Transcript for:
Kisah Kebuwi Iwa dan Pengorbanan

Tidak bisa dipungkiri bahwa kisah tentang Pateh Kepu Iwa dari Bedahulu begitu melekat dalam kisah tutur masyarakat Bali. Namanya dikaitkan dengan masa pemerintahan Sri Astasura Ratna Bumi Banten dari Kerajaan Bedahulu Ratu Tribuana Tunggadewi yang memerintah kerajaan Majapahit dan tentu saja Mahapati Hamangkubuminya yang terkemuka Gajah Majapahit Dari tutur tua dikisahkan, ayah kebun iwa bernama Ida Arya Karang Buncing. Sudah sekian lama dia dan istrinya tidak memiliki keturunan hingga membuat hati beliau sangat sedih. Akhirnya, beliau bersama istrinya berkeinginan melakukan persembayangan di Pura untuk memohon anugerah pada hari yang baik. Hal itu mereka lakukan untuk memohon kemurahan hati Sang Hyang Widi di Pura Betugul Gaduh.

Beliau memohon kepada sang pencipta untuk diberikan keturunan. Namun karena niat yang terlalu besar untuk mempunyai keturunan, tanpa sengaja istrinya menyampaikan permohonan yang berlebihan. Asalkan diberkati seorang putra, berapapun kuatnya putra itu makan, maka akan dipenuhinya.

Demikianlah konon sesangi yang diucapkan istri Ida Arya Karangpuncing tersebut. Waktu pun berlalu, hingga pada akhirnya sang istri mulai mengandung. Betapa bahagianya mereka karena permohonan mereka telah dikabulkan oleh sang yang widi. Setelah cukup usia kandungannya, maka tibalah waktunya istri Ida Arya Karambuncing untuk bersalin.

Alangkah bahagianya beliau ketika seorang putra lahir. Bayi itu pun diberi nama Kebawar Ruga. Kebawar Ruga Tumbuh semakin besar dan mulai beranjak dewasa.

Ia pun tumbuh menjadi laki-laki yang bertubuh tinggi besar. Oleh karena itu, ia dipanggil dengan nama Kebuiwa. Kebu Iwa makan dan terus makan, hingga lama-kelamaan habislah harta orang tuanya.

Mereka pun tak sanggup lagi memberi makan, hingga dengan berhati meminta bantuan pada penduduk desa. Sejak saat itulah, segala kebutuhan makan Kebu Iwa ditanggung oleh desa. Penduduk desa membangun sebuah rumah besar untuknya.

Mereka memasak makanan yang sangat banyak. Tapi lama-kelamaan, penduduk desa pun juga tidak sanggup menyediakan makan bagi kebu iwa. Kebu iwa memiliki jangkauan kaki sangat lebar, sehingga ia dapat berpergian dengan cepat dalam waktu yang sangat singkat ke tempat yang jauh sekalipun.

Kalau ia ingin minum, kebu iwa tinggal menusukkan jari telunjuknya ke dalam tara, hingga terbentuklah sebuah sumur kecil yang mengeluarkan air. Kebu iwa adalah juga seorang pemuda yang memiliki sukma suci, memiliki perilaku baik dengan hati yang lurus. Suatu ketika, dalam perjalanan pulang dari Danau Beratan, yang merupakan tempat di mana kebu iwa biasa membersihkan diri. Segerombolan orang dewasa telah menunjukkan gelagat yang tidak baik.

Salah seorang dari gerombolan itu mengganggu seorang gadis cantik. Laki-laki tersebut menggoda gadis itu dengan sangat kasar dan tidak senonoh. Hati kebu iwa pun merasa ibah dan ia pun mulai bergegas menolong gadis itu. Kebu iwa mengamuk hingga membuat kelombolan itu lari tunggang langgang menyelamatkan diri. pada tahun sakas 1185 kebo Iwa mendirikan pasukan Tarunawatu yang anggotanya terdiri atas 33 orang pemuda karena kemampuannya mengorganisir para pemuda itu kebo Iwa dikenal juga dengan sebutan kebo Taruna Mereka kemudian dikerahkan untuk membangun Puran Dalemaya pada tahun Saka 1197. Setelah selesai membangun Pura, yaitu pada tahun Saka 1198, Kepu Iwa menjelajahi desa-desa di antaranya Bualu, Pecatu, hingga ke Kalijayuan.

Kepu Iwa terus melanjutkan perjalanannya ke arah utara, ke daerah Badung. dan mengerjakan beberapa bangunan diantaranya tempat suci yang kemudian dikenal dengan Candi Raras Mauspahit 1278 Masei. Selain itu, Kebuk Iwa juga membangun Balai Panjang yang disebut juga Balai Agung. Di dinding Gunung Kawi tampak siring, Kebuk Iwa memahat dinding gunung itu dengan indahnya. Karya itu diberikan sebagai penghormatan kepada Raja Udayana, Raja Anak Wungsu, Permaisuri dan Perdana Menteri Raja yang disemayamkan di sana.

Berbagai kemampuannya itu membuat dirinya sangat terkenal hingga menyebabkan seorang Raja yang merupakan keturunan terakhir dari dinasti Warmadewa bernama Sri Astasura Ratna Pumipanten menyebabkan Dengar Kisah Intro Sri Asta Surarat Nabuwi Banten mengutus para demung yang bernama Arya Kalung Singkal, Arya Tunjung Biru, Arya Tunjung Tutur, Arya Pasung Gerigis, Ida Batih Giri, Batih Tambiak, dan lain-lainnya membuat pondok prajurit untuk menguji kesaktian Kepu Iwa. Pada hari yang ditentukan, diadakan sebuah pertarungan di mana Sri Astasura Bumi Banten turut menyaksikan pertandingan tarung itu. Suara gentongan berbunyi bertalu-talu.

Suara gamelan serta suara-suara sole rakyat bergemuruh tak henti-hentinya. Tak ada yang mampu mengalahkan kesaktian kebu Iwa hingga membuat kagum Sri Astasura Ratna Bube Banten. Kemenangannya atas pertandingan itu membuat kebu Iwa kemudian diangkat sebagai patih andalan.

Kebuiwa menjadi sangat terkenal Bali merupakan wilayah yang berada dalam amatan maju mencapai gajah Mada telah mengirimkan sejumlah telik sandi untuk memata-matai bedahulu para telik sandi itu memberikan informasi bedahulu rajanya begitu percaya diri dengan kekuatan yang dimilikinya terlebih lagi dengan adanya batik kebuk iwa yang dikenal sangat sakti mandraguna dan telah menyatakan sumpah setia untuk mengabdi kepada rajanya itu Segala hal tentang Kebu Iwa diceritakan pada Gajah Mada sehingga Gajah Mada menjadi memahami bahwa orang yang akan dihadapinya bukanlah orang sembarangan. Sebagai seorang patih, jalannya roda pemerintahan kerajaan sudah jelas dijalankan olehnya. Mau tidak mau, patih Kebu Iwa harus dilepaskan dahulu. dari pusat kekuasaan.

Hal ini harus dilakukan sebelum Majapahit benar-benar mendatangi Bali dengan kekuatan militer. Untuk membuat kebuk iwa menjauh dari kekuasaan, tidak ada cara lain kecuali dengan menjalankan strategi dan politik. Berhari-hari Gajah Mada memikirkan caranya, hingga pada akhirnya...

Gajah Mada memutuskan berangkat ke Bali secara resmi. Rombongan Gajah Mada mendarat di Sekolah Rupak, Kilimanu. Mereka menuju Teluan Bawang, merambas tegalan di Desa Garambong serta Desa Bangas Tulang.

Kemudian naik perahu kembali menuju Toh Langkir, terus ke Gianyar dan Samprangan. Kedatangan mereka disambut oleh pasukan Taruna Batu. Karena telah mengibarkan bendera persahabatan, rumpungan ini diterima dengan baik.

Terlebih, setelah mengetahui maksud kedatangan mereka, adalah untuk menemui Gepo Iwa, yang kala itu sedang berada di rumah orang tuanya, di belakang batu. Kebu Iwa cukup terkejut mengetahui maksud kedatangan Gajah Mada yang ingin menjalin persahabatan dengan Bali dengan jalan menikahkan Kebu Iwa dengan putri dari lemah tulis Madhura. Demi negara, Kebu Iwa menerima tawaran itu.

Sungguh senang hati Pati Gajah Madal mengetahui tawarannya telah diterima, sehingga rombongan Majapahit pun kembali pulang. Di sisi lain, Kepu Iwa terlebih dahulu menghadap Astasura Bumi Banten untuk berpamitan, lalu melakukan puja bakti. Di sejumlah pura berulah kemudian, kebu Iwa melakukan perjalanan ke Majapahit sendirian. Namun mendadak di tengah samudera, terjadilah pertanda alam yang tidak baik. Hujan dan badai kilat bersaut-sautan dan perahu layar pun terombang ambing diterjang ombak tinggi.

tahu dirinya akan terkena bencana dan ingat kewajibannya sebagai seorang kesatria yang tidak boleh mengikari janji untuk datang ke Majapahit. Kepu Iwa lantas turun dari atas perahu dan berenang menuju tujuannya. Kepu Iwa berhasil sampai ke tepi pantai.

Namun pertanda alam itu membuatnya. menjadi semakin waspada. Kedatangan patih kebu iwa ke tanah Majapahit menyebabkan para tentara Majapahit menjadi terberengah.

Rasa kagum bercampur dengan waspada tergampar jelas dari wajah mereka saat memandangi kebu iwa. Mereka takjub dengan ukuran tubuh keboiwa yang sangat besar Gajah Mada menyambut kedatangan keboiwa Dan menghadapkannya pada Ratu Tripuanat Tunggadewi Pada pertemuan itu Gajah Mada kembali menegaskan niatnya untuk menjalin persahabatan dengan Bali dengan cara menikahkan kebu iwa dengan wanita terhormat asal Madura, pilihan Sang Ratu Majapahit. namun sebagai persyaratan awal gajah Mada meminta agar ke bu Iwa membuat terlebih dahulu sebuah sumur yang nantinya akan dipersembahkan pada calon pendampingnya selain juga nantinya sumur itu juga pasti akan bermanfaat bagi rakyat banyak.

Kepu Iwo memandang permintaan itu bukanlah suatu hal yang sulit baginya, apalagi hal tersebut sering dia lakukan. Dengan segera. Kepu Iwa menyangkubi persyaratan itu, bahkan berencana membuat sumur yang sangat besar, agar sumur itu memberi manfaat yang makin besar pula. Kepu Iwa lantas segera memenuhi persyaratan tersebut pada tempat yang telah ditentukan.

Hanya dalam tempoh singkat, sumur itu mulai berbentuk dan memiliki kedalaman yang cukup. Namun belum sempat lobang yang dibuatnya menjangkau mata air. Tiba-tiba saja, Gajah Mada memerintahkan para pracurit untuk segera menurunkan kembali bebatuan dan tanah di sekitar sumur hingga kembali ke tempat yang tidak terlalu jauh.

Kebuk Iwa tertimbun. Kebuk Iwa terperangkap di bawah tanah. Gajah Mada memandangi sungai.

Umur yang tertutup itu dengan perasaan sedih, tapi tetap harus dilakukan. Bagaimanapun juga sebagai seorang abdi negara, dia harus menempatkan kepentingan negara di atas segala galanya, meskipun harus membunuh rasa kemanusiaan yang dimilikinya. Di sisi lain, gebu iwa di dalam tanah tidaklah mati. Dia justru tersadar bahwa sebagai seorang pati, kemampuan sakti mandraguna saja sungguh tidak cukup.

Yang tidak dimilikinya adalah ilmu strategi dan politik. Mereka yang pandai berpolitik akan cenderung menang daripada orang-orang sakti. Dan Keboiwa mengakui kehebatan lawannya kali ini dalam menyiapkan strategi. Tapi Keboiwa juga sadar bahwa seperti juga Gajah Mada, dia adalah abdi negara.

tidak boleh menyerah begitu saja atas nama kemuliaan negaranya. Maka dengan segala ketikdayaannya, Kabu Iwa mengempaskan kembali bebatuan dan tanah yang menimpunya ke atas. Dia melompat kembali ke sisi sumur.

Kembali berhadapan langsung dengan Gajah Mada. Melihat lawannya hanya tertekun dengan kemunculannya, Kepu Iwa mengambil kesempatan untuk segera menyerang Gajah Mada. Pertarungan pun terjadi hingga debu-debu berterbangan dalam waktu yang cukup lama. Gajah Mada benar-benar merasakan bagaimana lawanya kali ini benar-benar tangguh seperti apa yang telah dilaporkan telik sandinya.

Gajah Mada mulai berdebar membayangkan cita-cita junjungannya Tripwana Tunggadewi untuk mempersatukan Nusantara. Ternyata akan gagal hanya dalam langkah awal saja. Namun di detik itu pula, kebuiwa yang waskita mendadak menangkap pertanda aneh dari masa depan.

Mata batinnya melihat bagaimana orang muda yang sedang dihadapinya memiliki cahaya kebesaran yang tak tertahankan. Sejarah agung akan diukir olehnya, dan ketika cahaya kebesaran itu nantinya lenyap, Balilah justru yang kelak akan mewarisi cahaya itu. Dalam pertarungan sengit itu, kebu Iwa mulai bimbang.

Dia mulai merasa bahwa dia harus mengalah. Demi masa depan Bali sendiri ratusan tahun kemudian, bahkan setelah Majapahit runtuh. Namun sebagai seorang kesatria, pantang baginya untuk menyerah kalah dalam pertempuran. Hingga kemudian, kebu Iwa mengambil keputusan memilih mati di tangan Gajah Mada.

Sebuah keputusan yang sulit namun tetap harus dilakukan agar cahaya itu ratusan tahun kemudian benar-benar menjadi milik Bali. Dengan berat hati diberitahukannya kelemahan kesaktian yang dimilikinya yakni bubuk kapur. Gajah Mada terhanyak, dia tidak menduga lawannya akan mengatakan sendiri kelemahannya itu. Gajah Mada tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi padanya. Namun, Gebo Iwa tetap memaksa Gajah Mada segera melakukannya, sehingga batik muda itu menghantam batu kapur tidak jauh dari tempat pertempuran, hingga menjadi serpihan pupuk.

Segera saja bubuk itu diambilnya, dilemparkan ke tubuh kebu iwa yang tetap memberikan perlawanan terakhir. Dia tidak ingin gugur dalam keadaan menyerah. Benar saja, hanya dalam waktu singkat. Serangannya mulai melemah karena mengalami sesat nafas luar biasa.

Tahu Gajah Mada tidak akan membunuh lawannya yang sudah sekarat. Kepu Iwa memanfaatkan sisa-sisa tenaganya untuk kembali menyerang dengan kekuatan penuh. Sehingga Gajah Mada cukup terkejut dan secara spontan menancapkan keris pada lawan yang tiba-tiba memberikan serangan ke arahnya. Gebo Iwa pun tersunggur sebelum menghalang nafas terakhir.

Gebo Iwa memberi pesan yang terus mengyang-yang di telinga Gajah Mada bahwa semoga pengorbanannya bukanlah sebuah kesiasiaan dan Gajah Mada. Harus mampu mewujudkan cita-cita besarnya, seberapapun sulit itu dilakukan, Gajah Mada hanya menganggup hormat setelah menerima pesan itu. Tidak mampu berkata apa-apa lagi, hingga kebuk iwapun gugur di majang panah. Kematian Keboiwa membuat kerajaan bedahulu kehilangan salah satu pemimpin terbaiknya yang mampu menghadapi serangan luar.

Masuk dari Majapahit yang kemudian benar-benar menginvasi Bali. Meskipun dihadang oleh para ksatria yang gagah berani dalam pertempuran habis-habisan, Bali akhirnya takdu juga. Satu hal yang tidak bisa dilewatkan usai kematian Kepu Iwa adalah bagaimana Gajah Mada. tetap memikirkan kemajuan Bali sebagai bentuk penghormatan kepada kebu Iwa yang merupakan lawan paling dikaguminya.

Gajah Mada Menempatkan para pemikir terbaik majapahit di Bali, sekaligus para wiku dan para kawi yang handal dalam sastra maupun seni. Setiap selublu arsitektur di Bali tidak bisa lagi dipandang sebatas bangunan, namun memiliki kedalaman rohani, sekaligus memiliki nilai dan makna filosofi yang tinggi. Bali, bagai miniatur majapahit tempoh dulu yang disinggahi jutaan pelancong dunia, namun berhasil tetap teguh menjaga nilai-nilai para leluhurnya.

Demikianlah, cahaya itu pada akhirnya benar-benar mewaris Dede.