Mengenai waktu kerja, termasuk istirahat kerja, cuti tahunan, dan cuti besar karyawan yang diatur di Undang-Undang Ketenaga Kerjaan ketentuanya mengalami beberapa perubahan di Undang-Undang Cipta Kerja Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Seperti apa perubahannya? Kita akan membahasnya di video ini Tapi sebelumnya, seperti biasa, jangan lupa ngopi dulu Ketentuan pasal 77 Undang-Undang Ketenagakerjaan mengenai waktu kerja karyawan di dalam Undang-Undang Cipta Kerja relatif tidak mengalami perubahan yang substansial. Masih sama seperti dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan sebelumnya, di Undang-Undang Cipta Kerja pasal 77 ini tetap mewajibkan pengusaha untuk melaksanakan waktu kerja. Yang waktu kerjanya ini adalah maksimal 4. 40 jam dalam seminggu Jadi perusahaan Tidak boleh mempekerjakan karyawannya Lebih dari 40 jam Dalam seminggu Ketentuan ini masih sama Antara undang-undang ketenaga kerjaan Dengan undang-undang cipta kerja Di undang-undang cipta kerja Seperti juga di undang-undang ketenaga kerjaan Sebelumnya Secara umum Waktu kerja ini dibagi dalam 2 kategori Bisa 5 hari kerja Dalam seminggu Atau bisa juga 6 hari kerja dalam seminggu Dari dua pembagian ini perusahaan bebas untuk menentukan waktunya Mau 5 hari kerja atau mau 6 hari kerja di dalam satu minggu itu Jadi tergantung dari kebijakan perusahaan Kalau perusahaan menetapkan hari kerjanya itu selama 5 hari dalam seminggu Misalnya dari hari Senin sampai hari Jumat Maka jam kerjanya dalam sehari maksimal 8 jam Ini tidak termasuk jam istirahat kerja Jadi kalau dijumlahkan 5 hari kerja dikali 8 jam dalam seminggu Maka totalnya adalah 40 jam Tidak boleh lebih dari itu Begitu juga kalau waktu kerjanya adalah 6 hari seminggu Misalnya dari hari Senin sampai hari Sabtu Maka jam kerjanya dalam seminggu tidak boleh lebih dari 40 jam Dan jam kerjanya dalam sehari dibatasi hanya 7 jam Yang biasanya di hari ke-6, karyawan bekerja setengah hari atau 5 jam Nah, ini ketentuan umumnya ya mengenai waktu kerja Di samping ketentuan umum tadi, ada juga ketentuan yang lebih khusus Dimana untuk perusahaan yang bergerak di sektor usaha tertentu Atau untuk pekerjaan tertentu Ketentuan mengenai waktu kerja tadi menjadi tidak berlaku Jadi khusus untuk sektor usaha dan pekerjaan tertentu ketentuan waktu kerja yang tadi tidak berlaku ya apa saja sektor usaha dan pekerjaan tertentu itu undang-undang ketentangan kerjaan sendiri tidak secara spesifik menentukan apa saja sektor usaha dan pekerjaan tertentu ini dan ketentuan lengkapnya mengenai sektor usaha atau pekerjaan tertentu ini diatur di dalam peraturan menteri Berdasarkan peraturan menteri, sektor usaha dan pekerjaan tertentu ini misalnya ada di bidang pertambangan, sumber daya mineral, dan di bidang perikanan.
Di dalam Undang-Undang Cipta Kerja, ketentuan mengenai waktu kerja ini tidak mengalami perubahan substansial. Dan secara prinsip, aturannya masih sama dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan sebelumnya. Hanya ada beberapa perubahan saja yang dilakukan Misalnya seperti tadi mengenai dikecualikannya ketentuan waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu Sebelumnya berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Akan tetapi di Undang-Undang Cipta Kerja ketentuan ini sedikit berubah Undang-Undang Cipta Kerja menentukan bahwa ketentuan tersebut akan akan diatur lebih lanjut di dalam peraturan pemerintah jadi bukan lagi diatur lebih lanjut di peraturan menteri seperti di undang-undang ketenagakerjaan sebelumnya sepertinya pembuat undang-undang ingin mengembalikan ketentuan pelaksanaan waktu kerja di sektor usaha atau pekerjaan tertentu ini pada tujuan utama dari dibuatnya omnibus law cipta kerja yaitu sinergitas Dari berbagai regulasi yang kadang suka tumpang tindi Jadi banyak ketentuan yang pada akhirnya harus diatur secara sentralize Oleh pemerintah pusat berdasarkan peraturan pemerintah Selain perubahan mengenai pembuatan peraturan pelaksananya Dari peraturan menteri ke peraturan pemerintah Pasal 77 ini di undang-undang cipta kerja juga menambahkan satu ayat lagi Yaitu ayat 4 Ketentuan ini merupakan penegasan saja bahwa waktu kerja itu harus dicantumkan di perjanjian kerja atau minimal di peraturan perusahaan.
Ketentuan ini adalah aturan baru yang sebelumnya di Undang-Undang Ketenagakerjaan ketentuan ini tidak ada. Waktu kerja lembur berarti waktu yang digunakan karyawan untuk melakukan pekerjaan di luar waktu kerja yang seharusnya yang sudah kita bicarakan tadi. Jadi pekerjaannya bisa dilakukan di luar hari kerja yang seharusnya yaitu di luar yang 5 atau 6 hari kerja tadi atau di luar jam kerja yang seharusnya yang 40 jam kerja dalam seminggu tadi. Misalnya seorang karyawan bekerja 5 hari seminggu Dari Senin sampai hari Jumat dan setiap harinya bekerja selama 8 jam Dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore Kalau karyawan itu bekerja lebih dari 8 jam sehari Katakanlah dia bekerja sampai jam 7 malam misalnya Atau bekerja pada hari yang seharusnya dia libur Misalnya dia bekerja di hari Sabtu Maka pekerjaan di luar hari kerja dan jam kerja itu merupakan Pekerjaan tambahan yang bisa dikategorikan sebagai waktu Waktu Kerja Lembur Ketentuan mengenai Waktu Kerja Lembur ini Selain diatur di dalam Pasal 78 Undang-Undang Ketenagakerjaan Sebelumnya juga diatur Di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 102 Tahun 2004 Dalam Keputusan Menteri itu juga Ditegaskan bahwa Juga dikategorikan sebagai Waktu Kerja Lembur Untuk pekerjaan yang dilakukan pada hari istirahat mingguan atau pada hari libur resmi.
Dalam pasal 78 Undang-Undang Ketenagakerjaan juga ditentukan syarat untuk melakukan pekerjaan lembur. Itu pertama karyawannya harus setuju untuk melakukan pekerjaan lembur. Dan bahkan di keputusan menteri persetujuan itu harus diberikan secara tertulis.
Jadi kalau karyawannya tidak setuju maka perusahaan tidak bisa Memaksa karyawan untuk melakukan kerja lembur Lalu syarat yang kedua Waktu kerja lemburnya sendiri tidak boleh lebih dari 3 jam sehari dan 14 jam seminggu Dan ini tidak termasuk kerja lembur yang dilakukan pada hari istirahat mingguan ya Misalnya hari Sabtu atau hari Minggu Ini sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan sebelumnya Nah di Undang-Undang Cipta Kerja ketentuan mengenai waktu kerja lembur ini mengalami perubahan yang cukup substansial. Waktu kerja lembur ini maksimalnya bukan lagi 3 jam sehari dan 14 jam seminggu seperti yang diatur di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan sebelumnya, melainkan berubah menjadi 4 jam sehari dan 18 jam seminggu. Jadi perubahan ketentuan ini cukup substansial ya karena berkaitan langsung dengan jumlah jam kerja lemburnya.
Dan seperti ketentuan lainnya, di mana pelaksanaan mengenai kerja lembur ini akan diatur di dalam peraturan pemerintah Bukan lagi diatur di keputusan menteri seperti di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan sebelumnya Mengenai upah lemburnya, di Undang-Undang Cipta Kerja juga masih diatur sama Bahwa perusahaan wajib membayar upah kerja lembur kepada karyawan yang melakukan kerja lembur Konsekuensinya Kalau perusahaan tidak membayar upah kerja lembur kepada karyawannya Sesuai undang-undang ketenaga kerjaan sebelumnya Dan juga sesuai undang-undang cipta kerja Maka perusahaan itu dapat dianggap melanggar pasal 78 ayat 2 Dan karenanya dapat dikenakan sanksi pidana Pidananya bisa berupa pidana kurungan Minimal kurungan 1 bulan dan maksimal 12 bulan Atau denda minimal 10 juta rupiah Dan maksimalnya 100 juta Selain mewajibkan karyawan untuk melakukan pekerjaan sesuai waktu kerja tadi, di sisi lain Undang-Undang Ketenagakerjaan juga memberikan kepada karyawan hak atas waktu istirahat dan cuti. Di samping waktu istirahat dan cuti ada juga istirahat panjang. Secara umum, aturan-aturan itu ketentuannya hampir sama di antara Undang-Undang Ketenagakerjaan sebelumnya maupun di Undang-Undang Cipta Kerja.
Meskipun beberapa isu ada yang berubah. Untuk waktu istirahatnya sendiri, Undang-Undang Ketenagakerjaan sebelumnya membagi waktu istirahat ini menjadi istirahat antara jam kerja dan istirahat mingguan. Di dalam Undang-Undang Cipta Kerja, istirahat antara jam kerja ini ketentuannya tidak berubah.
Perusahaan tetap wajib memberikan istirahat kepada karyawan di antara waktu kerjanya. Yaitu setelah karyawan bekerja selama 4 jam secara terus menerus. Dan waktu istirahat ini minimal setengah jam.
Tetapi di dalam praktiknya umumnya waktu istirahat ini 1 jam ya. Biasanya berlangsung dari jam 12 sampai jam 1 siang. Dan biasanya juga digunakan untuk waktu istirahat, ibadah, dan makan siang. Dan waktu istirahat antar jam kerja ini.
Tidak diperhitungkan sebagai jam kerja Jadi tidak masuk ke dalam jam kerjanya Di dalam undang-undang cita kerja Ketentuan waktu istirahat yang berubah Adalah waktu istirahat mingguan Dalam undang-undang ketenaga kerjaan sebelumnya Secara tegas ditentukan bahwa Perusahaan wajib memberikan istirahat mingguan Sebanyak 1 hari Kalau waktu kerja karyawannya 6 hari kerja Atau 2 hari istirahat mingguan Kalau waktu waktu kerja karyawannya 5 hari dalam seminggu di dalam undang-undang cipta kerja ketentuan waktu istirahat mingguan ini berubah di undang-undang cipta kerja hanya ditentukan bahwa perusahaan wajib memberi istirahat mingguan minimal 1 hari untuk karyawan yang waktu kerjanya 6 hari dalam seminggu sedangkan untuk karyawan yang waktu kerjanya 5 hari dalam seminggu Ini tidak ditentukan istirahat mingguannya Jadi berbeda dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan sebelumnya Yang mewajibkan pemberian istirahat mingguan selama 2 hari Bagi karyawan yang waktu kerjanya 5 hari dalam seminggu Ketentuan mengenai cuti, yaitu cuti tahunan di Undang-Undang Cipta Kerja Ini hampir tidak ada perubahan dari Undang-Undang Ketenagakerjaan sebelumnya Jadi sebelumnya Undang-Undang Ketenagakerjaan menentukan bahwa Perusahaan wajib memberikan cuti tahunan kepada karyawannya selama 12 hari kerja setelah karyawan yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus dan pelaksanaan cuti tahunan itu diatur di dalam perjanjian kerja peraturan perusahaan atau di perjanjian kerja bersamanya Di dalam Undang-Undang Cipta Kerja ketentuan ini pada prinsipnya tetap sama, tidak berubah Hanya penempatan ayat dalam pasalnya saja yang sedikit berubah Tapi secara konseptual, secara keseluruhan ketentuan mengenai cuti tahunan 12 hari ini tidak berubah Untuk istirahat panjang atau yang dalam praktek biasanya disebut cuti besar adalah istirahat yang diberikan perusahaan kepada karyawan setelah masa kerja karyawan selama 6 tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama Jadi setelah masa kerja karyawan sudah 6 tahun karyawan tersebut berhak mendapatkan istirahat panjang selama 2 bulan yang pelaksanaannya dilakukan pada tahun ke-7 dan tahun ke-8 Masing-masing dilaksanakan satu bulan. Sesuai undang-undang, hak istirahat panjang ini hanya berlaku bagi karyawan yang bekerja pada perusahaan tertentu. Perusahaan apa yang dimaksud dengan perusahaan tertentu ini? Undang-undang ketenaga kerjaan tidak menentukannya secara clear, secara eksplisit, tapi mengamanatkan bahwa jenis perusahaan tertentu itu diatur di dalam keputusan menteri.
Di dalam Undang-Undang Cipta Kerja, ketentuan mengenai istirahat panjang ini masih tetap ada Tapi ketentuannya masih belum definitif dan sangat umum ya Bahkan lebih umum dari Undang-Undang Ketenagakerjaan sebelumnya Undang-Undang Ketenagakerjaan sebelumnya sudah membatasi jangka waktunya Kapan istirahat panjang itu diberikan dan untuk berapa lama Tapi di Undang-Undang Cipta Kerja, batasan itu tidak dimasukkan lagi ke dalam redaksi pasalnya Pasal 79 ayat 5 Pasal itu hanya menyebutkan bahwa ketentuan mengenai istirahat panjang ini diatur dalam perjanjian kerja Peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama Perubahan lainnya mengenai istirahat panjang ini adalah ketentuan pelaksanaannya yang lebih lanjut akan diatur dalam peraturan pemerintah Bukan lagi diatur oleh menteri ketenaga kerjaan seperti sebelumnya Jadi penentuannya sudah tidak lagi sektoral di kementerian Melainkan diambil alih oleh pemerintah secara umum Demikian sobat legal access Beberapa perubahan ketentuan undang-undang ketenaga kerjaan Di dalam undang-undang cipta kerja Khususnya mengenai waktu kerja, istirahat kerja, dan cuti Beberapa ketentuannya masih bersifat sangat umum Sehingga untuk supaya bisa implementatif Masih perlu diatur lagi dengan peraturan pelaksananya Kalau sebelumnya di Undang-Undang Ketenagakerjaan peraturan-peraturan pelaksana itu kebanyakan bersifat sektoral artinya peraturan pelaksananya dibuat oleh Menteri Ketenagakerjaan berdasarkan keputusan menteri atau berdasarkan peraturan menteri maka berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja ini peraturan pelaksana tersebut kebanyakan tidak lagi sektoral di kementerian tapi diambil alih langsung oleh pemerintah secara umum berdasarkan Peraturan pemerintah Jadi untuk supaya Ketentuan-ketentuan mengenai Waktu kerja, istirahat kerja Dan cuti ini implementatif Di dunia ketenaga kerjaan Maka nampaknya masih perlu Menunggu lahirnya Beberapa peraturan pemerintah Terlebih dahulu Sebagai peraturan pelaksananya Demikian informasi ini kami sampaikan Semoga bermanfaat dan Berguna ya Bagi Anda dalam menjalankan atau dalam mengelola hubungan ketenaga kerjaan di perusahaan Anda Salam