Hai ancaman sanksi hukum berdata terhadap lulusan berulang tinggi yang tanya-tanya menghasilkan atau lagi at itu menurut saya dapat dilakukan Proses hukumnya berdasarkan ketentuan pasal 1365 KUH berdata. Jadi sekali lagi bahwa plagiator sangat mungkin digugat secara berdata oleh pemilik hak cipta karya ilmiah melalui pengadilan dengan menggunakan jalur hukum berdata. Nah, gugatan secara berdata ini dimungkinkan dengan danik telah terjadi perbuatan melawan Sebagai mana diatur dalam pasal 1365 KUH perdata.
Yang di situ diatur secara tegas bahwa berkaitan dengan perbuatan melawan hukum ini bisa dijatuhkan satu sanksi. Secara lengkap bunyi ketentuan tersebut adalah sebagai berikut. Tiap perbuatan pelanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Nah, jadi disinilah bahwa ini pasal bisa digunakan untuk menghukat plagiater oleh pemilik hacipta atas karya. ilmiah tersebut, tetapi prosesnya harus melalui satu pengadilan. Memang pasal 1365 KUH Perdata ini seringkali disebut sebagai pasal tong sampah, artinya kasus apapun mayoritas dapat dimasukkan dalam konteks keperdataan dan gugatan menurut pasal ini. Tetapi kalau menurut saya, Ketika nanti akan juga saya jelaskan mengenai jurisprudensi, sebenarnya pasal ini pun meskipun bisa digunakan untuk banyak hal, tetapi juga mempunyai satu ukuran yang jelas berdasarkan jurisprudensi, baik itu yang ada di Belanda, kemudian yang digunakan pada zaman India-Belanda, maupun yang ada di negara kesatuan Republik Indonesia sejak kemerdekaan sampai dengan saat ini. Baiklah kita lanjutkan.
Sekarang kita akan kaji tafsiran unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal 1365 tadi. Jadi secara umum dapat kita tafsirkan dari isi peraturan tersebut, ada empat unsur yang harus dipenuhi agar suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Yaitu yang pertama adalah melanggar peraturan hukum.
Kemudian yang kedua dilakukan secara bersalah. Kemudian yang ketiga ada hubungan sebab akibat. Yang keempat itu ada satu kerugian.
Nah, untuk memperjelas ini saya akan uraikan satu per satu. Unsur yang pertama adalah ada perbuatan melanggar peraturan hukum. Untuk menentukan apakah suatu perbuatan itu melanggar hukum atau tidak, maka norma kritiknya, kualifikasinya harus jelas. Nah, untuk menjelaskan ini, maka menurut saya plagiat memenuhi unsur perbuatan melawan hukum, yaitu memenuhi lima unsur sebagaimana ada di dalam putusan Mahkamah Agung Belanda tahun 1919. yang juga akhirnya dijadikan jurus kudensi pada masa India-Belanda di Nusantara ini, kemudian juga pada praktek hukum di Indonesia. Alasannya adalah sebagai berikut.
Satu, plagiator melanggar undang-undang. Undang-undang apa yang dilanggar? Kita bisa lihat dalam ketentuan pasal 44 ayat 1 undang-undang nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta, khususnya adalah pasal 44. Ayat 1 huruf A. Nah, ketentuannya begini. Penggunaan, pengambilan, penggandaan, dan atau pengubahan suatu ciptaan dan atau produk hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai suatu pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebut.
atau dicantumkan secara lengkap. Untuk keperluan A. Pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan proposal, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hajita.
Kemudian yang B, keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan. Kemudian yang C, ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Atau yang D, pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang luar. dari pencipta jadi ketentuan pasal ini mewajibkan bahwa untuk keperluan bidang kependidikan penelitian dan sebagainya wajib menggunakan rujukan yang jelas dan memadai, karena itu menurut saya berdasarkan orang tersebut dapat dipahami bahwa plagiat dapat digugat secara berdata karena melakukan perbuatan yang bertentangan Dengan kewajibansi pelaku. Apa itu kewajibannya?
Yaitu mencantumkan sumber rujukan secara pemadai. Nah, jadi ini dia. Memang kalau kita lihat dari pasalnya itu memang tidak jelas. Tetapi kalau kita sebagai orang hukum, kita tahu persis bahwa bagaimana menafsirkan suatu peraturan perundang-undangan itu isinya Salah satunya dapat ditafsirkan secara berlawanan Atau disebut dengan contrario Jadi dengan pasal itu maka dapat ditafsirkan bahwa Kewajiban penulis karya ilmiah terhadap hak cipta milik orang lain Adalah ketentuan sebagaimana diatur di dalam pasal 44 ayat 1 huruf A Dan karena plagiator itu tidak menyebutkan atau mencantumkan sumbernya secara lengkap Maka Nah Menurut saya, inilah yang menjadi dasar yang bisa digunakan oleh penggugat sebagai pemilik hak cipta untuk menggugat plagiator sebagai pelaku pelagiat hak cipta dari karya ilmiah yang bersangkutan.
Nah, dengan demikian maka jelas bahwa perlu pemaduan antara pasal 1365 Kau berdata dengan pasal 44 ayat 1 huruf A undang-undang tentang hak cipta untuk membuktikan terjadinya satu perbuatan yang melanggar hukum. Selanjutnya menurut saya, plagiator itu mungkin untuk diperlukan secara berdata karena plagiator melanggar hak subjektif. Yaitu berupa hak penggugat atas hak kekayaan ilmiah Berupa artikel ilmiah, bisa jadi buku, bisa jadi bahan pustaka lain Termasuk tetapi tidak terbatas pada bentuk skripsi, tesis, dan disertasi Yang memang itu sah merupakan milik dari seseorang atau sekelompok orang Dan selanjutnya, saya berpikir bahwa perbuatan plagiatur tadi itu sebenarnya adalah bertentangan dengan kewajiban pelaku. Apa itu kewajiban pelaku?
Yaitu sekali lagi, sebagaimana ditafsirkan secara a contrario pada ketentuan pasal 44 ayat 1 huruf A Undang-Undang Hak Cipta bahwa ada kewajiban untuk mencantumkan sumber ujukan secara lengkap untuk keperluan. Pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, dan juga penyusunan laporan. Selanjutnya saya akan sampaikan bahwa perbuatan plagiatur tersebut juga bertentangan dengan kesusilaan.
Misalnya bertentangan dengan hati nurani, kemudian bertentangan dengan kode etik penulisan karya ilmiah yang pasti pada masing-masing perguruan tinggi itu memiliki kode etik dan sudah disosialisasikan secara memadai dan juga sudah dibiasakan kepada. Mahasiswanya. Kemudian yang terakhir, unsur yang membuktikan bahwa perbuatan plagiatur bertentangan dengan sikap kehatian.
Nah, ketika orang itu tidak berhati-hati, bukan berarti lepas dari jeratan ketentuan hukum. Karena jelas bahwa yang dimaksud dengan plagiat itu adalah karena sengaja atau tidak sengaja. Jadi disinilah saya pikir gugatan perdata dapat dilakukan dengan... Mencoba mengaitkan antara ketentuan pasal 1365 dengan pasal 40.4 ayat 1 huruf A undang-undang hak cipta. Penjelasan saya tadi hanya menjelaskan satu unsur dari pasal 1365, yaitu melakukan satu pelanggaran.
Sedangkan unsur yang kedua itu harus ada kesalahan. Nah, ketika kita lihat dari konteks kesalahan, maka suatu hal dikatakan salah itu manakala sesuatu itu tidak wajar dilakukan atau bertentangan dengan keumuman atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Nah, di sini kita jelas bahwa di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tadi ada satu definisi bahwa plagiat yaitu orang yang dalam menulis karya ilmiahnya itu merujuk, menulis, mempunyai orang lain tetapi tidak mencantumkan sumber rujukan secara pemadai.
Nah disinilah maka jelas bahwa unsur kesalahannya bisa berbentuk kesengajaan. Atau bisa berbentuk kepalaian Kemudian unsur yang ketiga Unsur yang ketiga yang terkandung dalam ketentuan pasal 1365 Itu ada hubungan sebab-akibat dari suatu perbuatan Nah, dalam konteks ini Kerugiannya itu merupakan suatu hubungan sebab-akibat Misalnya, karena disebabkan oleh plagiat akibatnya adalah kekecewaan. Kemudian juga bisa jadi karena kehilangan uang atau mungkin juga karena kehilangan sebuah pengakuan yang semua itu merupakan akibat dari plagiat. Nah, jadi disinilah yang akan saya katakan bahwa dalam konteks hukum perdata Kita memang harus bisa membuktikan kalau itu betul-betul terjadi satu kerugian. Tentu orang yang mempunyai karya ilmiah kemudian dikutip oleh orang lain dengan tanpa menyebutkan satu rujukan itu merupakan satu kerugian.
Kerugian yang pertama itu berkaitan dengan persoalan materi mungkin karena kita atau orang yang membuat karya ilmiah itu perlu waktu, perlu tenaga, perlu kemampuan, dan tahu-tahu hasilnya ternyata diklaim oleh orang lain. Dengan tidak menyebutkan meskipun itu hanya satu kalimat atau itu hanya satu paragraf. Tetapi itu adalah satu kerugian.
Mungkin juga kerugian-kerugian yang lain akan muncul. Makanya kalau kita lihat dari hubungan sebab-akibat. Jadi sebabnya adalah pelagiat, akibatnya adalah kerugian.
Baik material maupun imaterial. Nah disinilah maka unsur yang keempat di dalam unit. pasal 3.65 itu adanya satu kerugian kerugian sebagaimana saya katakan tadi bisa kerugian materi bisa kerugian imateri kerugian materinya itu berupa biaya waktu dan sebagainya kemudian kerugian imateri yang mungkin orang yang justru mempunyai karya ilmiah yang sungguhkan itu pernah dibuli oleh orang lain atau mahasiswa lain atau mungkin Dituduh bahwa dia melakukan satu pelagiat padahal yang jadi korban pelagiat itu adalah Nah inilah yang mungkin di dalam membuat satu bukatan yang harus dijelaskan secara detail mengenai unsur-unsur yang ada di dalam pasal 1365 KUH data. Kerugian yang lain bisa muncul karena begini, karena itu dijiplak, kemudian itu dipublikasikan, maka bisa jadi Pemilih akcipta itu bukunya menjadi tidak begitu laris. Karena apa?
Karena idenya sudah diklaim oleh orang, kemudian itu di-upload. Dan biasanya kalau sudah di-upload dengan tanpa ada kata kunci atau dengan tanpa berbayar, maka itu biasanya lebih banyak di-upload oleh orang ketimbang dengan beli buku. Nah inilah yang saya katakan.
Semua itu bisa dihitung secara material, kemudian itu digugatkan. dengan cara sesuai dengan peraturan hukum tersebut. Kemudian timbul pertanyaan, kira-kira kalau gugatan dari pemilik karya ilmiah tadi itu dikabulkan oleh pengadilan, kira-kira putusannya bisa berupa apa? Nah, menurut prediksi saya, karena gugatan itu mempunyai peran penting dalam satu putusan, maka jika gugatannya itu lengkap, maka bisa jadi putusannya putusannya akan berupa status karya ilmiah yang dibuat oleh tergugat itu dinyatakan tidak sah. Atau mungkin juga ada pembatalan status karya ilmiah sebagai hak milik intelektual yang dimiliki oleh tergugat dan juga bisa tergugat diwajibkan membayar ganti kerugian karena sudah ada kerugian material maupun imaterial.
Nah, jadi... bisa jadi itu merupakan satu putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan. Tapi sekali lagi bahwa untuk memunculkan satu putusan itu perlu adanya satu bukatan. Dan sesudah umum di dalam hukum kita diakui bahwa satu putusan itu tidak boleh ultra petita. Artinya tidak boleh melampaui apa yang dibukakan oleh.
Baik, kita lanjutkan dalam pembahasan kita yang terakhir yaitu tentang ancaman sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada lulusan yang karya ilmiahnya secara sah dan meyakinkan merupakan satu hasil di belakang. Ketentuan ini sudah jelas diatur di dalam pasal 70 Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Ketentuan pidana ini merupakan satu ketentuan atau ancaman yang terakhir setelah administrasi perdata kemudian pidana Karena fungsi pidana itu adalah sebagai ultimum remedium Jadi diatur di dalam ketentuan itu bahwa lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik profesi atau vokasi sebagai madi maksud dalam pasal 25 ayat 2 terbukti merupakan jiplakan di pidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan atau pidana denda paling banyak 200 juta rupiah nah jadi ketentuan di dalam sistem pengancaman ini menggunakan Sistem alternatif kumulatif. Jadi hakim dapat menjatuhkan pidana penjara saja, dapat juga menjatuhkan pidana denda saja, dan juga dapat menjatuhkan kedua-duanya. Biasanya, di dalam kebiasaan hukum pidana, manakala ada satu ketentuan hukumnya, kemudian ancamannya itu dilakukan dengan cara sistem alternatif kumulatif, maka indikator yang pertama bahwa kejahatan itu dianggap merupakan suatu kejahatan yang perlu untuk dijatuhi pidana.
Kemudian pidana-nya seperti apa? Tentu disesuaikan dengan tingkat kesalahannya, kemudian juga dengan kondisi pelaku, kemudian rasa keadilan di masyarakat, dan juga berkaitan dengan upaya penanggulangan pecatat Nah, dengan demikian dari pembahasan mulai dari pertama sampai terakhir, ingin saya garisbawahi bahwa intinya pelaku plagiat yang biasa disebut dengan plagiator, meskipun dia sudah lulus, maka dia dapat dijatuhi sanksi. Baik itu sanksi administratif, sanksi perdata, maupun sanksi pidana. Kemudian putusan dari pengadilan, baik itu dalam sistem pengadilan, perdata maupun sistem peradilan pidana itu dapat digunakan sebagai dasar bagi perguruan tinggi untuk melakukan satu pemeriksaan lanjutan dalam rangka untuk membatalkan ijazahnya dan juga dalam rangka untuk mencabut gelar akademik, gelar profesi maupun gelar vokasi itu yang bisa saya sampaikan Kita bisa berjumpa lagi di dalam video yang lain yang akan membahas mengenai pelagiat dan aspek hukumnya. Mohon maaf, terima kasih.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.