Pendiri: Panembahan Senopati (Udang Sutawijaya) dan ayahnya Ki Ageng Pemanahan.
Latar Belakang: Membantu Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) dalam perang saudara di kerajaan Demak.
Pemberian Tanah: Sultan Hadiwijaya memberikan tanah hutan (sekarang Kota Gede Yogyakarta) kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai imbalan.
Pendiri Kerajaan Mataram: Setelah wafatnya Ki Ageng Pemanahan, Danang Sutawijaya menjadi Adipati Mataram dan mendirikan Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1586.
Kejayaan Mataram Islam
Ibu Kota Awal: Kota Gede menjadi pusat kegiatan politik, sosial, budaya, dan ekonomi.
Pemindahan Ibu Kota: Pada masa Sultan Agung (1613-1645), ibu kota dipindah ke Kerto (Bantul).
Puncak Kejayaan: Mataram Islam mencapai puncaknya di bawah Sultan Agung, dengan fokus pada pertanian beras dan penarikan pupeti.
Perang Melawan VOC: Sultan Agung melakukan dua kali penyerangan ke Batavia untuk melawan VOC.
Dukungan terhadap Islam: Mendirikan masjid raya di setiap kabupaten dan memasukkan ajaran Islam dalam kebudayaan.
Runtuhnya Kerajaan Mataram Islam
Kemunduran Setelah Sultan Agung: Setelah wafatnya Sultan Agung pada tahun 1645, digantikan oleh putranya Amangkurat I yang dekat dengan VOC.
Perang Saudara: Gejolak terjadi pada masa Amangkurat II (1670-1703) menyebabkan pembangunan keraton baru di Kartasura.
Perang Takhta Jawa III: Terjadi antara Pakubuwono II, Pangeran Mangkubumi, dan Raden Mas Said (Pangeran Sambbernyawa) (1747-1757).
Perjanjian dengan VOC: Pakubuwono II menandatangani perjanjian dengan VOC sebelum meninggal, yang menandai awal hilangnya kerajaan.
Perpecahan Kerajaan: Setelah pertempuran, perjanjian Gianti (1755) membagi Mataram Islam menjadi dua:
Kesultanan Surakarta di bawah Sunan Pakubuwono III.
Kesultanan Ngayogyakarta di bawah Pangeran Mangkubumi (Sultan Ham Kubuwono I).
Penutup
Akhir Riwayat: Peristiwa ini menandai akhir dari Kerajaan Mataram Islam.
Kesimpulan: Kerajaan Mataram Islam memiliki peran penting dalam penyebaran Islam dan sejarah Indonesia, meskipun akhirnya terpecah akibat pengaruh VOC.