Jalur kereta api lintas selatan yang berada di Provinsi Jawa Barat Tepatnya di wilayah daerah Operasi 2 Bandung Memiliki lintasan jalur yang terbilang ekstrim Dimana terdapat banyaknya tikungan, tanjakan dan turunan Selain itu, di jalur ini memiliki keunggulan soal pemandangan alamnya yang eksotis Dengan retetan pegunungan, perbukitan serta persawahan yang nyaman dipandang mata Ditambah dengan keberadaan jembatan-jembatan kereta apinya Yang membelah bukit dengan aliran sungai serta lembah Tentu menjadikannya nilai tambah akan keindahan dan keelokannya Di jalur negeri Parahyangan ini terdapat beberapa stasiun dengan segala keunikannya Mulai dari geografis ketinggian stasiunnya yang beragam Keunggulan pemandangannya sampai dengan kisah, cerita dan sejarah di dalamnya Ya, sebut saja salah satunya stasiun Cipendei yang berada di desa Cikarak, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat ini memiliki keunikan yang mungkin tidak dimiliki oleh stasiun lainnya. Stasiun dengan kelas 2 ini memiliki sebuah peraturan khusus yang bisa membuatnya menjadi stasiun yang begitu spesial. di mana setiap kereta api, baik itu kereta api kelas eksekutif, bisnis, ekonomi, muatan angkutan barang, bahkan sampai dengan kereta api luar biasa. diwajibkan berhenti di stasiun ini untuk melakukan pengecekan kondisi pengereman.
Sebab kereta api yang akan meninggalkan stasiun Cipendei akan melintasi jalur yang menurun setelah rangkaian kereta api melintasi jalur yang menanjak. Tentunya upaya ini dilakukan agar proses sistem pengereman bisa bekerja secara optimal demi keselamatan perjalanan kereta api itu sendiri. Ya.
Perlu diketahui bahwasannya keberadaan stasiun Cipendai ini merupakan stasiun paling tinggi di jalurnya dengan ketinggiannya lebih dari 772 meter di atas permukaan laut dimana jalur hulu dan hilirnya memiliki medan yang cukup terjal baik itu berupa tanjakan maupun turunannya Ada pun soal keberadaan peraturannya sendiri yang mulai diberlakukan di stasiun Cipendi tersebut sebenarnya sudah diberlakukan pada masa kolonialisme yaitu di bawah naungan perusahaan kereta api Stadspur Wagen Namun peraturan ini bisa kembali lagi diterapkan merupakan hasil dari adanya sebuah peristiwa kisah nyata yang dulu pernah terjadi beberapa tahun silam Ya Sebuah peristiwa luar biasa hebat yang melibatkan serangkaian kereta api yang tergelincir dan jatuh di sekitar jembatan kereta api Cerahayu tersebut Dikenal sebagai tragedi teroweng Malam itu, pada tanggal 23 Oktober 1995, tepatnya pada pukul 21.12, di stasiun Bandung terdapat rangkaian kereta api galuh sebagai KA106 yang melayani kelas ekonomi dengan relasi stasiun Pasar Senen menuju stasiun Banjar yang mulai diberangkatkan kembali menuju stasiun Cibatu. Kereta Apigalu sendiri saat itu membawa 6 unit gerbong kereta penumpang yang ditarik oleh lokomotif CC201-75R dengan membawa penumpang sebanyak 300 orang di dalamnya. Beberapa menit kemudian, di belakang kereta Apigalu terdapat rangkaian kereta api Kahuripan sebagai PLB8076 Dan relasi stasiun Bandung menuju stasiun Kediri.
Kereta api Kahuripan saat itu membawa 7 unit gerbong kereta penumpang kelas ekonomi. Yang ditarik oleh lokomotif CC20105R. Dengan membawa 428 orang penumpang di dalamnya.
Setibanya di stasiun Cibatu pada pukul 22 lewat 35 menit, kereta api galuh masuk dan berhenti di jalur 2. Diketahui saat itu, lokomotif dari kereta api galuh mengalami kerusakan pada sistem traksi motornya. Di antara 6 traksi motor pada lokomotifnya tidak dapat berfungsi, sehingga membuat perjalanannya mengalami gangguan keterlambatan. Selang 30 menit setelahnya, kereta api Kahuripan pun akhirnya tiba di stasiun Cibatu dan berhenti di jalur 3, tepat di sebelah kereta api Galung. Dampak dari adanya gangguan kerusakan yang dialami oleh kereta api galuh pada lokomotifnya membuat jadwal perjalanan kereta api di belakangnya ikut terganggu termasuk dari kereta api kahuripan sendiri.
Ya Maka dengan begitu, atas inisiatif petugas PPKA Stasiun Cibatu, kedua rangkaian tersebut akhirnya digabung menjadi satu rangkaian kereta api untuk meminimalisir keterlambatan jadwal perjalanan, di mana lokomotif dari kereta api galuh dilepas dari sambungan rangkaiannya dan dipindahkan ke jalur 1. Berikutnya, rangkaian kereta api Kahuripan melangsir maju dan mundur untuk digabungkan dengan gerbong rangkaian kereta api Galuh yang berada di jalur 2. Setelahnya, barulah lokomotif dari kereta api Galuh yaitu CC201-75R. dipindahkan kembali untuk disambungkan dengan rangkaian gabungan di depan lokomotif CC20105R. Setelah proses penggabungan kedua rangkaian ini selesai, menghasilkan rangkaian kereta api yang terdiri dari 2 lokomotif dan 13 gerbong kereta, serta penumpang sebanyak 728 orang.
dengan nomor perjalanannya sebagai PLB 8076. Adapun proses penggabungan rangkaian ini, rencananya hanya akan sampai stasiun Banjar. Dan setelahnya, rangkaian kereta api Kahu Ripan melanjutkan perjalanannya kembali, sampai stasiun Kediri. Penggabungan rangkaian ini dari segi teknis sebenarnya bukanlah menjadi masalah, justru yang menjadi permasalahannya adalah jalur atau trek lintasan yang nantinya akan dilewati oleh rangkaian kereta api ini.
Dimana setelah beranjak dari stasiun Cibatu, rangkaian kereta api akan melintasi jalur yang menanjak sampai stasiun Cipendei dengan melewati stasiun Warung Bandrek dan Bumi Waluya atau Malangbong. Dan setelahnya melewati stasiun Cipendei, rangkaian kereta api akan melintasi jalur yang menurun sampai stasiun Ciawi, hingga akhirnya sampai di stasiun Tasik Malaya. Sebelum beranjak dari stasiun Cibatu, rangkaian PLB 8076 sempat melakukan percobaan uji pengereman.
Dan hasilnya ditemukan, adanya gangguan rem yang macet pada rangkaian gerbong kereta api galuh. Close valve atau klep penutup kemudian ditarik supaya aliran udara pada rem angin bisa kembali normal. Hanya saja pengujian pengereman tidak dilakukan ulang. Tepat pada pukul 23.38 menit, kereta api PLB 8076 akhirnya diberangkatkan dari stasiun Cibatu.
Rangkaian kereta api saat itu melaju dengan menggunakan dua lokomotif, hanya saja tanpa menghubungkan kabel jumper multiple unit. Ya, jadi lokomotif dioperasikan secara manual oleh masinis dari kabin masing-masing lokomotif Dengan menggunakan feeling mereka untuk menentukan kapan kereta api harus menambah kecepatan Ataupun melakukan pengereman Selama perjalanannya rangkaian 8076 terus melaju di jalur yang menanjak tanpa hambatan dan melewati stasiun Warung Bandrek dan stasiun Bumi Waluya atau Malangbong sampai dengan stasiun Cibendai. Tepat pada pukul rangkaian 8076 pun tiba di stasiun Cipendei dan melintas langsung dengan kecepatan sekitar 40 km per jam dengan posisi tuas trotel lokomotif dalam keadaan netral. Ya, para masini saat itu menyadari bahwa setelah rangkaian melewati stasiun Cipendei, medan jalur yang akan mereka hadapi nantinya merupakan jalur yang menurun. Dan setelah melewati stasiun Cipendei, petaka pun dimulai.
Di saat rangkaian PLB 8076 sedang melaju di jalur yang menurun menuju stasiun Cirahayu, tanda-tanda brake malfunction atau yang dikenal dengan istilah remblong mulai terasa. Padahal daya pengereman kereta api sudah diaplikasikan. Di dalam kabin penumpang, saat itu kereta api melaju begitu cepat hingga terasa bergetar, seakan. Kereta sedang meluncur dan melayang Sedangkan di dalam kabin lokomotif Para masinis kualahan dalam menghadapi laju kecepatan kereta api yang kian bertambah tinggi Mereka berusaha dengan sekuat tenaga untuk menurunkan laju kecepatan kereta api Namun sayangnya sistem pengereman pada lokomotif seakan tidak berguna Walaupun Laju kecepatan kereta api saat itu kian bertambah tinggi Namun rangkaian masih dapat mentolerir beberapa lekukan tikungan di petak jalur tersebut Menjelang jembatan kereta api Cirahayu atau yang dikenal sebagai jembatan proek Masinis dari lokomotif CC201-75R pun kemudian membunyikan semboyan 39 Yang merupakan tanda meminta bantuan pertolongan darurat dan meminta bantuan kepada kru di bagian belakang rangkaian untuk memutar tuas rem darurat yang berada di dalam gerbong kereta pengumpang Perlu diketahui bahwasannya jembatan Troek ini merupakan jembatan penghubung antara Cipendei dengan Cirahayu yang terletak di kilometer 241. Jembatan yang memiliki panjang hampir 100 meter ini memiliki ketinggian 10 meter dan tempat di ujung jembatannya terdapat sebuah hukuman.
Selang beberapa menit, rangkaian PLB 8076 akhirnya pun tiba dan mulai melewati jembatan dengan laju kecepatan di luar batas ketentuan. Benar saja, dalam hitungan detik, selepas rangkaian melewati jembatan Troek dan bersiap menghadapi tikungan di hadapannya, petaka pun terjadi. Seakan sudah menjadi suratan takdir dari akhir perjalanan PLB 8076 Ibarat sebuah peribahasa, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak Ya, tepat tengah malam itu, rangkaian pun anjlok dan tergelincir Akibat dari laju kecepatannya yang terlalu tinggi Kedua lokomotif yaitu CC201-75R dan CC201-05R melesat melaju lurus dan keluar dari jalurnya hingga menabrak tebing di depannya.
Sampai membuat keduanya terguling dan hancur. Sementara itu rangkaian gerbong penumpang paling belakang terus memberikan dorongan dengan kuat. Hingga membuat beberapa gerbong di depannya terhempas dan tergelincir.
ke sisi sebelah kanan dan kiri dari jembatan tersebut. Sebenarnya saat itu masih ada beberapa gerbong penumpang yang berada di atas jembatan dan bisa dibilang selamat. Namun dikarenakan kepanikan yang melanda sebagian para penumpang sebab gelap dan kalapnya situasi saat itu membuat penumpang mengambil keputusan yang keliru dengan keluar dari dalam gerbong kereta. para penumpang tidak menyadari bahwa mereka saat itu telah melompat dan jatuh dari atas jembatan dengan kedalaman jurang 10 meter. Ada pun fakta dari terjadinya insiden ini.
Kala itu petugas pusat kendali sempat menghubungi dan memanggil masinis dari kedua kabin lokomotif pada pukul 00.10 Namun tidak ada jawaban dari keduanya Dan dengan saja pada pukul 00.55 menit BPKA Stasiun Cirahayu mengabarkan kepada petugas pusat kendali bahwa rangkaian PLB 8076 telah mengalami kecelakaan atau PLH. Setelah mendengar suara benturan yang amat keras dan mengetahui adanya sebuah kabar kecelakaan kereta api di sekitar jembatan, seluruh masyarakat setempat. mulai berdatangan untuk membantu, menolong, dan mengevakuasi para penumpang.
Evakuasi terus berlanjut hingga waktu siang hari. Beberapa gerbong yang selamat ditarik ke stasiun Cibatu, sedangkan yang lainnya masih dalam proses evakuasi pengangkatan. Atas terjadinya insiden naas ini menyebabkan hilangnya korban nyawa sebanyak 14 orang dan 71 lainnya mengalami luka-luka serius.
Setelah proses evakuasi pengangkatan badan rangkaian kereta api selesai, kedua lokomotif dibawa ke Balai Asayok, Jakarta untuk menjalani perbaikan secara besar-besaran. Demikianlah kisah dari insiden yang dikenal sebagai tragedi Trawag ini Di malam waktu itu yang seakan terjadi begitu cepat Melisahkan kisah kepiluan yang begitu panjang Mungkin kisah sejarah insiden Naas ini tak begitu sepopuler tragedi di Bintaro Sebab lokasi tragedinya sendiri terjadi di wilayah terpencil Dengan adanya insiden inilah keberadaan dari soal peraturan di stasiun Cipendei mulai diterapkan kembali Seperti yang saya sudah sampaikan sebelumnya Dan peraturan ini masih terus diterapkan hingga kini guna keselamatan perjalanan kereta api baik itu dari jalur stasiun Cibatu menuju stasiun Cipendei maupun dari stasiun Tasikmalaya menuju stasiun Cipendei semoga Semoga di kondisi perkereta apian Indonesia yang kian jauh lebih baik, hal seperti ini tidak terjadi kembali di kemudian harinya. Dan semoga saja dengan hadirnya video ini bisa menjadi referensi dalam menambah ilmu pengetahuan serta wawasan akan sejarah yang dulu pernah terjadi seiring berlalunya waktu. Sekian video pembahasan tragedi Trawek yang terjadi pada tanggal 24 Oktober 1995 yang berlokasi di jembatan Cirahayu ini. Kalau begitu, saya akhiri.
Terima kasih.