Transcript for:
Konsep Inner Game dalam Kehidupan

Podcast Inner Game ini keren ini. Namanya, namanya Inner Game. Kenapa? Karena masalahnya tidak ada di luar sana. Bahkan masalahnya bukan apa yang kita lakukan.

Bukan ternyata, bahkan bukan di emosi kita. Marah, sedih, jengkel, jijik. Itu semua bukan masalah.

Masyaalahnya ternyata adalah ada di pikiran kita, di bingkai berpikir. inner game gitu. Gimana nih Pak Pras, cara nasihat, tipsnya saat kita ngadepin masa-masa sulit dalam hidup.

Keadaan berat supaya kita bisa move on, supaya kita bisa justru menjadikan keadaan itu sebagai momentum kita bertumbuh jauh lebih baik. Sampai satu titik ya, kita bisa mencintai takdir kita, amor fatih. Seandainya kata berat, kata sulit ini tidak ada di dunia ini.

Maka peristiwa tidak mencapai apa yang diinginkan mau dinamakan sebagai apa? Mau dinamakan sebagai pembelajaran, boleh. Challenge.

Sebagai challenge, boleh. Sebagai ujian, boleh. Sebagai panggilan untuk naik kelas, boleh. Sebagai apapun. Sentuhan sayang dari Allah.

Sentuhan sayang dari Allah, peringatan dari Allah, penyucian diri, apapun itu. Artinya dimulai dari bagaimana cara kita memaknai sebuah keadaan. Itu akan mengubah rasanya. Mengubah apa yang kita rasa gitu Pak ya As we think we feel As we think we feel Jadi feel itu, emotion itu berasal dari pikiran How we give meaning Inner Game Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Teman sekalian, welcome back Selamat datang kembali di Inner Game Podcast Satu bahasan dengan tema besar yang mengupas tentang ruang dalam diri.

Bagaimana kita menata fikiran, mengolah perasaan, mengasah kolbu untuk jadi sosok yang lebih baik, lebih produktif, bertumbuh, lebih damai. Dan seperti biasa, teman-teman sekalian, di setiap episode Inner Game Podcast ini kita berusaha menghadirkan tokoh inspiratif, para guru, para mentor kehidupan. yang mudah-mudahan lewat obrolan ini ada banyak hikmah, banyak insight, motivasi, inspirasi yang bisa kita ambil untuk menggugah dan mengubah diri sekaligus mengubah kehidupan kita.

Kalau teman-teman yang sudah sering nyimak guest speaker kita di video kali ini sudah tidak asing dengan latarnya. Beberapa mungkin sudah tahu sekarang saya sedang ada di mana. Hari ini saya sengaja datang karena... Andabnya itu kalau sama guru, kalau kita mau dapetin ilmu, kita yang datang ya. Bukan guest speaker yang datang, kita yang mendatangi sumber ilmunya.

Hari ini saya sudah bersama dengan salah seorang guru kehidupan. Saya banyak banget belajar dari beliau. Gurunya para trainers, pelatihnya para trainers.

Belum. ini memang melatih banyak orang untuk punya self-leadership yang bagus. Melatih untuk...

bertransformasi jadi pribadi yang lebih baik berbasis neuro semantik kalau saya sebut istilah neuro semantik pasti langsung klik nih teman-teman dengan siapa kita ngobrol? kali ini dengan Pak Prasetyaya Brata Assalamualaikum Pak Pras Waalaikumsalam Wr. Wb Masyaya Allah, hatur dulu Pak Pras diterima ini teman-teman baru datang ini spesial banget langsung dibuatin kopi sama Pak Pras ini ya tadi pertanyaannya Masya Sonny, biasa ngopi nggak? Jawaban saya nggak biasa, tapi bisa. Kalau Pak Pras yang bikin itu nggak boleh ditolak.

Pak Pras sehat ya? Allah, sehat. Terima kasih Pak Masya Sonny?

Allah, senang banget nih Pak diterima. Allah. Asisten rumah tangga saya kenal loh tadi. Itu kan.

Allah. Udah lama banget teman-teman. Saya udah lama banget janji sama Pak Pras.

Pak, pengen mampir ke Rotella Coffee Corner ya. Beberapa teman-teman PPA juga sudah. pernah belajar disini bareng Pak Pras nah saya baru kali ini hadir, mudah-mudahan ini bukan yang pertama dan terakhir, pertama dan seterusnya bakal sering main kesini Insya Allah, Insya Allah Pak Pras terima kasih sekali lagi, jadi ini kalau saya ngerasa episode kali ini langsung ngomong sama ahlinya nih Pak wah, ahli apa?

karena kita ngomongin inner game ngomongin ruang dalam diri dan ini bahasan yang memang Pak Pras sering kupas di banyak kesempatan Pak Pers juga punya satu modul pelatihan judulnya Leadership Ini Out ya Pak? Iya. Bagaimana kita menguasai punya kemampuan memimpin diri dari dalam. Ngolah hati, ngolah perasaan. memjadikan segala sesuatu menjadi make sense gitu ya.

Bukan cuma satu teori yang itu melangit, tapi menjadi masuk akal. Boleh cerita sedikit Pak, gimana dulu sejarahnya Pak Pras akhirnya memutuskan untuk fokus di self-leadership, kemudian basis seniorosemantik, biar teman-teman juga tahu nih Pak Sekalian sahabat audiens mungkin. Teman, saudara-saudaraku, sahabat-sahabatku.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya ini ketibaan rezeki disambangi oleh seseorang yang jadi panutan banyak orang. Konten-kontennya viral, jutaan views. Sementara saya ratusan saja. Dan itu tidak ada masalah.

Nah, jadi saya sendiri juga tidak Kalau ditanya gimana ceritanya perjalanannya sampai ke sini, ya itu sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sejak awal. Tapi kalau diurut-urut, boleh jadi ini karena ketertarikan saya dalam memahami manusia. Oke, ketertarikan memahami manusia. Memahami manusia. Menarik.

Diaawali dari zaman remaja ikut pramuka sampai menjadi ketua pramuka. Ikut Rohis juga. Nah, di situ mulai belajar tentang bagaimana berinteraksi dengan manusia. Perlu paham apa supaya interaksi ini berjalan dengan baik.

Perlu bagaimana saya supaya apa-apa yang menjadi tujuan bersama ini tercapai. Akhirnya di situ belajar kepemimpinan. Dan terus sampai akhirnya berkarir di sebuah perusahaan yang Cukup besar, sudah satu abad usianya, kebetulan ditempatkan di bagian personalia.

Habis itu pindah ke marketing. Marketing juga memahami tentang manusia. Jualan. Tentang bagaimana seseorang memiliki kebutuhan.

Mulai perusahaan asuransi. Kan jual asuransi itu tidak semudah jual barang. Gimana memahami supaya dia mau bersetuju dengan ide-ide yang di...

Sampaikan. Sampai akhirnya menjadi direktur SDM di perusahaan itu. Nah akhirnya karena sudah kadung di manusia, suatu ketika saya diberi amanah untuk memimpin sebuah lembaga yayasan yang membawahi sekolah tinggi ilmu ekonomi, dan sekaligus juga lembaga itu adalah lembaga pelatihan.

Tetapi pada saat saya masuk, kami tidak punya core kompeten. disebut dengan core competence, apa yang menjadi alasan mengapa orang mengundang kami untuk membantu mereka mengembangkan orang-orangnya. Itu kita belum punya core competence.

Akhirnya saya bagi tugas, Anda endalmi kecerdasan emosi, Anda endalmi penjualan, Anda endalmi manajemen, Anda endalmi apa. Saya sendiri apa? Akhirnya karena saya tertarik dengan manusia, saya pernah mendengar yang namanya Neuro Linguistic Programming. NLP ya?

NLP. Saya pernah ikut kelas 2 harinya saja. Ini kok ngubek-ngubek pikiran saya. Ngubek-ngubek perasaan saya.

Nah karena penasaran, saya browsing. Ketidur browsing, keluarlah yang namanya Neurosematics Nah saya nggak tahu kan apa bedanya Neurosematics, apa bedanya NLP. Tapi kemudian saya belajar dan akhirnya menemukan bahwa Neurosematics itu ya NLP. Hanya lebih ke depan sedikit.

Nah, sudah kecemplung. Akhirnya mendalami tentang neurosemantik sampai saat ini yang diaplikasikan dalam coaching, dalam training, dalam consulting, dalam interaksi, dalam bersosialisasi, dalam berfamily, dalam berrelasi dengan pasangan, dsb. Termasuk satu yang akhirnya saya... Ketika saya belajar tahun 2007, belajar Neurosematics itu masih belajar tentang pikiran saja. Tapi ke sini, saya dalemi-dalemi loh.

Kemudian ketika saya sedang misalnya membaca Al-Baqarah saja, ayat 1-20, loh ini kok yang saya pelajari. Dia Neurosematics Dia Neurosematics Artinya begini, belajar Neurosematics membantu saya memahami ayat-ayat. Tentu ini tadabur ya, bukan tafsir.

Saya nggak punya ilmu tafsir kan. Tapi ini dialog saya dengan ayat. Alif, Lam, Mim. Hanya Allah yang tahu. Oh iya, manusia itu nggak semua tahu.

Semua yang ada dalam pengetahuan dirinya, itu pasti ada filternya. Diafilter oleh panca indera, kan? Hanya yang ada cahayanya yang masuk informasinya ke pikiran.

Yangng nggak ada cahayanya, kita nggak bisa lihat. Hanya di frekuensi tertentu yang masuk ke pikiran kita. Frekuensi di bawah dan di atas, itu hanya codot yang tahu. Kucing yang tahu, lumba-lumba yang tahu. Kita nggak tahu.

Kemudian sens penciuman, pengecapan itu kita terbatas. Sehingga apa yang kita tahu pasti sudah terfilter. Belum lagi kemudian di dalamnya ini ada mekanisme penghapusan. Kemudian mengeneralisasi informasi.

Mendistorsi informasi. Berarti apa yang kita tahu itu tidak benar-benar persis tahu secara mutlak realitasnya. Dan banyak yang terjebak di situ ya Pak?

Banyak yang terjebak dengan meyakini bahwa apa yang saya tahu adalah benar-benar-benar. Benar-benar-benar. Benar-benar-benar. Padahal kita punya wilayah unknown, unsought, tidak terlihat.

Unheard, tidak terdengar. Unsense, tidak terasa. Unsmelled, tidak tercium.

Untaste, tidak terkecap. Unknown, ada blank spot, blind spot. Maka meyakini memutlakkan pengetahuan kita, itu sebetulnya sama dengan menghalangi kita dari mendekati kebenaran yang benar-benar benar.

Kita meng-cover, menutup, menyebabkan kita jadi kafir terhadap kebenaran-kebenaran dibalik kebenaran yang kita ketahui. Wah, gila nih. Ini berarti satu ayat saja. Itu kalau kita dalemi dengan alat bantu, nero semantis, alat bantu ya.

Jangan sampai ini menjadi pengetahuan atau ilmu yang kemudian kita dewa-dewakan. Ini hanya sebagai tools untuk membantu kita membuat sens sebuah ayat. Hanya satu ayat saja.

Masyaya Allah. Menarik. Teman ngeliat saya begini, paham tau maksudnya apa. Karena mau menggambarkan dengan kata-kata itu, nggak sanggup juga. Saya nangkep sesuatu, Pak Tadi dengan Pak Pras menyampaikan ada giroh, ada semangat, ada antusias di sana.

Karena kalau yang saya pahami, selain tadi ya, Pak Pras berangkat dari punya ketertarikan memahami manusia. Kemudian dengan apa yang Pak Pras pelajari juga mendapatkan manfaat gitu ketika mentadabu di Quran. Tapi di balik itu, Pak, saya yakin pasti ada keresahan, ada kegelisahan.

Karena kalau pengalaman saya, kita tuh memutuskan fokus di satu bidang. Terjun di satu bidang, itu dibalik itu ada Anda kegelisahan, ada keresahan Gitu, ketika ada Beberapa teman-teman saya yang fokus Dia dunia remaja gitu ya Mereka saya tanya, memang saya sedang gelisah Dengan keadaan remaja sekarang, dan saya mau Fokus di sini, ada yang Fokus di dunia anak-anak yatim Pasti kan dibalik itu Pak Rus punya keresahan Apa sih yang Pak Pras Resahkan dengan keadaan mungkin Umat, keadaan Masyayarakat, dan Pak Pras pengen berkontribusi Dia situ lewat yang sedang Pak Pras kerjakan sekarang? Nah, kemudian dari kan sebenarnya kalau 2-3 orang belajar Neurosematics boleh jadi nanti jurusannya beda-beda.

Karena akan menggunakan Neurosematics untuk apa? Teman saya untuk lebih ke bisnis. Teman saya lebih ke terapi.

Teman saya lebih ke edukasi. Nah, saya sendiri lebih ke mana? Saya sendiri lebih ke sebetulnya ketertarikan saya. Memang di dunia spiritualitas. Keresahan-keresahan saya sederhana saja.

Spiritualitas itu adalah dapur. Etalasenya apa? Etalasenya itu kelakuan kita. Ahlak.

Ahlak yang ditunjukkan dalam perilaku. Kata-kata dan tindakan. Dan ketika saya misalnya di korporasi, semua korporasi pasti punya persoalan ini.

persoalan bagaimana seseorang ingin mendapatkan uang dengan cepat dengan cara-cara yang tidak halal, alias korupsi. Saya pernah menjadi pelaku korupsi kecil-kecilan pada saat saya masuk di perusahaan itu. Ngirimin iklan apa, kemudian saya dapat sesuatu dari biru iklan itu. Kok?

Gue dapat ini. Anda gaji. Anda dapat ini juga.

Tapi yang terjadi nggak lama, hilang ini. Plus saya sakit. Plus kok malah ngambil uang tabungan saya. Nah sejak itu kemudian saya introspeksi apa itu. Nah ingat kembali pelajaran-pelajaran di Brata waktu zaman SMA.

Ingat kembali menjadi Wakil Ketua Rohis di SMA. Wah ini tentang hak dan tidak hak. Mendengar cerita ada seorang pemengut pajak zaman Khalifah siapa saya lupa. Kemudian Khalifah ini kemudian melihat Si petugas ini memakai cincin. Itu cincin dari mana?

Pemungut zakat kalau nggak salah. Oh ini dari Pak Fulan. Kenapa?

Karena bantu ngurusi pemungutan zakatnya. Kembalikan kepada negara. Tapi ini dikasih pribadi.

Kalau Anda tidak berada pada posisi jabatan ini, apakah mungkin dia akan memberi? Kalau nggak mungkin, itu milik negara. Maka dikembalikan kepada negara.

Nah sejak itu, kemudian saya putuskan hidup saya, perlu jelas antara hak dan bukan hak saya. Maka ketika, baru saya cerita di Instagram kemarin, misalnya kalau saya pada saat saya diberikan posisi dengan fasilitas sopir misalnya, Maka begitu jam 6 sore, sopir itu ketika jalannya pulang, tapi saya, sebentar, kita sebentar mampir beli ini yuk. Karena di rumah kosong ini telur atau apa, indomie atau apa. Nggak boleh nyambut merek ya.

Nah, seketika itu maka jalur di luar dari dinas ke rumah, itu saya yang bayar. Inti saya tidak boleh ikut di mobil saya. Yangng saya itu harus mengantarkan dia ke kantor atau ke tempat lain.

Kalau mau ikut, jalur saya dari sini, Pasar Jumat, Sudirman. Kalau mau ke Tanah Abang, berarti turun di mana naik taksi. Banyak beberapa contoh lainnya.

Sampai sesensitif itu ya? Sesensitif itu. Pernah tiga lembar kertas ini saya pakai nih.

Karena ini sudah harus urgent, ngirim surat, perlu nge-print. Aduh, nggak sempat lagi. Udah, aku pinjem ya.

Walaupun dengan rasa tidak enak. Tiga lembar kertas. Akhirnya besok saya bawa satu rim.

Sekitar saya tanya, lu ini apa Pak? Kemarin saya pakai tiga kertas. Lu kok satu rim? Kompensasi cinta. Yang, itu keresahan-keresahan saya di korporasi.

Apakah artinya dengan kata lain, Pak Pras ngerasa sekarang itu ada fenomena krisis spiritual kalau tadi Pak Pras merasa. Karena yang gitu-gitu kayaknya... Beberapa di antara kita menganggap biasa saja, Pak Bukan krisis spiritual, krisis iman.

Saya membedakan antara spiritual dengan iman. Karena spiritual, kita semua makhluk spiritual. Spirit artinya kita akan selalu bertanya, saya makan apa?

Saya bangun jam berapa? Itu sejak kita melek itu kan kita sudah bertanya, ini jam berapa ya? Habis ini mau ngapain ya? Mau pakai baju apa, mau makan apa, mau ngerjakan apa, bersama siapa, di mana, kapan, jam berapa, hidup kita. Banyak terus.

Terus. Dan kita, diri kita lah yang memberikan jawaban. Sampai pada pertanyaan-pertanyaan eksistensial.

Pertanyaan, aku ini siapa? Berasal dari mana? Mau ke mana? Tugasku itu apa? Itu adalah pertanyaan-pertanyaan spiritual.

Nah, dijawab oleh apa? Religion. Agama itu. memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan spiritual seseorang. Ketika jawaban atas pertanyaan ini diambil, diiakan, dipercayai, ini adalah kebenaranku, dan kemudian puyakin, namanya iman.

Sampai pada percaya, sampai level yang terdalam namanya iman, karena sudah tidak akan aku pertanyakan lagi. Sekarang kurang apa pelajaran agama di Indonesia. Dari kita kecil, kemudian ada majelis taklim, ada YouTube, segala macam itu.

Semua itu kan sudah sebetulnya memberikan jawaban. Cuma kemudian krisis untuk memaksensikan jawaban ini menjadi sesuatu yang masuk akal, dan kemudian menjadi keyakinan. Sesuatu yang tidak masuk akal itu tidak akan diproses oleh tubuh. Makanya sesuatu yang diberikan secara dogmatis, taklit buta, udah lah pokoknya ikut aja. Sementara...

nggak menggerakkan, nggak logik. Tubuh tidak akan memproses. Artinya proses beriman pun proses berakal ya Pak? Berakal. Makanya saya pernah ada undangan dari sebuah perusahaan yang mengundang saya untuk membicarakan tentang program training yang mau dilakukan.

Kemudian saya tanya, apa yang terjadi dengan perusahaan ini, dengan para calon peserta? Kami ini perusahaan yang religius, Pak jam 9, jam 10, jam 8, itu teman-teman sudah pada duha bareng-bareng di masjid kantor. Kalau kita rapat, sebelum azan kita sudah selesai. Karena kita mau sama-sama sholat di masjid kantor. Terus ada santunan, pengajian, segala macam.

Diaa cerita. Terus saya tanya, terus ngundang saya untuk apa? Nah itu Pak, KPI-nya nggak tercapai. Performancenya. Ini kayaknya banyak nih Pak Diasiplinnya.

Kemudian kalau ada kegagalan, ya sudah lah ini semua adalah kendak Allah SWT. Sebentar Pak Saya kok kayaknya nggak make sense di saya ya. Kalau Anda teman-teman ini religius, artinya menghadirkan Allah kan di dalam diri. Kalau menghadirkan Allah itu berarti ada spirit, ada ruh, jihad. Itu berarti kalau ada jihad, berarti kerja itu total.

Mestinya begitu. Jadi ada apa dengan pernyataan kami ini religius? Kerja itu ibadah.

Anda apa dengan kerja itu ibadah? Kalau dia hanya dogma, tidak diproses oleh logik kita, dan kemudian tidak tertanam di setiap kelenjar kita, itu tidak akan menghasilkan performa. Menarik.

Jadi bagaimana Pak, singkatnya mungkin, agar dogma itu berubah menjadi satu hal yang make sense. Oh tidak bisa singkat, undang saya. Ikuti kelas lengkapnya bersama Pak Pras ya.

Tapi itu yang Pak Pras lakukan selama ini berarti ya? Banyak kejadian kayak gitu? Nah, tadi bukan berarti saya tidak menjawab, saya jawab secara singkat.

Singkatnya adalah ketika kita memahami bagaimana cara... pikiran beroperasi. Bagaimana sebuah informasi itu masuk ke dalam diri kita melalui filter-filter apa saja, kemudian kita pahami seluk-beluknya, kemudian bagaimana ini menjadi makna, percaya, perasaan, akhirnya ada cara-cara untuk membuat apa yang ada di pikiran itu menjadi perilaku. Karena kan kita banyak Dari ketahuan, lakukan. Ketahuan dan lakukan.

Kita tahu. Sudah tahu tapi nggak dilakukan. Sudah tahu ini benar tapi nggak tergerak.

Kita tahu perlu rajin baca Quran. Kita tahu perlu sholat tepat waktu. Kita tahu perlu ini, ini, ini. Tapi kan belum tentu kita lakukan.

Itu yang sunnah. Kalau yang wajib gimana? Bisa juga orang nggak melakukannya. Nah maka ada proses setelah kita memahami, oh ternyata... Bagaimana sesuatu dari pikiran, ide, kemudian jadi keyakinan, itu menjadi kinerja?

Tahu, tapi yakin nggak? Kalau tahu tapi nggak diyakini, ya sudah, nggak ada perintah kepada Tuhku. Yangkin, tapi diputuskan nggak?

Siap nggak mengambil, menanggung jawabi keputusan ini? Menanggung risiko dan konsekuensi atas keputusan ini. Mengizinkan diri.

Responsibility. Mau nggak mengutuskan? Karena banyak yang, gue tahu sih diet itu bagus.

Dan gue yakin kalau gue diet itu badan gue akan langsing. Cuma, aduh gue pengen memutuskan, tapi kok gorengan itu menggoda ya? Diaa nggak memutuskan, dia nggak mengizinkan diri.

Kalaupun memutuskan, kadang-kadang semua dijalankan. Rasanya nggak enak. Diaet itu apa enaknya yang biasanya makan ini, makan ini? Kita membatasi diri. Untungnya mekanisme agama menyediakan kita untuk melatih ini dengan puasa.

Untuk menerima hal yang tidak enak itu menjadi kekuatan. Kalaupun rasanya sudah oke. Kalau ini aku terima, ini rasanya enak. Dialakukan nggak satu hal kecil? Satu hal yang saya lakukan hari ini adalah apa?

Kalau nggak ada sesuatu yang dilakukan, nggak kepancing tubuh kita untuk melakukan. Itu baru satu cara dari Neurosematics untuk membuat, yaitu tadi dari knowing menjadi doing dan performance. Masyaya Allah.

Ini kalau dikaitkan sama tema kita, ini energi banget. Bagaimana kita memahami cara kerja pikiran, bukan cuma sekedar tahu, tapi tahu itu bisa kita ubah menjadi sesuatu yang kita lakukan. Knowing, doing, jadi performance. Karena memang betul.

Kes inner game ini keren ini. Namanya inner game. Kenapa? Karena the problem is not there.

Nggak pernah ada di luar sana. Bahkan the problem is not our doing. Bukan di perlaku kita. Bukan ternyata. Bahkan bukan di emosi kita.

Marah, sedih, jengkel, jijik. Itu semua bukan problem. Problemnya ternyata adalah ada di pikiran kita, di bingkai berpikir.

Ini semua adalah inner game. When we win the inner game, the outer is a change. When we win the inner game, the outer is a change.

nama permainan adalah menamakan permainan. Udah, nggak usah diperdulikan ini. Ini panjang saja nanti.

Saya pernah dengar dari Pak Pras juga itu, bahwa sebenarnya perasaan itu nggak pernah salah ya Pak Perasaan nggak pernah salah. Bukan itu masalahnya. Bahkan bukan apa yang kita lakukan, tapi bermula dari apa yang kita pikirkan.

Yang, perasaan tidak pernah salah dalam satu konteks tertentu, tetapi dalam konteks lain perasaan bisa salah. Namanya pseudo emotion. Misalnya saya merasa tidak diperhatikan. Yangng memang perasaannya tidak salah, tapi yang salah adalah pikiran. Tidak diperhatikan.

Anda tidak diperhatikan. Jangan-jangan itu cuma Gr-Nya-nya kita sendiri. Cuma perasangka kita terhadap diri kita sendiri. Kesalahpahaman kita terhadap diri kita sendiri.

Dan kesalahpahaman yang paling fatal itu adalah kesalahpahaman tentang diri sendiri. Kita kira orang nggak seneng sama kita, kita orang, kita sangka orang itu malah seneng sama kita. Padahal itu hanya pikiran kita sendiri.

Masyaya Allah. Menarik ya teman-teman sekalian. Lanjut nih Pak Pras, masih berkaitan dengan inner game, ruang dalam diri. Ini kayaknya mudah-mudahan jadi pertanyaan yang mewakili banyak orang.

Gimana nih Pak Pras, cara, nasihat, tipsnya saat kita ngadepin masa-masa sulit dalam hidup? Keadaan berat, supaya kita bisa move on, supaya kita bisa justru menjadikan keadaan itu sebagai momentum kita bertumbuh jauh lebih baik. Sampai satu titik ya, saya juga dapat ini dari Pak Pras, kita bisa mencintai takdir kita, amor fati.

Itu boleh nggak Pak, kita ekspor tuh Pak Bahasan mengenai itu. Ini ya, letaknya ada di mana? Boleh diulangi kalimatnya bagaimana? Bagaimana kita menghadapi masa-masa berat.

sulit, krisis dalam hidup. Itu masalahnya. Menamakan situasi sebagai berat, sulit. Itu dulu problemnya.

Kadang-kadang kita yang ngasih nama itu, Pak Kita ngasih nama. Sesuatu yang berat, misalnya ini benda. Kudu, berat.

Ini benda beratnya 20 kilo. Bagi saya kan berat, ya. Tapi bagi adik Rai, enteng.

Berarti enteng beratnya itu bukan di bendanya. Bukan di situasinya. Dia kemampuan kita, di kompetensi kita, di kuatnya niat kita, di penglihatan kita atau pemaknaan kita atas situasi. Pemaknaan.

Jadi mulai dari makna. Dan makna itulah masalahnya. Masyaalahnya ada di makna.

Maksudnya, pelit. Misalnya orang itu pelit. Sebentar Dia Ancastro, pelit nggak?

Nggak kenal. Pelit nggak dia? Nggak. Karena nggak kenal, nggak punya kepentingan. Berarti pelit itu adalah karena kita punya kepentingan.

Nama yang kita berikan sendiri kepada situasi di mana orang yang kita harapkan ngasih ke kita, nggak ngasih. Kita berharap dia ngasih, dia nggak ngasih. Terus kita kasih nama, pelit nih. Pelit, iya. Berarti yang bikin problem siapa?

Diari sendiri. Jadi mulai dari makna dulu. Nah kalau sudah, nggak ada yang namanya, atau itu tadi kan.

Artinya kesulitan itu yang saya bilang tadi Pak, masa-masa sulit, berat, itu bisa berubah nama kalau kita maknai dengan cara yang berbeda gitu ya Pak? Ingat tadi yang saya sampaikan, ketika kita menang game, penulis adalah penjaga. Nama game adalah untuk menamakan game.

Memberi nama. Itu masalahnya. Kita memberi nama sebagai sulit, mentok, berat.

parah, hancur. Kita sendiri yang memberi nama. Kemudian caranya bagaimana? Caranya adalah dengan mengeksersaikan makna yang kita berikan dengan cara begini.

Seandainya kata berat, kata sulit ini tidak ada di dunia ini, maka peristiwa tidak mencapai apa yang diinginkan, mau dinamakan sebagai apa. Mau dinamakan sebagai pembelajaran, boleh. Sebagai challenge, boleh.

Sebagai ujian, boleh. Sebagai panggilan untuk naik kelas, boleh. Sebagai apapun.

Sentuhan sayang dari Allah. Sentuhan sayang dari Allah, peringatan dari Allah, penyucian diri, apapun itu. Sampai akhirnya kita cek lagi, eksersis lagi.

Nah, makna ini berguna nggak bagi saya? Diabandingkan dengan makna yang barusan tadi yang kita jauhkan. Sulit, berat, gagal dengan pembelajaran. Mana yang lebih berguna bagi kita? Ambil.

Maka kita berkuasa atas pikiran kita. Bukan kita yang dikuasai oleh pikiran kita. Masyaya Allah. Makanya Pak Pers punya lembaga namanya manis banget. Ini Magna Itu enak banget, renyah banget didengarnya.

Itu juga nggak tahu lah. Itu dihantarkan saja. Ilhamuncul ada nama itu.

Masyaya Allah. Artinya dimulai dari bagaimana cara kita memaknai sebuah keadaan. Itu akan mengubah rasanya, mengubah apa yang kita rasa. As we think, we feel. As we think, we feel.

Jadi feel itu, emotion itu berasap dari pikiran. How we give meaning. Maka definisi dari emotion adalah feel of meaning. Rasa dari makna yang kita beri. Anda orang ngomong, kemudian kita...

Resek nih. Kata resek menimbulkan rasa genggel, ya itulah. Filled of meaning. Tapi kok orang ini kok inkompetensi dalam komunikasi ya?

Rasanya beda. Nah kita sendiri yang punya pilihan, punya kuasa untuk memilih mau ngasih nama apa, mau mikir apa, mau ngasih makna apa. Itulah yang akan terjadi pada perasaan kita. Lagi sakit, terus kita berpikir, wah ini hancur hidup saya setelah ini.

rasanya berat tapi juga tidak hanya cukup dengan aduh aku sakit ini ini kan cara Allah untuk mengukurkan dosa-dosa aku gak cukup gitu Pak? gak cukup begitu harusnya gimana Pak? ambil tanggung jawab bahwa kita menjadi sebab atau bagian dari sebab mengapa keadaan kita sekarang ini terjadi makanya doanya itu dia iya Sakit. Cek dulu siapa yang begadang, siapa yang makan makanan kosong, siapa yang nggak olahraga, siapa yang merokok, siapa yang... Kalau itu kita pelakunya, mau nyalain siapa?

Kadang-kadang kita langsung nyalain orang tuh Pak Gara-gara dia, gara-gara dia. Bukan nyalain Allah ya? Bukan nyalain, tapi lempar bahwa keadaan saya ini adalah...

Yang memanglah Allah Ta'ala bilang, memang, nggak usah dibahas lagi. Kita semua ini. Tapi apa yang menjadi bagian kita?

Kepastian milik Allah, tapi memastikan, memastikan kita sehat, memastikan kita menguasai ilmunya, memastikan kita punya skill-nya, itu tugas manusia. Memastikan kita risk management, menghindari hal-hal yang membuat kita tidak selamat. Itu wilayah kita, bagian kita. Artinya bukan hanya mengubah makna, tapi juga harus take responsibility. Take responsibility.

Responsibility itu kan kemampuan untuk memilih respon. Respon. Kita selalu merespon terhadap situasi yang kita anggap ini sebagai pertanyaan.

Pertanyaan kita respon dengan jawaban. Ketika kita mau menanggung jawabannya, menanggung responnya, namanya bertanggung jawab. Masyaya Allah.

Luar biasa. Ini banyak yang kesentil nih Pak Saya juga. Kadang-kadang lupa kita.

Iya, iya, iya. Masyaya Allah. Kemudian proses setelah kita mengubah makna, mengambil tanggung jawab, sampai orang itu bisa akhirnya mencintai takdirnya itu, gimana tuh Pak Pras? Nah setelah kita menyadari bahwa kita menjadi bagian dari sebab. Tidak akan aku ubah nasib suatu kaum, kalau kaum itu tidak mengubah apa-apa yang dalam dirinya.

Artinya dirinya selalu menjadi sebab mengapa keadaannya terjadi. Mengapa nasibnya ada. Allah tidak akan mengubah akibat kalau manusia tidak menciptakan sebab.

Artinya kitalah penguasa sebab. Kita diberikan kewenangan. Keuangan. Keuangan untuk apa?

Untuk menjawab. Untuk menjawab. Nah sehingga... Setelah kita mengambil tanggung jawab, sudah kita ngambil pelajarannya, baru kita bergerak menuju apa yang sungguh-sungguh kita inginkan. Karep kikuopo.

Orang Jawa bilang, mau kutuh apa dari situasi ini? Kemudian barulah kita fokus kepada memperjelas apa maunya, apa langkah-langkahnya, skill. kompetensi, pengetahuan, sikap, perasaan apa yang kita butuhkan untuk kita mampu menjalani langkah-langkah menuju yang kita inginkan.

Karena kadang-kadang kita pun nggak tahu maunya apa ya Pak Nah, kalau nggak tahu maunya apa, itu problem awal. Karena ketika kita sudah 50% tahu apa yang kita mau, sebetulnya kita sudah dapat solusinya. Jadi hanya dengan memperjelas apa yang kita mau. Itu sebetulnya sudah dekat lagi solusinya. Nah itulah hukum dalam pikiran kita.

Kalau pikiran kita nggak jelas, nggak bisa menggambarkan dengan jelas, itu tidak direspon oleh tubuh. Itulah sebabnya mengapa kalau tadi Jumat ya, kalau kotipnya misalnya begini saja, ini otokritik buat kita semua, hadirin sidang Jumat yang berbahagia, marilah kita tingkatkan iman dan takwa. Iman itu kayak apa?

Nggak ada dalam pikiran saya. Kalau dalam pikiran kita yang punya referensi, ada. Tapi buat audiens yang dimaksud dengan kotip mengatakan itu apa sih?

Nggak ada dalam pikiran saya. Namanya tidak ada dalam representation system saya. Nggak ada dalam movie of mind saya.

Nah maka challenge seorang kotip, seorang pembicara adalah bagaimana kata-kata yang kita keluarkan itu itu tergambar jelas di dalam drama pikiran audiens, movie of mind-nya audiens. Maka kalau misalnya hadirin yang hari ini duduk di karvet yang lembut di masjid ini, dan Anda merasakan sejuknya AC, tadi kan di masjidnya ada AC, dan Anda mulai menyadari Anda sedang duduk di antara saudara-saudara seiman. Dan boleh jadi satu di antara mereka sedang mengalami kesulitan hidup.

Apakah sedang nggak punya uang, ataukah istri anaknya sedang sakit, atau nggak bisa melanjutkan sekolah anaknya. Saya tidak tahu ketika Anda nanti keluar dari masjid ini, Anda datangi satu dari mereka dan kemudian Anda tanya, Saudaraku, kamu punya kesulitan apa? Kalau aku bisa bantu, aku bantu. Kalau tidak, nanti aku pikirkan cara membantumu.

Dan ketika dia menyebutkan sebuah kebutuhan dan Anda bisa memenuhinya, apapun itu, walaupun hanya uang sedikit, atau sekedar mendoakan, dan boleh jadi Allah mendengarkan doa-doa Anda dan mengubah nasib orang itu, apa yang terjadi dengan iman Anda. Engage nggak? Ini seni komunikasi dalam da'ah.

Ngantuk nggak audienya? merasa relate, oh ini relate. Karena apa?

Membawa audiens kepada situasi itu. Ini sebagai contoh saja. Ini PR kita semua ya.

Ini PR kita semua. Salah satu misi hidup saya memang salah satunya adalah itu. Menyebarkan kemampuan-kemampuan ini untuk ya sama-sama supaya kita membaikan umat.

Masyaya Allah. Jadi teman-teman sekalian, ini tentang bagaimana kita mengubah Perspektif, cara pandang, cara berpikir Dan ternyata tadi itu Kalau kita mengubah fikir Itu berpengaruh pada rasa Anda satu ilmu juga yang pernah saya dapat dari Pak Pers Ini menarik mengenai definisi masalah Pak Jadi Pak Pers pernah ngajarin masalah itu Andanya gap antara Gimana tuh Pak? Apa yang terjadi dengan apa yang diharapkan Kenyataan dengan harapan Itu masalah Nah kadang-kadang Beberapa orang itu gak jelas disitu tuh Pak Diaa merasa, hidup saya bermasalah.

Tapi ketika diminta untuk mendefinisikan tadi, itu masih burem. Apa masalahmu? Saya, masalah saya ini pasangan saya selingkuh misalnya. Terus masalahnya apa? Yang pasangan saya selingkuh.

Nah, kalau tadi definisi adalah gap antara kenyataan, apa yang terjadi dengan apa yang diharapkan terjadi, maka... Kata-kata pasangan selingkuh itu menggabarkan apa? Situasi.

Belum harapannya. Belum ada harapannya kan? Berarti kan nggak ada masalah. Makanya saya tanya, terus masalahnya apa? Ini masalah, Pak Itu situasi.

Belum masalah. Oh, saya nggak ngerti Pak, maksudnya apa? Apa yang Ibu inginkan.

Oh, saya ingin suami saya kembali kepada saya dan setia kepada saya. Nah, itu harapan Ibu? Iya. Berarti Ibu sekarang punya masalah. Dari tadi saya punya masalah.

Gini loh, Bu, maksudnya kalau Ibu belum tahu apa yang diinginkan, nggak akan ada solusinya. Nggak tahu mau ngapain saya berada pada situasi yang saat ini. Kok nggak tahu apa yang saya inginkan?

Begitu kita tahu apa yang kita inginkan, kemudian kita perjelas lagi apa yang kita inginkan, sebentar, suami Ibu kembali lagi kepada Ibu dan setia kepada Ibu, itu adalah dalam kendali Ibu nggak? Nggak ya. Itu keputusan suaminya saya sendiri.

Nah, sekarang apa yang dalam kendali Ibu? Yangng dalam kendali saya, saya perlu menjadi sebab sehingga suami saya itu mau kembali kepada saya. Apa saja, Bu. Satu, dua, tiga. Nomor satu, yang paling awal apa?

Sehingga ini membuka pintu semuanya. Saya pengen bisa ikhlas, Rido, memaafkan suami saya. Dalam kendali Ibu?

Yang, dalam kendali saya. Nah, sekarang definisinya makin jelas kan? Bagaimana caranya, jadi masalah saya adalah bagaimana caranya saya mampu memaafkan suami saya, Rido, dengan kesalahan dia. Kemudian dampaknya akhirnya dia kembali dan setia kepada saya.

Dan saya membangun sebab-sebab mengapa akhirnya rumah tangga kita ini harmonis. Jadi memahami di kotomi kendali tadi ya Pak Pras. Mana yang di luar kendali, mana yang di dalam kendali.

Jadi mungkin itu kalau ada istilah. Pengkapan yang sering kita dengar, masalah itu pasti datang bersama solusinya. Kadang-kadang kita nggak jelas nih mendefinisikan masalah, makanya solusinya nggak kelihatan.

Nggak kelihatan. Nah maka ketika orang nggak jelas menyebut masalahnya, padahal itu hanya situasi. Kalaupun menyebut apa yang diinginkan, tapi ternyata itu bukan dalam kendali.

Saya pengen tim saya kopak. Yang iya, tapi dalam kendali Anda nggak? Apa yang dalam kendali Anda yang empat?

impact-nya, dampaknya, tim menjadi kompak. Karena kompak, itu nggak akan keputusan individu masing-masing mereka. Dan kadang-kadang yang bikin kita stres, sempit dada, itu fokusnya sama yang di luar kendali. Yangng di luar kendali.

Nah, barulah ketika kita mengerjakan apaan dalam kendali kita, itu diperbesar harapan itu terjadi, yaitu dengan doa, dengan amal, dengan silaturahmi. Itu hal-hal yang di luar sense kita. yang itu kita imani mendekatkan rezeki-rezeki itu. Dan rezeki kan bukan hanya materi. Rezeki silaturahmi, rezeki kesehatan, rezeki dukungan, rezeki jawaban atas masalah-masalah kita.

Masyaya Allah. Lebih berdaya berasanya Pak ya. Memahami yang tadi Pak Pras.

Jadi kita fokus pada apa yang ada dalam kendali, ada pun yang di luar kendali tadi. perluas, diperbesar dengan doa. Kita pusing, kita jadi banyak galau, banyak resah, banyak cemas, banyak sedih, banyak kecewa, karena kita fokusnya sering pada apa-apa yang di luar kendali. Gitu Pak ya. Dan akhirnya, ya pokoknya doa saja.

Doa, doa, tapi ihtiarnya nggak ada. Bahkan perencana untuk ihtiar saja kosong. Yangng sering terjadi akhirnya ketika orang katanya, Ustadz ini doa begini, baca ini, tapi kok nggak kunjung-kunjung selesai masalah saya. Oh malah akhirnya menjauh dari agama kan?

Iya. Pak Pras, kalau kita ngomongin inner game nih Pak, tadi kita sudah sepakat ya, kalau kita menguasai ruang dalam diri kita, itu impact-nya pada apa-apa yang ada di luar. Dan tadi juga sudah kita dapat dari Pak Pras, semua itu bermula dari pikiran.

Karena perasaan hanyalah efek dari pikiran. Tapi tadi saya pengen perdalam tuh Pak, yang tadi sempat diucapkan. Anda perasaan-perasaan yang, sebenarnya perasaan itu nggak pernah salah. Saya pernah dengar itu dari Pak Pras juga, karena...

masalahnya itu ada in the frame of mind tapi ada beberapa perasaan yang ini perlu kita waspadai dan bisa jadi salah tadi merasa dicurigai, merasa ini itu gimana tuh Pak? merasa lebih baik merasa suci itu perasaan-perasaan yang bukan perasaannya tetapi ada apa dibalik perasaan itu yang kemudian apakah itu benar apa enggak? Iya, iya, iya.

Mengenai merasa lebih baik, Pak Tadi kita sempat ngobrol, Pak, sebelum kita on-cam sama Pak Pers. Kadang-kadang kita tuh suka, apa istilahnya ya, menyandarkan diri kita kepada pencapaian. Jadi merasa seakan-akan pencapaian, kesuksesan, kompetensinya itu adalah dirinya. Keakuan. Diaa menyandarkan dirinya pada followers.

Diaa menyandarkan dirinya pada viewers tadi, Pak Iya. Ketika lagi di atas. Diaa ada perasaan bangga ketika dibawa akhirnya minder.

Akhirnya inferior. Ketika sedang didekati dia ngerasa keren, ngerasa hebat. Ketika dijauhi dia jadi ngerasa lemah, insecure. Padahal kan semestinya nggak gitu Pak Gimana tuh Pak? Yang jadi kita perlu memahami perbedaan antara kita sebagai doing.

Sebagai perilaku. Doing dengan kita sebagai being. Person behavior. Kita boleh kok membuktikan diri, doing kita.

Boleh Pak ya? Boleh. Kita membuktikan. Misalnya, saya ini punya strategi di digital marketing yang membuat viewer saya akan meningkat. Dalam waktu sekian, sekian ribu atau sekian juta.

Dan itu terbukti, membuktikan bahwa strateginya benar. Itu boleh. Saya jago gitar.

Saya boleh dong membuktikan, mempertunjukkan, memamerkan kemampuan gitar saya. Sehingga orang, wow, gue pengen kayak dia itu. Karep itu. Karena kadang-kadang ada orang, enggak ah, takut dikira sombong.

Nah, itu ketika kita menghubungkan kemampuan kita dengan diri kita. Being. Bahwa kalau saya jago, saya lebih tinggi dari yang lain.

Padahal yang jago itu bukan saya. Yangng jago itu skill saya, kompetensi saya, kemampuan saya. Jadi kompetensi, kemampuan, lakukan itu boleh dibuktikan, ditunjukkan, saya punya kemampuan menjual. Saya buktikan dengan saya melampaui target terus dalam satu tahun. Itu boleh.

Tapi kalau kemudian atas prestasi saya, melampaui target satu tahun kemudian, mahal, mahal, apalah, menghina orang, itulah yang bahaya. Karena kita menghubungkan diri kita dengan sesuatu yang menjadi atribut kita, yaitu kompetensi kita. Begitu juga ketika kita gagal. Yangng gagal itu apa?

Kalau misalnya kita ditolak, yang ditolak itu bukan kita. Yangng ditolak itu proposal kita. Yangng ditolak itu penampilan kita.

Yangng ditolak itu cara kita ngomong. Kita bisa kok memperbagi proposal kita, penampilan kita, cara ngomong kita, sehingga orang itu teryakinkan. Karena kan memang tidak pernah ada orang yang menolak. Yangng ada hanya orang itu belum diyakinkan.

Belum yakin. Kalau udah yakin, teman-teman coba. Baru sekali PDKT gitu, ta'aruf gitu. Kemudian ditolak seolah-olah dirinya yang ditolak. Yangng ditolak itu keadaan saat ini.

Yangng ditolak itu boleh jadi informasi-informasi. Mutiara-mutiara terpendam yang dia belum lihat. Orang tuanya belum lihat.

Ketika dia bisa diyakinkan, maka kita diterima. Dan ini yang diterima sekali lagi, yang diterima, yang diakui, yang berprestasi, itu adalah kemampuan kita, doing kita. Sementara being kita, antara orang yang berprestasi dengan orang yang gagal, sama, kita adalah olma.

berharga dari Allah, diciptakan oleh Allah yang mahasempurna, untuk tujuan-tujuan yang sempurna, maka kita ini kan asan, sempurna selain milik Anda and the backbone lagunya Anda and the backbone ini menarik Pak karena kalau kita bahas dari ilmu hati itu memang dua-duanya penyakit maksudnya ketika berhasil dia ngerasa bangga, ketika gagal dia drop down padahal itu yang gagal atau berhasil bukan saya tapi kompetensi saya action saya Konteks-konteks saya. Nah yang bahaya itu kan kalau kita ini mempermanenkan waktu, menyegalakan tempat, dan mengakukan situasi. Sebentar Pak, ini menarik nih.

Yangng bahaya, satu, mempermanenkan waktu. Mempermanenkan waktu. Apa itu? Kalau saya gagal dulu, sekarang dan nanti saya juga gagal mempermanenkan waktu. Begitu juga keberhasilan.

Kalau saya berhasil dulu, Maka nanti pasti akan berhasil. Ini menyebabkan kita sembrono akhirnya. Kita tidak menghitung adanya risiko-risiko yang menyebabkan kemungkinan kita akan gagal.

Karena kita menganggap kalau dulu gagal, sekarang pasti gagal. Itu kalau dulu berhasil, sekarang pasti berhasil. Maka kita jadi sembrono.

Kalau dulu gagal, sekarang gagal, besok gagal. Membuat kita nggak bergerak, nggak bergerak. Kita nggak mengambil...

Kesempatan-kesempatan kita yang tidak bertumbuh. Karena keadaan dulu, yang gagal dulu apa sih? Yang gue dulu kan pernah bisnis fashion gagal.

Yang kan kita mau bisnis kuliner. Konteksnya beda. Dulu partneran sama siapa? Tuh, sama si A. Leo kan lo sama gue sekarang.

Beda. Terus dulu skill lo zaman 10 tahunnya lalu gimana? Yang gue masih goblok sih, gue masih cupu gue. Sekarang beda dong.

Oh sekarang kan udah belajar banyak. Nah kenapa lu dikungkung, dipenjara oleh? Mempermanenkan kegagalan masa lu untuk lu pakai sekarang. Mempermanenkan waktu itu bahaya. Menyegalakan tempat.

Yangng kedua, menyegalakan tempat itu gimana? Tadi. Kalau gagal di fashion, berarti lu gagal di mana-mana. Padahal masing-masing bidang itu punya challenge sendiri.

Punya opportunity sendiri. Punya threat sendiri. Punya situasi persaingannya sendiri. Punya skill-nya sendiri. Punya mentornya sendiri.

Kemudian yang mengakukan situasi Yangng gagal adalah aku Padahal yang gagal itu adalah actionku Doingku Bukan aku sebagai being Asyat ya teman-teman Jadi inget tuh Tiga hal yang berbahaya Yangng perlu kita waspadai Mempermanenkan waktu Menyegalakan tempat ya Pak Dan mengakukan situasi Itu bikin kita jadi gak berdaya Pak Gak berdaya Pak Gitu-gitu aja. Gitu-gitu aja. Masyaya Allah. Teman sekalian, luar biasa ya. Saya coba cek dulu di Instagram nih.

Tadi saya coba share di story untuk teman-teman yang mau niti pertanyaan. Uh, keren banget. Langsung.

Iya, langsung nih Pak Kita live. Nanti kita posting. Ini dari, ada salah satu... Pertanyaan dari Jung Mugni underscore Dia.

Pak Pras, bagaimana melupakan masa lalu yang benar-benar lupa diingatan? Bukan hanya sekedar blog sosmednya. Gimana itu Pak? Selama masih ada pertanyaan itu, yang pasti akan ingat terus.

Masyaa lalu itu tidak pernah bisa dilupakan. Saya pernah diputusin seorang wanita karena dia menerima lamaran sahabat saya sebagai istri kedua. Ini beneran Pak? Wah bener. Betapa.

Coba bayangkan pada saat itu betapa sakitnya saya kepada dua orang ini. Lima tahun nggak ngomong saya. Dan sampai sekarang Berakal. harus nggak lupa. Nggak lupa.

Tapi sekarang saya bisa ketawa. Ah, itu dia. Saya, waduh, ada kebersyukuran.

Oh, memang Allah itu mahadil. Sekarang saya dikasih istri yang, oh janganlah nanti dia Gr-Nya lah. Dan akhirnya...

Setelah di titik saya kemudian menerima, oke, ada satu situasi, peristiwa, sejarah hidupku yang Yang begitu, dan itu tidak bisa diubah lagi. Accept, embrace, appreciate, bahkan awesome. Wow, gue begitu gobloknya waktu itu ya.

Kok gue nggak tahu ya. Kita dapat pelajaran-pelajaran mutiara besar dari peristiwa itu, kita ambil untuk bekal yang akan datang, dan kita terima situasinya. Setelah itu kita ubah maknanya. Kembali lagi. Peristiwanya nggak lupa?

Nggak lupa. Tapi maknanya kita ubah? Yangng kita ubah adalah maknanya sehingga perasaannya berbeda.

Oke. Yangng nanti akhirnya ke depan ketika ingat itu lagi, saking seringnya muncul dan nggak ada perasaan apa-apa, lama-lama kan nggak jadi perhatian. Yangng tadinya foreground itu jadi background. Karena udah sering.

Iya. Nah, kuncinya adalah menerima tadi. Menerima ya.

Jadi memang kalau yang saya pahami pun, Perintahnya bukan melupakan, tapi memaafkan ya Pak? Menerima itu ada pintunya yang disebut dengan memaafkan. Deklarasi bahwa saya sudah terima, saya tidak akan gugat karena ini adalah sebuah peristiwa yang tidak pernah saya ubah.

Saya bisa ubah, nggak punya pilihan lain kecuali ya menerima. Pilihan saya cuma menerima atau nggak terima. Ingat terus itu karena nggak terima. Kalau terima, lama-lama lupa.

apalagi dengan makna-makna baru yang lebih memberdayakan makna yang lebih memberdayakan, jadi jangan dilupain gak usah berusaha dilupain ya Pak justru dengan peristiwa itu, peristiwa itu saya angkat sebagai bahan training dapat duit yang dulu tragedi sekarang komedi jadi fulus jadi ada banyak sekali peristiwa yang mungkin menyakitkan, bikin kita pedih, mungkin kita gak bisa lupa Luka itu mungkin masih ada bekasnya Tapi gak lagi sakit ya Pak Karena sudah kita terima Sesuatu yang sudah kita terima Diaa tidak akan muncul lagi Nah ini biasanya pasangannya nih Pak Kalau tadi ingin melupakan masa lalu Yangng kedua, mencemaskan masa depan Banyak orang yang tersiksa menderita Karena terlalu mencemaskan yang di depan Itu bagaimana kita memaknai Itu tuh Pak Kita itu cemas, khawatir, takut Terhadap sesuatu yang kita itu itu belum jelas dalam pikiran kita. Oke. Cemas karena belum jelas. Bro, lu gua kirim ya ke Atambua. Daerah mana itu?

Dia mana tuh? Waduh, kayak apa ya? Nah, pikiran kita terus mengisi sendiri dengan imajinasi-imajinasi, referensi-referensi. Eh lu tau Atambua nggak?

Wah, hati-hati lu. Waduh, apa lagi nih? Hati-hati apa? Diaa nggak jelasin, tapi kita yang produksi sendiri gambarnya itu.

Itu membuat kita cemas. Begitu kenyataannya udah di sana seminggu aja jalan-jalan, ya nggak ada apa-apa ya. Ternyata gue hanya ditakuti oleh pikiranku sendiri.

Nah maka kecemasan masa depan itu diatasi dengan belajar mencari pengetahuan sebanyak-banyaknya. Apa yang belum tentu, ya sudah tentatifkan. Jangan permanenkan. tentatifkan sebagai apa?

sebagai risk management nah apa-apa yang belum tentu terjadi referensi saja tadi risk management yang sudah pasti sudah terkonfirmasi, oh disini ada ini kita fokus kepada itu karena sebagian besar apa yang kita takutkan itu tidak benar-benar ada itu namanya prophesying, meramal di masa depan kemudian ditambah dengan yang namanya kata atau itu ngeri sekali makanya sering muncul kan kata parah nih, ngeri, mati gue namanya yang bikin lu mati nah kan kita sendiri yang menggambarkan itu nah itu namanya masa lalu, tadi sudah dibahas ini sumber penderitaan, yang kedua cemas masa depan yang ketiga nih pak, terakhir nih tapi sebentar, masih sedikit lagi untuk yang cemas masa depan oke, gimana? Anda satu tipsnya. Dengan menembus imajinasi kita terhadap masa depan yang kita takutkan itu dengan pertanyaan, kalau itu benar, apa yang ditakutkan?

Misalnya, saya takut nih dengan batuk saya. Lu takut apa? Takut ini penyakit berat.

Let's say it's true. Berat, penyakit berat. Apa yang ditakutkan?

Yang gua kehabisan duit buat biaya berobat. Let's say it's true, kehabisan duit. Terus ngapain? Yang, gue nanti mati. Let's say it's true, lu mati.

Terus yang lu takutkan apa? Yang, gue masuk neraka. Berarti lu belum siap dong mati.

Belum punya bekal dong. Lu udah mati sekarang? Belum. Lu mau pilih apa yang belum dalam kendali lu, apa yang lu mau dalam kendali lu sekarang apa.

Apa yang bisa kita lakukan? Dalam kendali lu supaya kalaupun nanti mati, ya lu udah mati. Itu salah satu caranya.

Akhirnya yang berujung pada tindakan, ada sesuatu yang dilakukan. Berdaya akhirnya. Dan kan banyak referensi di agama kita ketika seseorang mulai menyiapkan hal yang baik, baru sedikit saja mati.

Kayak cerita tentang pelacur yang menolong anjing, atau pelacur yang tobat yang kemudian di tengah jalan mati, kemudian setelah diukur dekat mana nih, tempat maksiatnya atau tempat. tempat benarnya, lebih ke benarnya, maka dia khususnya khatimah. Yangng penting dalam ada upaya dan sisanya baru Allah yang akan menilai. Kita upaya terbaik aja.

Jadi jangan sampai kita cemas tapi kita nggak ngapa-ngapain ya Pak Cemas, kita takut, tapi kita nggak ambil tindakan apa-apa. Sibuk dengan apa-apa yang nggak bisa kita kendalikan. Yangng terakhir nih Pak, ini juga bikin menderita, bagaimana kita mengubah makna?

Saat apa ya, tadi sebutnya sudah Pak Pras sedikit sampaikan tuh, saat dijelek-jelekan orang. Sekarang itu kan banyak, kalau data yang pernah saya dengar itu Pak, salah satu yang bikin kesehatan mental banyak orang hari ini terganggu itu karena medsos. Medsos itu kan orang komentar seenak gitu Pak Kalau kita nggak punya pengendalian diri, kita nggak punya self-leadership. Itu sangat-sangat terganggu tuh Pak dengan komentar yang kadang-kadang asal jeplak gitu ya.

Ngomong ini, ngomong gitu. Itu bagaimana tuh Pak kita memaknai supaya kita jadi berdaya dengan situasi seperti itu? Ini kontekstual. Karena setiap konteks itu akan beda. Boleh jadi misalnya saya di jalan melihat ada orang nyalip di bahu jalan.

Itu kesel saya. Oh iya, iya. Ini kan nggak boleh. Nggak tertip.

Tapi saya tetap memelihara kekesalan saya. Memelihara kekesalan. Memelihara kekesalan saya karena itu berguna bagi saya untuk mengingatkan value yang perlu saya setiai tentang kepatuhan terhadap aturan, tentang hak pengguna jalan lainnya. Tapi ada juga situasi-situasi di mana, ya bukan dalam kendali gue, terus daripada gue kesel seperti itu, misalnya kesel, set, set.

Tapi dia, kita masih kesel tuh. Diaa udah nggak tahu kemana. Itu kan nggak berguna. Anda titik berdamai. Padahal kejadian yang sama, hanya berjalannya waktu saja, itu bisa kemudian menjadi tidak berguna bagi kita.

Nah itulah kemudian kita punya kesadaran. Jadi kata kuncinya adalah kesadaran. Ini berguna nggak bagi gue situasi gue?

Kalau nggak berguna, apa yang lebih berguna? Nah, gue tenang. Gue bisa fokus dengerin apa. Nah supaya seperti itu, perasaan apa yang perlu kupunyai? Tenang, relax.

Supaya punya perasaan yang tenang itu, pikiran apa yang perlu gue punya. Jadi step by step ke situ. Itu kayak proses self-coaching ya Pak?

Nanya sama diri sendiri. Betul. Kalau kita udah piawai, itu prosesnya cepat sekali.

Misalnya ada juga, itu kepada hal-hal yang mengganggu kita. Anda misalnya gini, saya ini kan baru bikin lagu nih. Judulnya Bertemu Diari.

Dia cek tanggal 1 Agustus. Itu rilis. Dia Spotify. Ketika diperdengarkan beberapa teman yang saya minta, pada nangis. Kemudian saya mau bikin video klip.

Saya lempar ke grup saya, ada nggak yang bisa bikin video klip? Anda satu orang. Ini karena ini contoh yang baik, maka saya sebut namanya Mbak Ilin Pemilik Bu di Bandung.

Halifah Mbak Ilin Berakal.. Pak, sama saya saja, saya punya tim. Oke, berapa budgetnya? Nggak usah. Oh, berarti ikut serta beliau ini.

Membiayai ini kan. Allah, dapat rezeki. Nah setelah jadi, kemudian biasanya kalau di video klip, di belakang itu ada kredit title. Si editor itu lapor begini, Pak Pras, Teh Ilin nggak mau disebut namanya di sini.

Katanya takut niat. katanya untuk menjaga niat. Oke sebentar, aku ngomong sama Mbak Ilin ya.

Mbak saya tanya, Mbak Ilin, benar, Kata Masya Binzo, Mbak Ilin nggak mau ditulis namanya di kredit title karena menjaga niat. Benar Pak, saya takut niat saya berubah. Saya cuma tanya begini, berani nggak Mbak Ilin, meskipun namanya terpampang di kredit title, tetapi tetap terjaga niatnya? Hanya sekedar itu saja kan.

Akhirnya dalam dirinya memproses. Wah, aku berarti masuk ke dalam... atau bingkai berpikir yang nggak berdaya dengan imajinasu keresahanku, kecemasanku. Kalau aku lakukan itu, kemudian nanti imanku turunlah atau niatku berubah. Nah dengan pertanyaan itu, kemudian posisinya begini kan?

Aku mengevaluasi pikiranku. Oh iya ya. Terus saya tanya, kalau takut niatnya berubah karena namanya terpampang.

Kok kayaknya lemah sekali ya? Provokasi. Kok lemah sekali hanya dengan ditaruh nama saja kok niatnya bisa berubah?

Nah, maka berani nggak? Meskipun namanya ada, tetap humble. Masyaya Allah. Yang, oke.

Kalau gitu oke. Terima kasih sudah mengembalikan kekuatan saya. Nah, ini namanya jiwa yang tenang.

Yangng meskipun terpampang namanya. Dia-acknowledge, dipuji, tapi tidak mengganggu diri. Banyak orang merasa dipuji, ditulis namanya, di-acknowledge, kemudian, aduh jangan deh.

Justru ini terintimidasi kan? Justru nggak punya power. Nggak beroperasi sebagai halifah. Khalifah itu menguasai pikirannya sendiri.

Yang oke, silahkan. Karena itu adalah adab umum dalam pervelemen. Yang oke. Berdaya. Masyaya Allah.

Nah, maka... Begitulah sebaliknya tuh Pak, ketika dicaci... Ketika dicaci, ketika dicaci, kamu itu jelek, kamu itu apa.

Sadari bahwa itu adalah bingkai berpikir orang yang mencaci. Bingkai berpikir dia? Diaa. Itu adalah undang-undang yang dia pakai sendiri dalam pikirannya, yang digunakan untuk mengevaluasi kita, menyidang kita, kemudian memfonis kita.

dengan penilai seperti itu, dan itu adalah tentang cara pikir dia. Maka bagi kita, terima kasih untuk asesmennya, boleh tahu perilaku saya apa, penampilan saya bagaimana, kata-kata saya seperti apa, yang membuat Anda tadi ngomong seperti itu, saya mau introspeksi. Kita kan selalu dalam kendali akhirnya.

Kita tidak terpengaruh oleh kata-katanya, tapi mengambil makna. atau mengambil manfaat dari peristiwa ini. Dan itu membutuhkan kemampuan untuk berdaulat.

Tanpa kemampuan berdaulat, inner game kita nggak berfungsi. Kacau balok. Teman, mantap banget ya. Saya yakin teman-teman banyak banget dapat manfaat, dapat inspirasi dari apa yang sampaikan Pak Pras dalam video ini.

Saya juga yakin teman-teman pengen belajar lebih dalam sama Pak Pras. Boleh cerita sedikit nggak Pak tentang Ini Magna dan program-programnya? Yang, mau terima kasih nih kalau disuruh cerita.

Harus, harus cerita Pak Harus cerita. Yang Ini Magna itu lembaga pelatihan yang didirikan saya dan almarhum Masya Pri G.S. Yangitu budayaan dari Semarang yang wafat 2021 dan akhirnya sekarang ya saya running. sendiri bersama dengan beberapa teman. Jadi Masya Pri itu orangnya suka menginti. Menginti.

Jadi kalau apa-apa hakikatnya ini. Jadi nggak terjebak atau tidak terintimidasi oleh micin-micin kehidupan. Tapi gizinya apa? Kalau nggak ada gizinya itulah hakikatnya, intinya.

Sementara saya kan neuro semantik. Semantik itu makna. Makanya digabung jadi inti.

Maka ini adalah lembaga yang menyelenggarakan kelas, training, coaching, yang membawa seseorang itu kepada inti kehidupannya. Bertemu dengan dirinya, kemudian mulai mengolah dirinya, memimpin dirinya, bertransformasi dirinya, dan akhirnya memiliki kehidupannya lebih baik. Nah, beberapa... Program unggulan kita namanya Leadership Ini Out. Leo, Leadership Ini Out.

Itu bagaimana kita bertemu diri, memimpin diri, dan bertransformasi diri berbasis neurosemantik. Ini self-leadership. Anda juga beberapa yang lainnya lah. Program advance.

Nanti kalau diceritakan nanti satu jam ngomong ini. Oke teman-teman, nanti jangan lupa follow Instagram Pak Pras, Prasetya TM Brata, dicari aja. kemudian inti makna dan disitu banyak banget informasi kalau teman-teman mau belajar lebih dalam saya sangat sarankan teman-teman belajar lebih dalam bersama Pak Pras insya Allah jadi jalan tadi untuk bertemu diri mengendalikan diri kemudian apalagi tadi Pak? bertransformasi bertransformasi mengubah diri, mengubah kehidupan Pak Pras terima kasih banyak ini sama-sama diajak ngobrol, ngalor, ngidul ya tapi padat gizi insya Allah dibuatin kopi ya Infonya tadi udah disiapin, dibikinin mie instan ya. Jadi mudah-mudahan teman-teman juga bisa mengambil faedah, mengambil manfaat dari obrolan ini.

Dan sampai jumpa di episode selanjutnya bersama Narasumber dan Geis Speaker yang lain, bersama Inner Game Podcast. Terima kasih. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.