasi berikut. Dewan juri yang saya hormati, memasuki argumentasi yang pertama, bahwa pemilu tidak sesederhana pilkades dan pilkada.

Meskipun pihak pro... Telah menyebutkan bahwa voting sudah pernah dilaksanakan dalam pilkades dan pilkada di Indonesia Akan tetapi konteks pemilu tidak sesederhana pilkades dan pilkada dengan kompleksitas yang berbeda pula Jika dalam pilkades hanya memilih satu kotak berisikan kepala desa Pilkada dengan dua kotak berisikan gubernur dan pupati Maka dalam pemilu harus memilih sampai dengan lima kotak berisikan presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten atau kota Hal tersebut tentu berbeda dan tidak sama. Rujukan yang disampaikan oleh pihak pro tidak sebanding karena adanya perbedaan kompleksitas, sehingga kesiapan Indonesia dengan sistem evoking masih diperkanyakan.

Dewan juri yang saya hormati mengingat esensi demokrasi, salah satunya untuk menjamin hak rakyat dalam menggunakan hak dirinya, sebagaimana tertuang dalam putusan MK No. 011-017-PUU-1-2003, dan secara spesifik, telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Pasal 43 tentang hak asasi manusia. Bahwa hak memilih dan dipilih, right to vote and right to be candidate adalah hak yang dijamin dalam konstitusi. Maka wadah pemungkutan suara harus benar-benar dijamin kesiapannya. Dewan juri yang saya hormati, negara-negara seperti Venezuela dan Belanda bahkan setelah memutuskan menggunakan e-voting malah beralih kembali pada sistem pemilu manual.

Jangan sampai pemilu 2024 hanya dijadikan uji coba penggunaan e-voting tanpa memperhatikan kesiapannya. Jika sudah begitu, maka esensi demokrasi tidak akan tercapai. Baik, silahkan saudaraku. Baik, terima kasih interupsi saya terima. Lawan berdebat adalah rekan terbaik dalam berpikir.

Keadaan sosiologis setiap negara tentu berbeda-beda. Keadaan sosiologis Indonesia berbeda dengan negara-negara. yang pihak pro anggap telah berhasil menerapkan e-voting. Selanjutnya, Dewan Juri yang saya hormati, saya memasuki pada argumentasi yang kedua, bahwa Indonesia belum memiliki kesiapan sosiologis terhadap sistem e-voting.

Di negara seperti Amerika saja, masih sering terjadi saling repas hasil pemilu. Artinya, selain norma hukum, kita tidak bisa mengesampingkan kesiapan sosiologis masyarakat. Apabila dalam paradigma politik, e-voting masih menimbulkan keraguan. Karena Dewan Juri yang saya hormati, hukum tidak hidup di ruang hampa.

Secara faktual, hukum hidup di tengah-tengah masyarakat. Dan sudah seyokianya, harus dipastikan bahwa seluruh stakeholder yakin terhadap mekanisme encoding. Dengan juri yang kami hormati, belum adanya pusat data nasional yang aman dan benar-benar teruji di Indonesia Ditambah kesiapan sumber daya manusia di lapangan dan infrastruktur yang belum mapan secara merata di setiap daerah Berdasarkan faktor-faktor tadi, akan sangat berbahaya dan berisiko besar Bila penerapan FOT dilakukan secara langsung secara nasional pada pemilu di Indonesia Selanjutnya adalah argumentasi yang terakhir adalah argumentasi yang ketiga Dewan juri yang saya hormati bahwa e-voting tidak dapat mencapai manfaat yang diinginkan. Jika tadi pihak pro telah mengatakan bahwa adanya e-voting dilakukan untuk memperkecil biaya pengeluaran terhadap pelaksanaan pemilu, akan tetapi pada kenyataannya dengan dilakukannya e-voting justru diperkirakan akan menambah biaya dalam satu waktu pengeluaran. Oleh karena itu, rasionalisasi mengurangi biaya pemilu dirasa kurang tepat karena haknya akan menjadi titik celah pembengkakan biaya pengeluaran negara dalam beban APBN.

Bukankah Dewan Juri? Kebijakan yang dibuat harus memperhatikan kepentingan masyarakat luas. Anggaran APBN alih-alih digunakan untuk kontestasi pemilu maka lebih baik dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih komprehensif baik untuk kesehatan, pendidikan, ataupun infrastruktur pembangunan internet. Karena Dewan Juri, masih ada beberapa daerah yang buta internet. Menurut data dari Kominfo pada Februari 2020 lalu, telah membuktikan bahwa sejumlah 12.548 desa dan kelurahan ternyata belum tersentuh internet.

Sehingga argumentasi dari pihak pro yang mengatakan bahwa masyarakat telah melihat internet belum sepenuhnya terbukti. Dengan adanya argumentasi yang saya sampaikan di atas, Dewan Juri yang kami hormati, saya sebagai pihak kontra menolak adanya pelaksanaan pemilu menggunakan e-voting di Indonesia. Demikian, terima kasih. Dewan juri yang terhormat, tibalah saatnya kami menyampaikan kesimpulan dari mosi perdebatan ini Terdapat 3 poin penting dalam perdebatan kali ini Memasuki kesimpulan yang pertama, pihak pro menyatakan kesetujuannya dengan berargumen bahwa Pertama, e-voting pernah berhasil dilakukan di Indonesia dalam pilkades dan juga pilkada Kedua, e-voting sudah siap dalam regulasi dan juga kebijakan sebagaimana tertuang dalam pak... Putusan MK No. 147 tahun 2009 Kemudian yang ketiga Evoting memiliki banyak manfaat Salah satunya yakni penghematan biaya pemilu Kemudian memasuki kesimpulan yang kedua Dari pihak kontra sendiri juga menyampaikan ketidaksetujuannya Yakni yang pertama Kompleksitas antara pemilu dan pilkada itu berbeda Kemudian yang kedua Secara sosiologis Indonesia belum siap dalam sistem evoting Dan juga yang ketiga Evoating berpotensi terhadap pembekakan anggaran APBN Kemudian memasuki kesimpulan yang ketiga Merujuk bahwa Evoating belum tepat untuk dijadikan salah satu metode pemilu di Indonesia saat ini Tidak menutup kenyataan bahwa Evoating memang efektif untuk diterapkan Sebagai salah satu bentuk pemanfaatan terhadap teknologi Apabila saat ini Indonesia hanya belum siap untuk menerapkan e-voting, bukan berarti e-voting tidak tepat, tetapi e-voting dapat dilakukan di kemudian hari secara bertahap, sesuai dengan kemampuan Indonesia sendiri dalam menerapkannya.

Untuk itu, kita harus dapat mengambil posisi dengan bijak dalam menanggapi emosi ini. Dewan juri yang terhormat Penerapan evoting ini, bak sarang labah yang menampung madu Memang memiliki banyak manfaat Namun harus menunggu sarang tersebut terisi dengan sempurna Agar dapat dimanfaatkan oleh manusia Sekian dari kami, kurang lebihnya mohon maaf Salam sejahtera Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh