Transcript for:
Perkembangan Konstitusi di Indonesia

Tahap perkembangan konstitusi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi beberapa periode. Periode pertama berlaku UD 1945. Periode kedua berlaku Konstitusi RIS 1949. Periode ketiga berlaku UDS 1950, periode keempat berlaku kembali UDS 1945 beserta penjelasannya. Setelah itu UDS 1945 diubah berturut-turut pada tahun 1925. 1999, 2000, 2001, 2002 dengan menggunakan naskah yang berlaku mulai 5 Juli 1959 sebagai standar dalam melakukan perubahan di luar teks yang kemudian dijadikan lampiran yang tak terpisahkan dari naskah UD 1945. 1. UD 1945, 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949. Pada periode ini, belum semua indikator terpenuhi.

Mengingat pada saat itu pemerintah sedang memusatkan perhatiannya pada upaya untuk mempertahankan kemerdekaan dan menjaga kedaulatan negara. Pelaksanaan demokrasi pada periode ini baru terbatas pada berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan. Namun perlu diingat, ketika sidang BPUPK kita dapat melihat begitu besar komitmen para pendiri bangsa mewujudkan demokrasi di Indonesia.

Hal ini dapat diketahui dari perjuangan Muhammad Yamin dengan usulan asas perikrakyatan dan Insinyur Soekarno dengan usulan mufakat atau demokrasi tentang dasar negara Indonesia Merdeka. Mereka memiliki keyakinan yang kuat bahwa demokrasi tidak hanya sebatas komitmen, tetapi harus diwujudkan. Sehari setelah Indonesia Merdeka, tepatnya 18 Agustus 1945, Indonesia memperlakukan UUD 1945 yang merupakan perjuangan yang berakhir. konstitusi tertulis pertama, penanda diterapkannya demokrasi konstitusional.

Meski demikian, menurut Muhammad Yamin, UD ini disusun sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan sendiri. Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, BP KNIP, kemudian mengumumkan terkait belum sempurnanya UD 1945. Demikian juga Soekarno dalam pidatonya mengatakan sifat sementara UD 1945 karena didasari kurang lengkap dan kurang sempurnanya UD yang bersifat sementara. Naskah UD 1945 yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, PPKI, terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal, meliputi 71 butir ketentuan tanpa penjelasan. Menurut Yamin, Konstitusi RI yang diputuskan dalam rapat PPKI pada 18 Agustus 1945 memiliki kekuatan mengikat. Artinya, Undang-Undang Dasar ini sebagai dasar hukum yang bersifat mengikat, meskipun dikatakan oleh Soekarno masih bersifat sementara mengingat situasi, kondisi, dan kebutuhan yang mendesak saat itu.

Konstitusi ini terbagi menjadi tiga bagian. A. Mukaddimah Konstitusi yang dinamai bagian pembuka. B. Batu tentang tubuh konstitusi yang terdiri atas 15 bab dalam 36 pasal dan c bagian penutup konstitusi yang terbagi atas bab 16 pasal 37 tentang perubahan undang-undang dasar aturan peralihan dalam empat pasal dalam dua ayat pembukaan dan pasal-pasal itu dikemudian hari baru diberi penjelasan oleh Profesor dr. Mr soepomong selanjutnya UD 1945 tersebut dimuat dalam daerah Republik Indonesia tahun ke-2 nomor 7 tanggal 15 Februari 1946. Pembukaan dan pasal-pasal terdapat pada halaman 45, 48, penjelasan pada halaman 51, 56, dan teks proklamasi ada pada halaman 45. Secara garis besar, UD 1945 terdiri atas A.

Pembukaan, B. Batang Tubuh, dan C. Penjelasan. PPKI kemudian berhasil menetapkan UUD 1945 dan memilih Presiden dan Wakil Presiden, melahirkan alat kelengkapan negara lainnya, menentukan pembagian wilayah Republik Indonesia, jumlah departemen, membentuk Badan Keamanan Rakyat, BKR, dan membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat, KNIP. Setelah lembaga-lembaga kekuasaan terbentuk dan menjalankan fungsinya, PPKI bubar. KNIP dibentuk untuk menjalankan tugas pemerintahan selama belum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat, MPR, Dewan Perwakilan Rakyat, DPR, dan Dewan Pertimbangan Agung, DPA, sesuai amanat Pasal 4 Aturan Peralihan WUD 1945. Kabinet Pertama Republik Indonesia, menurut WUD, Terdiri dari Presiden dan Pembantu Presiden dalam menjalankan tugas kenegaraan yang dilantik pada 2 September 1945. Dengan demikian, sejak 3 September 1945, Presiden dalam melaksanakan tugas bekerja secara kolegial bersama Wakil Presiden dan para Menteri.

Presiden dalam melaksanakan tugas berdasarkan Pasal-Pasal Batang Tubuh dan Pasal 4 Aturan Peralihan. Artinya, Presiden juga bertindak sebagai MPR, DPA, dan sekaligus DPR. Selain itu, KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan garis-garis besar haluan negara, GBHN, melalui maklumat Wakil Presiden Nomor, X tanggal 16 Oktober 1945. Pada 17 Oktober 1945, dibentuk Badan Pekerja KNIP, BP KNIP, dengan tugas utama membentuk MPR dan DPR.

Selanjutnya, BP KNIP mengusulkan kepada pemerintah untuk mendirikan partai politik seluas-luasnya melalui maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945 yang ditanda tangani Wakil Presiden Muhammad Hatta. Dengan keluarnya maklumat tersebut, berdirilah 40 partai politik yang ikut berpartisipasi dalam percaturan politik nasional. Beberapa perubahan pada periode berlakunya WD 1945 yang disahkan oleh PPKI hanyalah hal-hal kecil dan bukan masalah yang mendasar. Perubahan-perubahan tersebut meliputi A.

Istilah hukum dasar diganti menjadi Undang-Undang Dasar B. Kata mukaddimah diganti menjadi pembukaan C. Dalam suatu hukum dasar diubah menjadi dalam suatu Undang-Undang Dasar dan D. Diadakannya ketentuan tentang perubahan Undang-Undang Dasar yang sebelumnya tidak ada.

  1. UD RIS, 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950. Konstitusi RIS secara resmi mulai berlaku pada 27 Desember 1949, setelah KNIP dan badan-badan perwakilan dari daerah-daerah memberikan persetujuan. Dasar hukum pemberlakuan konstitusi RIS adalah keputusan Presiden RIS No. 48, 31 Januari 1950. Pada 27 Desember 1949, terjadi tiga peristiwa penting lainnya, yaitu a. Penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda yang diwakili Ratu Juliana kepada Muhammad Hatta sebagai Wakil Republik Indonesia Serikat di Belanda Penyerahan Kedaulatan dari Republik Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat di Yogyakarta, dan C. Penyerahan Kekuasaan dari Wakil Belanda Lofing kepada Wakil Indonesia Sri Sultan Hamengku Buwono IX di Jakarta. Pada periode berlakunya UD RIS, UD 1945 tetap berlaku, tetapi hanya di negara bagian Republik Indonesia di Yogyakarta dengan Presiden MRA saat.

Selama konstitusi RIS diberlakukan, Banyak aspirasi yang muncul dari negara-negara bagian untuk kembali bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, NKRI. Akhirnya, pada 17 Agustus 1950, disepakati kembali ke bentuk Negara Kesatuan. Konstitusi RIS atau UD RIS 1945 terdiri atas A.

Mukaddimah, terdiri atas 4 Alenia B. Batang Tubuh, terdiri atas 6 Bab 197 pasal, dan C. Lampiran. Ada pun beberapa ketentuan pokok dalam Wuderi 1949, antara lain A. Bentuk negara serikat, sedangkan bentuk pemerintahan adalah republik, B.

Sistem pemerintahan parlementer, kepala pemerintahan dijabat oleh perdana menteri. 3. Undang-Undang Dasar Sementara atau UDS, 17 Agustus 1950 Sampai dengan 5 Juli 1959, tuntutan dan desakan rakyat dari beberapa negara bagian semakin menguat untuk segera kembali ke negara kesatuan Republik Indonesia. Negara bagian Jawa Timur menjadi negara pertama yang mengusulkan penyerahan tugas-tugas pemerintahannya kepada pemerintah RIS. Pada 15 Januari 1950, Kabinet RIS mengundangkan Undang-Undang Darurat No. 10 Tahun 1950 yang mengatur penyerahan tugas-tugas pemerintahan di Jawa Timur kepada komisaris pemerintah.

Langkah ini kemudian diikuti negara bagian Pasundan dan negara bagian lainnya pada 10 Februari 1950. Namun perlu diingat, Republik Indonesia Serikat merupakan negara yang disusun berdasarkan konstitusional. Karena itu, untuk mengubahnya juga harus dilakukan secara konstitusional. Perubahan UUD RIS ke Undang-Undang Dasar Sementara, UDS 1950, dituangkan dalam Undang-Undang Federal No. 7 Tahun 1950 tentang perubahan Konstitusi Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Apakah kalian tahu, mengapa Undang-Undang Dasar ini dinamakan Sementara? Karena memang sifatnya hanya Sementara.

Menunggu terpilihnya Dewan Konstituan Tehasil Pemilihan Umum yang akan menyusun konstitusi baru. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1950 tentang perubahan konstitusi sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, atau dikenal dengan UDS 1950. Sistematika WDS 1950 terdiri atas A. Mukaddimah, terdiri atas 4 alimia dan B. Batang Tubuh, terdiri atas 6 bab dan 146 pasal Sedangkan isi pokok yang diatur dalam WDS 1950, antara lain A. Bentuk Negara Kesatuan dan Bentuk Pemerintahan Republik B. Sistem Pemerintahan Parlementer dan C.

Ada badan konstituanti yang akan menyusun Undang-Undang Dasar tetap menggantikan UDS 1950. Pada masa UDS 1950, terjadi gejolak yang menyebabkan kondisi politik tidak stabil. Tercatat pada periode 1950-1959, terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Hal ini mengakibatkan ketidakpuasan pemerintah daerah karena pusat sibuk dengan pergantian kabinet. dan tidak memperhatikan daerah. Selain itu, Konstituante sebagai badan yang diberi tugas untuk menyusun Undang-Undang Permanen ternyata tidak berhasil.

Soekarno pun mengeluarkan Dekret Presiden pada 5 Juli 1959 yang berisikan tiga hal, yakni A. Membubarkan badan Konstituante B. Menetapkan berlakunya kembali UD 1945 dan tidak berlakunya UDS 1950 dan C. pembentukan MPRS dan PAS.

Sejak dikeluarkannya dekret tersebut, kita menggunakan Kembaliwude 1945 yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Periode ini merupakan periode di mana semua indikator demokrasi dapat ditemukan dalam kehidupan politik di Indonesia. A. Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi. Hal ini terlihat dari adanya mosi tidak percaya kepada pemerintah dan kabinet meletakkan jabatannya. B.

Indikator akuntabilitas, terlihat pada berfungsinya parlemen dan media massa berfungsi sebagai kontrol sosial. C. Kehidupan kepartaian memperoleh peluang untuk berkembang secara maksimal. Munculnya multipartai dan pemerintah memberikan kebebasan dalam menentukan ketua dan anggota pengurus.

D. Terlaksananya pemilu yang demokratis, pemilih dapat menggunakan hak pilih tanpa ada tekanan dari pemerintah. E. Adanya kebebasan berserikat dan berkumpul dibuktikan dengan berdirinya sejumlah partai politik.

Kebebasan pers juga dapat dirasakan. F. Daerah-daerah memperoleh hak otonomi yang seluas-luasnya dengan asas desentralisasi dalam mengatur hubungan pusat dan daerah. 4 UDNRI tahun 1945 5 Juli 1959 sampai dengan 19 Oktober 1999. Pemilu tahun 1955 untuk memilih DPR dan anggota konstituante terlaksana dengan baik. Namun, Konlik antara litopolitik tidak dapat diselesaikan dengan baik.

Wakil Presiden Moh, Hatta mengundurkan diri pada 1 Desember 1956. Salah satu alasan mengapa Hatta mundur adalah ketidaksetujuannya terhadap konsep Soekarno tentang demokrasi terpimpin dan penguburan partai politik yang menurutnya dapat mengakibatkan kekuasaan tanpa kontrol yang didukung oleh golongan tertentu. Konstituante yang tidak dapat mengambil keputusan mengenai rancangan konstitusi, menambah situasi politik tidak stabil. Oleh karena itu, ada upaya pemerintah untuk kembali ke UD 1945. Pada 22 April 1959, Presiden memberikan amanat kepada sidang konstituante yang memuat anjuran Kepala Negara dan Pemerintah untuk kembali ke UD 1945 tanpa melalui amandemen dengan empat alasan. Pertama, UD 1945 menjadi jalan keluar.

Kedua, makna simbolik UD 1945 sangat besar, yaitu sebagai UD yang berakar pada kebudayaan Indonesia dan merupakan perwujudan ideologi Indonesia yang sesungguhnya. Ketiga, struktur organisasi negara yang digariskan UD 1945 akan memperlancar jalannya pemerintahan yang efektif. Keempat, Kembali ke UD 1945 benar-benar sesuai hukum yang berlaku.

Amanat untuk kembali ke UD 1945 menjadi perdebatan. Tiga kali mengadakan pemungutan suara untuk memutuskan kembali ke UD 1945 mengalami kebuntuan. Pemungutan pertama dilakukan pada 30 Mei 1959 dengan pilihan mendukung kembali UD 1945. atau menolak yang menghasilkan 269 suara mendukung dan 199 menolak.

Hasil tersebut tidak memenuhi syarat karena suara yang dibutuhkan sekurang-kurangnya 2-3 dari 474 anggota yang hadir, yaitu 316 suara. Pemungutan suara kedua dilakukan pada 1 Juni 1959 yang menghasilkan 246 mendukung dan 204 menolak. Suara yang diperlukan adalah 312 suara. Pemungutan suara ketiga dilakukan pada 2 Juni 1959 dengan cara terbuka yang menghasilkan 263 mendukung dan 203 menolak.

Akhirnya, pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden dan diterima oleh DPR hasil pemilu 1955 secara aklamasi pada 22 Juli 1959. Apa pelajaran yang dapat diambil pada periode ini? Perlu kalian ketahui, kontrol pemerintahan itu sangat penting. Tanpa kontrol kekuasaan, dapat mengakibatkan kekuasaan tanpa batas dan sewenang-wenang.