Intro Dahulu Gala Saat terjadi peperangan di Banyuwangi Banyak rakyat yang menjadi korban Rumah dan ladang warga Dibakar habis oleh pracurit yang menyerang Hingga tak bersisa Terima kasih telah menonton Saat terjadi kekacauan itu, ada satu orang yang selamat. Anak itu memilih kabur menyelamatkan diri, masuk ke dalam hutan. Dia terus berlari dari kejaran pasukan yang telah menghancurkan desanya.
Berhari-hari, dia terus berlari tanpa arah, melewati hutan. Terima kasih telah menonton bahkan tebing-tebing curang. Hingga akhirnya sampailah dia di tengah hutan dengan terengah-engah serta kondisi badan penuh luka dan rasa lelah luar biasa. Dia pasrah dengan keadaannya jika masih ada pasukan yang mengejar untuk menangkapnya. Sebentar Ki, aku sedang mencari sabit, aku lupa menaruhnya dimana.
Pantaslah kau lupa, kau sudah tak muda lagi. Kenapa kau mencari sabit, sabitnya sedang ku pegang ini. Oh Aki, kenapa tak bilang sedari tadi.
Kalau begitu mari kita berangkat. Dengan tergopo-gopo, anak kecil itu memilih untuk beristirahat di bawah pohon paling besar di hutan. Tak berselang lama, ada sepasang suami istri yang sedang mencari kayu bakar. Mereka bernama Aki Sambi dan istrinya bernama Nini Sambi.
Walaupun sudah lama dalam biduk rumah tangga, pasangan ini belum juga dikaruniai buah hati. Saat mereka sedang asik memungut kayu kering. Nih, Coba, coba perhatikan di sana.
Aku tak salah melihatnya kan? Hmm, mata kita ini sudah lama dipakai, Ki. Rasanya aku juga melihatnya.
Apa yang Aki lihat? Bukankah itu... Iya benar nih. Ayo, coba kita dekati untuk memastikan. Aki Nini berjalan mendekati anak kecil yang tengah tertidur itu.
Iya, Ki. Ini anak manusia. Na, na, na, bangunlah. Na. Siapa kalian?
Apa mamu? Jangan sakiti aku. Tenanglah nak, kami hanya orang yang sedang mencari kayu bakar di tempat ini. Kami tak akan menyakitimu.
Sejenak anak itu mengamat. pasangan suami istri tersebut benarkah itu kakak kalian tidak akan menangkapku kan tentu tidak bagaimana kamu bisa tidur di tempat seperti ini siapa namamu dari pake Kau bukan penduduk sekitar sini. Hah, aki-aki. Anak itu sedang kehausan. Biarkan dia minum terlebih dahulu.
Minumlah air ini, nak. Perlahan anak itu mau mendekat dan meminum air pemberian dari Nini Sambi. Siapa namamu? Dan dari mana asalmu nak?
Aku, aku Joko Mursodo. Aku berasal dari negeri seberang. Kenapa kamu bisa berada di tempat ini?
Tempat, tempat tinggalku telah hancur akibat perang. Dan aku pergi melarikan diri karena dikejar oleh para prajurit kerajaan. Baiklah, ikutlah dengan kami nak, tinggallah bersama kami, tempat ini tak aman jika malam hari, sembari menyebubkan luka-lukamu itu. Diajaklah pulang Joko Mursodo bersama Aki Nini Sambi. Terima kasih telah menonton Terima kasih.
Sejak saat itulah, Joko Mursodo tinggal bersama dan diangkat sebagai anak oleh Aki dan Nini Sambi. Setiap hari Joko Mursodo selalu membantu kedua orang tua angkatnya. Aki Nini pun memperlakukan Joko Mursodo layaknya seperti anak kandungnya.
Mursodo, ikut denganku, ada yang ingin aku tunjukkan padamu. Kita mau kemana? Sudah, ikut saja. Aki Sambi mengajak Joko Mursodo ke sebuah tempat di tengah hutan.
Mursodo penasaran dengan apa yang akan ditunjukkan Aki Sambi kepada dirinya. Kita akan berlatih ilmu Kanuragan dan bela diri di sini. Aku akan mengajarimu semua ilmu yang aku punya.
Hah? Ayah bisa bela diri? Aku tak pernah tahu itu, Ayah.
Hahaha. Tua-tua begini aku masih bisa memutari gunung ini Joko Mursodo Gunung ini bisa kubutari seribu kali dalam satu malam Benarkah, ayah? Sudah, sudah.
Sudah, lupakan. Bukan itu yang ingin aku bicarakan. Satu tahun belakangan ini, aku selalu memperhatikanmu. Aku sangat yakin kalau kau ini bukan anak sembarangan. Tapi sayangnya, tubuhmu ini masih cukup lemah untuk menampung kekuatan yang besar.
Terima kasih. Joko Mursodo merasakan ada yang berbeda dalam tubuhnya Ada apa dengan tubuhku ayah? Sudahlah, jangan banyak bertanya Ikuti saja semua yang akan aku ajarkan padamu nanti Aki Sambi mengajarkan semua ilmu kanuraga yang dia pelajari kepada Joko Mursodo. Berjalannya waktu, Joko Mursodo tumbuh menjadi seorang pria gagah perkasa dan ahli dalam ilmu kanur ragan serta ilmu bila diri.
Terima kasih telah menonton Waktu sungguh berjalan sangat cepat. Kau sekarang sudah sangat dewasa, Mursoto. Semua ilmu ayahmu ini sudah turun kepadamu.
Suatu saat nanti, kau boleh tinggalkan kami untuk mencari guru lain atau memperdalam ilmu Kanuragan. Tidak, ayah. Aku akan di sini untuk menjaga ibu dan ayah.
Lagi pula, kalian berdua sudah mulai sakit-sakitan. Aku ingin merawat kalian berdua. Kau ini meremehkan orang yang bernama Aki Sampi Aku masih mampu melawan harimau di tengah hutan sendirian Hanya dengan tangan kos Hanya dengan tangan kosong Sudahlah ayah, beristirahatlah Jangan terlalu memaksakan diri Mursodo, ingatlah pesanku ini Jangan pernah kau gunakan ilmu yang aku ajarkan Untuk menindas kaum yang lemah Kau tak perlu menunjukkan kekuatanmu itu Kepada orang-orang Jika hanya untuk pamer Lindungilah Dan bantulah orang-orang yang memang membutuhkan bantuanmu Iya ayah Aku akan selalu mengingatnya Sementara itu di pesisir laut selatan.
Dari tadi pagi, tak ada satupun yang tersangkut di jari. Kemanakah perginya semua ikan? Sudah beberapa bulan ini para nelayan tak dapat satu ikan pun. Mau makan apa kami? Apa harus ku ganjal dengan batu perut istri dan anakku?
Terima kasih. Ketika sedang menarik jala, terlihat bayangan hitam, besar, serta gemuruh dari dalam air. Muncul makhluk raksasa di hadapan nelayan itu.
Apa? Apa itu? Di dalam lautan, hiduplah naga raksasana ganas bernama Nogorojo.
Dia penguasa di perairan itu. Sang naga memiliki kegemaran memakan ikan. Kini ketika ikan di lautan mulai berkurang, Nogorojo mulai memangsa para nelayan yang sedang mencari ikan.
Tak sedikit korban berjatuhan karena keganasan ular naga raksasa Nogorojo. Hal ini membuat orang-orang takut untuk mendekati tempat itu. Suatu hari, Joko Mursodo memutuskan untuk memancing di laut. Selama ini, dia hanya memancing di sungai dekat rumah Akisambi. Tanpa sepengetahuannya, dia pergi ke tempat Nogorojo berada.
Sesampainya di tempat itu, dilemparkan umpan yang telah dipersiapkan dari rumah Dengan sabar, dia menunggu umpannya dimakan ikan Namun dari pagi hingga tengah hari, tak ada satu ikan pun didapat. Karena sudah bosan menunggu hingga siang hari dan tak ada hasil, akhirnya Joko Mursodo memutuskan untuk pulang ke rumah. Saat di perjalanan pulang, dia tak sengaja bertemu dengan seorang warga.
Mursodo! Mursodo! Dari mana kau? Kulihat kau membawa pancing di tanganmu.
Iya, aku baru saja memancing di laut. Namun, tak ada satu ekor pun yang berhasil aku tangkap. Lah, mungkin kau salah umpan. Tak mungkinlah. Kau tahu sendiri, aku ini sangat ahli dalam menangkap ikan.
Betul juga sih. Eh, tunggu. Tunggu, tunggu. Kau tadi bilang memancing di laut? Iya, di laut.
Apa kau memancing di pesisir pantai itu? Iya. Seharusnya di tempat itu banyak ikannya, kan?
Kau... Salah, Mursodo. Apa kau tak tahu?
Tempat itu sangat berbahaya. Telah banyak yang jadi korban. Tempat itu adalah sarang naga raksasa, Nogorojo. Konon, dialah yang menghabiskan ikan-ikan di lautan selama ini. Ah, tak mungkin.
Baru kali ini aku mendengarnya. Beberapa bulan ini, aku memang tak pergi jauh dari rumah. Karena merawat dan membantu Akinini Sambi. Saranku, lebih baik kau jangan pernah menginjakan kaki di tempat itu lagi.
Kalau kau sayang dengan nyawamu. Ah, aku yakin di tempat itu masih ada ikan. Tenang, aku akan baik-baik saja.
Tak menyerah begitu saja, keesokan harinya Joko Mursodo tetap pergi memancing dengan membawa umpan seekor kambing dengan harapan mendapatkan hasil melimpah dengan umpan yang besar. dilemparkannya umpan itu ke laut. Dengan sabar, Joko Mursodo menunggu umpannya dimakan.
Tiba-tiba, tali pancing Joko Mursodo tegang, serta joran pancing melengkung tajam, pertanda umpannya dimakan ikan besar. Dengan semangat, Joko Mursodo menarik pancingnya. Dan benar saja, muncul ikan dengan ukuran yang begitu besar, Joko Mursodo senang bukan kepalang.
Akhirnya usahaku tak sia-sia Sudah kuduga kalau masih ada ikan di tempat ini Tolong, tolong, tolong Joko Mursodo terdiam mendengar ada seorang yang meminta tolong Tolong, tolong jangan tangkap aku Dia pun mendekati ikan yang baru saja dia dapatkan Dan terkejut Hah, ikan yang bisa berbicara Ternyata engkau yang yang dari tadi meminta tolong. Betul, Tuhan. Jangan tangkap saya.
Lepaskan saya, Tuhan. Siapa namamu, dan kenapa aku harus melepaskanmu? Saya Raja Mina, Raja dari semua ikan di laut. Akan tetapi, semua ikan telah habis dimangsa oleh Nogorojo. Saya adalah ikan terakhir di laut ini, Tuhan.
Jadi saya mohon, Tuhan, lepaskan saya. Hei, untuk mendapatkanmu saja, aku sangat kesulitan. Tentu. aku tak akan melepaskanmu.
Tuhan, tolonglah lepaskan saya. Tidak. Kumohon Tuhan, jika Tuhan mau melepaskan saya, saya akan memberikan sisik kepada Tuhan.
Sisik? Untuk apa? Sisik tak bisa mengganjal perutku. Sisik itu akan berubah menjadi emas. Bawalah emas itu sebagai gantinya.
Raja Mina pun melepaskan sisiknya. Sisik yang jatuh itu pun dengan ajaib berubah menjadi kepingan emas. Joko Mursodo berpikir sejenak dan mengambil emas itu.
Baiklah, aku akan melepaskanmu. Tetaplah hidup di lautan. Lain kali berhati-hatilah jika ada orang yang mau memancingmu. Maaf jika kail ini sedikit melukaimu.
Terima kasih banyak, Tuan. Aku akan ingat pesan Tuan. Sekali lagi terima kasih telah membiarkanku hidup. Ikan besar itu pun melompat terjun ke lautan.
Tak lama ikan itu berenang. Nongko Rojo muncul dan melahap Raja Mina dari dalam air. Joko Mursodo terdiam melihat kejadian barusan. Hai, kenapa kau memakan ikan itu? Mata Nogorojo melihat ke arah Joko Mursodo Dengan tatapan tajam Seolah Joko Mursodo adalah mangsa selanjutnya Sebaliknya Joko Mursodo tak merasa takut sedikit pun melihat ular nagara raksasa di hadapannya dia sangat geram dengan apa yang dilakukan Nogorojo dengan tangan mengepal Joko Mursodo terbang ke arah Nogorojo pertarungan pun dimulai Dengan bekal ilmu yang telah diperoleh dari Aki Sambi, Joko Mursodo lebih unggul dari naga ganas Nogorojo.
Hingga sang naga kini telah terpojok dan kelelahan. Melihat ada kesempatan, Joko Mursodo menyapet tubuh sang naga dengan joran pancingnya. Eko Nogorojo terbelah menjadi tiga bagian. Kepala Sang Naga ditendang dengan sekuat tenaga oleh Joko Mursodo dan terlempar hingga kegerajakan Banyuwangi. Bagian ekor Nogorojo tak luput dari tendangan Joko Mursodo dan terlempar hingga ke Pacitan.
Sedangkan tubuh Nogorojo dibiarkan di tempat itu Badan Nogorojo yang berada di pinggir pantai Lama kelamaan berubah menjadi batu Dan orang-orang menyebut tempat itu dengan Watu Ulo