Transcript for:
Studi Manusia Purba di Nusantara

Terima kasih. Wilayah Nusantara, terutama Pulau Jawa, telah lama menjadi salah satu pusat kajian tentang manusia purba di dunia. Penemuan dalam jumlah besar berbagai fosil manusia purba di kawasan sangiran Sragen, Jawa Tengah, misalnya, telah menempatkan kawasan ini sebagai salah satu situs penting dalam kajian tentang evolusi manusia purba.

Hingga kini para ahli terus berupaya menguak keberagaman kehidupan purba di wilayah Nusantara lewat berbagai pencarian dan kajian fosil dan jejak arkeologis lain. Pada pertengahan tahun 2019 lalu misalnya, para ahli menemukan fosil manusia purba yang diduga berusia 1,8 juta tahun di kawasan Bumi Ayut, Brebes, Jawa Tengah. Temuan fosil ini berpeluang merevisi teori Out of Africa yang telah dianut para peneliti dunia selama ratusan tahun. Kajian tentang keberadaan manusia purba di Nusantara telah muncul sejak lebih dari 100 tahun lalu. Tepatnya, sejak penemuan sejumlah fosil manusia purba, terutama di Jawa, sejak tahun 1889. Dan baru-baru ini, tepatnya pada bulan Juni hingga Juli 2018 lalu, Balai Arkeologi Yogyakarta memastikan bahwa temuan dua fosil purba kala berupa tulang bonggol atau paha, pecahan rahang, dan akar gigi di Bumi Ayu Brebes, Jawa Tengah teridentifikasi sebagai manusia purba berumur sekitar 1,8 juta tahun.

Apakah dia itu benar manusia? Benar. Analisis morfologi dan metrik sudah membuktikan dia adalah tulang pahal manusia dan sudah sangat berfosil, fosilisasi sangat advance, warnanya hitam, keras, dan dia itu berasal dari 1,8 juta tahun. Sehingga ini bisa dipastikan.

Kita kasih Homo Erectus Bumia Immensis yang berasal dari 1,8 juta tahun dan itu merupakan Homo Erectus yang paling tua. Temuan fosil Homo erectus atau manusia berjalan tegap yang diperkirakan berumur minimal 1,8 juta tahun ini berasal dari endapan paling bawah formasi kali gelagah di bumi Ayu Brebes. Hal ini diketahui karena terdapat matriks-matriks yang berasal dari endapan kali gelagah yang masih menempel pada fosil. Analisis terhadap perlapisan tanah yang ditunjukkan oleh matrik-matrik yang masih melekat pada fosil ini menunjukkan bagian dari endapan.

Formasi Kaligelagah bagian bawah. Ada, ini adalah napal karbonatan yang di lapangan satu-satunya berasal dari Formasi Kaligelagah. Oleh karena itu, lokasi statigrafi atau perlapisan tanah dari kedua bonggol ini adalah bagian bawah dari Formasi Kaligelagah dan se-level dengan usia kira-kira 1,8 juta tahun yang lalu.

Usia fosil yang ditemukan di bumi Ayub jauh lebih tua dari fosil-fosil manusia purba yang sebelumnya ditemukan di Sang Nyeran. Sejauh ini umur tertua dari fosil-fosil manusia purba yang pernah ditemukan di Sang Nyeran. sekitar 1,5 juta tahun. Penemuan fosil bumi Ayu, menurut peneliti Balai Arkeologi Yogyakarta, Hari Widianto, diperkirakan dapat membuat teori out of Africa yang telah bertahan selama 100 tahun.

tahun perlu dikoreksi sebab fosil Homo erectus yang ditemukan di bumi Ayu usianya sama dengan yang ditemukan di Afrika dalam teori out of Africa yang selama ini diamini para paleontolog dunia disebutkan bahwa Homo erectus berasal dari Afrika pada saat ...koma 8 juta tahun lalu, mereka kemudian bermigrasi dan menyebar ke Eropa, Asia, hingga Sangiran. Terakhir itu kemarin, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melakukan penggalian di Sangiran dan mendapatkan pecahan astabulum. Pecahan tulang pinggul manusia pada penggalian lemak. Kampung Hitam Pucangan berusia 1,7 juta tahun. Sehingga di sangkiran sendiri yang tadinya menurut Art of Africa dikenal 1,5 juta, ternyata di situ harus direvisi lagi menjadi 1,7 juta tahun berhasilkan penemuan dalam penggalian in situ.

Sedangkan di Buamayu lebih tua lagi 1,8 juta tahun. Nah ini merupakan lokasi-lokasi baru tentang persebaran Homo erectus yang ada di Jawa yang ternyata menunjukkan usia yang lebih tua dari penafsiran orang sebelumnya. Oleh karena itu, sekarang yang namanya teori Out of Africa itu harus dipertanyakan lagi.

Kalau secara global kita coba menceritakan mengenai apa yang disebut Out of Africa, kita jelas. tahu bahwa manusia keluar dari Afrika sekitar 2 juta tahun yang lalu, ada kemungkinan besar dalam tahun-tahun mendatang, umur itu akan mundur lagi di sekitar 2,6 juta tahun. Tapi mungkin lebih dulu. Dan keluarnya dari Afrika, itu bukan sesuatu peristiwa yang terjadi sekali. Itu terjadi kian kali, for sure.

Jadi migrasi itu sebetulnya bukan sesuatu yang terencana. Tapi itu secara alami didorong oleh keinginan untuk menemukan lahan baru dan mendapatkan lingkungan penghidupan baru yang lebih menjanjikan. Itu sebabnya mereka sampai ke benua Eropa, kemudian juga ada cabangnya yang ke benua Asia. Di benua Asia sendiri ada juga cabangnya, ada yang ke arah Cina dan satu lagi ada yang ke Indonesia, yang merupakan kawasan kepulauan. Penemuan fosil Homo Erectus di bumi Ayu, menurut Hari Widianto, semakin menguatkan teori lain yang menyatakan bahwa Homo Erectus tidak hanya berasal dari Afrika, namun juga mengalami evolusi lokal yang bersifat.

multi-regional. Oleh karena distribusi homo erectus di dunia ini ternyata selain di Afrika 1,8 juta tahun yang lalu, ternyata sudah ada di dominasi 1,8 juta, di Cina 1,8 juta. 1,8 juta dan sekarang di bumi ayu juga 1,8 juta tahun yang lalu. Nah ini mempertanyakan lagi persoalan dari out of Africa. Apakah benar homo erectus yang ada di Jawa ini memang berasal dari Afrika?

Karena 1,8 juta ada di mana-mana dan itu sesuai yang dikatakan dengan teori local evolution. Penemuan Duboa di Trindel itu bukan missing link, itu adalah homo erectus. Penemuan fosil Homo erectus di bumi Ayu seakan meneruskan banyak penemuan fosil manusia purba di Jawa yang sejak abad ke-19 telah menarik perhatian ilmuwan dunia.

Penemuan sejumlah fosil manusia purba di beberapa wilayah pulau Jawa, terutama di kawasan Sangnyiran, Sragen, ikut meramaikan wacana pembuktian ilmiah terkait kebenaran teori evolusi yang dilontarkan ilmuwan Inggris, Charles Darwin. Dalam buku keduanya yang terbit tahun 1871, The Descent of Man and Selection in Relation to Sex, Darwin menyatakan bahwa dalam pohon kehidupan, manusia dan kerah masih merupakan satu keluarga. Namun manusia bukan keturunan langsung dari monyet maupun kerah, karena berada dalam cabang yang berbeda dalam pohon kehidupan tersebut.

Meski Darwin tidak pernah menyatakan manusia berasal dari kera, pada zamannya banyak kalangan termasuk sejumlah ilmuwan keliru memahami teori evolusi Darwin hingga teori ini sempat dicela di mana-mana. Hal ini... terjadi karena saat itu belum ada penemuan fosil makhluk setengah kera, setengah manusia yang bisa dijadikan bukti kebenaran teori ini bahwa ada mata rantai yang hilang atau missing link dalam teori evolusi Darwin. Jangan kita anggap bahwa ada kemungkinan pitekantropus itu diantara manusia dan kera.

Itu tidak membuat arti. Kenapa? Kita makhluk sekarang. Karena juga makhluk sekarang. Kalau saya ke Sumatera Utara, saya ketemu kelompok orang utara yang adalah kelompok yang hidup sekarang.

Artinya mencari. Sesuatu mahluk diantaranya tidak ada artinya. Yang bisa dicari barangkali adalah akar dari hidup atau sejarah dari hidup secara keseluruhan.

di mana memang kera punya nenek moyang yang sekian ratus juta tahun yang lalu, yang mirip mungkin dengan makhluk lain. Darwin yang mengatakan bahwa... Ada perubahan fisik yang paling arkaik sampai modern tadi itu.

Ini saya jalan dengan waktu yang berjalan ini. Kemudian ada naturalis lain, ada Huxley, ada juga yang berbicara mengenai masalah persamaan antara kerat dan manusia, sampai akhirnya mereka mendapatkan sebuah pemahaman bahwa antara simpansi dan manusia itu mempunyai struktur anatomi yang sama 99%. Terima kasih. 99% sehingga kenyataan ini pada saat akhir abad 19 ketika tidak ada bukti-bukti fosil tentang manusia orang kemudian melompat pada kesimpulan Bahwa manusia itu berasal dari perang.

Ketika Darwin mencari asal-usul manusia dan dia tidak pernah mendapatkan bukti tentang manusia, maka dia menyusun teori evolusi berdasarkan spesies yang sekarang ada adalah spesies yang tangguh. Baik itu manusia, hewan maupun tumbuhan. Yang kedua, mereka bisa tangguh karena bisa beradaptasi dengan alam, seleksi alam tadi itu. Mata rantai yang hilang ini belakangan coba dijawab ilmuwan Belanda, Marie-Eugène François Thomas Dubois.

Pada 1887, Dubois sengaja mengajukan permohonan kepada pemerintah Belanda agar ditempatkan di Hindia Belanda dan bisa meneliti keberadaan fosil yang bisa menguji kebenaran teori Darwin. Bert Theonissen dalam Eugene Dubois and the Ape Man from Java mengatakan bahwa Dubois mendasarkan argumennya dari tulisan Darwin yang dalam buku The Sand of Man menyatakan bahwa nenek moyang manusia tinggal di daerah Tuhan. karena manusia telah kehilangan bulu-bulu di sekujur tubuh selama proses perkembangannya.

Darwin menunjuk Afrika tropis di mana terdapat habitat gorilla dan simpanse. Namun Dubois sepakat dengan Alfred Russell Wallace, seorang pemikir teori evolusi lain yang menyebut asal usul manusia lebih dekat kepada siamang dan orang hutan yang habitat alam minyak berada di Asia Tenggara. Pada zaman itu juga terjadi penelitian yang sangat dalam dari Alfredo Salvalas.

yang menyadari perbedaan antara daerah-daerah di Asia Tenggara. Bahwa fauna yang ada di seberang Wallace Line, di Sulawesi, di Nusa Tenggara Timur, beda dengan fauna yang kita ketemu di Paparan Sunda, baik. termasuk semenanjung Malaysia maupun kepulauan seperti Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

Dengan demikian, peneliti Belanda, Juba, menjadi tertarik mencari... makhluk yang dekat dengan manusia yang kemungkinan hidup di daerah tropis dan kemungkinan daerah di mana hidup kera yang paling terorganisir secara sosial antara lain orang hutan, siamang, dan lain sebagainya. Dubua Memulai penelitian pertamanya pada tahun 1888, ia menelusuri gua-gua di Padang, Sumatera. Perhatiannya lalu teralihkan ke Jawa, kala muncul laporan temuan fosil Homo Wajah Kensis atau manusia wajah oleh insinyur pertambangan Belanda Bede van Ritschhoten di Wajah Tulung Agung Jawa Timur pada tahun 1889. Ketika dia masuk di dalam gua di Sumatera Barat, di Payakumbuh, mengeksplorasi selama 3 tahun di sana, dia hanya menemukan tulang-tulang Homo sapiens, yang bukan yang dia cari, tapi ini adalah tulang manusia modern yang semi-fosil.

Ketika saat itu dia mendengar di Tulung Agung itu ketemu manusia wajak yang katanya fosil, dia segera meninggalkan Sumatera untuk pindah ke Jawa. Tetapi beruntung dia mendapatkan manusia wajak yang kedua. Ternyata wajak pun itu adalah manusia modern yang sudah menjadi fosil.

Kenapa menjadi fosil? Karena dia ditemukan pada sebuah lingkungan marmer. Sehingga silika itu banyak masuk dan menggantikan organik menjadi anorganik cepat sekali di situ. Pada tahun 1891, Dubua menemukan fosil tengkorak manusia berupa gigi, tulang paha, dan tempurung kepala di Trinil, dekat lembah sungai Bengawan, Solo. Dia meyakini fosil berumur 700 ribu.

Hingga 1 juta tahun ini sebagai missing link yang dicari. Dubua menamakan fosil itu Pithecanthropus erectus atau manusia Jawa. Di dalam penggalian itu dia menemukan atap tengkorak.

Dan ini satu tulang paha model. modern ini dari trinil atap tengkoraknya adalah arkaik tetapi tulang pahanya itu modern seperti kita ini ditemukan dalam satu asosiasi dinamakan atap tengkoraknya volumenya otak adalah 900cc ada di antara kera yang paling besar 650 dan di antara manusia yang paling kecil adalah 1200 maka ini adalah makhluk yang berada di atap tengkurak antara kera dan manusia. Kemudian atap tengkuraknya masih pendek dan dia memajang ke belakang, ini juga menjadikan arkaik.

Manusia tetapi sangat primitif. Dia katakan pitekos antropos. Pitekos adalah kera, antropos adalah manusia, tetapi karena sudah mempunyai tulang paha yang berdiri tegak seperti ini, seperti kita. Maka dikatakan dengan Erectus, dinamakan Pithecanthropus Erectus, manusia kera yang berdiri tegak.

Saat menerbitkan temuannya di Belanda pada tahun 1894, Dubua menyatakan bahwa Pithecanthropus Erectus yang bukan merupakan kera atau manusia, tapi di tengah-tengah keduanya adalah missing link dalam teori Darwin. Namun komunitas sains Eropa tidak mengapresiasi penemuannya, sehingga sempat menyebabkan Dubua frustasi. Dalam waktu yang lama, Dubua kemudian menolak memperlihatkan fosil temuannya pada siapapun. Ia baru bersedia memperlihatkan kembali fosil Pithecanthropus erectus kepada publik pada tahun 1923. Dubua itu menemukan Pithecanthropus erectus.

Itu terlalu maju dari zaman dia. Dubua waktu itu menemui atap tengkorak yang sangat primitif dengan... Tulang paha yang modern, ini yang orang kemudian sangat skeptif.

Dia itu mengatakan... Dubua ini mencampurkan antara kepala makhluk yang kuno, arkaik, dan paha kiri manusia modern tadi itu. memang sesuatu yang sangat berbeda, tetapi bagi Dubua itu ditemukan pada perlapisan yang sama, dunia belum bisa menerima itu. Tidak lama setelah Dubua memperlihatkan kembali fosil temuannya kepada publik, Fosil-fosil lain yang nyaris serupa dengan temuannya ditemukan di beberapa tempat.

Pada sepanjang tahun 1927 hingga 1929 misalnya, sejumlah ahli menemukan fosil Sinantropus pekinensis atau manusia peking di China. Pada sepanjang tahun 1931 hingga 10 tahun kemudian, GHR Van Koningswalda juga menemukan sejumlah fosil sejenis di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hingga kematiannya pada tanggal 16 Desember 1940, Dubua bersikukuh dengan teorinya bahwa Pithecanthropus erectus berada dalam klasifikasi sendiri.

Pendapat Dubua baru mendapat pembenaran dari para ilmuwan 10 tahun setelah kematiannya. Pada ahli belakangan menggolongkan temuan fosil dubua dan fosil-fosil sejenisnya sebagai homo erectus atau manusia yang berjalan tegak. Di dalam kenyataan, Yang namanya penemuan Duboa di Trindel itu bukan missing link. Itu adalah Homo erectus, spesies manusia.

Bukan antara evolusi antara kera dan manusia. Kera sudah jalur sendiri, manusia sudah jalur lain. Sebetulnya sampai saat ini yang namanya missing link itu masih belum ditemukan. Sanggilan memiliki labis. lapisan tanah yang dari 2,4 juta tahun sampai sekarang tanpa terputus.

Dari lapisan tanah ini bisa kita ketahui menek evolusi lingkungan yang ada di sangiran dan sekitarnya. Wilayah Indonesia, terutama Pulau Jawa, saat ini dikenal dunia sebagai salah satu lokasi penting dalam penemuan berbagai fosil manusia purba. Kini banyak fosil manusia purba dan berbagai temuan arkeologis terkait lainnya bisa...

bisa disaksikan di Museum Purbakala Sangnyiran yang berlokasi di Sragen, Jawa Tengah. Museum yang terdiri dari lima klaster ini menampilkan potret kekayaan situs Sangnyiran. Dalam museum ini disimpan... puluhan ribu fosil dari zaman Pleistocene yang berumur lebih dari 2 juta tahun lalu.

Terdiri dari fosil manusia, fosil binatang bertulang belakang, fosil binatang laut dan binatang air tawar, batu-batuan, serta alat-alat bantu kehidupan sehari-hari. Museum Sangiran di sini menyajikan koleksi-koleksi kehidupan dari 2 jutaan tahun yang lalu, yaitu... Fauna-fauna yang kita temukan pada lapisan tanah yang merupakan endapan dari laut dalam.

Jadi seperti gigi-gigi ikan iu, kemudian juga ada bidatang penyu, kita sajikan di sini. Itu yang paling tua di sini. Kemudian juga di sini kita sajikan. Fauna pun jejak-jejak budaya yang lain, ataupun jejak-jejak kehidupan masa purba yang paling mudah sekitar 300-an ribu tahun yang lalu.

Sejak penemuan Homo Wajahensis atau manusia wajah pada tahun 1889, di susul penemuan Pithecanthropus erectus oleh Mary Eugene Francois Thomas Dubois pada tahun 1891, Penemuan fosil-fosil manusia purba lain terus terjadi di Pulau Jawa dan beberapa pulau lain di Indonesia. Sebelumnya, jenis-jenis fosil manusia purba yang ditemukan di wilayah Nusantara dinamakan sesuai nama. tempat penemuannya.

Namun kini, menurut Hari Widianto, jenis-jenis manusia purba Homo erectus terbagi dalam tiga tingkatan evolusi, yaitu Homo erectus arkaik, Homo erectus tipik, dan Homo erectus progresif. Jadi tidak ada lagi yang namanya Pitecantropus erectus. Pitecantropus mojokertensis dalam taksonomi moderni menjadi homo erectus semuanya itu yang mengalami tiga tingkatan evolusi dari homo erectus arkaik, homo erectus tipik, dan homo erectus progresif. Homo erectus arcaic banyak ditemukan di lapisan Pucangan dan Grand Spang, yaitu lapisan tanah yang berusia antara 1,8 juta hingga 730 ribu tahun lalu. Homo erectus arcaic memiliki rahang yang kekar dan gigi geligi yang besar.

Ia memiliki volume otak sekitar 870 cc. Homo erectus arcae yang pernah ditemukan di Indonesia diantaranya Megantropus paleojavanicus dan Pithecanthropus mojokertensis yang ditemukan arkeolog asal Belanda. Pada saat itu lingkungan sangiran masih berupa rawat, sehingga mereka akan menyesuaikan diri dengan lingkungan itu, dengan beradaptasi.

Sementara Homo erectus tipik atau tipikal banyak ditemukan di lapisan kabuh sangiran, yaitu lapisan tanah yang berusia antara 730.000 hingga 250.000 tahun lalu, yang berupa lingkungan hutan terbuka. Homo erectus tipik memiliki rahang dan gigi geligi yang cenderung lebih kecil dibandingkan dengan arkaik. Ia memiliki volume otak sekitar 1000 cc. Homo erectus tipik yang paling terkenal ditemukan di Indonesia adalah Pithencentropus erectus yang ditemukan oleh Eugene Dubois pada 1891. Jenis Homo Erectus terakhir yakni Homo Erectus Progressif. Banyak ditemukan di lapisan Notopuro, yaitu lapisan tanah yang berusia antara 250.000 tahun hingga 120.000 tahun.

Lalu, Homo erectus progresif ini memiliki volume otak yang lebih besar, sekitar 1.100 cc, sehingga membuat atap tengkoraknya lebih tinggi daripada dua tipe pendahulunya. Di Indonesia, Homo erectus progresif pernah ditemukan di kawasan Blora, Ngawi, dan Sragen. Tipe progresif ini tidak ditemukan di Sangiran.

Mungkin ada perubahan lingkungan di sana sehingga para homo erectus ini pergi untuk mencari sumber kehidupan yang lain. Ada yang menghubungkan perpindahan homo erectus itu ke arah hilir Bengawan Solo karena di Sangiran ada semacam... Mat vulkanik seperti yang di Sidoarjo sekarang ini, gunung api lumpur itu, sehingga omorektus tidak bertahan di sana.

Dan itu sampai sekarang ditemukan di daerah dekat kerikilan itu. Di sana masih apa, masih... uap-uap melumpur itu masih terus keluar dari dalam tanah gitu. Nah diperkirakan Homo erectus itu menyingkir ke arah hulu, eh hilir pengawasan Solo.

Selain di Pulau Jawa, di wilayah Indonesia fosil manusia purba lain juga ditemukan di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Fosil yang dinamai Homo florensiensis ini ditemukan di dalam lapisan endapan tanah Guali. yang buah di Pulau Flores.

Sejumlah ilmuwan menganggap Homo florensiensis sebagai spesies baru karena memiliki ciri berbeda dengan Homo erectus lain. Antara lain tinggi badan, badannya hanya sekitar 1 meter, bentuk dahi yang sempit dan tak menonjol, tulang rahang menonjol, volume otak sekitar 380 cc, serta tengkora kepala yang kecil. Ya memang penemuan sisa manusia liang buah ini sampai sekarang masih merupakan perdebatan hangat ya di kalangan para ahli gitu.

Ada beberapa pendangan. tentang taksonomi dari temuan itu sendiri. Yang jelas, para penemunya, kelompok penemunya dan para peneliti lain mengatakan itu sebagai spesies Homo erectus. Bahkan mereka juga mengaitkannya dengan Australopithecus. spesies yang jauh lebih Tua lagi, lebih purba lagi dari Homo erectus dan itu hanya hidup di Afrika.

Tapi di lain pihak ada juga kelompok ahli yang mengatakan itu bukan Homo erectus, bukan spesies baru, tetapi itu adalah Homo sapiens. Jadi makhluk yang sudah sama dengan manusia sekarang. Meski penemuan fosil manusia purba dan fosil-fosil jenis lain juga ditemukan di pulau-pulau lain di Indonesia, kawasan sangiran Seragian Jawa Tengah tetap menjadi situs paling penting dalam sejarah penemuan fosil manusia purba di Indonesia. Sejauh ini, selain fosil manusia purba, berbagai jenis fosil hewan purba dan fosil jejak kehidupan purba lain banyak ditemukan di Sangnyiran. Menurut François Semah, geolog asal Perancis yang telah meneliti kawasan Sangnyiran sejak akhir tahun 1980-an, lokasi geologis situ Sangnyiran merupakan faktor penentu yang sangat penting bagi penemuan fosil.

Itu jelas pengaruh dari kondisi geologis. Kalau kita melihat Kalimantan, Kalimantan kan tertutup hutan. Kalau kita mau meneliti prasejarah di Kalimantan, kita harus mencari gua. ataupun kita kerja di endapan sungai.

Kalau di Jawa, Jawa itu apa? Kita kata orang geolog, kita di busur gunung api Sunda. Itu berarti apa? Berarti kita... di dalam sesuatu pegunungan yang sedang terangkat.

Sedang terangkat berarti naik, berarti gampang tererosi, berarti banyak sedimentasi. Seperti kita ini di Kuba Sanggeran. Kuba Sanggeran adalah semacam side effect dari kegiatan gunung api. Ada semacam gelombung di dalam depresi Solo.

Lalu gelombung itu dierosi oleh sungai Cemoro. kita bisa meneliti stratigrafinya. Kalau tidak, tidak mungkin. Artinya kondisi geologis sangat membantu, sehingga jumlah temuan juga lebih banyak.

Situs Angiran ini memiliki potensi yang sangat luar biasa. Dari lapisan tanahnya, Sangiran memiliki lapisan tanah yang dari 2,4 juta tahun sampai sekarang tanpa terputus. Dari lapisan tanah ini bisa kita ketahui mana evolusi lingkungan yang ada di Sangiran dan sekitarnya. Ini jarang dipunyai oleh lain tempat begitu.

Saat ini temuan fosil manusia purba Homo Erectus di Sangiran sangat dikenal para ilmuwan dunia. Fosil-fosil Homo Erectus ini berasal dari Kala Pleistocene bawah dan Kala Pleistocene tengah. Atau berdasarkan kronologinya, Homo erectus mempunyai rentang waktu hidup antara 1,8 juta tahun hingga sekitar 300 ribu tahun yang lalu. Di sangiran sejauh ini telah ditemukan lebih dari 100 individu Homo erectus. Jumlah ini mengukuhkan sangiran sebagai kontributor manusia purba, jenis Homo erectus paling besar di dunia.

Di Jawa, khususnya di Sangiran, ini banyak sekali kita temukan posil-posil manusia purba. Lebih dari 100 individu ya yang telah ditemukan di situ Sangiran. Jumlah ini kalau kita bandingkan dengan teman-teman...

situs lain di dunia, hampir separohnya ditemukan di situs sangiran. Sehingga temuan situs sangiran ini sangat penting sekali bagi dunia pengetahuan khususnya terkait dengan evolusi manusia purba. Sejak lama para pakar internasional memandang Sang Niran sebagai laboratorium alam paling lengkap.

Karena di situs Sang Niran terdapat berbagai lapisan tanah yang memperlihatkan interaksi kehidupan manusia dengan lingkungannya. Karena keunikannya ini, Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan PBB, UNESCO, telah menganggap situs sanggiran sebagai salah satu situs kunci yang dapat memberikan gambaran dan pemahaman tentang proses evolusi manusia, budaya, dan lingkungannya selama 2 juta tahun tanpa terputus. Dan pada tahun 1996 lalu, situs ini telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia dengan nama Sangiran Early Mansight.