Transcript for:
Navigasi Kehidupan Usia 20-an

Biasanya mereka yang mengalami depresi ini ada kaitannya juga dengan warisan genetik dari keluarga. Jadi run in the bloods itu self-sabotage itu bisa jadi waktu kecil, ini kebanyakan ya kasusku, waktu kecil dia tuh sering disalah-salahkan sama lingkungan. Kalau kita tahu kita butuh apresiasi ya kita yang harus merayakannya sendiri. Hai teman-teman semua, selamat datang di In Our 20s Podcast. Oke, jadi podcast ini adalah Navigating Life in Our 20s. Carilah jalanmu satu langkah setiap waktu. Aku Jihan. Dan aku Raffis. Dan kita berdua akan menjadi host untuk podcast In Our 20s ini. Nah, sebelum kita mulai, aku mau cerita sedikit. Kenapa sih akhirnya kita membuat media dan juga podcast In Our 20s ini? Sebenarnya kita berangkat dari satu keresahan. Jadi kita sempat survei ke sekitar 100 lebih teman-teman kita di umur 20-an gitu. Dan kebanyakan dari mereka tuh ngerasa bahwa di umur 20-an mereka tuh sebenarnya banyak banget harus bikin decision-decision yang penting di hidup mereka. Decision tentang karir, decision tentang love life, decision tentang banyak hal lainnya gitu. Tapi seringkali mungkin teman-teman yang nonton yang umur 20-an juga relate kita tuh masih bingung gitu. Kayak kita nih arahnya harus kemana? Apa yang harus kita lakukan gitu? Maka dari itu aku dan Raffis gitu disini. Kita mikir kenapa kita gak bikin sebuah podcast. Dimana kita bisa at least kita bisa kasih nih insight-insight. Untuk teman-teman navigating your life in your twenties gitu. Yes sekarang kita mau langsung cari kunci jawabannya nih. Untuk menjawab semua keresahan-keresahan di usia 20an. Yang tadi sempat Jihan bilang. Sekarang kita sudah kedatangan seorang psikolog. Coach. trainer dan juga CEO dari Klinik Ruang Tumbuh. Please welcome Kak Ayang Irma. Yeay! Yeay! Halo! Oke, jadi Kayang ini seorang psikolog, coach, trainer juga, dan juga salah satu, eh memang CEO dari Ruang Bertumbuh ya? Iya, Klinik Ruang Tumbuh. Klinik Ruang Bertumbuh, oke. Boleh diceritain Kak sehari-hari sekarang kesibukannya apa sih? Oke pertama makasih ya di episode pertama aku diundang kesini ya Terus kemudian sekarang aktivitasnya apa? Yang pasti praktik, praktik sebagai psikolog klinis Jadi biasanya seminggu tiga kali praktik Terus kemudian konsultan juga di beberapa sekolah yang terkait dengan pendidikan Lalu juga aktif di organisasi perempuan Intro Dan yang pasti jadi ibu juga. Terus kemudian mengelola klinik dan pasti juga seperti ini gitu ya. Ketemu sama teman-teman untuk psikoedukasi sih. By the way pertama kali aku tau Kak Ayang gitu ya Aku ngeliat konten Kak Ayang tuh lewat di explore aku gitu Dan waktu itu kebetulan Kak Ayang kan sering sharing ya Kak di Instagram gitu Dan aku ngeliat oh kayaknya ini salah satu masalah yang sebenernya relate gitu sama aku di umur 20an Dan pas kemarin akhirnya kita mikir gimana kalo kita bikin In Our 20s ini Aku mikir kayaknya sosok ini cocok banget untuk jadi tamu pertama gitu Kak Dan mungkin aku sedikit cerita gitu ya untuk topik Pertama sebagai pembuka gitu Episode pembuka Salah satu pas kita jadi itu kemarin kita sempat buka G-Form Dan diisi sama teman-teman kita tadi 100 orang lebih Dan rata-rata itu tuh banyak yang bilang Sebenernya in general mereka tuh bingung kayak Apa yang mereka tuh harus kejar Jadi mereka tuh bener-bener bingung Life purpose-nya tuh apa sih kak gitu Tujuan hidupnya masih belum tau nih arahnya kemana Bener jadi kayak di episode kali ini Kita mau coba bahas gitu ya Mungkin kita coba menguliti sedikit demi sedikit gitu Kayak gimana gimana sih cara kita mulai figuring out our life purpose. Karena seperti yang aku pelajari itu kan, ketika kita mungkin bingung, sebenarnya salah satu caranya adalah kita finding our life purpose gitu kan. Nah, tapi mungkin mau berangkat dulu dari satu... Perasaan yang paling sering dirasakan gitu kak Jadi salah satu yang mereka cerita Mereka paling sering merasakan adalah Mereka sering merasa frustasi dan depresi Nah mungkin kita bisa berangkat dari situ Kenapa sih kak orang-orang rata-rata di umur 20an Mereka merasa frustasi dan depresi Mungkin apa sih perbedaan dua perasaan itu Dan apa penyebabnya Oke ini menarik banget Dan pastinya juga banyak di alami ya Sama teman-teman gitu ya Di usia-usia 20 tahun Makanya juga ada yang namanya life quarter crisis Kebingungan-kebingungan Nah ini kita perlu untuk membedakan dulu Jadi kan kalau selama ini kita taunya frustrasi sama depresi itu sama-sama mengakibatkan perasaan kewalahan Gelisah, gak aman ya Jadi kalau frustrasi itu sebetulnya adalah emosi yang normal, wajar dialami oleh setiap orang gitu ya. Karena itu adalah bentuk respon, respon kita terhadap sebuah stres. Nah umumnya si frustrasi ini muncul ketika ada harapan, ada tujuan itu tidak tercapai gitu. Jadi sifatnya memang situasional saat itu kejadiannya seperti apa, lalu nggak bisa kita capai kemudian mengakibatkan kita menjadi gelisah, nggak aman ya. Nah disitulah sebetulnya frustrasi. Contoh frustrasi misalnya gagal interview kerja, putus cinta, patah hati. Patah hati juga bisa banyak karena keluarga, karena teman dan sebagainya. Sementara kalau yang namanya depresi itu adalah sebuah masalah gitu. Gangguan secara psikologis dan itu sangat kompleks. Karena ada faktor biologisnya, kemudian ada faktor psikologis, sama faktor sosialnya. Nah faktor biologis itu apa? Nah biasanya mereka yang mengalami depresi ini ada kaitannya juga dengan warisan genetik dari keluarga. Jadi run in the bloods tuh. Jadi bisa aja mungkin orang tuanya ada yang memang riwayatnya panik, cemas, atau mungkin gangguan-gangguan lain. Kemudian dipengaruhi sama psikologis. Misal... Perasaan rendah diri, terus kemudian ketidakmampuan mengatasi stres, regulasi emosi yang rendah, nah manajemen stres yang gak bagus, atau pengalaman trauma di masa kecil, inner child mungkin kalau ada yang familiar ya, itu bisa mempengaruhi. Faktor sosial ya contoh misalnya intimidasi, bullying di pergaulan sosial, di media sosial, atau di pekerjaan. Hal-hal itulah yang mengakibatkan si depresif dan biasanya kalau depresif itu indikator waktunya panjang jadi kesedihannya itu berbulan-bulan. Kalau frustrasi karena situasional dia saat itu mengalami ketegangan, mentok gitu ya gak bisa mencapai apa yang diinginkan dia marah tapi kemudian biasanya dia tetap bisa meregulate dan melanjutkan hidup. Sementara kalau depresi itu panjang waktunya, indukator waktunya panjang. Frustrasi potensial gak bisa jadi depresi? Bisa, kalau misalnya dia gak memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik gitu. Oke, berarti kalau yang aku tangkap frustasi. Itu dia mungkin bisa dibilang Lebih jangka pendek Jadi dia momentum base Ketika ada sesuatu Yang mau kita capai Tidak tercapai akhirnya kita frustasi Tapi ketika depresi ini lebih jangka panjang Satu bisa jadi Jadi frustasinya ini compounding, ada terus-terusan jadinya depresi. Atau tadi bisa jadi faktor lain mungkin biologis atau external problems tadi ya. Ada keluarga dan lain-lain. Berarti sebenarnya kak kalau misalnya frustasi itu kan tadi sehari-hari gitu ya. Berarti kan sebenarnya kebanyakan juga tuh yang lebih berat tuh depresi gitu ya. Depresi, betul. Tapi pertama-tama gimana sih sebagai kita nih di umur 20-an. Ini kan perasaan yang terus-terusan datang dan mengganggu gitu ya. Pertama gimana kita bisa menyortir dan menyeleksi apa yang... yang kita rasakan tuh sebagai apa ibaratnya kita memetakan gitu perasaan kita dan kedua gimana cara menanggulanginya gitu perasaan tersebut biar gak berlarut-larut dan kemana-mana gitu. Oke jadi kalau misalnya tadi si frustrasi ya kita mengalami sebuah situasi dimana mendapatkan informasi atau alarm dari luar gitu ya bahwa oh ini gak bisa kita achieve gitu kan pasti kan kita marah dong Anger biasanya sama takut ya karena kalau takut itu sebetulnya adalah emosi paling primitif. Jadi kayak orang frustrasi itu kenapa sih? Karena takut dia. Takut apa? Dia gak bisa aktualisasi diri dengan baik gitu kan makanya jadi frustrasi. Dia gak bisa achieve dengan baik gitu. Nah maka dari semua hal yang harus dilakukan itu pertama adalah mengenali, trigger. Gitu, jadi kita itu memang mind, body, and soul gitu. Jadi harus tahu tubuh ini tuh bereaksi karena apa. Pikiran ini biasanya responsif atau reaktif karena apa. Itu harus tahu tuh misalnya ya karena kalau tiap kali gagal aku tuh pasti marah-marah. Tiap kali gagal aku tuh pasti akan curhat di medsos misalnya. Hal-hal itu perlu dikenali, oke berarti kegagalan itu pasti membuat saya menjadi reaktif gitu dan setiap kali saya reaktif biasanya apa yang saya lakukan, nah itu harus ditelusurin. Jadi kalau selama ini sikap reaktifnya banyak yang buruk, banyak yang Gak konstruktif, banyak yang gak sehat. Dia harus kenali bahwa ini gak benar. Jadi kenali. Lalu kemudian yang kedua adalah menerima perasaan itu. Jadi ya kita harus terima emosinya. Kalau kita gagal emosinya biasanya apa? Pasti kita apa biasanya kalau gagal? Sedih, marah. Berarti ya oke saya sedih. Nah kemudian kita memproses rasa sedihnya. Memproses itu artinya apa? Itu butuh waktu gitu kan. Jadi kesedihan itu butuh waktu. Nah kalau misalnya kesedihan yang gak diproses di dalam me oke saya sedih maka saya harus melakukan sesuatu mungkin saya telepon temen mungkin saya butuh tidur mungkin saya nonton Netflix mungkin saya makan sesuatu yang comfort gitu kan. Nah itu pasti akan looping terus gitu kayak snowball gitu kalau kita gak bisa accept dan memproses gitu. Lalu kemudian kita harus punya managing stress yang cukup baik gitu ya itu penting lah. Belajar untuk tidak reaktif terhadap hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Itu penting banget karena most of the time kan semua yang di luar kita, kita gak punya kemampuan untuk bisa membuat itu aman sama kita semua. Itu yang paling penting. Sampai juga cari dukungan sih, itu penting banget. Mau frustrasi atau misalnya stres atau apapun. Harus punya support system. Jadi kalau menurut riset. Ternyata katanya kita itu. Sebetulnya perlu sekitar dua orang. Dalam hidup. Setidaknya dua orang. Untuk teman cerita. Which is kalau yang satu lagi gak bisa. Ada sisa yang satu nih. Bisa untuk diajak ngobrol. Gitu kan. Jadi ternyata itu sangat-sangat dianjurkan. Kalau misalnya ada komunitas. Ada organisasi. Seperti teman-teman seperti ini. Itu bagus banget. Jadi karena apa? Supaya. kita gak ngerasa kita sendirian, kita gak ngerasa kita kesepian gitu. Nah sampai akhirnya kalau beberapa tahapan tadi sudah kita coba lakukan ternyata gak works maka kita memang harus cari dukungan atau bantuan dari profesional gitu. Jadi beberapa tahapannya sih seperti itu. Oke berarti kalau yang aku thumbs up. Yang pertama kita kenali dulu triggernya. What triggers us. Terus habis itu kita cek gitu ya. Tadi kan kita udah mengecek triggernya. Terus habis itu kita terima dulu emosinya. Oke emosinya apa sih? Sedih, marah kita terima. Setelah terima. Terima kita pikirin sekarang kita mau salurinnya kemana. Tapi kita fokus salurinnya kalau bisa ke hal yang baik. At least tidak melukai diri sendiri gitu ya Kak. Dan orang lain. Benar. Oke berarti tidak melukai diri sendiri dan orang lain. Baru setelah itu yang tidak kalah penting juga. Kita punya mindset bahwa kita cuma bisa kontrol. Apa yang kita bisa kontrol. Jadi fokus di situ. Baru kita cari support gitu ya. Baru kalau itu kira-kira tidak bisa. Akhirnya fokus cari bantuan profesional gitu. Which is disini case-nya psikolog gitu ya. Salah satunya. Oke. Panjang ya perjalanannya ya Dan itu memang harus dihayatin sih Dan itu adalah skill kan Itu kan gak inborn Maksudnya gak dari lahir sih Tiba-tiba kita jadi punya kemampuan untuk regulate itu semua kan Jadi berdasarkan pengalaman dan pembelajaran itu sih Latihan gitu Oke Kak paling mungkin sebelum moving on to next question ya Berarti kan tadi frustasi itu Salah satunya karena gak achieve sesuatu Iya salah satunya kegagalan Berarti kalau misalnya gak achieve sesuatu Pasti kita udah set Ekspektasi tersendiri kan Tapi ya realitanya ternyata berbeda Kira-kira boleh gak sharing Mungkin tipsnya gitu Untuk kita bisa nge-set Ekspektasi terhadap realita yang nanti Nanti akan terjadi Ini menarik nih soalnya aku mau publish satu buku Yang jadinya Yang udah coming soon ya Yang ketiga Itu tentang harapan dan rasa kecewasi Karena memang klienku tuh banyak banget Isu terkait dengan ekspektasi Dan kemudian ketidakmampuan untuk accept Kalo ternyata tuh fail Nah jadi tipsnya sebenarnya apa sih? Yang pertama memang cek realita. Cek realita itu apa sih? Jadi ketika kita... memiliki harapan terhadap sesuatu atau seseorang biasanya gitu ya itu kita cek realitanya gitu artinya apakah ini mampu gak sih ukurannya kita bisa gak sesuai dengan kapasitas kita gak kompetensi kita gak gitu kan jadi harus punya daya ukur gitu karena ini beda karena kalau mimpi, mimpi kan bisa imajinatif kalau mimpi kan kita memang bebas ya imajinatif seluas-luasnya bahkan kita disuruh bermimpi lalu kan turunannya itu biasanya kan kita cita kita ya kan Lalu ada harapan dan lain sebagainya. Nah kita boleh berharap harapan itu membuat kita optimis. Tapi kemudian cek realitasnya ketika kita menginginkan ini dan itu. Apakah kompetensi kita, kemampuan kita, sumber daya kita itu mampu gak untuk bisa delivering kita menuju si harapan. Nah kemudian yang kedua kita tuh harus punya kalau aku sih penganut yang harus ada plan B gitu. Kalau perlu ya plannya sampai Z gitu kan. Karena kita gak pernah tahu pada saat kita di perjalanan. lalu mungkin ada tantangan, hambatan gitu ya mungkin bukan dari kita tapi dari yang lain-lain nah kita harus tetap punya plan itu karena perencanaan itu penting dalam tadi ya karena kan kita istilahnya wisdomnya nanti tujuan hidup apa sih gitu kan itu kan tadi ya makna hidup jadi memang harus cek juga realitanya terus kemudian tadi ya mengukur ini kemampuan kita untuk mencapai itu entah itu orang atau yang lain terus kemudian kalau aku juga pakai swan Jadi pakai Strength, weakness Opportunity, strengthnya apa Itu penting Jadi kekuatan kita itu apa Karena strategik analisas dengan seperti itu Ternyata itu cukup membantu Karena kalau harapan aja Lalu kemudian kita gak petakan Kita jadi bingung kan Terutama buat orang-orang yang selama ini Kayak spontan Karena ada orang-orang yang memang spontan aja Tapi spontan itu juga Perlu untuk dinavigasi Supaya ketika nanti tidak tercapai, saya sudah punya plan yang lain lalu kemudian bersiap dengan kegagalan gitu hmm, itu sih penting banget terutama untuk orang-orang yang perfeksionis itu susah banget kadang-kadang menerima bahwa Akan ada, kita bakalan bisa ada kesulitan ya. Kita kan pengennya semua tercapai ya harapan itu. Tapi ya tadi menerima apabila ternyata ekspektasi itu tidak seperti apa yang kita sudah targetkan. Dan kemudian yang terakhir adalah bounce back. Jadi kalau fail melenting lagi lah gitu. Belajar yang gagalnya yang mana harapan ini kenapa tidak bisa tercapai. Jangan-jangan memang kitanya kurang effort Jangan-jangan memang angle-nya beda nih POV-nya gitu kan Nah itu sih sebetulnya supaya tadi Gak sampai mengalami gangguan Secara mental gitu Biar tadi gak menuju frustasi Depresi itu tadi ya Betul Tapi accepting Lagi-lagi accepting itu harus Latihan banget ya Kita tuh kan manusia tuh kan ada ego ya Apalagi kalau misalnya kita dibesarkan di pengasuhan Yang salah atau keliru gitu ya Karena mungkin ketidakfahaman orang tua kita Maka egonya tuh kadang-kadang Yang teriak gitu Egonya ingin di feeding terus Jadi ketika gagal pun Dia kayak Sama diri sendiri dia gak bisa accept Akhirnya dia pakan self blaming Self blaming terus kemudian self harming Semua yang berhubungan sama tadi ya Yang merusak diri sendiri gitu pada akhirnya gitu kan Oke Yes, thank you kak. Oke, ini ada lagi nih yang pertanyaan atau dari curhatan-curhatan orang nih kak. Ini terkait, kalau tadi kan kita berbicara ekspektasi juga gitu. Nah, tapi ternyata ketika kita melihat achievement orang-orang lain itu kadang kita juga kadang suka FOMO gitu istilahnya. Fear of missing out gitu. Betul, betul. Nah, itu apakah berhubungan juga tuh kak dengan social pressure atau tekanan-tekanan dari sekitar kita gitu. Iya, FOMO itu di usia remaja menengah sampai akhirnya nih. dewasa awal itu adalah fenomena yang paling sering. Jadi kalau ada yang mengalami itu dia gak sendirian. Karena kebanyakan memang mengalami ketakutan misalnya kehilangan momen menyenangkan atau kehilangan situasi dimana dia harusnya, harusnya gue tuh disitu loh, harusnya gue ngikutin nih trendnya gitu ya. Nah ada ketakutan itu. Jadi FOMO itu memang basicnya fears gitu ya, si rasa takut dan takut itu tadi ya kita udah bahas itu adalah sebuah emosi paling primitif. Nah ketakutan tadi itu juga karena banyak penyebabnya, kenapa dia gak seperti itu. Yang pertama juga. Karena dia gak punya cukup percaya diri Lalu dia mungkin juga self value nya rendah Jadi dia menilai dirinya tuh selalu kurang Kalaupun ternyata dia berhasil melakukan sesuatu Bisa jadi itu karena faktor luck aja Bukan karena saya memang mampu disitu Ya mungkin itu salah satunya imposter syndrome ya Jadi yang FOMO itu diantaranya juga ternyata Mereka yang suka mempertanyakan kapabilitas diri sendiri gitu, akibatnya dia terserang imposter sindrom juga terus kemudian biasanya yang FOMO itu juga beberapa ya, kalau dari pengalaman praktekku adalah orang-orang yang perfeksionis, ketat perfeksionis, jadi karena kalau dia gak ikut sesuatu yang misalnya hype, trend dan sebagainya, lalu kemudian dia melihat situasi sosialnya lalu Itu secara gak sadar dia melakukan perbandingan diri kan secara sosial. Dia bisa kok gue gak ya. Kok dia ngelakuin itu kok gue gak ya gitu. Nah itu yang kemudian mendorong dia akhirnya yang gak mau tau gitu. Akhirnya dia mau melakukan itu padahal mungkin bukan kompetensinya. Mungkin dia sebenarnya gak minat juga. Cuman karena dia pengen terlibat dan pengen gak ketinggalan gitu ya. Nah itu juga. Sama orang-orang yang memang gak punya keajegan terkait dengan self-concept. Jadi konsep dirinya tuh. konsep tentang dirinya aja dia gak jejek gitu kan gue tuh kuatnya apa, apa yang masih harus di upgrade, nah itu jadi setiap orang kan harus ada peta konsep nah jadi kalau dia gak punya konsep diri, akhirnya dia terombang ambing tuh, galau, kalau misalnya ada sesuatu hal yang konformitas nih pergaulan sosial dia gak ikut disitu, dia merasa dia akan ketinggalan tapi kalau konsep dirinya positif dia gak akan peduli, orang lain mau ngelakuin apa, ya gue gak harus ikut itu, karena Saya adalah pribadi unik dan berbeda. Dan dengan keistimewaan saya, saya bisa menjadi seseorang tanpa harus ikut-ikutan. Nah itu sih sebenarnya. Jadi betul-betul harus aktualisasi diri dulu gitu ya mengenal diri. Iya, sebetul. Kalau sekarang kan banyak banget konser-konser misalnya. Iya, sebetul. Mungkin dia gak dengerin lagunya tapi kayak, aku nonton deh gitu. Padahal secara finansial gak mumpuni gitu. Jadi dia kayak mengorbankan banyak hal untuk sesuatu supaya gak ketinggalan. Si sesuatu yang saat itu jadi Pembicaraan Banyak sih kayak gitu ya Tau gak lagunya? Enggak Yang penting post di Metos Orang lain kemudian memvalidasi Dapet likes Dapet love, dapet komen Itu tervalidasi Nah sementara kalau orang-orang yang kuat Identitasnya, kuat konsepnya Dia gak akan Ikut-ikutan seperti itu gitu. Aku jadi ada satu pertanyaan nih Kak. Tambahan sedikit gitu ya. Jadi karena kebetulan aku tuh backgroundnya di marketing. Jadi salah satu yang aku pelajari itu. Sebenarnya in general Indonesia tuh salah satu negara yang FOMO-nya tuh paling tinggi. Compared tuh kayak negara di Eropa atau di Belanda atau di Jerman. Bahkan aku punya teman-teman yang di Jerman gitu. The moment mereka di sana kayak yaudah sosial media gak matter. Mereka udah gak ngeliatin orang lain ngapain gitu. Nah dan aku mikir... Saya pikir kayaknya it has something to do with our society gitu, the peer pressure. Menurut Kak Ayang sendiri gimana sih sekarang society dan environment kita ini yang shape the FOMO things ini gitu? Oke mungkin aku tracing dulu ya, sebenarnya budaya Indonesia tuh bagus banget. Kebersamaan, bener gak? Kebersamaan, gotong royong, tolong menolong gitu ya. Jadi dari kecil tuh kita diajarinnya itu kan gitu ya. Terima kasih. Apa berkelompok gitu ya harus ikut apa kita nanti ikut gitu ya kebersamaan-kebersamaan yang dari kecil kita diajarkan Tapi jarang banget yang ngajarin tentang walaupun kita bersama yang lain tapi kita adalah individu yang berbeda gitu ya Belajarin tentang konsep diri anak, ngajarin tentang kamu tuh berbeda, unik, luar biasa, kamu punya keunggulan ini. Itu jarang banget memang di orang tua-orang tua dulu ya. Harusnya sih kalau sekarang dengan adanya pet sauce terkait sama parenting dan sebagainya orang tua jauh lebih bisa belajar. Jadi kebersamaan dan gotong royong itu akhirnya munculkan rasa ingin selalu sama-sama. Nah gitu. Hanya aja makin kesini isunya Gen Z gitu. Itu jadi kayak, ya udah lo harus ngikut terus sama-sama. Karena kalau gak sama-sama gak ikut itu lo gak solidaritas. Lo gak setia kawan. Lo gak bagian dari tim kita. Makanya kenapa... Ada banyak perilaku bullying berkelompok kan gitu ya jadi itu karena ya kebersamaan itu konformitas itu menjadi sesuatu yang mungkin dari kecil ya udah harus bareng-bareng harus bareng-bareng Since itu ternyata gak kita lakuin bareng-bareng ngikutin tren lo jadi outsiders dan lu tuh gak asik gitu, nah itu sih sebenarnya jadi melihatnya tuh lebih ke angle bagus karena kita diajarkan budaya kebersamaan gotong royong tapi di sisi lain kalau gak dimaknai dengan baik maka itu bisa jadi salah Yang dihayatin juga salah kan. Oke berarti biar bareng yaudah deh. Apa kayak kalau tadi konser. Walaupun susah payah mungkin untuk collecting uangnya. Buat bayar konser. Yang penting temen gue berangkat. Misalnya ke luar negeri buat konser. Gue harus ikut gitu. Biar bareng-bareng aja gitu kan. Kayak gitu sih. Oke. Berarti kalau ini secara sosial media kan semua. Kalau misalnya kita ngomong konser lagi gitu. Ya itu kan FOMO-nya karena ngeliat orang nge-post. Orang nge-post gitu kan. Berarti seberapa besar pengaruh sosial media itu sendiri gitu kan? Sangat. besar ya, maksudnya ya karena pertama kita udah hidup di era digital ya, jadi tadi, mungkin kita balik lagi kepada sih, kenapa orang sekarang tuh gampang banget stress kenapa orang sekarang gampang banget terbawa sama situasi, karena memang pengaruh salah satunya itu teknologi informasi, media sosial apalagi memang Indonesia kan pengguna tertinggi juga ya di Asia Tenggara ya terkait sama media sosial gitu kan jadi memang ah Media sosial itu istilahnya adalah buat orang-orang yang ingin tetap tervalidasi, ingin diakui keberadaannya. Karena gini, kita kan pasti setiap orang tuh ada rasa ingin dilihat. Ya kan, ada rasa gitu ya, ingin dilihat, ingin terakui itu ada rasa. Nah kalau beberapa orang memang gak cukup diakuinya dari sisi internal, misalnya family, friends, dan lain sebagainya, maka salah satu potensial dia untuk terakui itu di media sosial. Karena kita bahkan ketemu banyak orang yang kadang-kadang kita juga gak kenal kan, terus kemudian dia apresiasi kita. Nah disitulah, jadi kayak dopamine-nya nih hormon yang kesenangan di dalam otak kita, Kayak di like sekali, dua kali di komentarin. Lalu dia kayak mencari-cari kesenangan. Oh berarti saya sumber kesenangannya bisa dari medsos. Makanya tadi ya banyak lah misalnya konten kreator yang kadang-kadang mungkin cuman daily life aja. Tapi dari situ dia dapet banyak apresiasi, dapet komentar, dapet like. Dopaminnya itu bekerjanya seperti itu. Si hormon bahagianya dia di dalam otaknya. Jadi kesana. Makanya jangan sampai jadi candu media sosial. Karena akhirnya dia merasa bahwa sumber bahagianya Dia tuh selalu dari medsos Once dia gak pake medsos dia gelisah kan Karena dopamine itu Kesenangannya gak tersalurkan Wow serem sih Karena screen timenya juga banyak banget sekarang ya Aku punya beberapa case gitu loh Jadi casenya itu memang Adiksi terhadap media sosial Karena otaknya terokupasi Terokupasi itu kayak stuck aja Kekunci sama notif-notif yang masuk Yes Dan dia tuh punya medsos itu sampai beberapa multi. Beberapa akun ya. Beberapa akun, beberapa medsos gitu. Jadi lebih dari 4-5 medsos gitu ya. Itu danderm aja ya Akhirnya dia kekunci pikirannya Untuk terus checking up Medsos Supaya gue gak FOMO Tapi mungkin Selain dopamine tadi ya Efek senangnya Kadang sosmed pun jadi rasa Banyak muncul rasa iri Ngeliat pencapaian orang Kira-kira gimana sih kita biar mindful Ketika liat sosmed Apalagi ngeliat pencapaian orang Kalau aku sih selalu saranin gini sih Buat temen-temen yang Maksudnya Makanya kita perlu berkesadaran ya pada saat menggunakan medsos. Kalau misalnya kita lihat satu postingan. Perasaan kita tidak enak. Misalnya kita jadi ada kebencian. Kan kita bisa ngukur ya. Itu yang menimbulkan comment gitu ya. Iya kan. Julid itu gitu kan. Jadi netizen seperti itu. Jadi kalau kita lihat postingan. Lalu kemudian kita tuh ada muncul perasaan. Emosi negatif tapi bukan yang memacu kita untuk, ah gue juga bisa, gue pasti lebih, maksudnya bisa gue gak bisa. Ya kan itu positif ya, artinya ada sebuah tayangan lalu kita manfaatkan untuk optimalisasi diri. Tapi kalau... Itu ada lalu kemudian. Muncul iri hati dan benci dengki. Menurutku sih unfollow. Unfollow gitu. Karena gak sehat. Jadi gak sehat. Tapi kan kita orangnya kan penasaran ya. Kita tuh kayaknya suka stalking, pengen tau, kepo. Nah kita harus jaga banget boundaries kita gitu. Jadi yaudah jaga diri, jaga supaya emosinya jadinya gak negatif. Karena akan ngaruh dominonya ke pekerjaan atau offline gitu ya. Jadi kehidupan nyata akan terpengaruh. Jadi kalau saran gue, once kalau teman-teman ngeliat emosinya udah gak enak, muncul rasa kebencian, iri, dan kemudian udah unfollow aja. unfollow, hide dan lain sebagainya itu cara yang healthy jadi follow aja itu yang bisa kita kontrol karena kalau gak ya tadi akan mengurasi energi kita gitu Kayang, tadi Kayang juga sempat bilang Itu impostor deh kayaknya Impostor sindrom Nah ini apakah dia Correlate sama self-sabotage gitu gak? Jadi misalnya dia Misalnya kalau aku kan aktifnya di Performing Arts, jadi banyak audisi-audisi Tapi selalu takut audisi karena Kayak, ah yang lain lebih bagus Jadinya nutupin skill diri sendiri Jadi kalau self-sabotage itu kan Sebenarnya perilaku ya, jadi perilaku Dimana kita membatasi Aplikasi akses diri ini untuk lebih berkembang dengan lebih baik gitu ya. Dan salah satunya memang di dalamnya itu ada keraguan-keraguan. Nah sindrom impostor ini kan bukan gangguan, tapi ini sebuah fenomena secara psikologis yang bisa dialami seseorang ketika dia merasa bahwa dirinya itu tidak. punya kompetensi, tidak percaya diri dan dia mungkin lebih kalaupun dia berhasil dia questioning ke dirinya sendiri, enggak enggak ini sebenarnya karena gue lagi beruntung aja gitu kan, terus kayak karena Allah tuh lagi baik deh padahal sebenarnya dia udah Memang kompetensinya tuh bagus gitu kan. Nah itu biasanya self-sabotage itu bisa jadi waktu kecil, ini kebanyakan ya kasusku, waktu kecil dia tuh sering disalah-salahkan sama lingkungan. Wow. Lu tuh gak bisa gitu. Masa gini aja sih gitu Harusnya kamu tuh bisa loh Dapet 100 gitu Kenapa matematikanya cuman 8 Cuman 9 gitu kan Padahal dia ampuh dia udah effort Nah jadi waktu kecil dia sering disalah-salahin sama lingkungannya Entah sama orang tuanya Sama gurunya Atau sama kakaknya Dan sebagainya Akhirnya dia proses penghayatannya bahwa Ya dia tuh gak cukup baik Gak jauh Cukup oke Gak cukup Optimal Sehingga ketika dia diperjalanin hidupnya Mencapai prestasi pun Dia selalu menganggap itu Karena faktor eksternal Bukan karena saya bisa Tapi karena luck Ya itu karena guru aku aja yang sering ngingetin Tapi bukan karena dianya Lalu kemudian ya tadi Sabotasi dirinya akhirnya selain impostornya muncul Dia akhirnya apa? Nunda-nunda kan Karena apa? Menghilang hindari sumber stresnya contohnya kayak deadline kerjaan atau deadline skripsi ya kan, itu adalah ya proses menunda dia karena dia gak mau berhadapan sama si sumber stresnya kewajiban dia itu karena apa? ya pasti juga nanti hasilnya gak bagus, gitu jadi dia udah overthinking duluan dengan yang nanti mungkin akan terjadi padahal itu adalah skenario dalam pikirannya sendiri kan, dia make up the stories sehingga dia jadinya saya gak menghadapi itu deh, mendingan saya menghindar kan bahaya ya, kalau kayak pekerjaan atau kemudian skripsi, akhirnya itu yang bikin jadi tertunda lama karena once dia udah udahlah nanti aja gitu kan itu akan loopingnya ya gitu terus, jadi ada ketakutan ketakutan gitu, lama-lama akhirnya dia gak perform Gitu kan Tapi sebetulnya gimana cara kita Betul-betul bisa identify diri kita tuh Lagi self-sabotage Karena kan kalo dari yang Kak Em jelasin Berarti kita tuh we believe Kalo itu tuh semua faktor eksternal Pencarian kita Jadi kita gak tau kalo kita tuh lagi self-sabotage Makanya aku selalu menyarankan sih Kalo pada saat coaching juga ya Dia harus belajar identify Strengthnya Entah itu sifatnya atau perilakunya atau keterampilannya dan juga emosinya. Misal, kak aku strength aku tuh sebenarnya kalau ketemu sama orang aku tuh mampu loh untuk mendengarkan dengan tenang. Nah itu strength gitu kan. Jadi dia harus identifikasi dulu nih apa yang ada dalam dirinya ya. Terus ternyata di sisi yang berbeda weaknessnya dia lack of time management. Ya kan misalnya aku tuh kadang-kadang suka mageran. Nah itu kan reflex ya mageran in terms of untuk relaxing sama menghindar dari pekerjaan atau tugas. Itu kan beda tipis banget nih magernya mager apa nih. Nah itu dia harus kenali dulu gitu. Terus kemudian kita harus belajar bahwa kalau aku tuh selalu. Bilang bahwa Tuhan itu tuh sudah kasih kita banyak banget hardware ya kayak misalnya miliaran cara otak lalu sensorik sebenarnya itu membuat kita Kita berkompeten asalkan kita mau willing to latihan. Karena kayak tadi ya untuk bisa sampai tahapan mastering something kita perlu latihan. Mau gak untuk bersusah-susah itu. Jadi lebih ke mindset sih. Supaya apa? Kita gak dilanda tadi sabotase diri itu. Oke lah dulu orang tua kita gak ngajarin gimana caranya apresiasi diri. Nah kalau kita tahu kita butuh apresiasi ya kita yang harus merayakannya sendiri. Gitu kan. Maksudnya ya nunggu siapa gitu kan. Celebrating entah kayak misalnya play apa namanya dating dengan diri sendiri itu kan penting ya. Play date sama diri sendiri itu penting. Nah itu salah satu bentuk kita merayakan hal kecil sehingga kita gak lagi. tadi melukai diri sendiri, melukai perasaan sendiri dengan sabotase-sabotase tadi gitu jadi salah satu caranya adalah merayakan diri sendiri itu penting banget ini merinding sih sedikit merayakan diri sendiri kadang suka lupa sih iya bener sering banget gitu, aku pun juga gitu ya kadang-kadang miss disitu padahal eh hari ini tuh ternyata udah ini loh gitu kan terus ngapain yaudah akhirnya ngerahinnya apa cukup, bilang thank you ya aduh thank you ayang gitu kan itu aja tuh udah kayak wow banget sih gitu karena nungguin orang lain untuk lo tuh hebat ya lo tuh keren kadang-kadang kan kita gak dapetin itu ya dari orang pasangan kita pun juga kadang-kadang gak notice gitu untuk kasih itu kan jadi yaudah diri sendiri aja gitu cukup mau dikenangis cukup tertohok ya Oke, nah tadi Kak kan kita udah ngobrolin nih ya Tentang tadi apa tentang frustasi depresi perasaan kita sehari-hari Terus tadi juga kita masuk ke FOMO Dan akhirnya kita juga ngomongin self-sabotage gitu Nah nextnya aku Mau nanya nih, berarti kan nextnya Apa sih yang kita bisa lakukan Dan salah satu Yang banyak banget diresahin In general, itu banyak banget orang Yang nanya kayak How to figure out What they actually like, atau what they actually Good at, atau what they actually Want to do, yang gitu-gitu Nah, mungkin salah satu yang Aku pelajari juga gitu ya, kalau ngomongin Sekitar creating startup itu kan Ada yang namanya kita tuh harus A-B testing dulu Means kita nyari mana sih Mana sih yang market fit, mana sih yang cocok gitu kan. Nah apakah ini juga apply dalam kita menemukan jati diri kita gitu. Dan gimana sih Kak pola pikirnya? Iya jadi kayak misalnya A-B testing itu kan kayak semacam metafora lah ya. Maksudnya metafor pada saat kita ingin menemukan apa yang paling suitable sama kita gitu kan. Biasanya itu lebih ke nanti transformasi perubahan kan. Mau ke pastinya ke arah yang lebih baik dong ya gitu kan. Nah jadi istilahnya kalau kita testingnya pakai A dulu berarti mungkin itu tipenya yang konvensional, cara-cara tradisional yaudah gagal yaudah deh gitu mentok gitu kan. Sementara kalau pakai yang testing yang di B mungkin itu lebih ke yang modern, growth mindset ya kan. Sementara kalau E mungkin itu pilihannya adalah yang fix yaudah gagal ya gagal aja gitu kan. Sementara kalau yang pakai perencanaan pakai testing B nya ya tadi. yang modern kemudian grow terus kemudian cari nih ditelusuri gitu kan apa yang sekiranya ini memungkinkan kita untuk berhasil Lalu apa yang dilakukan? Biasanya sih untuk bisa grow lebih positif tentang diri terutama gitu ya. Cari dulu apa yang paling kita sukain sih gitu. In case misalnya kak aku kerja nih tapi sebenarnya aku gak suka kerjaannya gitu kan. Kok bisa gitu ya dari situ. Karena kan desakan ekonomi ya. Misalkan banyak tuh yang kayak gitu ya. Jadi desakan ekonomi terus kemudian dia mau gak mau kerja di tempat itu. Padahal sebenarnya dia gak suka sama kerjaannya. Tapi kayak gitu. kan dia harus finding the ways dari situ, apa yang paling dia sukain oh ternyata environmentnya kak jadi paling tidak dari sesuatu itu, dia harus menemukan apa yang paling dia sukain, karena balik lagi, ketika kita mengerjakan sesuatu itu ada emosi yang bekerja emosi itu mempengaruhi minat nah minat itu yang mendorong kita untuk termotivasi, ya bahwa mungkin kerjaannya saat itu kita gak terlalu suka, tapi ternyata lingkungan kerjaannya itu joyful pokoknya menyenangkan deh... Kita pasti akan tetap tuntas ngerjain itu. Jadi cari dulu sebenarnya apa yang paling kita sukain. Telusurin itu. Terus kemudian eksplorasi memang gak ada yang lain. Jadi eksplorasi itu ya memang mencoba gitu kan. Mencoba berbagai hal pengalaman baru. Disitulah kita jadi tahu ternyata di bidang-bidang itu kita bisa loh gitu kan. Untuk bisa berkembang ya. Jadi kita akan belajar banyak hal dari situ Terus kemudian belajar bikin perencanaan Dengan analisa tadi ya SWOT itu penting banget Karena itu bagian kita merencanakan masa depan kita kan Tujuan hidupnya mau apa Karena kan hidup ini pasti ada kebermaknaan dong Gak egois lah Karena kita sendiri juga gak akan bisa Gimana-gimana gitu kan tanpa kehadiran orang lain kan. Jadi intinya pakai tadi si A-B testing itu ya betul gitu. Supaya dengan yang ini bagaimana, yang dengan ini bagaimana. Mana yang paling memungkinkan kita untuk grow, bertumbuh. Sehingga disitulah nanti kita menemukan tadi. Hidup yang kita inginkan tuh yang seperti apa sih. Dan biasanya virtue, virtue tentang kehidupan itu. Mostly rata-rata di atas usia 40 tahun. Gitu. Jadi kebijaksanaan mengenai hidup itu. Ternyata ditemukannya jejaknya tuh udah usianya 40-an. Makanya 20-an itu mostly kebanyakan eksploratif. Makanya dia kan galau ya. Bingung sama... tekanan sosial, apalagi kayak fenomena sandwich generation, ya kan harus support orang tua supporting keluarga juga dianya sendiri juga masih belum full banget dari segi macam-macam, nah itu yang bikin dia jadi kewalahan kan, jadi memang bikin planning Terus kemudian Nilai mana yang resikonya paling kecil Supaya ketika kita Mengerjakan itu Kita mencapai apa yang sebenarnya Kita inginkan dalam hidup Sorry mungkin boleh sedikit nih Apakah eb testing dalam kehidupan ini tuh bisa terukur waktu, let's say in terms of Pekerjaan Tadi kan misalnya kita Mungkin 1-3 bulan awal itu ya memang belum ada Apa attach secara Belum bisa mengayati banget Itu apakah bisa diukur waktu atau gimana Itu very subjective ya Jadi karena kan personal banget gitu Jadi pada intinya kita boleh Kita boleh untuk bisa Membuat target waktu Disitu Tapi balik lagi waktu itu hanya media Ya Karena yang membuat kita menjadi tau sebenarnya diri ini bisa grow itu kan kitanya sendiri kemauan kita nah si waktu itu hanya media ini di 3 bulan ini lu udah ngelakuin apa di 3 bulan ini udah ada gak sih sedikit yang bertumbuh dari diri dan lu sehat gitu nah itu checking upnya kayak gitu nah itu juga gak masalah jadi kalau bikin target waktu itu itu adalah sebuah media untuk mengukur lalu makanya kenapa kalau di setiap pekerjaan pekerjaan kan 3 bulan gitu ya dengan Dengan harapan. Karena di terapi secara psikologis juga kadang-kadang waktunya itu sekitar 4 bulan. Untuk perbaikan sebuah perilaku. Kalau misalnya di periode pertama 3-4 bulan ternyata belum ada perbaikan. Masuk periode kedua. Dan itu kan kita bisa renew. Karena metodenya nanti mungkin oh mungkin bukan yang ini. Mungkin kita coba yang ini lagi gitu kan. Sampai benar-benar mendapatkan kenyamanan. Akhirnya ada progres kan gitu. Walaupun sekecil apapun ya progress adalah progress kan Dia gak stuck disitu Oke Nah selanjutnya nih kak bahas tadi Tentang roadmap terus habis itu Mungkin memapping life plan gitu ya Salah satu yang kayaknya tuh Kebanyakan orang-orang di umur 20an Tuh resah tuh karena mereka ngerasa kayak Misalnya mereka ngerasa Kok udah umur 24 Udah umur 25 Tapi baru bisa Satu hal gitu Baru bisa sedikit gitu Dan rata-rata Orang tuh mindsetnya kayak Harusnya tuh udah bisa Banyak hal gitu Padahal kan sebenernya Namanya itu kan Apa ya Road map Road map kehidupan ya Ada hal yang dipelajari gitu Dan tadi ada kata-kata yang aku kutip juga dari Kak Ayang. Yaitu rata-rata orang baru wise gitu ya. Mungkin benar-benar jejak jati dirinya umur 40-an gitu ya. Berarti what kind of mindset sih Kak sebenarnya yang harus kita terapin gitu ya. Di umur 20-an tadi. Ya walaupun sebenarnya jalannya dikit-dikit. Sebenarnya gak apa-apa banget gitu. Jadi kayak what kind of mindset yang harus kita percaya. Dan tadi misalnya ada gak sih Kak framework untuk membuat life plan. Tadi kan salah. Salah satunya misalnya SWAT gitu ya. Iya salah satu. Salah satu juga kan misalnya kita sering baca itu Ikigai gitu. Iya Ikigai betul. Nah apa sih mungkin yang kayak paling-paling mudah bisa diterapkan untuk dipercayai. Balik lagi sama orang-orang di umur 20an ketika mereka ini masih figuring out banyak hal gitu. Aku sih selalu mendorong teman-teman untuk bikin life goals itu berdasarkan tiga hal. Yang general ya kan terus kemudian yang spesifik. Kemudian yang very personal gitu ya jadi in general tuh dia mau ngapain sih dengan hidupnya Misal kak aku pengen banget bantu orang bermanfaat itu kan in general ya kan Terus spesifiknya apa gitu misalnya in terms itu adalah pekerjaannya melalui pekerjaannya Tapi di tracing misal kayak saya adalah marketing director ya kan Tapi saya punya life goalnya adalah secara general bermanfaat. Tapi dengan marketing directornya itu kebermanfaatannya yang mana? Nah itu tuh harus ditelusurin gitu kan. Lalu secara personal nanti kepuasan macam mana yang saya inginkan. Misal dengan saya marketing saya kasih tau orang mengenai penggunaan skincare ini misalnya gitu ya. Terus dia pakai dan dia menemukan bahwa ternyata dia lebih glowing, lebih catchy dan lain sebagainya. Berarti oh itu feedbacknya saya adalah kepuasan secara personal gitu. Jadi sebenarnya tiga itu aja dulu gitu. Jadi kita buka dulu ini tujuanmu ngapain sekarang. Ya tadi kan kalau paling klise banget ingin bermanfaat buat orang. Orang banyak gitu ya. Tapi turunannya tuh kadang-kadang gak spesifik. Betul. Dan kemudian pencapaian untuk pribadinya apa nanti? Apa kepuasan macam apa? Lalu misalnya ya pokoknya nanti dengan itu ya pasti kan bonus dari income-nya ada kak. Nanti kalau udah ada nanti ini buat orangtuaku misalnya umroh. Itu aja udah goals juga kan dalam hidup dia gitu. Terus sama kalau aku satu lagi kebetulan karena aku mindfulness trainer ya. Jadi belajar untuk tenang sih. jadi mindful itu help Full banget deh, jadi karena kita itu suka chaos kan, di dalam kepala itu tuh gak sinkron. Jadi kayak misalnya kita lagi di sini nih kayak dirimu ngobrol gitu ya, tapi sebenarnya kan di sini udah munculnya ada pertanyaan lain nih pengen ditanyain gitu ya. Nah jadi kadang-kadang kita perlu untuk oke fokus dulu sama yang sekarang nih, apa yang kamu kerjakan, karena kalau yang sekarang aja beres kamu kerjain, itu dominonya ke depan tuh beres banget gitu. Jadi itu yang paling penting sih. Jadi setiap mengerjakan itu. Tensinya adalah fokus dulu sama yang sekarang. Hiruk pikuk di luar itu. Itu tidak bisa kita kontrol. Bikin life goals yang jelas seperti tadi. Lakukan. Jadi konsisten aja. Gitu. Being consistent itu. Itu yang terberat juga. Konsistensi sama komitmen. Itu berat banget. Tapi once kita udah bisa continue. Ngelanjutin. Minimal 6 bulan aja ya. Itu tuh udah helpful banget sih. Untuk menjaga kewarasan kita Konsisten ya Kedengerannya mudah Tapi sebenarnya susah Teorinya sih konsisten Tapi pada saat ngelakuinnya Harus balik lagi ke Mengingat goals kita sih Kita mau ngapain Satu pertanyaan Pertanyaan follow up dari ini Kak. Dari topik ini yang aku tertrigger mau nanya gitu. Tadi aku nangkep dari Kak Ayang. Oke salah satunya adalah kita bikin life goals gitu. Tapi kayaknya ada beberapa penyebutan. Apakah itu fulfilling ini? Cukup gak sih ketika kita ngejalanin. Dan mungkin salah satu yang setelah aku pikir-pikir. Mungkin iya banyak hal yang ketika orang ngejalanin. Mereka tuh ngerasa gak puas. Karena gak ada fulfillment itu. Jadi sebenarnya apa sih kak yang kita cari. Maksudnya is it validated gitu ya. Bahwa kita sebagai manusia tuh. Kita akan selalu mencari fulfillment. Itu bahkan di pekerjaan kita. Dan apa berarti yang bisa kita petakan. Perasaan kita. Supaya kita bisa. Bisa mengejar tuh rasa fulfillment itu. Apa sih yang harus kita pelajari? Oke itu balik lagi tentang rasa cukup sih. Tiap orang tuh punya kecukupan yang beda-beda ya. Jadi kayak yaudah ini cukupnya ya segini. Tapi cukup orang lain tuh ini apa beda. Dan itu very subjective sih sebenarnya ya. Jadi rasa cukup itu sebenarnya ya balik lagi sih tadi ya. Tujuan kita tuh mau ngapain gitu ya. Kecukupan itu jadi. kayak ngebantuin orang terus ada rasa kepuasan dia cukup gitu sama satu lagi yang seringkali orang missing out gitu ya miss out itu ngebedain antara needs dan wants itu tuh kayak apa ya kan bedanya tipis banget ya jadi apakah kita betul-betul butuh ini atau kita cuma hanya kepengen banget once kita kepengen kita dapetin selesai gak ada perasaan apa Tapi kalau needs ketika kita dapetin itu, kalau needs itu kan berhubungan sama survival ya. Ini tuh untuk kehidupan kita. Jadi makanya kenapa kalau di teorinya Mas Lui itu kan yang puncak tertinggi adalah aktualisasi diri. diri. Kecukupan itu udah nyampe disana ketika dia sudah bisa beraktualisasi diri mau jadi apapun dan mau ngapain. Karena basic-basic needs awalnya itu semua sudah tercukupi gitu ya. Misalnya kayak malah selalu bilang kan yang pertama basic needs lah ya cukup istirahat cukup makannya cukup istirahatnya, cukup makannya, ya kan? Terus cukup uangnya ya kan? Cukup kasih sayangnya lalu itu yang akan membentuk kecukupan secara harga dirinya Dan ketika dia sudah merasa cukup dengan hal tadi Maka saya mulai nih Saya bisa membantu orang Nah aktualisasi dirinya adalah Karena saya sudah cukup yang lain Maka disinilah saya harus Ngebantu orang lain Either way itu mau kerjaannya kah Mau dari sisi sosialnya mau apa Karena ini sudah cukup Karena itu needs saya yang sudah terpenuhi Itu sih Orang-orang tuh kadang-kadang suka Wants needs Suka agak bingung Bingung Mostly she wants ya Mostly she wants sih gitu kan Jadi ya itu harus dibedain Mana yang kebutuhan dan memang Keinginan gitu Alright Terakhir kak Tadi kalau kita ngomongin kita Tadi ya mencari Life plan gitu dan mau mengarahkan Hidup kita nih sebenarnya mau kemana gitu At the end sebenarnya environment Itu kan really matter benar, benar banget nah menurut Kak Ayang sendiri gitu satu kontribusi environment kita terhadap pembentukan diri kita itu sebenarnya seperti apa dan yang kedua gimana cara balik lagi tadi menyortir, memilah memetakan what kind of environment dan people yang tepat sih untuk kita gitu Yang pasti lingkungan itu kan lingkungan sosial itu punya kontribusi 60-80% terhadap pembentukan karakter kepribadian kita. Karena kan kepribadian itu dinamis. Kepribadian itu berubah tergantung pada bagaimana dia terus-terusan ada di lingkungan sosial itu apa enggak. Itu bisa karena orang tua, karena pertemanan. Biasanya kalau udah umur 20-an itu pertemanan, pekerjaan. Itu sangat amat mempengaruhi kualitas diri dan kesehatan mental. Terima kasih. Jadi kalau kita berada dalam satu lingkungan sosial, di mana kita mengetahui lingkungan sosial tersebut very intimidative, terus kemudian kompetisinya nggak sehat, kemudian kasih efek residue, melemahkan kita yang intense, gitu. Menurutku kita memang harus segera keluar dari lingkungan tadi. Misalnya, kak, tapi itu pekerjaan aku. aku gitu ya, tapi sekarang gimana dirimu, kamu sehat, nyaman gak gitu karena sehat itu mahal jadi kan kadang-kadang kita karena karena merasa kita butuh disitu, karena desakan ekonomi tapi kita mengabaikan kesehatan mental dan fisik kita, jadi checking up lagi gitu, jadi kalau once kita udah berada dalam pergaulan apapun namanya tapi tidak supportive tidak mendengarkan judging Justru kita sering jadi bahan candaan Ya kan kita sering jadi bahan candaan juga Dalam pertemanan walaupun sebenarnya udah masuk Bullying, intimidatif tapi karena kita Merasa yaudah lah gak apa-apa yaudah gak apa-apa gitu Itu tuh gak sehat sebenarnya Ya jadi candaan-candaan Yang sifatnya sebenarnya Sarkastik dan sebagainya gitu Ya sebenarnya banyak yang unsurnya pelecehan Gitu kan physically dan mentally Nah hal-hal seperti tadi itu harus Dihindari gitu kita yang punya Kendali sih kita yang bisa kontrol Situasi sosial macam apa yang ingin kita terlibat gitu. Jadi kalau misalnya kita sendiri menilai itu makanya harus jujur sih sama diri sendiri. Ini tuh gak sehat sih sebenarnya gitu. Tapi gimana dong si tapi itu ngeblokade kita kata tapi tadi. Tapi kan saya harus gitu. Nah itu memblokade kita sehingga kita jadi gak berdaya untuk keluar dari situ. Padahal aku selalu percaya ketika kita keluar dari sebuah lingkungan sosial yang buruk, yang banyak unsur negatif, yang judging, melemahkan, berani untuk keluar, kita akan menarik hal-hal baik lain. Kita berada dalam situasi tadi karena kita merasa inilah kumpulan yang tepat. Tapi sebenarnya itu gak bagus buat kesehatan mental. Tapi kalau kita berani untuk screening, untuk seleksi, Lalu kita keluar dari situ memang gak nyaman kan? Karena ini kan comfort zone kita. Yang kita rasa mereka ngertiin. Padahal sebenarnya mungkin mereka gak bertumbuh bareng sama kita kan? Sebenarnya kita sedang menarik hal-hal baik lain gitu. Jadi carilah mereka yang mau memberikan dukungan tanpa ngejudge. Terus kemudian mau untuk bisa ya tadi ada di saat susah senang. Bukan selalu nyalahin-nyalahin kita. kita gitu kan itu sih yang paling penting gitu terus kemudian temukan komunitas-komunitas baru sih karena kadang-kadang justru kebaikan itu beradanya di luar circle kita yang sebenarnya gitu loh itu yang paling penting sih berarti mungkin kalau suka banyak yang bilang law of attraction itu benar ya kak? aku sih memiliki keyakinan itu dan banyak banget sih sebenarnya ayo, aku selalu bilang manifesting pertemanan, manifesting income, manifesting mengenai pekerjaan karena kan itu... Kita merasa yakin dengan diri ini, maka pikiran biasanya itu akan mendorong kita ke arah apa yang sebenarnya ingin kita wujudkan. Gitu, ya makanya... Tadi itu dialami ketika ada keyakinan gitu, kita believe kita bisa ya nggak sabota sendiri ya kan terus kemudian punya harapan, hope itu bikin kita optimis tapi kita yakin tapi kita juga berkeyakinan kalaupun nanti ternyata tidak sesuai saya bisa menerima itu karena saya yakin itu adalah yang terbaik buat saya gitu kan jadi unsur-unsur seperti tadi sih gitu Oke Sip, kayaknya kita udah bahas banyak banget hari ini sama Kak Ayang. Banyak banget ya, ini kayaknya... Thank you banget Kak Ayang. Harusnya sih ini menjadi episode pertama pembuka yang... akan sangat banyak bisa membantu orang loh karena ini hal-hal kecil yang kita bahas tapi sebenarnya matters in daily life gitu jadi mungkin kita mau ngucapin terima kasih banyak banget ke Kak Aya hari ini juga sudah dendam super fun tapi sangat rich and insightful session ya betul dan tadi untuk Cara berfikirnya juga udah lumayan banyak keserep sih gitu Jadi nanti mungkin teman-teman bisa lihat Quotes quotes quotes quotes Bagi Kak Ayang Tadi banyak banget sih itu Yang sangat terilang Jangan cuman didengerin aja Giliah Tapi diaplikasikan Bener Karena kita dengerin banyak Kita belajar nyata Tapi gak diaplikasikan Gitu kan Oke dan tadi juga Kita udah denger banyak hint-hint baru nih Dari Kak Ayang Inner Child Terus Manifest Mungkin Kalo ada kesempatan lagi Bisa datang lagi ke Podcast In Our Twenties Gitu kan ulik lebih dalam lagi tentang hal ini oke thank you so much sekali lagi Kayang so teman-teman buat 20s di luar sana pasti masih punya banyak rasa pertanyaan tentang keresahan dirinya sendiri boleh banget itu langsung curhat aja sama in our 20s podcast boleh melalui komen dari instagram kita atau bisa langsung ke email kita so see you guys in our next episode bye bye