Transcript for:
CEO Sukses Berbasis Gelar Insinyur

Sebuah survei tahunan dari Harvard Business Review di tahun 2018 menemukan bahwa selama 2 tahun berturut-turut, lebih dari 100 CEO global berkinerja terbaik memiliki gelar insinyur lebih banyak daripada gelar MBA. Tepatnya 34 dari 100 CEO teratas. memiliki gelar insinyur. Sementara hanya 32 yang memiliki gelar MBA.

Nah, yang lebih mengesankan lagi, 10 dari 20 CEO di daftar yang teratas adalah insinyur. Nah, apa sih yang membuat para insinyur ini bisa jadi CEO yang terbaik? Dan apa artinya bagi kita nih, saya paling tidak, yang non-insinyur?

Apakah saya masih punya peluang untuk jadi CEO yang terbaik? Yuk kita cari tahu. Jeff Bezos mendapatkan gelar Bachelor of Science dalam Computer Science dan Electrical Engineering dari Princeton University.

CEO Microsoft Satya Nadella juga seorang insinyur. Demikian juga CEO General Motors, Mary Barra. CEO Nissan, Carlos Gossen, dan CEO Boeing, Dennis Muhlenberg.

Mereka semua bergelar insinyur. Bahkan Ursula Byrne, CEO dan Chairman Xero Corporation, memulai karirnya sebagai karyawan magang di bagian engineering. Apa sih yang spesial dari seorang insinyur sehingga mereka bisa jadi CEO yang terbaik? Nah, sebelum kita temukan jawabannya, silakan tekan tombol subscribe ya dan nyalakan notifikasinya supaya Anda dapat pemberitahuan ketika video menarik berikutnya tayang. Oke, beberapa orang punya argumentasi bahwa naiknya para insinyur menjadi CEO terbaik itu lebih disebabkan karena perusahaan-perusahaan teknologi saat ini memang lagi naik daun.

Perusahaan itu kan menggeser ya, perusahaan-perusahaan non-teknologi. teknologi yang sudah lebih dulu bertengger di daftar teratas perusahaan-perusahaan terbaik di dunia. Jadi ya wajar lah kalau para CEO dari perusahaan teknologi yang kebetulan insinyur itu kemudian jadi CEO terbaik. Gitu argumentasinya. Ya walaupun itu mungkin bisa punya pengaruh, tapi saya kok yakin ya bahwa jawabannya lebih dari itu.

Menurut Jan Meister, founder dari Future Workplace Academy dan global expert terkait The Future of Work, memang sih para insinyur... insinyur itu punya tiga karakteristik yang unik, yang itu membuat mereka bisa jadi CEO yang terbaik. Nah, ketiga karakteristik itu adalah penguasaan data, system thinking, dan problem solving.

Yuk, kita bahas satu persatu. Para insinyur memiliki kekuatan dalam pengambilan keputusan berbasis data atau evidence-based decision making. Mereka sangat memahami cara mengelola, menafsirkan, dan memproses data.

Kemampuan inilah yang membuat CEO Google, Larry Page, CEO Amazon Jeff Bezos dan CEO Apple Tim Cook yang kesemuanya memiliki gelar sarjana teknik mampu dengan cepat mengembangkan bisnis mereka melalui beragam produk dan lainan yang mengebrak pasar namun di saat yang sama juga diterima dengan sangat baik oleh pelanggan. Dan semua keberhasilan itu bukan untung-untungan pastinya, melainkan dicapai dengan kekuatan analisa data yang hebat. Dengan data, mereka bisa melihat pergerakan pasar, merumuskan produk dan layanan yang sesuai tren kebutuhan pelanggan, dan mengefisiensikan proses produksi dan operasional perusahaannya. Wajar jika perusahaan mereka kemudian menjadi penguasa pasar dengan nilai valuasi yang selangit. Riset dari McKinsey Global Institute.

menemukan bahwa perusahaan yang berpusat pada data atau data driven organization 23 kali lebih berpeluang mendapatkan pelanggan 6 kali lebih berpeluang untuk membuat pelanggannya loyal dan 19 kali lebih berpeluang untuk lebih untung dibandingkan perusahaan lain yang tidak berpusat pada data Seorang insinyur berpikir secara sistemik atau dikenal dengan system thinker. Mereka mengambil pendekatan holistik untuk menganalisa kompleksitas dari sebuah masalah dan mengkaji masalah tersebut dari semua sudut. Secara alamiah, seorang insinyur pandai memecah mesin. mesin yang kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana sebelum kemudian menyusunnya kembali di kepala mereka. Nah, proses mental yang unik itulah yang memungkinkan para insinyur ketika berperan sebagai CEO untuk mempertimbangkan setiap aspek bisnis, mesin, mesin hingga orang secara utuh sebelum kemudian membuat keputusan penting contohnya Satya Nadella CEO Microsoft Nadella adalah seorang insinyur dan sebagai CEO dia berhasil membantu Microsoft membalikan keadaan saat menghadapi serangan gencar dari Apple Nadella melihat industri teknologi tinggi sebagai sebuah mesin kompleks yang terus memompa nilai untuk para penggunanya nah pemahaman Nadella yang tajam atas bagaimana mesin industri itu bekerja memampukan dia untuk membuat keputusan yang tepat terkait posisi dan peran yang sebaiknya diambil Microsoft di industri itu.

Pendekatan adalah yang melihat gambaran industri yang lebih besar itulah yang kemudian mendorong pendapatan perusahaan Microsoft yang saat itu tengah merosot hingga akhirnya naik jadi 110 miliar USD pada tahun 2018. Insinyur memiliki keingintahuan yang tinggi serta persistensi dalam memecahkan masalah bisnis yang kompleks. Khususnya ketika segala sesuatunya serba sulit dan tidak ada arahan yang eksplisit. Nah ini merupakan kapabilitas yang sangat diperlukan dalam mengarungi situasi industri saat ini yang bergerak serba cepat, serba nggak jelas.

dan juga serba nggak pasti. Dunia saat ini nggak seperti dulu lagi ya, dan akibatnya nggak ada lagi best practice yang tinggal kita ikuti. Sekarang kita harus menemukan jawabannya sendiri.

Selain itu, insinyur senang melakukan berbagai hal dengan lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah. Mereka senang menguji alat baru untuk mengetahui apakah alat tersebut dapat meningkatkan produksi atau produktivitas. Mereka terobsesi dengan pengoptimalan dan efisiensi.

Kebanyakan insinyur Junior adalah individu yang keras kepala ya. Jika ada sesuatu yang tidak berfungsi dengan baik, mereka tuh akan terus coba berbagai metodologi sampai kemudian berhasil. Seperti Thomas Alva Edison yang terus mencoba setelah gagal seribu kali hingga akhirnya menemukan bola lampu.

Persistensi yang seperti itulah pada akhirnya yang akan terbayarkan dengan keuntungan perusahaan dalam jangka panjang. Namun demikian perlu diingat juga ya bahwa tidak semua insinyur pada akhirnya bisa jadi CEO terbaik. Menurut saya karena ada dua alasan. Yang pertama, karena memang tidak semua insinyur mengincar jabatan CEO. Beberapa insinyur memang sukanya kerja dengan mesin, memecahkan...

beragam masalah teknis yang itu menarik bagi dia. Saya menyebut mereka dengan insinyur fungsional, karena memang tidak tertarik dengan jabatan struktural. Nah, alasan yang kedua adalah, bahkan para insinyur yang mengejar jabatan struktural, hal itu pun juga belum tentu cocok jadi CEO, apalagi CEO yang terbaik.

Kenapa? Karena sebagian insinyur memiliki kekurangan dalam kemampuan sosial mereka. Mereka cenderung kurang pandai dalam menggerakkan orang lain, menggalang dukungan, atau menjual gagasan mereka sendiri.

Mereka juga kerap kali kurang dalam hal ketajaman bisnis atau business acumen. Fokus mereka adalah pada ngutak-ngatik mesin atau proses, bukan pada meradar pergerakan industri. Selain itu, mereka juga kerap kali berjarak. dengan pelanggan.

Daya empati mereka cenderung lemah karena memang obsesinya ada pada produk yang canggih, yang bisa jadi belum tentu sesuai dengan kebutuhan pelanggannya. Dan itulah sebabnya kenapa banyak insinyur struktural yang kemudian mengambil kuliah MBA untuk menutupi kekurangan-kekurangan tersebut. Lalu insinyur seperti apa sih yang bisa jadi CEO yang terbaik?

Nah, kalau saya menyebut mereka sebagai insinyur visioner. Sementara kebanyakan insinyur fokus pada memperbaiki kondisi hari ini, ini Insinyur visioner fokus pada menciptakan masa depan. Semua nama-nama CEO hebat yang saya sebutkan sebelumnya, mereka semua adalah insinyur visioner. Mereka adalah para insinyur yang bisa mengungkit kemahiran khas insinyurnya tanpa terjebak pada kekurangan yang membatasinya.

Serta mengawinkan kekuatan itu dengan visi bisnis dan obsesinya untuk memberikan lompatan nilai bagi pelanggannya. Oke, itu kalau insinyur. Bagaimana dengan kita nih yang bukan insinyur? Apakah kita masih berpeluang jadi CEO terbaik?

Kalau menurut saya, ya iyalah. Karena kalau kita perhatikan yang membuat mereka jadi CEO terbaik adalah baik itu kan bukan gelarnya, melainkan karakter unik yang ada dalam diri mereka. Maka apapun gelar yang kita miliki, bahkan jikapun kita nggak punya gelar sama sekali, kita semua bisa jadi CEO hebat.

Syaratnya, ya satu, kita harus Terus kembangkan terus karakteristik seorang CEO hebat di dalam diri kita. Perlu diingat juga ya bahwa Steve Jobs adalah seorang CEO hebat kan? Ya mungkin nggak di awal-awal karirnya lah.

Tapi kan pada akhirnya dialah yang membawa Apple jadi perusahaan paling dikagumi di dunia. Nah Steve Jobs tidak punya gelar insinyur. Dia belajar ilmu sastra di Reed College dan nggak selesai pula kuliahnya.

Oh tapi kan dia dibantu oleh Steve Wozniak yang itu insinyur komputer yang jenius kan dia. Ya, benar. Dan justru itulah kehebatan Steve Jobs. Dia mungkin nggak punya keahlian teknis komputer yang hebat, tapi dia seorang visioner.

Dan hebat dalam mempengaruhi orang lain. Dia mampu membuat para insinyur terbaik di dunia ini bekerja untuk... dalam wujudkan apa yang jadi visi masa depannya.

Nah, sekarang bagaimana menurut Anda? Apakah benar seorang insinyur lebih berpeluang jadi CEO terbaik? Atau justru yang bergelar MBA? Atau yang bergelar insinyur plus MBA? Atau malah yang nggak punya gelar sama sekali?

Tulis jawaban Anda di kolom komen di bawah ya. Kita diskusi. Jika Anda menemukan video ini bermanfaat, silakan subscribe, like, dan jangan lupa untuk menyalakan notifikasinya.