Menurut gw ada yang aneh dari Tomoro Coffee. Brand kopi yang tiba-tiba merajalela di Jakarta. Kalian semua pasti udah pernah lihat. Yang bisa jual harganya murah banget, punya 200 cabang kurang dari 1 tahun dan founder-nya ga punya background FnB padahal. Sebelumnya ga pernah bikin bisnis makanan. Dan tapi disini gw bilang aneh tuh sebenarnya bukan aneh buruk. Kalau di kasat mata pengamat luar ya, kalau lu bikin coffee lagi, bisnis kopi di Indonesia tuh udah banyak. Lu udah punya Kopi Kenangan, ada Janji Jiwa, ada Starbucks, ada Maxx—everyone going to coffee. Ngapain someone in the right mind—punya otak yang waras, buka bisnis kopi lagi di Indonesia? Dia investasinya segede itu. Dan ternyata semakin dibedah-bedah, hal yang pertama menurut gw aneh ternyata make sense. Ada alasan kenapa Tomoro bisa tiba-tiba merajalela, rame, lu bisa beli kopinya mulai dari 9 ribu kalau pakai promo-promo. Yang pas lu beli juga lu ga habis pikir, ini mereka cuan dari mana? Terus kok mereka bisa bakar-bakar duit lagi? Brand yang menurut gw sebenarnya originasinya dari China. Pakai prinsip-prinsip yang dipakai sama kompetitor mereka di sana yang lagi rame banget itu kan Luckin' coffee. Tapi kenapa mereka pertama mau bukanya di Indonesia? Yang notabene udah banyak kompetitornya. Yang menarik itu gini— video ini bisa juga buat sharing-sharing buat teman-teman yang mungkin baru mulai di bisnis FnB atau kepikiran buat bikin coffee chain, cafe dan sejenisnya. Karena ada strategi—ini nih yang menurut gw make sense. Dan beberapa perspektifnya bisa diambil dan dipelajari untuk UMKM makanan Indonesia. Mostly gw bakal jelasin nanti di chapter 1. Cuma gw mau bedah beberapa klaimnya dulu ya. Tomoro ini grow-nya cepet banget. Punya plan untuk buka dua gerai per harinya sampai target panjangnya punya 2000 cabang di Indonesia. Itu kalau dibandingin sama Kopi Kenangan yang punya sekitar 900 cabang— bayangin loh kopi kenangan yang punya pendaaan segede itu. Kenapa Tomoro mau bersaing dan PD untuk bisa ngalahin target kompetitornya? Dan sebenarnya background yang lebih unik lagi ya, menurut gw ini udah bukan pertarungan bisnis kopi. Tapi pertarungan bisnis teknologi. Kalau dari interview founder-nya, dia bandingin Tomoro ini dalam 5 tahun ke depan— harapannya bisa segede Oppo atau J&T. Notabener perusahaan teknologi logistik yang punya valuasi di atas Rp100 T. Emang iya ambisi bisnis kopi bisa segede itu? Disini mungkin gw harus perjelas dulu di chapter 1 ya. Yang gw lihat sebenarnya—konsisten dari banyak banget bisnis makanan lainnya— dia di-funding sama investor. Sabar, nanti Tomoro kita bahas chapter 2. Hal pertama yang kalian harus tahu adalah Bisnis Kopi Itu Bukan Bisnis "Kopi" Karena kebanyakan orang mikir tuh kayak gini, F&B atau bisnis yang mau gede di dunia F&B itu tuh harus fokus ke produk—product-centric lah namanya. Jadi kalau lu mau bikin bisnis kopi ya lu harus fokus ke kopinya. Mau dari beans-nya, dari cara mengolahnya, dari prosesnya, rasanya, keasaman dan lain-lain. Hey! Ini wake up call ya buat kalian. Yang dilihat sama investor untuk bisnis-bisnis coffee chain ini sebenarnya bukan cuma kopinya doang. Tapi kalau lu bayangin bisnis FnB, itu kan ada step by step-nya. Kalau step by step bodohnya— untuk orang-orang awam mungkin kayak gini, 'Oke gw punya tempat, gw beli biji kopi dari toko, gw ajarin barista buat proses kopi itu pake mesinnya, terus gw jual ke customer, udah'. Kenyataannya banyak banget bisnis di sektor ini sebenarnya udah bukan bersaing di sana lagi. Kita ngomong bahasanya tuh scrutinize. Gimana cara kita pecah belah seluruh bisnis seluruh business process end-to-end— dari awal sampai akhir, hulu ke hilirnya— untuk mecahin satu kode ini; economics. Atau lebih tepatnya kalau bisnis chain kayak gini adalah store economics. Owner bisnis coffee chain pemula— dari awal pasti mikirnya bakal, 'Gimana cara marketing-nya? Gimana cara bikinnya biar enak?' Tapi jenis bisnis kayak Tomoro ini udah harus bisa benar-benar kalkulasi setiap toko hasilin berapa, punya okupansi atau utilization berapa % untuk punya pendapatan berapa, Yang setiap penjualan dari pendapatan itu punya unit economics atau rincian penjualannya. Kayak misalnya dari kopinya, cicilan mesinnya, dari listriknya. Biayanya sampai sekecil mungkin biar marginnya sehat, bikin itu semua jadi sistem, terus replikasi proses itu ke cabang-cabang lain. Buat founder startup kayak gini— dari supplu chain, dapat bijinya dari mana, food waste-nya, biaya pengiriman ke cabangnya, harga mesin yang dibeli, kapasitas mesinnya. Jadi kalian tuh bakal ngelihat bisnis itu sebagai representasi dari angka-angka ini. Sampai lu nemuin bottom line yang sehat atau "profit". Kalau itu sehat di satu cabang dan udah semaksimal mungkin sampai ditahap ga ada celah— setiap toko tuh ada waste atau down time, barulah itu diulangi terus. And that's the reality of FnB business. Seluruh marketing yang kalian terima dari brand-brand kopi ini, itu berhubungan dengan produk. Dan itu langsung bikin stigma kita, 'Oh berarti mereka harus fokus di produk, yaitu fokus di kopinya'. Kenyataannya lebih dari 90% kerjaannya itu di belakanh layar banget. Yaitu setiap proses itu harus seoptimal mungkin, seefisien mungkin. Yang bikin setiap cabang profitable, yang bikin ekspansi lebih gampang, sampai akhirnya merajalela. Pertanyaannya, itu kan emang yang dilakuin sama brand-brand yang sebenarnya udah lahir di China yaitu Luckin'. Habis ini di Indonesia yaitu Kopi Kenangan, Fore. Terus apa hal berebda yang dilakuin sama Tomoro? Dimana mereka tuh bakal bakal PD untuk bisa kuasain market Indonesia. Kita masuk ke Chapter 2 Not Coffee But Tech. Tapi sebelum kita mulai, kalian komen di bawah dong antara coffee chain yang paling rame di Indonesia— terserah mau Starbucks, Kopi Kenangan, Janji Jiwa, Tomoro, apapun itulah—apa yang sampai sekarang jadi favorit kalian? Dan kenapa? Sebelum kita bedah makin dalam. Karena Tomoro coffee ini strateginya menurut gw lumayan unik. Kita lanjut. Pertama, setiap bisnis kita harus lihat dari background fpunder-nya. Karena bisa dibilang dia jiwanya dari brand ini. CEO Tomoro Coffee, Xing Wei Yuan. Tapi nama panggilannya itu Star. Nah background-nya itu saa sekali ga ada di FnB. Dan sebenarnya dia udah ngakuin juga— dia gak pro, dia gak expert di FnB. Tapi banyak dari pengalaman dia dari perusahaan teknologi— yaitu sebelumnya dia jadi cofoundernya-nya J&T dan sempat jadi direktur di Oppo. Startup sebelumnya yang dia bangun itu Imoo, jam buat anak-anak yang kayak gini. Dan kalau di-traceback, sebenarnya Tomoro tuh bisa dibilang kayak kakak adik sama beberapa brand ini. Nah background story-ya tu gini—dari Oppo, ke J&T, ke Imoo— ini startup ke-4 dia yang awalnya sebenarnya dia ragu masuk ke bisnis FnB. Karena sama sekali gak ada pengalaman disana. Tapi setelah ketemu sama teman-temannya, rekan-rekannya, dia bilang kayak gini— FnB itu gampang untuk dimasukin, barrier of entry-nya rendah. Apalagi kalau dari China ya— minuman ringan, teh susu, boba, milk tea—udah ada market-nya dan tergolong mudah untuk mengulang. Kenapa ga coba itu aja? Tapi akhirnya dia counter-nya gini, ustomer loyalty itu lebih ada nih bisnis kopi. Terus setelah dia ketemu cofounder-nya, Fish, yang sekarang jadi VP Product & Supply Chain Yaudah deh bikin bisnis kopi aja. Pakai semua pengalaman teknologi yang dia punya. Dalam arti dia udah ngerti di chapter sebelumnya. Bisnis kopi itu bukan bisnis "kopi". Tapi gimana cara efisienin dan bikin seluruh proses efektif sampai semua biaya itu semurah mungkin dan pendapatan setinggi mungkin? Akhirnya Fish sama Star ke Jakarta 11 April 2022. Digodok selama beberapa bulan dan launching store pertama mereka di 9 Agustus 2022. Tapi jangan salah, karena setiap founder yang udah berhasil nge-cofound dan ngejalanin startup-startup sebelumnya biasanya lebih gampang untuk dapat akses permodalan. Dari sini case-nya sama. Pas Tomoro Coffee dibangun, udah dapat komitmen atau langsung dapat pendaan dari yang namanya ATM Capital Menurut gw itu VC dari China atau China-funded Dia fokusnya tuh ke market-market Asia Tenggara. Kalau di Indonesia portfolionya tuh kayak J&T, Jump/Start Coffee, Kitabisa, dan ini beberapa yang lain. Dan itu sebenarnya jadi basis mereka untuk bisa ekspansi secepat ini. Balik lagi, banyak yang ngira mereka ekspansi karena punya duit. Bener, tapi kenyataannya sebelum mereka masuk ke market Indo, mereka tuh lagi banyak observasi dan dapetin data-datanya. Pelajari behavior-nya dari startup sebelumnya—J&T, Oppo—yang udah dapat market di Indonesia. dan udah tipis-tipis belajar dari portofolio mereka di Jump/Start Coffee. Fast forward setelah mereka berhasil masuk ke market Indo, baru akhirnya mereka buka outlet pertamanya di Shanghai. Di 20 November 2023. Ini pintar menurut gw strateginya, buka di Indo dulu. Karena di Indo kebanyakan bukanya kan di pusat kota. Itu yang mereka mau validate. Kalau kalian belum tahu, di China itu situasinya coffee shop kayak Starbucks itu sebenarnya kalah sama coffee shop lokal. yang mendominasi itu Luckin' Coffee. Tapi Luckin' Coffee di China itu fokusnya di daerah-daerah tech hub. Sedangkan Tomoro main di market yang beda, di industrial park. Nah sekarang strategi selanjutnya. yang menurut gw bikin Tomoro tuh lumayan pintar. Selain dari mereka untuk eksekusi menu-menunya dengan harga yang super murah— gimana caranya? Ini gw jelasin. USP atau keunikan mereka sebenarnya ada di di yang namanya expresso base-nya. Kalau kata ceo-nya itu krusial dan penting banget. Dan balik lagi di bisnis-bisnis kayak gini, it's all about efficiency. Enaknya jadi pemain yang telat masuk Indonesia, mereka tuh udah pelajarin semuanya. Dari Kopi Kenangan, Janji Jiwa, dan teman-temannya. Mostly itu pakai mesin kopi yang sedikit lebih manual. Yang kayak gini nih, kalian tetap harus bikin jadi bubuk dulu terus bubuknya itu baru ke espresso machine. Nah Tomoro ngubah satu proses yang lumayan signifikan, yaitu mereka pakai mesin yang namanya Eversys. Bisa dibilang itu mesin kopi yang benar-benar automated. Taruh biji kopi, langsung keluar jadi kopi. Dan ini harapannya tuh—yang tadi gw bilang, bisnis ini tuh sebenarnya about efficiency. Jadi 1 mesin itu dengan barista yang notabene ga terlalu pintar dan ga perlu terlalu banyak, tetap bisa nge-serve jumlah customer yang sama dengan kompetitornya. Alhasil biayanya lebih murah. Ujung-ujungnya itu. Makanya kalau lihat dari cabang-cabang Tomoro, kalian bakal lihat ada konsistensi. Store formatnya itu relatif kecil-kecil, baristannya bisa dibilang dikit— yang penting ngerti gimana cara pencet-pencet tombol kopinya. Sorry ini gw bukan menjelekkan ya, tapi emang itu strategi mereka bikin semuanya automated pakai teknologi. Biaya operasionalnya lebih rendah, tapi produknya tetap "high quality". Dan again, ini beda dibanding kompetitor yang lain. Kenapa ngga Kopi Kenangan tinggal kayak gitu juga? Tinggal ganti semua cabangnya pakai mesin yang lebih automated, terus bikin biayanya lebih hemat. Masalahnya ga segampang itu. Pas udah ekspansi cabang sebanyak itu, biaya yang dibutuhin untuk nge-replace semuanya bakal lebih mahal. Sedangkan Tomoro setelah belajar apa yang udah works dan ga works di market, tinggal klik beberapa poin yang bisa lebih bagus dan mereka bisa kemas itu jadi sistem atau proses yang lebih efisien. Mulai dari nol dan tanpa harus waste—ngebuang mesin apa-apa. Dan simpelnya sebenarnya itu strateginya. Walaupun bisa di-breakdown lebih banyak, misalnya dari pengadaan biji kopi—mereka benar-benar deketin banget komunitas petani lokal sampai ke sumbernya. Bikin aplikasi untuk bisa bikin sistem CRM-nya. Mereka nge-touch point semua titik-titik bisnis prosesnya untuk bikin semuanya lebih efisien dan operasionalnya lebih ringan. Itu kuncinya. Setelah ketemu prosesnya di-package dalam satu sistem, direplikasi ke cabang lain, dan mereka juga punya aplikasi yang menurut gw ini salah satu kuncinya juga. Selain nurunin biaya operasional dan memudahkan marketing— yaitu kalian klaim kopi murah itu harus dari aplikasinya, mereka juga secara langsung dapat data dan gimana cara ngebangun relationship sama customer-nya bahkan dari pembelian pertama kopi mereka itu. Cuma kan setelah semua strategi itu di-breakdown— yang kalian udah mulai ngerti— atu pertanyaan yang gede banget yaitu, bisa gak Tomoro Coffee masuk dengan proses yang lebih efisien, harga yang lebih murah, ujung-ujungnya jadi brand nomor 1 di Indonesia? Bisa gak dia ngalahin Kopi Kenangan dan teman-temannya? Kita masuk ke Chapter 3 Indonesia Coffee Landscape. Buat siapapun yang mau bikin bisnis kopi, sebenarnya paling make sense emang buka di Indonesia Kenapa? Soalnya negara kita itu masuk kategori market validator. Lebih dari 10.000 lebih coffee shop, konsumsi domestik yang bisa hit ratusan ribu ton. Indonesia itu jadi negara nomor 1 konsumsi kopi di Asia Tenggara. Yang secara consumer behavior, secara budayanya— gw ga tahu, kalian komen di bawah ya— 80% masyarakat Indonesia itu minum kopi hampir satu cangkir kopi setiap harinya. Tapi masalahnya—ini kalau statement dari CEO-nya ya— 90% dari market-nya itu kopi sachet. Kenapa? Soalnya lebih murah. 90% dari market-nya itu kopi sachet. Kenapa? Soalnya lebih murah. Jadi pas Tomoro masuk Indonesia, somehow market share kopi sachet itu, yang dipandang murah dan kualitasnya lebih rendah, itu pelan-pelan mau diambil—kalau Tomoro harganya cukup murah ya— convert, masuk ke market grab and go. Jadi pada beli sachet misalnya, habit setiap orang setiap pagi. Yaudah beli Tomoro Coffee aja. Toh harganya bisa dapat 10-15 ribu. Dan kalalu lu beli dari outlet-nya, coffee bean-nya lebih fresh dan lebih sehat daripada kopi sachet. Dan benar ternyata berdasarkan riset, mayoritas orang Indonesia itu willing untuk spending antara 11 sampai 30 ribu untuk kopi mereka. Itu yang paling mass-nya. Dan ini ternyata caramereka penetrasi market. Lewat aplikasi dan program referral-nya, setiap orang yang sebelumnya mungkin udah terbiasa dengan kopi sachet bisa beli kopi Tomoro dengan hara 9 ribu. Sekarang kalau kita bandingin di Indonesia ya, udah well-established industri kopinya. Bahkan kita produsen kopi ke-3 terbesar di dunia. Pertanyaannya balik lagi ke kompetitor. Posisinya Tomoro coffee ini di mana? Dan apakah mereka di posisi yang tepat untuk bisa ngalahin kompetitor lainnya? Kalau gw pribadi ngelihat Fore itu masuk ke market yang lebih premium. Kopi Kenangan, Jaji Jiwa itu lebih masuk ke market middle. Dan ya sebenarnya ini mirip-mirip sama strategi brand China lainnya. Press harga serendah mungkin biar bisa masuk ke market yang lebih mass. Karena kenyataannya Indonesia tetap paling banyak market, yaitu market mass. Dan di situ positioning Tomoro. Efficient, grab and go, dan harganya murah. Kalau dari goal jangka panjang mereka, goal-nya cuma 1. Gimana cara jadi brand coffee chain terbesar di Southeast Asia. Yaitu sampai 4.000 cabang di seluruh Asia Tenggara. Nah rate of expansion ini sebenarnya bukan yang pertama kita lihat. Luckin' Coffee itu break through banget waktu itu. Walaupun di luar semua kontroversinya ya, mereka sempat dapat funding sampai $400 juta. Yang lebih fokus ke bikin seluruh prosesnya itu efisien. Karena mereka betting di market yang notabene-nya masih primitif. Walaupun kita udah gede ya, kita tuh tetap dihitungnya enggak se-mature negara Eropa atau Amerika—yang dinilai dari konsumsi kopi per kapita. At least sekarang Tomoro tuh—klaim dari CEO-nya— udah nomor 1 di greater area Jakarta dan di akhir 2024 ini mereka target nomor 1 di Indonesia. Dari jumlah store-nya— yang dalam 5 tahun total mereka pengin suksesnya bisa dibandingin sama J&T dan Oppo. Menurut kalian possible ga? Karena ujung-ujungnya pas kita ngomong market di Indonesia, apalagi FnB, beli sekali pake promo yang 9 ribu dan lain-lain— itu mungkin bisa dilakuin, yang penting dapat investment yang cukup, kita bisa planning marketing-nya. Yang belum kelihatan atau bisa diterawang dari jangka panjang, yaitu behavior dari repeat purchase-nya. Bisa dibilang kayak Mixue yang tiba-tiba rame banget di awal, yang sekarang agak sedikit lebih menjamur. Apakah bakal kejadian ulang di Tomoro? Itu hal yang menurut gw, gw pun belum bisa prediksi. Ada yang bilang rasa kopinya Tomoro rasa kopinya itu masih lebih ga enak. Ada yang bilang gapapa, yang penting murah dan gw dapat kafeinnya. Dan Ini kebanyakan tuh memang kita harus wait and see. Dan lihat apakah brand ini atau seluruh tim founder dan jajaran manajemennya bisa belajar dan adaptasi secepat itu. Karena targetnya itu ambisius banget. Balik lagi, bisnis kopi itu bukan bisnis "kopi". Good coffee itu bagus. Tapi PR paling gedenya gimana cara replikasi good coffee itu dengan proses seefisien mungkin biar harganya serendah mungkin. Karena game-nya udah di situ sekarang. Menurut kalian gimana? Tomoro bisa ga jadi brand nomor 1 di Indonesia, ngalahin yang mungkin udah dibilang jadi raksasanya di sini? I guess I'll see you guys on the next video. Bye-bye!