Transcript for:
Penyusunan Pohon Kinerja Efektif

Salah satu aspek terpenting di dalam penggunaan anggaran agar apa yang disebut dengan tepat sasaran dan menghasilkan outcome atau hasil yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat itu adalah merupakan sebuah tantangan tersendiri karena kebanyakan Dokumen perencanaan maupun pengukurannya itu lemah bila dilihat dari perspektif sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Maka kali ini kita akan membahas mengenai cara menyusun pohon kinerja atau dalam istilah perencanaan cascading dan cross-cutting dalam dokumen baik di RPJMD maupun RENSTRA pada Pemda agar betul-betul memenuhi kriteria sakit. Intro Dalam rangka memperbaiki proses penyelarasan tujuan organisasi dengan kinerja setiap individu dan tim dengan desain strategi atau program kegiatan, maka perlu didasarkan pada proses membangun model logis atau logic model maupun kerangka berpikir atau logical framework yang tepat. Nah dengan demikian itu bisa kita lihat di dalam permemban RB nomor 89 yang bertujuan mengarahkan perangkat daerah agar mampu membangun model berfikir logis yang benar dalam kerangka mendapatkan kinerja organisasi yang dijabarkan dengan baik. yang berbasis pada kinerja individu, tim, maupun organisasi yang relevan dengan desain strategi, program, kegiatan yang tepat sasaran.

Penjenjangan kinerja atau pohon kinerja sebenarnya adalah alat bantu bagi perangkat daerah untuk mengawal struktur logika sebab akibat atas berbagai kondisi yang diperlukan oleh perangkat daerah, terutama dalam menghasilkan outcome yang diinginkan. Menyusun pohon kinerja sebenarnya seperti mengurai rute atau jalur kinerja yang secara logis dianggap paling terkait dan dibutuhkan di dalam pencapaian outcome yang telah ditargetkan sebelumnya. Melalui pohon kinerja, perangkat daerah itu diharapkan dapat mengenali rute logika yang dapat memandu mereka di dalam menemukan strategi dan alternatif solusi baru dalam kerangka menjelaskan. mencapai kinerja melalui berbagai program kegiatan dan bahkan sub kegiatan secara teoritis konsep pohon kinerja itu mengadopsi konsep model logis atau yang merupakan salah satu pendekatan perencanaan yang sering digunakan untuk menganalisis proses atau tahapan logis yang diperlukan di dalam mencapai outcome atau kinerja yang telah ditetapkan. Sedain model logis atau logik model, Juga merupakan alat atau metode yang digunakan untuk membantu proses berpikir logis di dalam menjabarkan bagaimana berbagai kondisi yang saling terkait dan berinteraksi untuk menciptakan kondisi hasil yang diinginkan.

Nah itu kita bisa mengutip buku dari Poister yang diterbitkan tahun 2003. Juga merupakan representasi grafis sederhana dari suatu sistem yang menunjukkan relasi logis. suatu proses transformasi dari input menjadi output untuk memujudkan keluaran atau outcome atau sering kita silakan dengan hasil beberapa pemahaman dasar yang harus diketahui Di dalam kita menyusun pohon kinerja, itu kita bisa pahamnya dengan baik karena memang sudah tertuang di dalam Permempan nomor 89 tahun 2021. Di dalamnya ini menyangkut, yang pertama adalah penjanjangan kinerja itu adalah merupakan sebuah proses penjabaran dan penyelarasan sasaran strategis, indikator kinerja, dan target kinerja organisasi kepada unit organisasi sampai ke level individu pegawai. Yang kedua, kinerja itu adalah keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang telah atau hendak dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Yang ketiga adalah indikator kinerja itu adalah ukuran keberhasilan. yang akan dicapai dari kinerja program dan kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya.

Yang keempat, hasil atau outcome adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam suatu program. Pedoman mengenai cara menyusun penjenjangan kinerja itu mengacu pada Peraturan Menteri PAN-RB No. 89 Tahun 2021 tersebut guna mendukung pencapaian kinerja organisasi perangkat daerah. Nah penjenjangan kinerja ini terdiri atas 5 tahapan Tahapan tersebut yang pertama adalah Kita harus mampu untuk menentukan hasil atau outcome yang Akan dijabarkan di dalam penjenjangan kinerja Tahapan kedua adalah Kita harus mampu menentukan faktor kunci keberhasilan daripada suatu program atau disebut dengan Critical Success Factor atau sering disingkat dengan CSF.

Yang keempat adalah harus bisa menguraikan faktor kunci keberhasilan atau Critical Success Factor tersebut. Kepada kondisi antara sampai kepada kondisi yang paling operasional Berikutnya adalah bagaimana mampu meremuskan indikator kinerjanya Kemudian menerjemahkannya pohon kinerja ke dalam komponen perencanaan dan kinerja jabatan yang merupakan upaya untuk merumahkan hasil penyusunan CSF tersebut ke dalam pohon kinerja. Penjenjangan kinerja yang dilakukan oleh instansi pemerintah itu dapat digunakan dalam rangka untuk pertama tentu untuk menyelaraskan kinerja perangkat daerah.

kepada kinerja unit dan kinerja individu. Yang kedua, penilaian kinerja perangkat daerah, unit kerja, dan individu secara berjenjang. Berikutnya, penetapan program dan kegiatan secara fokus dan tepat.

Berikutnya adalah penggunaan sumber daya. yang bisa digunakan agar efektif dan efisien tentu sesuai dengan target-target yang sudah ditentukan maka sumber daya itu mensupport pencapaian target sehingga tidak ada penggunaan sumber daya yang kemudian tidak relevan dengan kebutuhan untuk mencapai target penyejangan kinerja juga ini akan mampu memberikan implikasi bagaimana penataan struktur organisasi yang tepat perangkat daerah yang sesuai dengan amanah yang diberikan sehingga tidak ada organisasi yang menerima amanah yang tidak sesuai dengan program yang telah ditentukan model logis ini terdiri dari tahapan kondisi yang saling berkaitan berhubungan dalam membentuk outcome atau hasil yang diharapkan Tahapan kondisi ini membentuk sebuah alur logis yang tersistem, yang sering dinamai dengan rantai. Nilai atau value chain yang model sederhananya itu terdiri dari input, proses, output, dan outcome.

Nah input ini merupakan besaran sumber daya yang dibutuhkan oleh sebuah perangkat daerah untuk memproduksi output maupun keluaran, baik itu berupa barang, jasa, maupun administrasi. Sedangkan proses itu merupakan aktivitas atau upaya yang dilakukan untuk mengolah input menjadi output dan outcome. Output atau outcome ini merupakan barang atau jasa atau mungkin berupa administrasi yang dihasilkan oleh perangkat daerah dalam rangka mencapai outcome.

Sedangkan outcome sendiri merupakan hasil dari berfungsinya output. Nah dengan kerangka berfikir demikian maka kita bisa mengetahui bahwa outcome itu dapat dihasilkan jika output berfungsi dengan tepat. Selain itu yang paling harus dipahami adalah harus mampu membedakan mana output dan mana outcome.

Perlu diketahui bahwa output itu merupakan barang atau jasa atau administrasi yang dihasilkan dari sebuah aktivitas pada sebuah organisasi atau perangkat daerah. Sedangkan outcome itu adalah hasil dari berfungsinya output tersebut. Ketika menetapkan kinerja, maka perangkat daerah itu diwajibkan untuk menghasilkan outcome. Tidak hanya output, karena tentunya output itu belum cukup untuk menjawab alasan keberadaan dari perangka daerah tersebut.

Tentang model logis itu merupakan sebuah skema yang paling sederhana dan terjadi di dalam kenyataannya. Dimana tahapan atau alur logis yang terjadi itu lebih kompleks, lebih bervariasi, dan bahkan lebih panjang. Sebuah model logis dari sebuah program seringkali membutuhkan tahapan kondisi.

yang lebih panjang setiap output pun tidak selalu langsung menghasilkan outcome yang diinginkan Hai kadang-kadang terdapat kondisi antara output dan outcome yang ingin dicapai nah kondisi antara tersebut sering juga kita sebut sebut dengan outcome antara atau intermediate outcome hai hai Dan outcome pendahuluan itu, atau yang disebut dengan initial atau immediate outcome, itu juga ada. Nah, selain itu, sebuah outcome juga biasanya dihasilkan oleh lebih dari satu output. Sehingga bentuk dari logik model bukanlah sebuah model yang linier dalam menyusun pohon kinerja. Yang perlu dilakukan oleh perangkat daerah adalah mengubah alur berpikir logis dari sebuah skema model logis yang awalnya dimulai dari input dan berakhir pada outcome.

Hai jadi dimulai dari outcome yang diinginkan dan berakhir pada input dalam sebuah organisasi itu kita kenal minimal ada tiga level kinerja atau sasaran kinerja Hai adapun ketiga tersebut hai hai Hasaran atau kinerja level strategis itu seringkali disebut dengan strategic objective. Nah ini harus hati-hati karena kalau kita bicara penjanjangan dalam perangkat daerah, maka tugas strategic objective itu adalah merupakan tugas utama dari pimpinan perangkat daerah tidak mungkin di bawahnya nah di bawahnya itu disebut dengan sasaran atau kinerja di level taktis atau disebut dengan tactical objective itu biasanya di eselon 3 sementara yang di bawahnya itu disebut dengan sasaran atau kinerja level operasional atau disebut dengan operasional objective terima kasih Sasaran atau kinerja level strategis biasanya berupa hasil atau result yang harus diwujudkan oleh sebuah rangka daerah biasanya pernyataan itu menggambarkan perubahan kondisi suatu masyarakat menjadi lebih baik karena outcome tersebut atau program tersebut mencapai outcome misalnya hai hai menurunnya angka kemiskinan, meningkatnya kualitas lingkungan hidup, menurunnya angka kemacetan, dan lain-lain contoh yang bisa kita lihat adanya perubahan dari berhasilnya sebuah program itu mencapai outcome. Sasaran atau kinerja level taktis biasanya itu berupa ukuran efektifnya atau hasil dari sebuah program.

Program sendiri itu bisa diartikan dengan sekumpulan aktivitas yang perlu dilakukan untuk mencapai hasil yang termuat dalam sasaran atau kinerja strategis. Sedangkan sasaran operasional biasanya berisi penyelesaian suatu kegiatan atau aktivitas. Setiap level dalam piramida kinerja di atas itu, itu tidak mempresentasikan satu jabatan atau posisi tertentu di dalam organisasi. Piramida di atas juga menunjukkan bahwa seharusnya kinerja strategis diisi oleh kondisi final, outcome, atau dalam kondisi disetelahkan dengan longer term outcome kinerja taktis itu diisi oleh outcome antara atau seperti disebutkan diatas adalah intermediate outcome atau mungkin juga initial outcome sedangkan kinerja operasional itu diisi oleh output Jadi semakin kebawah jenjang sebuah organisasi, maka kinerjanya itu akan semakin bersifat teknis atau operasional.

Sementara outcome atau hasil tersebut itu harus dihasilkan. dari serangkaian proses keputusan strategis yang melibatkan para pimpinan di perangkat daerah. Tentunya statement outcome atau hasil tersebut harus sesuai dengan isu strategis. Mandat dan mungkin alasan keberadaan dari perangkat daerah tersebut.

Di dalam membangun pohon kinerja terdapat beberapa prinsip yang harus dipegang teguh oleh perangkat daerah dalam rangka untuk mendapatkan logika yang ideal sehingga pohon kinerja itu benar-benar merupakan sebuah penjenjangan yang menggunakan logika yang benar. Prinsip tersebut dapat dibagi menjadi dua. Yang pertama, yaitu prinsip umum dan ada pun prinsip-prinsip umum di dalam membangun pohon kinerja itu pertama harus logis yang bermana suatu pohon kinerja itu harus menggambarkan hubungan sebab akibat ataupun jika maka Pohon kinerja disusun untuk mengawal ketepatan logika.

Kondisi yang berada di level atau hirarki level tinggi adalah akibat atau hasil dari kondisi atau hirarki yang di bawahnya. Yang kedua adalah empiris. Bermakna suatu pohon kinerja itu harus berdasarkan kondisi, isu strategis atau permasalahan faktual yang terjadi.

Fungsi pohon kinerja adalah untuk mendapatkan alternatif solusi atau pemecahan masalah yang dibutuhkan oleh perangkat daerah agar mendapatkan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang tepat. Tentu penyusunan pohon kinerja ini harus didasari pada kondisi faktual di lapangan dan berdasar pada bukti atau evidence dan informasi yang kita bisa andalkan. Prinsip umum yang ketiga bahwa pohon kinerja itu harus bersifat antisipatif.

Yakni suatu pohon kinerja itu harus disusun dengan mempertimbangkan kondisi masa depan pemerintah daerah. Karena akan digunakan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun. Yang keempat adalah dinamis.

Jadi bermakna bahwa suatu pohon kinerja itu harus mengikuti Perubahan lingkungan strategis, hal ini bermakna bahwa jika memang diperlukan, poin kinerja itu harus bisa disempurnakan secara terus-menerus, bisa diubah, bahkan disusung ulang. Untuk apa? Untuk mengakomodir perubahan-perubahan yang terjadi selanjutnya. Pohon kinerja harus mendukung perangkat daerah menjadi lebih dinamis dan berorientasi pada hasil.

Sehingga menjadikan pohon kinerja itu sebagai acuan yang tidak dapat diubah merupakan adalah hal yang salah kaprah. Prinsip yang kelima adalah holistik. Hal ini bermakna bahwa suatu pohon kinerja harus mempertimbangkan keterkaitan dengan urusan lainnya.

Penyusunan pohon kinerja seharusnya tidak tersekat oleh urusan atau kewenangan yang akan membatasi keluasan cakupan analisis. Para penyusun itu perlu untuk membuka kemungkinan adanya pengaruh dari urusan lainnya pada kemungkinan yang akan dibuat. Prinsip yang ke-6 adalah out of the box. Bermakna bahwa suatu pohon kinerja itu harus senantiasa mengedepankan kerangka logis untuk mendapatkan upaya atau strategi terbaik, bukan untuk mempertahankan strategi. status quo penyusun harus berusaha untuk mampu mencari alternatif kondisi atau solusi lain di luar rutinitas atau kondisi yang ada prinsip yang ketujuh adalah materialit materialitas Bermakna bahwa suatu pohon kinerja harus bisa diisi oleh kondisi-kondisi yang penting, strategis, dan paling berdampak.

Apabila organisasi atau perangkat daerah dihadapkan pada keterbatasan sumber daya yang membuatnya harus menentukan pilihan dari berbagai solusi yang dihasilkan, dari pohon kinerja tersebut maka pilihan solusi harus dijatuhkan pada yang paling penting yang paling strategis dan yang paling berdampak ya Nah setelah memahami tentang pohon kinerja dan model polis Perangkat daerah juga diharapkan lebih memiliki pemahaman dasar tentang tahapan penjenjangan kinerja. Hal ini karena penyusunan pohon kinerja itu akan menjadi dasar dalam penjenjangan kinerja di perangkat daerah. Untuk menyusun penjenjangan kinerja, Terdapat serangkaian tahapan yang perlu dilakukan oleh perangkat daerah.

Karena ini merupakan tahapan, maka seharusnya perangkat daerah tidak memiliki atau tidak melewati satu tahapan dan lompat ke tahap lainnya. Secara umum terdapat lima tahapan yang perlu dilalui. agar supaya pohon kinerja ini penyusunannya baik tahap-tahap tersebut adalah tahap penyusunan pohon kinerja tahap untuk menerjemahkan pohon kinerja ke dalam komponen perencanaan dan struktur organisasi Tahap pertama dari penyusunan pohon kinerja adalah menetapkan outcome atau hasil yang akan dijabarkan di dalam pohon kinerja.

Penentuan outcome atau hasil apa yang akan dijabarkan memerlukan kesepakatan bersama, khususnya dari para penentu keputusan strategis, karena ini akan mempengaruhi bangunan kinerja perangkat daerah yang dipimpinnya. Identifikasi ini seharusnya dilakukan berdasarkan pada bukti atau evidence maupun data yang andal dan valid. Identifikasi ini seharusnya dilakukan berdasarkan pada bukti atau evidence maupun data yang andal dan valid. Kondisi outcome juga harus terkait dengan hal-hal yang bersifat faktual atau empiris ataupun berdasarkan hal-hal yang bersifat strategis yang atau isu-isu strategis yang terjadi dan bukan hanya berdasarkan pada perkiraan semata.

Outcome atau hasil tingkat perangkat daerah harus menggambarkan outcome atau hasil yang strategis. Atau seperti yang disinggung sebelumnya yaitu strategic objective. Outcome atau hasil strategis sendiri seharusnya itu menggambarkan perubahan kondisi lingkungan dari masyarakat. Karena hal tersebut menggambarkan pengaruh atau keberadaannya bagi lingkungan atau masyarakat.

Secara umum terdapat beberapa faktor yang mendasari sebuah instansi pemerintah atau perangkat daerah di dalam menetapkan outcome atau strateginya. Faktor yang mendasari tersebut antara lain Pertama, mandat atau tugas dan fungsi yang diembannya sesuai dengan ketentuan peraturan regulasi yang ada. Dasar yang kedua adalah isu strategis atau permasalahan yang dihadapi dan yang akan dihadapi.

Yang ketiga adalah ekspektasi atau harapan masyarakat dan atau para stakeholders. Jika kinerja atau outcome strategis bukan final outcome atau intermediate outcome, maka instansi itu harus melihat kembali kebenaran dari kinerja atau outcome tersebut setelah perangkat daerah itu menetapkan outcome. atau hasil yang harus dicapai maka tahap keduanya adalah mengidentifikasi critical success factor atau CSF terkait dengan outcome atau hasil yang terkait mengidentifikasi CSF sebenarnya adalah langkah awal untuk membangun model logis dari outcome atau kinerja hai hai Proses membangun model logis kinerja sebenarnya adalah mengidentifikasi kondisi atau outcome antara atau disebut dengan immediate outcome atau initial outcome itu sampai pada ada kondisi yang paling teknis atau operasional yang dapat menghasilkan out CSF adalah area atau aspek-aspek kunci dan paling kritis yang berpengaruh di dalam mewujudkan kinerja perangkat daerah. Makanya itu apabila CSF tercapai, maka outcome atau hasil itu berpotensi besar untuk tercapai juga.

Nah, oleh karenanya, mendapatkan CSF yang tepat itu menjadi pekerjaan yang sangat penting bagi perangkat daerah. Beberapa pertanyaan yang bisa kita ajukan untuk mendapatkan CSF yang baik. Seperti apa saja yang harus ada atau diperlukan agar outcome atau kinerja bisa tercapai? Bagaimana agar kinerja atau outcome terwujud?

Apa saja kondisi prasarat yang harus ada agar outcome terrealisasi? Dan dalam menjawab pertanyaan tersebut dan agar model logis yang disusun itu bisa berkualitas baik, maka terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan. Di antaranya, yang pertama adalah tetapkan CSF yang menggambarkan isu atau permasalahan yang benar-benar terjadi.

Secara faktual itu ada atau itu merupakan sebuah masalah. Yang kedua adalah tetapkan CSF yang juga menggambarkan kebutuhan untuk mencapai outcome atau kinerja di masa yang akan datang. Nah ini disebut dengan antisipatif. Yang ketiga adalah tetapkan CSF dengan mempertimbangkan perubahan lingkungan yang terjadi. Yang keempat adalah identifikasi CSF dan harus dilakukan secara holistik.

Jadi jangan terpaksa. mengaruh oleh sekat-sekat tusi tetapi betul-betul berhentasi pada upaya penyelesaian dari masalah yang kelima adalah pastikan CSF itu merupakan sebab atau cara dan kinerja outcome itu adalah akibat atau setelah mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab kemacetan berlalu lintas misalnya Kalau kita ambil contoh di dalam menyusun CSM, maka langkah yang harus dilakukan adalah terjemahkanlah faktor-faktor tersebut ke dalam kalimat-kalimat kondisi yang diperlukan untuk mencapai outcome atau menyelesaikan persoalan kemacetan tersebut. Untuk memudahkan maka proses penjabaran itu bisa dilakukan dengan menggunakan gambar maupun diagram.

Di dalam kalau kita mengutip atau mengacu pada kamus besar bahasa Indonesia maka kondisi itu dapat diartikan sebagai keadaan. Keadaan itu bisa baik juga bisa buruk. Serta persyaratan karena kondisi merupakan keadaan maupun persyaratan maka seringkali penjelasan atas kondisi itu harus disertai dengan kata sifat atau keterangan dalam hal ini untuk memahami lebih lanjut ada yang disebut dengan kondisi Hai terdapat misalnya beberapa contoh dan ilustrasi yang kita bisa gunakan ya dalam tahapan-tahapan tersebut yang ketiga uraikan lah kritikal sukses faktor Kepada kondisi-kondisi antara sampai kepada kondisi yang paling teknis atau operasional.

Lalu kemudian CSF yang telah didentifikasi dan harus kemudian diterjemahkan ke dalam kalimat. Nah kondisi ini merupakan dasar bagi proses penjabaran kondisi-kondisi keperluan lainnya. Proses penjabarannya itu sama seperti ketika mengidentifikasi CSF, lalu kemudian menerjemahkannya menjadi kondisi yang diperlukan untuk mencapai outcome. Jadi mengurai CSF itu misalnya menurunnya kemacetan kepada kondisi-kondisi antara Pada tab kedua itu biasanya ditetapkan beberapa kondisi. Beberapa kondisi CSF berkaitan dengan menurunnya kemacetan itu sama halnya seperti mengidentifikasi CSF.

Di dalam menguraikan kondisi-kondisi antara sampai dengan kondisi operasional, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan. Hal tersebut adalah identifikasi kondisi antara tanpa terlebih dahulu mengaitkannya dengan komponen perencanaan. Identifikasi kondisi antara tanpa menghubungkannya terlebih dahulu dengan struktur organisasi.

Identifikasi kondisi antara tanpa juga menghubungkannya terlebih dahulu dengan nama program atau kegiatan. Identifikasi antara tanpa menghubungkannya terlebih dahulu dengan anggaran yang ada. Demikian juga identifikasi kondisi antara sampai dengan kondisi yang paling operasional dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan dari jenjang perangkat daerah yang kita berada.

Identifikasi kemungkinan-kemungkinan adanya outcome antara yang bisa saja menjadi kinerja organisasi atau perangkat darah lain. Inilah yang kita sering sebut dengan cross-cutting. Identifikasi juga adanya redundansi atau berlebihan.

Identifikasi juga kemungkinan Kelalaian mengenali adanya hubungan sebab-akibat, evaluasi derajat kepentingan masing-masing, sehingga di dalam menetapkan rumusan mengenai Jalan keluar bagi penyelesaian tadi berkaitan dengan menurunnya angka kemacetan itu bisa ditemukan berbagai macam kondisi yang kemudian itu diturunkan menjadi sebuah program yang kemudian selanjutnya disusulah apa indikator kinerja daripada program tersebut sehingga akan melahirkan kegiatan dan kegiatan ini bisa diturunkan lagi menjadi subkegiatan nah inilah beberapa hal penting yang bisa kita jadikan sebagai pedoman bagi Pemda di dalam menyusun pohon kinerja karena ini merupakan hal yang sangat krusial di dalam permemban nomor 88 tahun 2021 itu berkaitan dengan evaluasi kinerja atau evaluasi sakit maka perencanaan kinerja dan pengukuran kinerja itu diberi nilai 60% dari total 100% terkait dengan penilaian tingkat atau indeks sakitnya sehingga sangat penting penguasaan mengenai pohon kinerja ini mudah-mudahan ada manfaatnya dan sampai ketemu di tema yang lain salam reformasi birokrasi Terima kasih sudah menonton!